Laman

Sabtu, 06 Oktober 2018

TT D E4 TUJUAN PENDIDIKAN GENERAL (CARI RIDHA ALLAH)


TUJUAN PENDIDIKAN GENERAL
(CARI RIDHA ALLAH)
QS. Al-BAYYINAH,98:8
DIAN RISTANTI
NIM. (2117120)
Kelas : D 

JURUSAN PENDIDIKAN AGAM ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018

KATA PENGANTAR


Alhamdulillah  puji syukur atas kehadirat Allah Swt. atas segala nikmat dan rahmat-Nya, sehingga makalah yang berjudul “ini dapat terselesaikan. Taklupa sholawat serta salam tercyrah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Yang kita nantikan syafaatnya di yaumul kiamat.
Pembuata nmakalah ini bertujuan guna memenuhi mata kuliah Tafsir Tarbawi makalah ini berisi tentang. Dengan makalh ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan manusia.
Penulis telah berupaya menyajikan makalh ini dengan sebaik-aiknya, meskipun masih jauh dari kata sempurna. Disamping itu apabila dalam penulisan makalah ini didapati kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan maupun isinya, penulis dengan senang hati menerima kritikan dan saran guna penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya.


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu pengertian dan pemahaman orang tentang ridho itu sangat beraneka ragam, ada juga yang bahkan tidak tahu makna dari rido itu sendiri apa, dan ada pula yang tahu makna rido sebenarnya, tetapi tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehrai-hari. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ridho diartikan rela, suka, dan senang hati. Sedangkan menurut istilah, ridho adalah ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan dan ridho merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik.
  1. Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian ridho?
b.      Sebutkan dalil yang menerangkan Ridha Allah?
c.       Sebutkan tafsir yang menjelaskan dalil ridho Allah?
d.      Bagaimana perjuangan manusia dunia akhirat?
  1. Tujuan
a.       Untuk mengetahui pengertian ridho.
b.      Untuk mengenal dalil tentang ridho Allah.
c.       Untuk mengetahui dalil ridho Allah.
d.      Untuk mengetahui perjuangan manusia di dunia dan akhirat.


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Hakikat Ridha
Ridha adalah menjernihkan hati dan berlapang dada atau ikhlas ketika menerima ketentuan Allah SWT. Al-Ghazali mengatakan bahwa ridha adalah pintu Allah SWT terbesar. Barang siapa yang menemukan jalan ridha dan mampu memandang dengan mata hatinya, maka ia akan mendapatkan karomah (keistimewaan) serta kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT. Seseorang yang telah mencapai maqam ini, hatinya senantiasa berada dalam ketenangan karena tidak diguncang oleh apapun. Sebab segala yang terjadi di alam ini bergantung dari qadar Allah SWT.
Seseorang bisa melaksanakan ridha apabila ia telah berlatih sabar dan syukur. Artinya ia senantiasa sabar manakala mendapatkan cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Tanpa dua hal itu, ridha tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna. Melatih hati ridha dalam berbagai hal, menjadikan seseorang memiliki mental baja dalam menghadapi kehidupan di dunia. Jika ia diterpa cobaan, maka tetap sabar. Jika mendapatkan kenikmatan tidak lupa diri. Sedangkan jika berbuat baik, tidak ingin dipuji.
Ridha merupakan suatu maqam yang erat kaitannya dengan tawakkal, dan yang berhubungan dengannya Oleh sebab itu menampakkan keluh kesah dari cobaan Allah SWT, dalam bentuk mengadu dan mengingkarinya dengan kalbu pada Allah SWT adalah berlawanan dengan sikap ridha. Sebaliknya, menampakkan diri dari coban Allah SWT atas cara bersyukur dan penyingkapan dari qudrat Allah SWT itu tidaklah berlawanan dengan qadha Allah SWT. Ucapan dari seseorang yang mengatakan, bahwa kemiskinan itu adalah cobaan dan ujian.Maka, ucapan yang demikian itu, bisa menghilangkan sikap ridha. Akan tetapi, seseorang bisa melaksanakan sikap ridha jika semua itu diserahkan pengaturannya kepada Allah SWT, sebagaimana yang dikatakatan oleh sayyidina ‘Umar ra, “aku tidak memperdulikan, aku menjadikan orang kaya atau orang miskin. Aku tidak tahu, mana diantara kedua itu yang lebih baik untukku.” [1]
  1. Dalil Dan Tafsir Cari Ridha Allah SWT
QS. Al-Bayyinah, 98: 8

جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
Terjemah
“Balasan bagi mereka di sisi Tuhan adalah surga ‘Adn yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka akan hidup kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah berkenan kepada mereka dan merekapun berkenan kepada-Nya. Hal seperti itu ialah (balasan) terhadap orang-orang yang takut terhadap Tuhannya.”
1.      Tafsir Al-Azhar
Balasan mereka disisi Tuhan mereka ialah surga-surga tempat menetap. Itulah perhentian dan penetapan terakhir, tempat istirahat menerima hasil dan ganjaran dari kepayahan berjuang pada hidup yang pertama didunia. "Yang mengalir padanya sungai-sungai", sebagai lambang kiasan dari kesuburan dan kesejukan, tepung tawar untuk ketenteraman (muthmainnah), kesuburan yang tiada pernah kering, " Kekal mereka padanya selama-lamanya", nikmat yang tiada pernah kering rahmat yang tiada pernah terhenti, tidak akan keluar lagi dari dalak nikmat itu dan tidak lagi akan merasakan mati. Sebab mati itu hanya sekali yang dahulu saja, dan yang menjadi punca dan puncak dari nikmat itu ialah; Allah ridha kepada mereka, Allah senang, Allah menerima mereka dengan tangan terbuka dan penuh Rahman, sebab tatkala didunia mereka thaat dan setia, Dan merekapun ridha kepada-Nya, ridha yang seimbang, balas membalas, kontak mengontak, bukan laksana bertepuk sebelah tangan. Karena Iman dan keyakinan jugalah yang mendorong mereka memikul beban perintah Allah seketika mereka hidup dahulu, tidak ada yang dirasa berat dan tidak pernah merasa bosan. "Yang demikian itulah untuk orang yang takut kepada Tuhannya". (Ujung ayat 8).
Dengan ujung ayat ini diperkuatlah kembali tujuan hidup seseorang muslim. Tuhan meridhai mereka, dan merekapun meridhai Tuhan tetapi betapapun akrab hubunganya dengan Tuhan, namun rasa takutnya kepada tuhan tetap ada. Oleh sebab itu maka rasa sayang dan cinta kepada Tuhan, ridha meridhai dan kasih mengasihi tidaklah sampai menghilangkan wibawa, kekuasaan, bahkan keangkuhan Tuhan didalam sifat keagungan dan ketinggiannya. Sebab itulah maka si Muslim mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan. Dia sangat mengharapkan dumasukkan kedalam surga, namun disamping itu diapun takut akan diazab Tuhan dan dimasukkan kedalam neraka.[2]
2.      Tafsir Al-Maroghi
Balasan mereka disisi Tuhan mereka Surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Mereka bakal dibalas oleh Tuhan mereka dengan dutempatkan disurga yang ditempati untuk selama-lamanya. Disurga terdapat kelezatan-kelezatan yang lebih sempurna dan melimpah ketimbang kelezatan di dunia.
Kita wajib mengimani adanya surga, tanpa kita perlu membicarakan hakikatnya, dimana tempatnya dan bagaimana cara kita bersenang-senang nanti didalamnya. Pengetahuan tentang surga ini hanya ada pada Allah. Karena hal ini tergolong pengetahuan goib yang hanya jadi monopoliNya sendiri.
Kemudia Allah menerangkan sebab-sebab adanya pembalasan ini. Firmannya:
Allah rela kepada mereka dan merekapun rela kepadaNya.
Mereka memperoleh keridhaan Allah karena mereka menjalankan ketentuan-ketentuan syaria'atNya. Lalu mereka memuji pembalasan baik atas amal-amal mereka dan memperoleh sesuatu yang membuat kepuasa mereka di dunia dan di akhirat.
Yang demikian itu hanya untuk orang yang takut kepada Tuhannya.
Pembalasan yang baik itu hanya diberikan kepada orang yang jiwanya penuh ketakutan Tuhannya.
Ayat ini menjadi peringatan, agar jangan takut kepada selain Allah dan jangan menyekutukanNya dengan selainNya dalam segala perbuatan. Selain itu, ia mengandung sugesti agar gemar mengingat Allah demi setiap gerak langkah amal kebaikan hingga amal itu ikhlas untukNya saja. Semwntara itu juga memberi isyarat bahwa melaksanakan sebagian ibadah, seperti shalat dan puasa dan gerak dan ketenangan tanpa rasa takut kepada Allah, tidak cukup untuk memperoleh apa yang dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih. Karena rasa takut yang tidak bersemayam di dalam hati dan memdidik akhlak mereka tidaklah ada gunanya.
Kita memohon kepada Allah agar dibersihkan hati kita, dan disinari matahari kita, sehingga kita tidak takut selain hanya kepadaNya saja. Dan segala puji hanya bagi Allah.[3]
C.  Akhir Perjuangan Manusia Dunia Akhirat
  1. Alam Dunia
Di dunia perjalanan manusia melalui proses panjang. Dari mulai bayi yang hanya minum air susu ibu lalu tubuh menjadi anak-anak, remaja dan baligh. Selanjutnya menjadi dewasa, tua dan diakhiri dengan meninggal. Proses ini tidak berjalan sama antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang kapan saja menjemput manusia dan tidak mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih bayi, sebagian lagi saat masa anak-anak, sebagian yang lain ketika sudah remaja dan dewasa, sebagian lainnya ketika sudah tua bahkan pikun.
Di dunia inilah manusia bersama dengan jin mendapat taklif (tugas) dari Allah, yaitu ibadah. Dan dalam menjalani taklifnya di dunia, manusia dibatasi oleh empat dimensi. Dimensi tempat, yaitu bumi sebagai tempat beribadah, dimensi waktu, yaitu umur sebagai sebuah kesempatan atau target waktu beribadah, dimensi potensi diri sebagai modal dalam beribadah, dan dimensi pedoman hidup, yaitu ajaran Islam yang menjadi landasan amal. Allah Ta’ala telah melengkapi manusia dengan perangkat pedoman hidup agar dalam menjalani hidupnya di muka bumi tidak tersesat. Allah telah mengutus rasulNya, menurunkan wahyu Al-Qur’an dan hadits sebagai penjelas, agar manusia dapat mengaplikasikan pedoman itu secara jelas tanpa keraguan. Sayangnya, banyak yang menolak dan ingkar terhadap pedoman hidup tersebut. Banyak manusia lebih memperturutkan hawa nafsunya ketimbang menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.[4]
  1. Alam Akhirat (Hari Akhir)
Manusia akan mengalami kematian, lalu manusia akan dibangkitkan yang disebut hari kebangkitan atau al-ba’ts adalah saat dimana segala (manusia) hidup kembali. Mereka dikeluarkan dari alam kubur untuk di-hisab (dihitung seluruh amalnya). Setelah kehidupan ada kematian. Setelah alam kubur ada kebangkitan, dan setelah kebangkitan ada perhitungan.  Di hari kiamat, diterangkan dari sebuah hadis, Allah mengumpulkan seluruh manusia mulai dari pertama yang diciptakan hingga manusia terakhir disebuah tempat. Lalu, matahari di dekatkan ke kepala mereka dan ditambah kadar panasnya. Pada hari itu akan keluar seekor hewan dari tengah kobaran api sehingga tampak seperti sebuah bayangan yang bisa meneduhkan mereka. Kemudian terdengar suara, kemudian menyerulah zat penyeru: “Wahai seluruh makhluk, berteduhlah kalian di bawah bayang-bayang itu”, maka seluruh makhluk pun berjalan kearah tepat teduh itu. Maka seluruh makhuk pun berjalan kearah tempat teduh itu. Mereka ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :
  1. Kelompok orang-orang mukmin
  2. Kelompok orang-orang munafik
  3. Kelompok orang-orang kafir.
Ketika kelompok-kelompok ini telah berteduh di bawah, bayang- bayang tempat mereka berteduh dan mereka pun terbagi menjadi tiga yaitu:
  1. Bagian Panas
  2. Bagian Asap
  3. Bagian Cahaya.[5]


BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Ridha adalah menerima dengan senang hati atas segala yang telah diberikan oleh Allah SWT, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang tela diberikan-Nya. Sikap ridha harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat maupun tatkala ditimpa musibah.

  1. Saran
Untuk membantu kita dalam memahami pengertian Ridha yang sebenarnya kita harus pelajari terlebih dahulu lalu  kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1986. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Yogakaerta: SUMBER ILMU.
Hamka. 1973. Tafsir Al-Azhar juz XXX. Surabaya : Yayasan Ltimojong.



[2] Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXX (Surabaya : Yayasan Ltimojong, 1973), hlm. 214
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghi,Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Yogakaerta: SUMBER ILMU, 1986), hlm. 263.
[4] http://repository.uin-suska.ac.id (diakses tanggal 4 Oktober 2018, 14:50).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar