Laman

Senin, 17 September 2018

TT A C1 PERINTAH MEMBACA DAN BELAJAR QS. AL- Alaq 1-5


KEWAJIBAN BELAJAR “GLOBAL”
PERINTAH MEMBACA DAN BELAJAR
QS.  AL- Alaq 1-5
Arika Budi Rahmasari (2117012)
Kelas : A

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018



KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahNya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan makalah Tafsir Tarbawi Mengenai Perintah membaca dan belajar.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan pembaikan makalah ini,sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.





Pekalongan, 18 September 2018


Penulis


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       1
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       2
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .        3
BAB I PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      4
A.    Latar belakang masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         4
B.     Rumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         4
C.     Tujuan penulis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         4
BAB II PEMBAHASAN. . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      5
A.    Membaca adalah jendela ilmu pengetahuan . . . . . . . . . . . . . . .. .       5
B.     Dalil Perintah Membaca dan Belajar Atas Nama Tuhan. .  . . . . .       7
C.     Membaca teks dan Konteks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . .. . . . .    9
BAB III PENUTUPAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . .  . . . . . . . . . . . . .   11
A.    Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . .   11
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .   12
BIODATA DIRI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
REFERENSI BUKU. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu. Al-quran dan as sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu. Kemampuan untuk belajar merupakan kemampuan dari karunia allah yang mampu membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin didunia ini maka dari itu manusia diwajibkan untuk belajar.
Akan tetapi terkadang seseorang membutuhkan dalil al-alaq bacaan dan perintah belajar yang terkandung pada qs. al alaq 1-5.
B.     Rumusan Masalah
a.       Membaca adalah jendela ilmu pengetahuan
b.      Dalil Perintah Membaca dan Belajar Atas Nama Tuhan
c.       Membaca teks dan Konteks
C.    Tujuan penulisan Makalah
a.       Memahami Membaca adalah jendela ilmu pengetahuan
b.      Mengetahui Dalil Perintah Membaca dan Belajar Atas Nama Tuhan
c.       Memahami Membaca teks dan Konteks

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Membaca Adalah Jendela Pengetahuan.
Banyak ayat al-quran yang mendorong manusia agar mempelajari fenomena alam, seperti unta, angkasa, bumi, gunung, manusia, dan ufuk. Hal ini berarti fenomena alam ini mesti dipelajari agar manusia mendapatkan ilmu mengenainya. Ayat-ayat itu selain menggambarkan sesuatu yang dipelajari, ia juga mendeskripsikan cara-cara mendapatkan ilmu yang mengenainya. Menurut al-quran ilmu itu dapat diperoleh melalui tiga hal, yaitu rasional, empiris, dan wahyu atau ilham.
Mendapatkan ilmu melalui rasio, misalnya, dapat dilihat dalam firman Allah ayat 12-16 surah al-Mu’minun yang berbicara tentang embriologi. Secara tekstual, ayat-ayat tersebut mendeskripsikan proses kejadian dan perjalanan hidup manusia, mulai dari tanah sampai kepada penentuan nasibnya yang abadi; surga atau neraka.
Tujuan utama ayat itu bukan semata-mata mengajar manusia tentang embriologi, manusia tidak banyak dituntut menguasai ilmu tersebut. tetapi, pembelajaran oleh al-quran mengenai embriologi dalam ayat itu bertujuan untuk meyakinkan manusia bahwa hidupnya pasti akan berakhir dan ia akan mengalami kebangkitan. Proses kejadian menurut manusia atau embriologi, dalam hal ini, hanya sebagai media untuk menjelaskan hal tersebut. tergambar dalam ayat-ayat itu metode analogi (qiyas) untuk mendapatkan ilmu dan selanjutnya keyakinan, yaitu dengan membandingkan sesuatu yang lebih sulit dengan yang lebih mudah (qiyas awlawi); Allah kuasa mengubah tanah menjadi manusia, maka tentu Dia lebih kuasa lagi mengumpulkan kembali sesuatu yang telah ada walaupun telah rusak. Atau, jika Allah kuasa menciptakan sesuatau dari tiada menjadi ada, maka Dia tentu lebih kuasa lagi mengumpulkan sesuatu yang telah ada. Artinya, manusia dituntut melakukan penalaran agar mendapatkan ilmu. Dan ilmu yang diperoleh berdampak terhadap keimanan kepada-Nya.
Metode empiris, misalnya, dapat dilihat dalam berbagai ayat yang mendorong manusia memperhatikan fenomena alam, seperti berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). Banyak fenomena alam yang digambarkan dalam al-quran, yang apa bila dipelajari manusia maka ia akan mendapatkan ilmu dari padanya. Kitab suci berbicara tentang matahari bagaimana ia beredar pada orbitnya, bintang dan bulan yang terbit kemudian lenyap. Semua fenomena alam ini dapat diperhatiakan dan dipantau oleh indra manusia dan dapat pula dipelajari secara empiris, sehingga dapat mengetahui sistem atau hukum yang berlaku pada alam.
Walaupun empiris dan penalaran rasional dua hal ynag berbeda, tetapi dalam proses penelitian dan pencarian ilmu, keduannya menjadi suatu sistem  yang tidak dapat dipisahkan. Einstein – seperti yang dikutip oleh Jujun – mengatakan, bahwa tidak terdapat metode induktif yang kemungkinan berkembangnya konsep dasar suatu ilmu. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris saja adalah pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi kumpulan fakta-fakta. Ia belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. kumpulan fakta-fakta itu belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis. Selain itu, kelemahan empiris juga terletak pada kualitas dan keterbatasan kemampuan indra, maka itulah sebabnya al-Ghazali meragukan kebenaran indra tersebut. demikian pula penalaran rasional, ia tanpa bantuan indra belum tentu menghasilkan pengetahuan yang benar. Sebab, penalaran rasional hanya menghasilakan pengetahuan mengenai suatu suatu objek tertentu tanpa ada konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar, kajian empiris perlu dianalisis dengan penalaran rasional dan penalaran rasional perlu  didasarkan atas pengalaman empiris. Kedua metode ini perlu dikombinasikan. Al-quran juga mengajarkan, bahwa empiris dan rasional mesti di kombinasikan. Kitab suci tersebut mengajarkan kepada manusia agar memikirkan fenomena alam yang teramati oleh indra sebagai suatu realitas yang tidak terpisahkan dari Sang Penciptanya. Fenomena alam indrawi hendaknya dianalisis secara rasional; dilakukan analogi sehingga menghasilka suatu temuan berupa teori bahkan dalil. Dan temuan itu dapat menanamkan dalam jiwa peneliti keimanan dan ketundukan pada Allah, yang telah menetapkan hukum alam yang ditemukan itu. Ini lah yang diisyaratkan oleh al-quran “ kaum intelektual dalah orang-orang yang ber dzikir pada allah dan mengkaji ini islam ini. teori taua hukum alam yang mereka temukan dapat menambah kekaguamannya kepada allah, sehingga mereka berucap “ ya tuhan kami, tidaklah engkau men ciptakan semua ini sia-sia, maha suci engkau, lindunglah kami dari azab neraka “
Menurut persepsi al-quran, pengetahuan tidak hanya didapatkan melalui empiris atau pengalaman indrawi serta penalaran rasional semata, tetapi juga bisa didapatkan melalui ilham. Bahkan, menurut al-Ghazali ilham merupakan jalan pengetahuan yang benar, ia dapat mengatarkan manusia ‘ilm al-yaqin yaitu suatu keadaan yang benar-benar terbuka padanya sesuatu yang diketahui (al-maqlum) sehingga tidak ada lagi mengandung keraguan. Untuk mendapatkan pengetahuan melalui ilham adalah ditempuh dengan jalan mujahadah dan riyadh, yaitu dengan mendekatkan diri kepada tuhan.
Ilmu pengetahuan itu tumbuh dan berkembang pada manusia melalui pengalaman empiris, rasional, dan ilham yang masuk melalui indera, baik zahir, batin maupun kalbu. Dengan kata lain, indera merupakan bagian dari unsur kepribadian manusia yang menjembatani masuknya ilmu pengetahuan kedalam diri, sehingga ilmu tersebut menjadi internal kepribadian manusia. Tidak hanya itu, indera juga berfungsi membangun karakter. Adapun karakter terbangun berdasarkan ilmu pengetahuan dan ilmu itu sendiri dipasok oleh indera. Dengan demikian, semakin aktif indera berinteraksi dengan obyek pengetahuan, semakin dalam pengetahuan seseorang. Selain itu, semakin berkualitas informasi yang dianggap indera dari suatu objek, semakin berkualitas pula pengetahuan yang diperoleh. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, al-qur’an selalu mengajak manusia menggunakan inderanya untuk mengkaji alam dan fenomena yang terjadi.[1]

B.     Dalil Perintah Belajar-Baca Atas Nama Tuhan.
بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَۚ‏
خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ​ۚ
اِقۡرَاۡ وَرَبُّكَ الۡاَكۡرَمُۙ‏
الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ‏
عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ‏




Artinya:
1.      Bacalah (wahai Nabi Muhammad SAW, wahyu illahi yang beberapa saat lagi akan engkau terima; dan bacalah juga alam dan masyarakatmu) dengan (atau demi) nama tuhan pemeliharamu yang menciptakan (semua makhluk)!
2.      (Dia adalah tuhan) yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq (sesuatu yang berdempet didinding rahim).
3.      Bacalah (berulang-ulang) dan tuhan pemeliharamu maha pemurah
4.      Yang mengajar dengan pena (yakni dengan usaha dan saran mereka)
5.      (Dan dia jiga yang) mengajar manusia (tanpa alat dan usaha mereka) apa yang belum diketahui-(nya).
Surah ini disepakati turun di Makkah sebelum nabi berhijrah. Hampir semua ulama sepakat bahwa wahyu Al-Qur’an pertama yangditerima Nabi Muhammad saw adalah lima ayat pertama surah ini. namanya juga populer pada masa sahabat nabi Muhammad SAW. adalah  “surah iqra’ bismirabbika”. Namanya yang tercantum dalam sekian banyak mushaf adalah “surah Al-‘alaq.” Ada juga yang menamainya “surah Iqra’”.
Tema utama surah ini adalah uraian tentang perlunya membaca apa yang tertulis dan yang terhampar dialam raya ini. bahwa allah adalah sumber ilmu yang menganugrahkanya kepada manusia secara langsung maupun tidak langsung. Hal inimengharuskan manusia bersyukur dan mengabdi kepada allah, karena kalau tidak maka yang membangkang terancam siksaan-Nya.
Tujuan utamanya adalah penekanan tentang pentingnya belajar dan meneliti demi karena allah SWT., karena itulah jalan meraih kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.[2]

C.    Membaca Teks dan Konteks.
Berbicara menengenai iqro’ tentu beraga informasi yang telah disadarkan oleh Allah swt di dalam kitab suci Al-quran, yang tentu akan memiliki beragam arti, pemahaman dan maksud yang akan muncul sesuai dengan tujuan ayat tersebut, walaupun memiliki koneksi akar kata yang sama, tetapi sebelum saya berbicara mengenai kata iqro yang termaktub dalam surah al-alaq, beberapa informasi kata iqro didalam al-quran yaitu:
1.      Kata iqro’ terulang tiga kali didalam al-quran yaitu QS.17:15 dan QS.96:1 dan 3.
2.      Sedang kata jadian dari akar kata “Qoro’a”, dalam berbagai variasi terbentuknya 17 kali, objek membaca yang menggunakan akar kata tersebut tentu berbeda-beda, kadang menyangkut sesuatu bacaan yang bersumber dari allah yaitu al-quran dan kitab suci sebelumnya seperti pada QS.17:45 dan QS.10:94.
3.      Berbeda dengan “Qoro’a-qiroatan” dan “talaa-tilawatan” walaupun memiliki makna yang berarti membaca yang termaktub didalam QS. 17:14, kata “talaa-tilawatan” biasanya digunakan untuk membaca sesuatu yang sifatnya suci dan pasti benar, misal dalam QS.2:252 dan QS.5:27
4.      Kata “Qoro’a-yaqra’u-qiroatan” lebih bersifat umum, apalagi seperti yang termaktub dalam QS. al-alaq yang mana tidak memiliki maf’ul atau tidak mengarah kesuatu objek yang wajib dibaca, bacaannya bisa apa saja baik yang tersurat maupun tersirat.
Bahwa kata iqro’ yang terambil dari kata qoro’a, pada mulannya berarti “menghimpun” apa bila ada merangkai huruf atau kata kemudian mengucap rangkaian tersebut telah menghimpunnya. Atau dalam bahasa al-quran Qara’tahu Qira’atan. Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqro’ yang diterjemahkan dengan “bacalah” tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenannya dalam kamus bahasa beraneka ragam arti dari kata tersebut antara lain:
1.      Menyampaikan.
2.      Menelaah.
3.      Membaca.
4.      Mendalami.
5.      Meneliti.
6.      Mengenal ciri-ciri, dan sebagainya.
Ayat ini dititahkan bukan untuk satu orang saja, tetapi berlaku untuk kita semua. Karena jika kita melihat dari beberapa makna tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa tuhan menurunkan ayat itu memiliki tujuan yang sangat penting untuk dikaji. Jikat kata “ iqro ”  diterjemahkan dengan bacalah  tentu kesannya tidak terlalu menggigit, walaupun makna aslinya membaca.























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Banyak ayat al-quran yang mendorong manusia agar mempelajari fenomena alam, seperti unta, angkasa, bumi, gunung, manusia, dan ufuk. Hal ini berarti fenomena alam ini mesti dipelajari agar manusia mendapatkan ilmu mengenainya. Ayat-ayat itu selain menggambarkan sesuatu yang dipelajari, ia juga mendeskripsikan cara-cara mendapatkan ilmu yang mengenainya. Menurut al-quran ilmu itu dapat diperoleh melalui tiga hal, yaitu rasional, empiris, dan wahyu atau ilham.
Ayat ini dititahkan bukan untuk satu orang saja, tetapi berlaku untuk kita semua. Karena jika kita melihat dari beberapa makna tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa tuhan menurunkan ayat itu memiliki tujuan yang sangat penting untuk dikaji. Jikat kata “ iqro ”  diterjemahkan dengan bacalah  tentu kesannya tidak terlalu menggigit, walaupun makna aslinya membaca.












DAFTAR PUSTAKA
Kadar M. Yusuf, 2013, “Tafsir Tarbawi (Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan)” Jakarta: AMZAH,  hlm. 25-29.
Quraish Shihab, 2010, “Al-Qur’an dan maknanya”, Tanggerang: Lentera Hati, hlm. 597.




















BIODATA DIRI




Nama: Arika Budi Rahmasari
Tempat, tanggal lahir: Pemalang, 29 September 1999
Alamat: Jl. Samosir Timur IV no. 244 Rt. 04/14 Perumnas Bojongbata, Pemalang.
Hobi: Menyanyi
Riwayat Pendidikan:  TK PERTIWI PEMALANG
                                    SDN 02 KEBONDALEM
                                    SMP N 3 PEMALANG
                                    SMA N 3 PEMALANG



REFERENSI BUKU


 











[1] Kadar M. Yusuf, “Tafsir Tarbawi (Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan)”, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 25-29.
[2] Quraish Shihab, “Al-Qur’an dan maknanya”, (Tanggerang: Lentera Hati, 2010), hlm. 597.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar