Laman

Senin, 17 September 2018

TT B C3 (Paket Ulul Albab) Qs. Al-Imran ayat 190-191


Kewajiban Belajar “Global”
(Paket Ulul Albab)
Qs. Al-Imran ayat 190-191
Alfina Hadiqoh
NIM (2117088)
Kelas B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS  TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018




KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad saw. beserta para keluarga, sahabat dan para umatnya yang insyaallah setia sampai akhir zaman. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah  Tafsir Tarbawi. Dalam penyusunan  makalah ini, kami telah berusaha untuk dapat memberikan serta mencapai hasil yang semaksimal mungkin dan sesuai dengan harapan, walaupun di dalam pembuatannya kami menghadapi berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kami miliki.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih khususnya kepada  Bapak  Muhammad  Hufron, MSI. selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir Tarbawi. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik  yang membangun sangat kami butuhkan untuk dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga  apa yang disajikan  dalam makalah ini dapat  bermanfaat  bagi kami dan  teman-teman  maupun  pihak lain yang berkepentingan.


                                                                                    Pekalongan, 20 September 2018


                  Penulis







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain, ini semua dikarenakan manusia dibekali potensi yang luar biasa yaitu berupa akal, akal juga yang membedakan manusia dari mahluk Allah yang lain, keintelektualan dan bentuk jasad sempurna yang dianugrahkan Allah kepadanya. Sehingga manusia mampu berfikir dan memungkinkan pula baginya untuk  mengamati, menganalisis apa-apa yang di ciptakan Allah di alam bumi ini. Dalam diri manusia terdapat dua daya sekaligus,  yaitu daya fikir yang berpusat di kepala dan daya rasa (qalbu) yang berpusat di dada. Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Qur’an, berkenaan dengan  visi  pemikiran  dan ilmu  pengetahuan, adalah bahwa al-Qur’an memberi  penghargaan  terhadap  ulul albab dan kaum cendikiawan, atau kaum intlektual. Allah memuji mereka dalam banyak ayat  dalam  surat-surat  Makiyah dan Madaniyah. Term ulul albab atau Ulil albab terulang dalam al-Qur’an sebanyak 16 kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam al-Qur’an Makiyah dan tujuh lainnya terdapat dalam al-Qur’an Madani.
Al-Qur’an mengekspos  keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai hamba-hamba  Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugrah Allah (potensi akal,kalbu, dan nafsu) pada sebuah panggilan, yaitu ulul albab. Sejalan dengan kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki oleh manusia yang dirahmatkan sang khaliq tersebut, maka manusia harus bisa memposisikan diri sebagai mahluk yang tidak hanya memikirkan atau peduli terhadap dirinya sendiri, tetapi harus senantiasa peduli dan peka terhadap keberadaan sekelilingnya, sehingga potensi fikir dan dzikir senantiasa menyelimuti aktifitasnya sehari-hari sebagai bahwa manusia adalah tidak hanya sebagai mahluk Allah yang paling sempurna tetapi juga sebagai keharusan untuk menuju insan kamil yang di dalam al-Qur’an sering disebut dengan istilah ulul albab.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud Ulul albab?
2.      Bagaimana dalil karakter ulul albab dalam al-qur’an?
3.      Bagaimana ulul albab era milenial?
C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui
2.      Untuk mengetahui dalil karakter ulul albab dalam al-qur’an.
3.      Untuk mengetahui ulul albab era milenial.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ulul Albab
Ayat pertama yang menyebutkan kata ulul albab adalah firman Allah di surat al-Baqarah: 179.
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَوَاةٌ يَأُوْ لِي الْأَلْبَبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa."
Kata Ulul albab atau Ulil Albab terulang dalam al qur’an sebanyak 16 kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam al qur’an maki dan tujuh lainnya terdapat dalam al qur’an madani. Di antara delapan yang Madaniyah, empat diantaranya dengan redaksi memanggil.[1]
Redaksi pertama yang ditunjukkan kepada ulul albab ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepada mereka nilai tuntunan dan petunjuk yang diturunkan kepada mereka. Hal ini terwujud dalam diri Rasul saw Yang menjadi  bentuk  perwujudan  keimanan yang hidup dalam sunnah dan sirahnya, dan ia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. 
   Istilah ulul albab(اولو الآلبب) terdiri dari dua kata yaitu ulu (اولو) dan albab (البب).1Yang merupakan bentuk jamak yang bermakna zawu (ذاو) yaitu mereka yang mempunyai. Sedang  yang kedua (ulul albab) merupakan bentuk jamak dari lub yang artinya “inti sari” atau “saripati sesuatu”. Ulul albab secara harfiyah bermakna “orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi kulit, atau ide-ide yang sering kali memunculkan keracunan-keracunan dalam penalaran atau pendapat yang dicetuskan. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.[2]
Dalam surat Al Imran, Ulul Albab disebut sebanyak dua kali.
Pertama, dalam pembicaraan tentang ayat-ayat tidak terjerumus dalam kecelakaan seperti yang terjadi pada orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya, mereka yang mengikuti apa yang tersamar dari ayat Al Qur’an.
Kedua , pada bagian akhir surat, ulul albab kembali disebut dalam kerangka pembicaraan tentang ayat-ayat Allah pada alam semesta yang kasat mata ini. Di dalamnya terdapat banyak objek untuk dijadikan kajian berpikir dan merenung, kemudian dijelaskan pula bahwa alam semesta ini tidak diciptakan sia-sia, namun diciptakan karena suatu hikmah yang dapat ditangkap oleh kaum ulul albab.[3]
B.     Dalil Karakter Ulul Albab dalam Al-Qur’an
1.      Tafsir Ibn Katsir
Q.S  Al-Imran, 3 : 190-191
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَـوَاتِ وَآلْأَرْضِ وَاخْتِلَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِلَأَيَتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَبِ  (190)
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَمًا وَقُعُوْدًا عَلَي جُنُوبَهُمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاةِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَامَا خَلَقْتَ هَذَا بَطِلاً سُبْحَنَكَ فَقِنَا عَذَا بَالنَّارِ (191)
Artinya :
(190)  “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah swt) bagi orang-orang yang berakal.
(191) “ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Allah swt berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yakni pada ketinggian dan keluasan langit, pada kerendahan dan ketebalan bumi, serta tanda-tanda  kekuasaan yang besar yang terdapat pada  keduanya, baik tanda-tanda yang bergerak maupun yang diam, lautan, hutan, pepohonan, barang tambang, serta berbagai jenis makanan, warna dan bau-bauan yang bermanfaat.”Serta pergantian siang dan malam” yang pergi dan datang serta susul-menyusul dalam hal panjang, pendek dan sedangnya. Semua itu merupakan penetapan Yang Maha  Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Kemudian Allah menyifati Ulul Albab. Dia berfirman, “shabibain ditegaskan dari Imran bin Hishin bahwa Rsulullah Saw bersabda (618), “ Dirikanlah shalat sambil berdiri. Jika  kamu tidak mampu, maka sambil duduk. Jika kamu tidak  mampu, maka sambil berbaring.   Artinya, mereka tidak henti-hentinya berdzikirdalam segala kondisi, baik dengan hati maupun lisannya. “Dan mereka mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi”. Yakni, mereka memahami ketetapan-ketetapan  yang  menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan, hikmah, pilihan, dan rahmat-Nya.
Sufyan bin Uyainah berkata, Renungan mereka merupakan cahaya yang masuk kedalam hatimu. Renungan itu kiranyadapat dijelaskan dengan bait puisi
ini. “Jika seseorang memiliki renungan,Ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.[4]
2.      Tafsir  Al Azhar
 Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah swt) bagi orang-orang yang berakal. (ayat 190)
Berkata Imam ar-Razi dalam tafsirnya : “Ketauhilah olehmu, bahwa yang dimaksud dalam kitab yang mulia ini ialah yang menjemput hati dan ruh sesudah bising membicarakan soal-soal makhluk yang dijadikan, supaya mulai tenggelam memperhatikan ma’rifat terhadap Al-Haq (Tuhan). Karena sejak tadi sudah banyak pembicaraan tentang hukum-hukum dan memnjawab beberapa keraguan yang dibawakan oleh orang yang tidak mau percaya, sekarang kembali membicarakan penerang hati, dengan menyebutkan soal-soal tauhid, keteguhan, kebesaran dan kemuliaan Allah. Maka mulialah yang disebutkan ayat ini “demikian ar-Razi.
Langit dan bumi dijadikan oleh Khalik, dengan tersusun terjangkau, dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat tampak hidup semua, bergerak menurut aturan. Silih bergantinya perjalanan siang dengan malam, yang betapa besar pengaruhnya atas hidup segala yang bernyawa. Kadang-kadang musim dingin, musim panas, musim gugur dan musim semi. Semua ini menjadi ayat-ayat, menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir, bahwa tidaklah semuanya ini terjadi sendirinya.
Mengapa kita berkesimpulan seperti itu, karena kita manusia, kita berpikir. Ulul albab mempunyai intisari, mempunyai pikiran. Mempunyai biji akal yang bisa ditanam akan tumbuh.
Orang yang berpikiran itu : “ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring(pangkal ayat 191).
Dan disebutkan pula, bahwasannya zikir itu hendaklah bertali (hubungan) diantara sebutan dan ingatan. Kita sebut nama Allah dengan mulut karena dia telah terlebih dahulu teringat dalam hati. Maka teringatlah dia sewaktu berdiri, duduk termenung atau tidur terbaring. Sesudah penglihatan atas kejadian  langit dan bumi, atau pergantian siang dan malam, langsungkan ingatan kepada yang menciptakan. Ingat atau dzikir kepada allah itu, sekali lagi bertali dengan memikirkan.
Maka datanglah sambungan ayat : “Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi”.
Disinilah bertemu dua hal yang tak terpisahkan yaitu dzikir dan fi’. Dipikirkan semua yang terjadi itu, bahwa dipikirkan timbulah ingatan sebagai kesimpulan berpikir. Oleh karena itu kita memikirkan hal nyata , dan teringatlah kepada yang lebih nyata. Semata yang dipikirkan hanyalah alam, yang bertemu dengan ilmu pengetahuan. Bahwa ilmu pengetahuan yang membawa iman adalah pengetahuan yang tandus. Dan akan menimbulkan ingatan, terutama ingatan atas kelemahan diri sendiri dihadapan kebesaran Maha Penciptanya. Sebab itu datanglah kejutan doa tersebab dzikir dan pikir.
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ucapan diatas adalah perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu dengan tawakal dan ridha, menyerah diri dan mengakui kelemahan diri sendiri.  Sebab bertambah tinggi ilmu, bertambah ingatlah kepada Allah.
Dan juga kita memohon ampun kepada Allah dan memohon agar dihindarkan dari siksa neraka. Kemudian kita kembalikan kepada hubungan dzikir dan pikir tadi.[5]
3.      Tafsir Al-Lubab
a.       Ayat 190
Berbicara tentang penciptaan benda-benda angkasa, seperti matahari, bulan, dan gugusan bintang-bintang. Atau berbicara tentang pengaturan sistem kerja benda-benda   langit itu, demikian juga kejadian dan perputaran bumi, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang atau perbedaannya dalam panjang dan pendeknya masa masing-masing. Semua fenomena itu, menurut ayat tersebut, merupakan tanda-tanda tentang wujud dan kemahakuasaan Allah swt. Bagi Ulul Albab, yakni orang-orang yang menyukai akal dan jiwa yang tidak diselubungi oleh  keracunan.
b.      Ayat 191
Menjelaskan sifat-sifat Ulul Albab itu yakni mereka baik lelaki maupun perempuan yang mengingat Allah swt dalam seluruh situasi dan kondisinya : berdiri, duduk, atau dalam keadaan beraring. Mereka memikirkan tentang penciptaan dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah itu berkesimpulan bahwa : Tuhan tidak menciptakan alam raya dan segala isinya dengan sia-sia atau tanpa tujuan yang hak. Mereka juga menciptakan Allah swt. Dari segala kekurangan dan keburukan yang mereka dengar atau terlintas sesekali dalam benak mereka. Di samping itu, mereka selalu bermohon kiranya dilindungi dari azab neraka.[6]
C.    Ulul Albab Era Milineal
Menurut Suprayogou kuran keberhasilan dari pendidikan ulil albab dianggap tercapai ketika pribadi yang terbentuk dalam proses pendidikan memiliki kualitas sebagai berikut :1). Mempunyaai ilmu pengetahuan yang luas 2). Mempunyai penglihatan yang tajam, 3). Bercorak cerdas, 4) . Berhati lembut 5). Besemangat juang tinggi karena Allah sebagai pengejahwantahan amal shaleh. Selanjutnya di katakan bahwa pribadi ulil albab meyakini adanya kehidupan jasmani dan rohani,dunia dan akhirat. Ke dua dimensi kehidupan tersebut harus memperoleh perhatian yang seimbang dan tidak di benarkan hanya memprioritaskan salah satunya. Keberuntungan dunia harus berdampak positif pada kehidupan akhirat,demikian pula sebalinya. Hal ini di dasari ajaran rasulullah yang mengharuskan umat islam untuk mencari kehidupan dunia seolah-olah akan hidup selamanya,dan mencari kehidupan akhirat seolah-olah kematian sudah di depan mata. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan harus mampu mengembangkan dzikir,fikir,dan amal sholeh.
Sedangkan problematika yang di hadapi oleh generasi milenial berdasarkan kajian yang sudah di lakukan antara lain: Adiksi Gedget,tidak fokus belajar,emosi mudah terganggu,pornografi,pergaulan bebas..[7]
Pola bingkai internalisasi kepribadian ulul albab terdiri atas sikap atau perilaku yang mencerminkan kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu  dan kematangan profesional. Artinya,internalisasi kepribadian hanya dapat di lakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan diri dari nilai agama ,lingkungan sosial, budaya masyrakat.
            Generasi milineal berbeda dengan generasi seelumnya. Generasi milineal tidak bisa lepas dari teknologi. Salah satu ciri mereka di batasi oleh media sosial. Generasi milineal memiliki kemudahan mengakses segala informasi tanpa batas, inilah yang menjadi pemicu berbagai problem generasi milineal.
            Internalisasi nilai melalui proses pendidikan dan pembelajaran ,bukan berarti mendobrak dan menjauhkan generasi milineal dari katrakteristik zaman yang di milikinya. Mereka tidak di jauhkan dari dunianya yang sadar akan teknologi sebagai kebutuhan berinteraksi dan menggali berbagai informasi. Internalisasi nilai di mungkinkan agar generasi milinial memiliki fondasi keagamaan ynag kokoh,sehingga dapat memberikan nuansa arah positif dan penggunaa kemudahan akses teknologi informasi dan komunikasi sebagai kebutuhan, yaitu melalui internalisasi dzikir,fikr,amal sholeh pada tabel berikut

Dzikir
·         Sholat berjamaah : wajib dan sunah
·         Khatmul Quran
·         Puasa wajib/sunah
·         Memperbanyak kalimat thoyibah,tasbih,takbir,tahmid,dan sholawat.
Fikr
·         Penajaman nalar dan pikir tentang perilaku makrokosmos dan mikrokosmos ; interaksi sosial.
Amal sholeh
Memberi manfaat kepada dirinya dan kepada banyak hal

            Inti dari internalisasi nilai ulil albab,dzikir,fikr,amal sholeh ialah sebagai pembinaan secara rohani atau kepribadian yang sesuai dengan praktik hidup islami. Melalui bimbingan,pengajaran,yang emiliki kualitas sebagai muslim yang ulul albab. Secara outcomes learning memiliki pandangan hidup ,sikap hidup,keterampilan hidup bersepektif islami. Yaitu memiliki kedalaman spiritual, keagungan akhlak ,keluasan ilmu dan kematangaan profesional sebagai berikut:
1.      Kedalaman spiritual ,menghadirkan Allah dan merasa selalu di awasi oleh Allah dalam setiap aktifitasnya,menjauhkan diri dari berbagai hal yang merugikan dan di larang oleh agama seperti pornografi dan pergaulan bebas.
2.      Keagungan akhlak, Mampu membedakan hal yang baik dan buruk,berusaha meningkatkan kualitas hidup dengan berinteraksi secara sosial yang baik.
3.      Keluasan Ilmu, Bersungguh-sungguh dan fokus dalam belajar serta mengeksplore bebagai ilmu pengetahuan yang banyak demi kemaslahatan umat.
4.      Kematangan profesional, Kesadaran menyampaikan ilmu yang di peroleh serta memiliki tanggung jawab untuk memecahkan berbagai problematika di masyarakat. [8]
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kata al-albab adalah bentuk jamak dari lubb yaitu saripati sesuatu. Ulul albab secara harfiyah bermakna “orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi kulit, atau ide-ide yang sering kali memunculkan keracunan-keracunan dalam penalaran atau pendapat yang dicetuskan. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.
Sebagai umat Islam, kita harus selalu berfikir positif dengan Allah SWT terhadap apa saja yang telah Dia beri untuk kita, karena semua yang diberikan untuk kita adalah yang terbaik baginya. Luangkanlah sedikit waktu untuk selalu mengingat Allah dan merenungi ciptaannya yang begitu indah sehingga kita selalu bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Pada generasi milenial ini tidak lepas dari alat teknologi atau alat komunikasi. Generasi milineal memiliki kemudahan mengakses segala informasi tanpa batas,seperti Adiksi Gedget, tidak fokus belajar, emosi mudah terganggu, pornografi, pergaulan bebas. Inilah yang menjadi pemicu berbagai problem generasi milineal
Jadi perlu adanya kepribadian ulul albab diera milenial agar umat manusia mempunyai sikap atau perilaku yang mencerminkan kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu  dan kematangan profesional. Melalui interalisasi berdzikir, dam  amal sholeh.







DAFTAR PUSTAKA

Qardhawi, M. Yusuf. 1998. Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas
Mujib Abdul. 2006.  Kepribadian dalam Psikologi Islam.  Jakarta: Rajawali Press
Shihab M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: PT Lentera Hati
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib.2006. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Depok: GEMA INSANI
Mandiriabadi, Ikrar. 2010.  Al-Quran dan Tafsir. Jakarta: Lentera Abadi
















Lampiran Foto

                                                                                          
                            



BIODATA


Nama                                             : Alfina Hadiqoh
Tempat Tanggal Lahir                   : 8 November 2000
Alamat                                          : Desa Purwosari Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang
Riwayat Pendidikan                     :
a.  SD Negeri 03 Purwosari
b. SMP Negeri 4 Comal
c.  SMA Negeri 1 Sragi



[1] M. Yusuf Qardhawi, Al-quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani), hlm. 30
[2] Ikrar Mandiriabadi, Al-Quran dan Tafsir,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 96
[3] M. Yusuf Qardhawi, Op. Cit., hlm 31-33
[4] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Depok: GEMA INSANI, 2006), hlm. 633-634
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 248-251
[6] M. Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: PT Lentera Hati,2012), hlm. 157
[7]. Abdul mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2006),  hlm.372
[8] Misbahul Munir, “Membingkai Kepribadian Ulul Albab Generasi Milenial”  Ta’limuna . Vol. 7, No. 1, Malang 2018, hlm. 53-57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar