Laman

Senin, 03 September 2018

TT C A2 DERAJAT ORANG BERILMU (AL-MUJADALAH AYAT 11)


AL-MUJADALAH AYAT 11 : DERAJAT ORANG BERILMU

DINA YOSIANA  (2117009)
Kelas C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha Esa telah melimpahkan rahmat serta hidayah kepada kita semua, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Yang telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul: “DERAJAT ORANG BERILMU
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang ada. Materi-materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam memahami tentang materi tersebut, serta mahasiswa juga dapat memahami dengan baik.
Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, para mahasiswa akan mampu mengamalkan isi dari makalah ini.
                                                                                                                                                              
Pekalongan,   Agustus 2018


Penulis











DAFTAR ISI

            Kata pengantar ..................................................................................
            Dafar isi ............................................................................................
            BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ..............................................................
B.     Rumusan Masalah .......................................................................
C.     Tujuan ..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Orang berilmu (ilmuwan, filosof  dan ahli hikmah).....................
B.     Dalil tentang orang berilmu  ........................................................
C.     Syarat  diterima amal (berilmu dan beramal) ..............................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .................................................................................
Daftar Pustaka










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
         Al-qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan sekaligus sumber ajaran agama islam, untuk itulah Al-qur’an sebagai dasar yang mampu menjelaskan bagaimana ilmu pengetahuan bisa berkembang dikalangan umat islam dan pernah mencapai masa keemasan. Ilmu merupakan kata yang berasal  dari bahasa arab yang berarti tahu atau mengetahui atau pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu.
         Dalam al-quran ilmu memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sebuah kehidupan, hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi atau derajat yang tinggi dan mulia. Seperti  dalam surat al-mujadalah ayat 11 yang akan dijelaskan dalam makalah ini dimana ayat tersebut menjelaskan bahwa orang berilmu dan beriman akan memperoleh kedudukan yang tinggi karena keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu dan ilmu yang dimilikinya akan membuatnya sadar bahwa begitu kecilnya mereka di hadapan Allah SWT.
B.     Rumusuan Masalah
1.      Bagaimana pengertian orang berilmu (ilmuwan,filosof, ahli hikmah) ?
2.      Bagaimana penafsiran dalil tentang derajat orang berilmu di sisi Allah SWT ?
3.      Bagaimana syarat diterimanya amal (beriman dan berilmu) ?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian orang berilmu.
2.      Untuk memberi pemahaman mengenai dalil derajat orang berilmu.
3.      Untuk memberi pemahaman dan pengertian syarat diterimanya amal.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Orang Berilmu (Ilmuwan, Filosof dan Ahli Hikmah)
            Orang yang berilmu adalah orang yang takut kepada Allah. Dalam Al-qur’an kita membaca, “sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah  ulama”. Dengan  redaksi membatasi, menggunakan  kata innamma ‘hanya’, berarti hanyalah  ulama dari sekian hamba-Nya yang takut kepada Allah, yaitu mereka yang  mengetahui keagungan-Nya dan  memuliakan-Nya dengan semestinya. Orang-orang yang takut kepada Allah SWT akan mendapatkan ganjaran-Nya.
Ibnu mas’ud  berkata, “cukup dengan takut kepada Allah sebagai ilmu, dan keberanian menentang Allah SWT. Sebagai kebodohan”.[1]
1.      Pengertian ilmuwan (Ulama)
          Secara bahasa, ulama berasal dari kata kerja dasar ‘alima (telah mengetahui) berubah menjadi kata benda pelaku ‘alimun berarti orang yang mengetahui. Sedangkan secara istilah  ilmuwan/ulama adalah orang yang ahli atau memiliki banyak pengetahuan mengenai ilmu.[2] Keutaman orang ‘alim (ilmuwan) dibandingkan orang lainnya diperkuat dalam hadist nabi dari mu’adz : “keutamaan orang ‘alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang” H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i dan Ibn hibban.
Hadist tersebut menggambarkan bahwa kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulia dihadapan Allah dan hamba-hambaNya.[3]
Dalam Al-quran surat Al-mujadalah ayat 11 juga dikemukakan : “Allah akan  mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat” mengilhami kepada kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah islam jelas menjadi bukti janji Allah akan terangkatnya derajat mereka baik dihadapan Allah maupun sesama manusia.[4]

2.      Pengertian filosofi
Filsofi adalah  ungkapan seseorang mengenai sikap, nilai dan kepercayaaan walaupun pada waktu yang lain ungkapan tersebut menjadi ideologi kelompok/kepercayaan kelompok.
Menurut kamus besar bahasa indonesia filosofi adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab adanya sesuatu, asal adanya sesuatu, dan hukumnya. Dalam filsofi kita akan mempelajari hakikat segala sesuatu dengan logika, akal, dan rasa. Misalnya mengenai alam semesta, dari mana asal muasal alam semesta ? atau mengapa alam semesta terbentuk?
Pengertian filosofi pendidikan adalah hasil perenungan serta aliran pemikiran yang mendalam mengenai dunia pendidikan. Contoh filosofi pendidikan adalah : hidup dan belajar dengan melakukan sesuatu.
3.      Pengertian Ahli hikmah
          Ahli hikmah atau ahli ilmu (alilm) adalah orang yang mempunyai pemahaman agama atau mumpuni, dan pengetahuannya itu dipraktekkan dalam sikap, perilakunya serta ibadahnya dikesehariannya. 
          Segala yang diucapkan oleh ahli hikmah itu adalah merupakan suatu pemberian Allah SWT. Yang dapat menyambung kepada pikiran mereka dengan hidayah Allah SWT., sehingga setiap nasehat dan tutur kata mereka diterima dengan jelas oleh manusia dengan hati terbuka. Seperti yang tertera dalam surat Al-baqarah ayat 269 : “Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
Sesuai dengan definisi ahli hikmah bahwa orang yang mengamalkan ahli hikmah haruslah memiliki sikap, perilaku, dan perkataan yang sesuai dengan Al-qur’an dan Al-hadist.





B.     Dalil Derajat Orang berilmu disisi Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”[5]
a.       Tafsir mufrodat
Ø  Tafassahu : lapangkanlah, dan hendaklah sebagaimana kamu melapangkan kepada   sebagian yang lain.
Ø  yafsahillahu Lakum : Allah melapangkan rahmat dan rezeki-Nya untukmu.
Ø   Unsyuzu : Bangkitlah untuk memberi kelapangan kepada orang-orang yang datang.
Ø  Fansyuzu : bangkitlah kamu dan jangan berlambat-lambat.
Ø  yarfa’illahul lazina Darajaat : Allah meninggikan kedudukan mereka pada hari      kiamat.
Ø  Wal Lazina Utul ‘ilma Darajat : dan Allah meninggikan orang-orang yang berilmu    diantara mereka, khususnya derajat-derajat dalam kemuliaan dan ketinggian kedudukan.[6]
b.      Asbabul Nuzul
Dikemukakan pula ibnu jarir yang bersumber dari kata qatadah yang berkata : dahulu para sahabat apabila melihat ada yang baru datang kemajelis rasulullah SAW. mereka tidak mau memberikan tempat duduk dirasulullah SAW. maka turunlah ayat “AY AYUHALLIDZIINA AAMANUU IDZAA QIILA LAKUM TAFASSAHUU FIL MAJAALISI... ” , berkenaan dengan peristiwa itu yang menerangkan agar mereka memberikan tempat duduk pada orang yang baru datang ditempat pengajian (majelis) rasulullah SAW.
Dikemukakan oleh ibnu abi hatim yang bersumber dari muqatil, bahwa ayat itu (juz 28, 58/al-mujadalah : 11) diturunkan pada hari juma’ah pada waktu ahli  (pejuang-pejuang perang) badar datang ketempat pertemuan (pengajian) yang penuh sesak. Para sahabat nabi SAW. yang sudah berada ditempat itu lebih dahulu tidak mau memberikan tempat duduk kepada meraka yang baru datang itu, sehingga mereka terpaksa harus berdiri. Lalu rasulullah menyuruh mereka yang sudah lebih dahulu berada ditempat itu berdiri dan ahli badar tadi disuruh duduk ditempat mereka, tetapi mereka merasa tersinggung perasaanya. Maka turunlah ayat tersebut diatas, sebagai perintah orang-orang mukmin agar mentaati perintah rasulullah SAW. dan memberikan kesempatan duduk kepada sesama orang mukmin.[7]
c.       Penjelasan
Isi kandungan ayat 11 surat Al-Mujadalah antara lain sebagai berikut:
a)      Suruhan untuk memberikan kelapangan kepada orang lain dalam majelis  yang sifatnya menaati Allah SWT dan rasul-nya.
b)        Apabila disuruh bangun untuk melakukan hal-hal yang baik dan diridai Allah, maka penuhilah suruhan tersebut dengan segera dan dengan cara yang sebaik-baiknya.
c)       Allah SWT mengangkat orang-orang beriman atas orang-orang yang tidak beriman beberapa derajat tingginya, dan Allah SWT mengangkat orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan atas orang-orang yang beriman tetapi tidak berilmu pengetahuan beberapa derajat tingginya. Ringkasnya Allah SWT meninggikan derajar orang-orang beriman, teristimewa orang-orang beriman lagi berilmu pengetahuan.
Dari ayat diatas surat al-mujadalah ayat 11 juga dapat kita ketahui :
a)      Ayat Al-Qur’an surah Al-Mujadilah ayat 11 isinya antara lain berkaitan dengan adab atau tata krama yang harus diterapkan dalam majelis-majelis yang baik dan diridai Allah SWT. Misalnya majelis ta’lim, majelis ilmu pengetahuan dan teknologi, majelis zikir, dan majelis salat jum’at berjamaa.
b)        Adab atau tata krama yag dimaksud yaitu memberikan kelapangan kepada orang-orang  yang akan mengunjungi yang berada dalam majelis-majelis tersebut dengan cara, seperti; mempersilakan orang lain yang datang belakangan untuk duduk di samping kita sekiranya masih kosong, menciptakan suasana nyaman, mewujudkan rasa persaudaraan, saling menghormati dan saling menyayangi, serta tidak boleh menyuruh orang lain yang lebih dulu menempati tempat duduknya untuk pindah ke tempat lain tanpa alasan yang diberikan oleh syara.
c)      Mukmin/mukminah apabila diperitah Allah SWT dan rasul-nya untuk bangun melaksanakan hal-hal yang baik yang di ridai-nya, seperti salat, menuntut ilmu, berjuang di jalan Allah, dan membiasakan diri dengan akhlak terpuji, maka perintah tersebut hendaknya segera ndilaksanakan dengan niat ikhlas dan sesuai dengan ketentuan syara.
d)      Ilmu pengetahuan mempunyai banyak keutamaan. Perbuatan ibadah yang tidak dikerjakan sesuai dengan ilmu tentang ibadah tersebut, tentu tidak akan di terima Allah SWT.[8]
C.     Syarat diterima Amal (beriman dan berilmu)
a.       Ikhlas
Ikhlas secara bahasa artinya memurnikan. Maksud ikhlas dalam syara’ adalah memurnikan niat dalam beribadah kepada Allâh, semata-mata mencari ridha Allâh, menginginkan wajah Allâh, dan mengharapkan pahala atau keuntungan di akhirat. Serta membersihkan niat dari syirik niat, riya’, sum’ah, mencari pujian, balasan, dan ucapan terimakasih dari manusia, serta niat duniawi lainnya.
Seorang ulama dari India, al-Imam Shiddiiq Hasan Khan al-Husaini rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan (di antara Ulama) bahwa ikhlas merupakan syarat sah amal dan (syarat) diterimanya amal.” Berdasarkan syarat ikhlas ini, maka barangsiapa melakukan ibadah dengan meniatkannya untuk selain Allâh, seperti menginginkan pujian manusia, atau keuntungan duniawi, atau melakukannya karena ikut-ikutan orang lain tanpa meniatkan amalannya untuk Allâh, atau barangsiapa melakukan ibadah dengan niat mendekatkan diri kepada makhluk, atau karena takut penguasa, atau semacamnya, maka ibadahnya tidak akan diterima, tidak akan berpahala. Demikian juga jika seseorang meniatkan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla, tetapi niatnya dicampuri riya’, amalannya gugur. Ini merupakan kesepakatan ulama.

b.      Beriman  
          Iman merupakan syarat diterimanya amal atau syarat sah diterimanya suatu ibadah, sebagaimana layaknya wudhu yang merupakan syarat sah diterimanya sholat.
          Firman Allah ta’ala,”siapapun yang mengerjakan amal soleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh kami akan mengkaruniakannnya kehidupan yang baik dan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Pada ayat diatas Allah ta’ala menerangkan bahwa syarat untuk memperoleh kehidupan dan pahala baik adalah iman dan amal soleh.
c.       Sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
          Allah berfirman : “dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah.”
d.      Berilmu
          Ilmu merupakan syarat sah diterimanya amal. Ulama menasehatkan agar setiap amal yang kita lakukan didasari dengan dalil sampaipun dalam masalah kebiasaan kita apalagi dalam masalah ibadah. [9]




                                                                                                                 







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Orang berilmu diantaranya : ilmuwan orang yang ahli atau memiliki banyak pengetahuan mengenai ilmu. Filsofi adalah  ungkapan seseorang mengenai sikap, nilai dan kepercayaaan walaupun pada waktu yang lain ungkapan tersebut menjadi ideologi kelompok/kepercayaan kelompok. Ahli hikmah atau ahli ilmu (alilm) adalah orang yang mempunyai pemahaman agama atau mumpuni, dan pengetahuannya itu dipraktekkan dalam sikap, perilakunya serta ibadahnya dikesehariannya. Diantara orang-orang yang berilmu terdapat pula penjelasan mengenai beberapa orang berilmu yang ditinggikan derajatnya dalam Q.S Al-mujadalah :11 serta terdapat pula beberapa syarat diterimanya amal yaitu ikhlas,berilmu, beriman dan sesuai tuntunan rasulullah.















DAFTAR PUSTAKA
Al-ustadz Abul’abbas Muhammad ihsan, Kedudukan Ulama’ dalam Al-qur’an dan As-sunnah,  15/09/2009 in: Http://belajaralislam.wordpres.com/.
Kutubut tis’ah (tirmidzi bab ilmu hadist nomor 2023).
Az- zuhaili, Wahbah. At-tafsir Al-munir fil’aqidah wal syari’ah wal Manhaj. Juz 28. Beirut-Libanon : Darul Fikr. 1411H/1991M
M.quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, 2006
Depag, Syamil Qur’an Terjemah perkata.
M.Abdul Mujieb, Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul, Rembang:1986
https: //Imnasution.files.wordpress.com/syarat-sah-diterimanya-amal.pdf
Qardhawi, Yusuf, Al-qur’an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan,Jakarta : Gema Insani Press,1998















                                                                  BIODATA

Nama              : Dina Yosiana
Alamat            : Desa Majalangu Kec. Watukumpul Kab. Pemalang
Nim                 : 2117009
Prodi               : Pendidikan Agama Islam.
Fakultas           : Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan.
Hobby             : Menulis Dan Memasak.
Motto Hidup   : Hidup Adalah Tentang Kerendahan Hati.



[1] Yusuf Qardhawi, Al-qur’an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan, (Jakarta : Gema Insani Press,1998).Hlm. 93
[2] Al-ustadz Abul’abbas Muhammad ihsan, Kedudukan Ulama’ dalam Al-qur’an dan As-sunnah,  15/09/2009 in: Http://belajaralislam.wordpres.com/.
[3] Kutubut tis’ah (tirmidzi bab ilmu hadist nomor 2023).
[4] Az- zuhaili, Wahbah. At-tafsir Al-munir fil’aqidah wal syari’ah wal Manhaj. Juz 28. Beirut-Libanon : Darul Fikr. 1411H/1991M, Hlm.43
[5] M.quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, 2006). Hlm. 22
[6] Depag, Syamil Qur’an Terjemah perkata.
[7] M.Abdul Mujieb, Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul (Rembang:1986),Hlm. 570-572
[8] Ibid., Hlm. 23-24
[9] https: //Imnasution.files.wordpress.com/syarat-sah-diterimanya-amal.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar