Laman

Sabtu, 06 Oktober 2018

TT B E2 TUJUAN PENDIDIKAN GENERAL (Memakmurkan Kehidupan)


TUJUAN PENDIDIKAN GENERAL
(Memakmurkan Kehidupan)
QS. Al-Baqarah, 2: 201
Nurul Afifah
NIM: 2117105
Kelas: B 

JURUSAN PENDIDIKN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2018


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang mengajarkan kepada manusia apa yang ia tidak tau, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas makalah dengan judul TUJUAN PENDIDIKAN “GENERAL” (MEMAKMURKAN KEHIDUPAN) DALAM QS. AL-BAQARAH, 2:201.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari banyak menemukan kesulitan, terutama dalam pengumpulan data, yang disebaabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis makalah ini dapat terselesaikan walaupun mungkin jauh dari kesempurnaan. Sehingga tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam memnyesaikan penulisan makalah ini.
Akhir kata dari penulis, semoga penulis makalah ini dapat bermanfaat baik para pelajar pada khususnya, maupun bagi pembaca pada umumnya.

Pemalang, 5 Oktober 2018

Nurul Afifah




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Al Quran merupakan kitab suci umat Islam. Kitab suci Al Quran diharapkan mampu memberikan jawaban atas segala problem kehidupan manusia. Al Quran sebagai pegangan hidup yang akan menunjukkan manusia ke jalan yang benar serta menguntungkan baik di dunia maupun di akhirat.
            Islam dalam usaha memecahkan problematika kehidupan manusia,
justru bertitik tolak pada ajarannya tentang manusia dan kehidupan ini
(aqidah). Islam tidak hanya mengurus maslah moral dan ibadah saja melainkan suatu sistema yang padu di mana hukum dan tata aturannya terkait satu sama lain. Hal ini mendorong manusia agar dapat hidup sejahtera, bahagia didunia dan ahirat.
  1. Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian dari kemakmuran dan kehidupan dunia?
  2. Bagaimana dalil memakmurkan kehidupan dunia?
  3. Bagaimana cara makmur untuk mencapai pintu damai sejahtera?
  1. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui hakikat kemakmuran dan kehidupan dunia.
  2. Untuk memahami dalil tentang memakmurkan kehidupan dunia.
  3. Untuk mengetahui cara makmur mencapai pintu damai sejahtera.

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Kemakmuran dan Kehidupan Dunia
1.      Kemakmuran
Kemakmuran merupakan suatu keadaan yang berkembang, berkemajuan, memiliki keberuntungan baik dan/atau memiliki status sosial yang sukses.[1]Kemakmuran seringkali mencakup kekayaan, tetapi juga meliputi faktor-faktor lain yang mungkin saja terpisah dari kekayaan pada berbagai tingkat, misalnya kebahagiaan dan kesehatan.
 Menurut Ibnu Taimiyah, kemakmuran dalam persepsi Islam bertujuan untuk mencapai moral kehidupan yang baik. Beliau juga menambahkan bahwa akan banyak sekali kewajiban agama yang tidak dapat dijalankan jika kemakmuran belum dicapai. Dan masyarakat yang tidak mencapai kemakmuran secara otomatis sulit menjalankan agamanya secara kaffaah (totalitas) termasuk dalam hal ibadahnya kepada Allah SWT. Sehingga oleh sebab itulah Islam sangat menganjurkan agar umat manusia mau mencapai kehidupan dunia yang lebih baik(hasanat fid duniya) karena hal itu berkorelasi dengan upaya mencapai hasanat fil akhirat.
Sebab-sebab tidak tegaknya kemakmuran:
1)      Persatuan dan Persaudaraan sesama manusia belum dapat ditegakkan, sehingga manusia hidup saling curiga, saling berburuk sangka dan berpecah belah. Perpecahan akan merusak setiap upaya mencapai kemakmuran dan oleh sebab itu Islam sangat menolak perpecahan. Dan yang sangat jarang didengar oleh orang di Barat bahwa Islam amat sangat mencintai perdamaian dan menganjurkan toleransi.
2)      Orientasi manusia cenderung berlebihan kepada meraih kekayaan, sedangkan kekayaan itu cenderung kepada menuntut hak sehingga belum terjadi keseimbangan dengan upaya kemakmuran yang mendahulukan kewajiban.
3)      Sifat egoisme individu lebih dominan ketimbang jiwa sosial di masyarakat, sehingga orang hanya berpikir tentang dirinya sendiri dan enggan memikirkan nasib sesamanya.
4)      Ketika kekuasaan dijalankan tanpa mengenal arah dan tujuan, sehingga para pemimpin berebut mencari kepuasan nafsu sementara rakyat dijadikan alat untuk mencapai kepuasan para tuan-tuan tanah, raja-raja dan para pemilik modal.
2.      Kehidupan Dunia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hidup memiliki arti bertempat tinggal, masih ada, bergerak, dan bekerja. Sebagai contoh : “hidup di desa lebih tenang dari pada hidup di kota”,“neneknya masih hidup,tapi kakeknya sudah meninggal”, “ulat itu masih hidup”, penduduk di sekitar pelabuhan itu hidup dari berniaga; . Kata hidup juga berarti masih berjalan, bernyawa, dan berlangsung ; “walaupun ekonomi melemah akan tetapi perusahaan itu masih hidup”, “setiap yang hidup pasti akan mati, kecuali Tuhan”, “yayasan tersebut hidup dari sumbangan masyarakat”.[2]
Dalam bahasa arab hidup berasal dari kata “hayya-yahya-hayatan”, yaitu hidup, tinggal, kehidupan, ia merupakan lawan kata dari “maata-yamuutu-mautan” yang artinya mati dan kematian.[3] Sedangkan dalam bahasa inggris hidup berasal dari kata live yaitu tinggal, langsung dan bergerak.[4]
Berdasarkan dari beberapa makna tersebut maka dapat dikatakan bahwa hidup adalah bergerak, berjalan, bernyawa, berdiam diri, tinggal, berlangsung dan bekerja.
Pada hakikatnya kehidupan di dunia, yaitu:
1)      Kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah megah serta berlomba banyak tentang harta dan anak-anak.
2)      Perumpamaan kehidupan dunia seperti tanam tanaman yang tumbuh subur menghijau kemudian menjadi kuning , layu dan hancur. Dari tiada kembali menjadi tiada.
3)      Kehidupan yang abadi adalah kehidupan akhirat, disana ada ampunan dan keridhaan Allah dan ada pula azab yang pedih bagi para pembangkang yang tidak percaya pada Allah.
4)      Kehidupan  dunia ini  adalah kehidupan yang penuh kepalsuan dan tipuan , hati hati dan waspadalah menghadapinya.
5)      Allah menganjurkan pada orang yang beriman agar berlomba lomba meraih ampunan Allah dan syurga di akhirat yang luasnya seluas langit dan bumi.
6)      Syurga itu disediakan bagi orang yang beriman pada Allah dan RasulNya.[5]
  1. Dalil Memakmurkan dalam Kehidupan
QS. Al-Baqarah (2:201)




Artinya:
"Dan di antara mereka ada yang berdoa, Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka."
Tafsir Ayat
1.      Tafsir Al-Maroghi
1)      Dan di antara mereka ada yang berdoa, "Hai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat!"
Ada sebagian kaum Muslimin yang berdoa, "Hai Tuhan kami, berilah kami kehidupan yang baik dan bahagia di dunia juga kehidupan yang baik dan diridhai di akhirat!"
Minta kehidupan yang baik di dunia tentu dengan melakukan sebab-sebabnya yang sepanjang pengalaman memang memberikan manfaat pada usaha, penghidupan yang teratur, pergaulan yang baik dan berbudi pekerti sesuai dengan ajaran Agama dan adat istiadat yang baik.
Dan minta kehidupan yang baik di akhir adalah dengan iman yang bersih, amal shaleh dan berakhlak luhur.
2)      Dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Peliharalah kami dari godaan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan dosa yang menyebabkan ke neraka. Dan hal-hal ini bisa diwujudkan dengan meninggalkan perbuatan maksiat, menjauhi budi yang rendah dan kesenangan-kesenangan yang haram sekaligus melaksanakan segala kewajiban yang ditentukan oleh Allah.
Dalam ayat ini mengandung isyarat, berlebih-lebihan dalam Agama itu tercela dan menyalahi fitrah. Allah telah melarang ahli Kitab berbuat demikian dan mencela mereka. Dan Nabi saw, juga melarang demikian.[6]
Ayat ini mengandung pengertian bahwa berlebih-lebihan dalam masalah agama dan terlalu keras/kaku adalah satu hal tercela serta keluar dari fitrah manusiawi. Allah telah melarang para ahli kitab melakukan hal ini dan secara tegas Ia mencela mereka, sebagaimana Nabi saw. pun melarang perbuatan ini. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis yang beliau terima dari sahabat Anas Ibnu Malik ra., bahwa Rasulullah saw. memanggil seseorang yang keadaanya persis seperti anak ayam yang dicabuti bulunya. Kemudian beliau bertanya kepadanya:
"Apakah kamu berdoa sesuatu kepada Allah?" Si lelaki menjawab: 'Ya, saya sedang berdoa: Ya Allah, saya tidak ingin menyiksa diriku di akhirat, maka dari itu percepatlah siksaanku di dunia saja'. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya: 'Subhanallah (Maha Suci Allah)! Jika dengan demikian maka anda tidak akan kuat menahannya dan tidak akan bisa. Mengapa anda tidak mengatakan: 'Ya Allah, anugerahilah kami dalam dunia ini kebaikan dan di akhirat kebaikan kebaikan serta peliharalah kami daro siksa neraka', kemudian Rasulullah berdoa untuknya, sehingga sembuhlah ia berkat doa Nabi dan pertolongan dari Allah."
ااُوْلَعِكَ لَهُمْ نَصِيْبٌ مِمَّا كَسَبُوْا

Mereka adalah orang-orang yang mehendaki kebahagiaan di dua tempat, yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya sebagaimana mereka menghendaki kebahagiaan akhirat, mereka sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil usahanya ini kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ayat lain yang mempunyai arti senada dengan ayat ini adalah firman Allah berikut ini:
(QS. Asy-Syura, 42:20)



Artinya:
"Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat."
وَاللّهُ سَرِيْعُ الحِسَاب

Allah menepati pahala setiap orang berusaha setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Sebab, memang demikianlah Sunnatullah pada makhluk-Nya. Yaitu pemberian upah atau pahala sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan tanpa memperlambat waktu pemberian. Kelak, di akhirat semua orang akan melihat perhitungan masing-masing, dan hal ini dapat Allah selesaikan dalam waktu yang singkat saja. Ada yang meriwayatkan bahwa Allah swt. menghitung semua amal perbuatan manusia seluruhnya, hanya dalam tempo setengah hari kita di dunia. Dan ada yang meriwayatkan pula bahwa hal itu diselesaikan oleh Allah swt. hanya dalam sekejap mata.[7]



2.      Tafsir Al-Azhar
Menurut penafsiran Ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, adalah beberapa golongan dari Arab Badui itu, sekitaka mengerjakan wukuf, telah berdoa kepada Allah: "Ya Allah, turunkan kiranya hujan di tanah ini, jadilah tahun ini tanah subur, jadikanlah tahun ini beroleh anak yang bagus, dan tidak seorang juapun yang mengingat berdoa untuk keselamatan di hari akhirat.
Menurut riwayat yang diriwayatkan oleh At Thabrani dari Abdullah bin Zubair, orang-orang yang di zaman Jahiliyah itu, bila mereka berhenti di Muzdalifah, merekapun berdoa. Ada yang berkata: "Ya Allah, berilah aku rizki unta!" Ada yang berdoa: "Ya Allah, berilah aku rizki kambing-kambing". Tegasnya tidak ada yang berdoa: "Ya Allah, berilah akan keselamatan di akhirat".
Menurut riwayat Ibnu Jarir dari Anas bin Malik, di zaman Jahiliyah itu mereka thawaf dalam keadaan telanjang, sambil berdoa: "Ya Allah, berilah kami air hujan lebat untuk minum. Ya Allah, berilah kami kemenangan menghadapi musuh-musuh kami, dan kembalikanlah kami dalam keadaan baik ke pada keluarga kami".
Begitulah kebiasaan orang di zaman Jahiliyah, yang diterangkan dalam ayat ini. Segala sesuatu yang berkenaan dengan dunia mereka mohonkan kepada Allah. Tanda yang mereka pentingkan ialah benda dan tidak sedikit juga mengingat memohon keselamatan untuk akhirat. Begitulah keadaan orang Jahiliyah, yang meskipun karena naik haji juga, karena haji itu memang sunnah sejak Nabi Ibrahim, namun yang mereka pentingkan hanyalah dunia. Lantaran yang mereka mohonkan itu semata-mata dunia, maka itulah yang akan mereka dapat. Adapun di akhirat mereka tidak akan mendapat kebahagiaan apa-apa.
Di sini kita mendapat pengetahuan bahwa orang Jahiliyah pun naik haji, tetapi hanya semata-mata karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu. Hati mereka lebih terpaut kepada dunia.
"Dan setengah mereka (pula)  berkata: "Ya Tuhan kami, berilah kami di dunia ini suatu kebaikan dan di akhiratpun suatu kebaikan (pula) dan peliharalah kami dari pada siksaan neraka".[8]
  1. Makmur Pintu Damai Sejahtera
Dalam  pandang Islam, tepatnya dalam kajian al-Quran sebenarnya
banyak sekali kata ayat al-Quran yang mengandung arti sejahtera seperti Sa’ada (bahagia), faza (gembira), falaha (sentosa), roghodan (suka/senang) disini kata yang benar-benar mewakili arti sejahtera adalah al-falah dan roghodhan. Al-falah dapat diartikan sebagai mendapat keuntungan, kebahagian dan kejayaan bukan sahaja di dunia tetapi kejayaan yang dicapai di akhirat.
Hidup sejahtera dapat diperoleh dengan membentuk mental menjadi mental yang hanya bergantung kepada Sang Khalik (bertaqwa kepada Allah Swt.), dan juga berbicara dengan jujur dan benar, serta Allah Swt. Juga menganjurkan untuk menyiapkan generasi penerus yang kuat, baik kuat dalam hal ketaqwaannya kepada Allah  Swt.  Maupun  kuat  dalam  hal  ekonomi. Oleh karena itu siapa saja yang mau melakukan amal kebaikan dan beriman kepada Allah Swt. Maka Allah telah berjanji akan memberikan balasan berupa kehidupan yang baik di dunia dan pahala di akhirat yang lebih baik dari apa yang telah dikerjakannya. Kehidupan yang baik dapat diartikan sebagai kehidupan yang aman, nyaman, damai, tenteram, rizki yang lapang, dan terbebas dari berbagai macam beban dan kesulitan yang dihadapinya.
Al-Quran telah menjelaskan cara-cara untuk mencapai al-falah atau (menuju pintu damai dan sejahtera). Caranya adalah dengan mengaplikasikan unsur-unsur murni dalam kehidupan kita, yaitu: a) Keimanan yang tinggi, b) Amal soleh, c) Taqwa, d) Al-amr bi al-ma`ruf wa alnahy `an al-munkar, e) Akhlak yang terpuji, f)Nilai-nilai luhur yang tercermin dalam setiap perlakuan manusia.[9]


















BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Sebagai umat muslim kita dapat mencapai hidup makmur, damai, dan sejahtera. Hal tersebut dapat kita peroleh dengan membentuk mental menjadi mental yang hanya bergantung kepada Sang Khalik (bertaqwa kepada Allah Swt.), dan juga berbicara dengan jujur dan benar, serta Allah Swt. Juga menganjurkan untuk menyiapkan generasi penerus yang kuat, baik kuat dalam hal ketaqwaannya kepada Allah  Swt. Guna mendapatkan kebaikan hidup di dunia dan akhirat yang sesungguhnya.


















DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1974. Tafsir Al-Maraghi Juz 2. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Hamkam. 1982. Tafsir Al-Azhar Juz 2. Jakarta: Panji Masyarakat.

Pusat, Tim Penyusun. 1987. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Munawwir,  Ahmad Warson. 1984.  Kamus Indonesia-Arab. Surabaya : Pustaka Progresif..
Echols, John M., dan Shadily Hassan. 2012. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, Cet XXX.
Hilmi, Asep. 2018. Jurnal Konsep Hidup Damai Dan Sejahtera Dalam Prespektif Al Quran. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
RI, Kementerian Agama. 2010. Al-Qur’an dan Terjemahan.








LAMPIRAN
     
     

BIODATA PRIBADI



Nama               :  Nurul Afifah
Nim                 :   2117105
Fakultas/jurusan: FTIK/PAI
Mata kuliah      : Tafsir Tarbawi
Kelas                 : B
Alamat              : JL. Merpati Rt/Rw: 01/04 Pagergunung, Ulujami, Pemalang.
Riwayat Pendidikan:
- SDN 04 Pagergunung
- SMP Negeri 2 Ulujami
- SMA Negeri 1 Ulujami
- IAIN Pekalongan



[1] Definition of Prosperity". Random House, Inc. 09 & Webster's Revised Unabridged Dictionary. February 2009. Diakses tanggal 3 Oktober 2018.
[2] Tim Penyusun Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,1987,  hal. 128.
[3] K.H Ahmad Warson Munawwir, Kamus Indonesia-Arab, Surabaya : Pustaka Progresif, Cet 1, 1984, hal. 167.
[4] John M. Echols,  Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, Cet XXX, 2012, hal. 270.
[5] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,  2010,  hlm. 788.
[6] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz 2, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993, hlm. 35.

[7] Ibid, hlm. 183-185.
[8] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu II, Jakarta: Panji Masyarakat, 1982, hlm. 198-199.
[9] Asep Hilmi, Jurnal Konsep Hidup Damai Dan Sejahtera Dalam Prespektif Al Quran, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018, hlm. 17-21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar