Laman

Sabtu, 06 Oktober 2018

TT C F1 TUJUAN PENDIDIKAN GENERAL "TUJUAN HIDUP MANUSIA"


TUJUAN PENDIDIKAN GENERAL
"TUJUAN HIDUP MANUSIA"
 (QS.Adz-Dzariyat, 51: 56)
Muhammad Mahbuub
NIM. ( 2117123 )
Kelas : C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
 IAIN PEKALONGAN
2018




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Tujuan Hidup Manusia” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Ghufron, M.SI selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan tugas ini serta membantu memberikan motivasi dan masukan dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran demi kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamiin.







Pekalongan, 11 September 2018

Muhammad Mahbuub
                                                                                                                                         


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar belakang
            Manusia dan jin diciptakan tidak lain hanya untuk mengabdikan dirinya kepada Allah dan tujuanya adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan dengan disusunya makalah ini berdasarkan tugas yang bertema tujuan hidup manusia dengan dalil Adz-dzariyat ayat 56 yang menjelaskan bahwa jin dan manusia diciptakan hanyalah untuk mengabdikan diri kepada Allah saja dan dengan demikian semoga dengan ada nya makalah ini dapat mempermudah untuk memahami arti, tafsiran, dan tujuan hidup manusia dari ayat adz-dzariyat ayat 56.
B.        Judul Makalah
Tujuan hidup manusia
C.        Nash dan Terjemahan
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku”(QS. Adz-Dzariyat: 56)
D.        Arti Penting Untuk Dikaji
Kita perlu mengkaji tujuan hidup manusia sesuai yang tertuang dalam QS. Adz-Dzariyat,51:56. Karena menjelaskan bahwa tujuan diciptakan jin dan manusia tidak lain adalah agar mereka memperhambakan diri dan berbakti kepada Allah SWT dan menegaskan bahwa Allah  tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-makhluk-Nya, seperti meminta rizki atau makanan. Karena sesungguhnya Dia-lah yang memberi rizki kepada makhluk-makhluk-Nya.
           



BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Hidup dan Kehidupan Manusia
Allah SWT menjelaskan bahwa tujuan diciptakan jin dan manusia tidak lain adalah agar mereka memperhambakan diri dan berbakti kepada-Nya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa dalam diri manusia dan jin terdapat kelemahan-kelemahan dan keperluan-keperluan yang merupakan hajat hidup mereka dalam masa yang telah ditentukan. Allah juga menegaskan bahwa Ia tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-makhluk-Nya, seperti meminta rizki atau makanan. Karena sesungguhnya Dia-lah yang memberi rizki kepada makhluk-makhluk-Nya. Dia-lah yang maha perkasa di atas segala kekuatan dan kekuasaan Dia-lah yang memberi rizki, memberi makanan kepada jin dan manusia. Maka nikmat-nikmat Allah kepada kedua jenis makhluk jin dan manusia sungguh tak terkira dan tak terhitung banyaknya.[1]   
Dalil Tujuan hidup manusia
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56)
B. Tafsir surat Adz-Dzariyat ayat 56
1. Tafsir Al-Azhar
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
          Allah menciptakan jin dan manusia tidak ada guna yang lain, melainkan untuk mengabdikan diri kepada Allah. Jika seorang telah mengakui beriman kepada Tuhan, tidaklah dia akan mau jika hidupnya di dunia ini kosong saja. Dia tidak boleh menganggur. Selama nyawa dikandung badan, manusia harus ingat bahwa waktunya tidak boleh kosong dari pengabdian. Seluruh hidup hendaklah dijadikan ibadah.
          Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba Allah, tunduk menurut kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (karhan). Ibadah juga dikatakan sebagai bentuk terimakasih kita kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah Dia berikan.
          Ibadah itu diawali atau dimulai dengan Iman, yaitu percaya bahwa ada Tuhan yang menjamin kita. Ketika iman itu ada, maka kita akan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Wujud nyata dari iman itu adalah amal shaleh untuk memberi manfaat kepada sesama manusia maupun makhluk lain di muka bumi. Karena jika tidak, maka kehidupan kita yang sementara di dunia ini tidaklah ada artinya.[2]
2. Tafsir Al-Misbah
Ayat di atas menyatakan: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.
Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa melibatkan malaikat, sedang di sini karena penekanannya adalah beribadah kepadaNya semata-mata, redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepadaNya semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah SWT.
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang ditentukan oleh Allah bentuk, kadar, atau waktunya seperti sholat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktivitas manusia dilakukannya demi Allah, yakni sesuai dan sejalan dengan tuntunan petunjuk-Nya.
Sayyid Qutub menjelaskan bahwa pengertian ibadah bukan hanya terbatas pada pelaksanaan tuntunan ritual karena manusia tidak menghabiskan waktu mereka dalam pelaksanaan ibadah ritual saja. Namun juga harus memahami dan melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di bumi. Ini menuntut aneka ragam aktivitas penting manusia guna memakmurkan bumi, dan mengenal potensinya.
Dengan demikian, ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat ibadah mencakup dua hal pokok: (1) Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan. Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan Tuhan yang disembah. Tidak selainNya, tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selainNya adalah hamba-hambaNya. (2) Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus. Melepaskan diri dari segala perasaan yang lain dan dari segala makna selain makna penghambaan diri kepada Allah.[3]
3. Tafsir Al-Maraghi
Penafsiran dari ayat ini mengenai penciptaan jin dan manusia hanya untuk beribadah, seperti ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam hadits qudsi: “Aku adalah simpanan yang tersembunyi. Lalu aku menghendaki supaya dikenal. Maka Akupun menciptakan makhluk. Maka oleh karena Akulah mereka mengenal Aku.”
Sementara itu segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat “melainkan agar menyembah kepada-Ku”. Yakni bahwa setiap makhluk dari jin dan manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendakNya, dan menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa yang Dia kehendaki, dan Allah memberi rezeki kepada mereka menurut keputusanNya. Manusia tidak memiliki kuasa atas dirinya sendiri.[4]
C. Ibadah Mahdhoh dan Ghoiru Mahdhoh
            Secara etimologis (lughawi), para ulama mengartikan ibadah dengan makna ketundukan yang lahir dari punch kekhusyukan, kerendhn diri dan kepatuhan kepada Allah SWT.
            Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin al-Sari al-Zajjaj(241-311 H/855-924 M) – pakar bahasa Arab dan tafsir-berkata:
العِبَادَةُ فِي لُغَةِ اْلعَرَبِ اْلطَاعَةِ مَعَ اْلخَضُوْعِ.
“ ibadah dalam bahsa Arab adalah ketundukan yang disertai kerendahan diri kepada Allah” [5]
1.       Ibadah yang kadarnya dibatasi oleh syara’ adalah mahdhah, seperti shalat fardhu,zakat dan harga-harga pembelian.
2.       Ibadah yang kadarnya tidak dibatasi oleh syara’ adalah ghairu mahdhah, seperti mengeluarkan harta di jalan Allah, memberikan makan kepada orang lapar, memberi pakaian kepada orang yang telanjang dan sebginya.
Bedanya mahdhah dengan ghoiru mahdhah ialah: mahdhah adalah wajib terus di tunaikan walaupun sudah lewat waktu-nya. Ghoiru mahdhah adalah apabila sudah sudah lewat waktunya, tidak diwajibkan lagi.[6]












DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Mushtofa. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 27. Semarang: PT. Karya
Amrullah, Abdulmakil Abdulkarim. 1977.Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojang.
Ash-shidieqy, Teungku Muhmmad Hasbi.2010.Kuliah Ibadah.Semarang: PT.Pustaka
Bandung: Penerbit Husain Bandung.
Husain, Sayyid Abdullah. 1985. Menyikap Kehidupan Malaikat, Jin, Syetan dan Manusia.
Rizki Putra.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
Toha Putra.
Tim Bahtsul Masail PC NU Jember.2008.Membongkar Kebohongan Buku.Surabaya:
Khalista.









PROFIL PRIBADI




Nama
:
Muhammad Mahbuub
TTL
:
Pekalongan, 03 Juni 1998
Alamat
:
Desa Rengas Kec. Kedungwuni Kab. Pekalongan
No. Hp
:
082322915198
Riwayat Pendidikan
:

SD Negeri Rengas
( Lulus tahun 2011 )
SMP Nusantara Gondang
( Lulus tahun 2014 )
MA Ribatul Muta’allimin
( Lulus tahun 2017 )
IAIN Pekalongan
( Masih Berlangsung )
                                   



Moto hidup: الفخر بالعلم والتقى       (Keberhasilan diraih dengan ilmu dan taqwa)


[1] Sayyid Abdullah Husain. Menyikapi khidupan Malaikat, Jin, Syetan dan Manusia. ( Bandung: Penerbit Husaini Bandung,1985), Hal.103
[2] Abdulmakil Abdulkarim Amrullah. Tafsir Al-Azhar.(Surabaya: Yayasan Latimojang, 1977), hlm. 49-51
[3] Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah.(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 107-113
[4] Ahmad Mushtofa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 27. (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1989), hlm. 24-25
[5] Tim Bahtsul Masail PC NU Jember. Membongkar Kebohongan Buku . (Surabya : Khalista,2008), hlm. 1
[6] Teungku muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Kuliah Ibadah. (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,2010), hlm. 21


Tidak ada komentar:

Posting Komentar