Laman

Rabu, 10 Oktober 2018

TT E F4 TUJUAN PENDIDIKAN DIFERSIFIKASI "MERUBAH KEADAAN NASIB"


TUJUAN PENDIDIKAN DIFERSIFIKASI
"MERUBAH KEADAAN NASIB"
(QS. Ar Ra’d : 11)
Wilda Faza Maulidiyah
NIM. (2117235)
Kelas : E

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018







KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah swt. Atas izin-Nya makalah yang berjudul “Merubah Keadaan Nasib” ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad saw., sahabatnya, keluarganya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi. Didalam penyusunan makalah ini,  kami banyak mendapat bimbingan dari bapak dosen, khususnya Bapak Hufron selaku Dosen Mata Kuliah Tafsir Tarbawi. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah mendukung dan mensuport.
Kami sudah berusaha untuk menyusun makalah ini selengkap mungkin. Kritik dan Saran dari pembaca sangat kami harapkan guna penyempurnaan penulisan makalah mendatang.
Akhirnya, makalah ini diharapkan bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa rabbal ‘alamin. Selamat membaca!


                                                            Pekalongan, 16 Oktober 2018


                                                            Penulis














BAB I


Kenikmatan yang dilimpahkan oleh Allah kepada suatu masyarakat, bisa saja hilang dan berubah menjadi adzab apabila masyarakat berbuat durhaka dan maksiat kepada Allah. Begitu sebaliknya, keadaan yang buruk yang menimpa masyarakat akan berubah menjadi menyenangkan dan penuh nikmat apabila masyarakat berlaku takwa dan beramal sholeh. Sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu mengubah sesuatu yang berada pada diri mereka sendiri.
Kita lahir didunia tidak memilih ibu bapak dan tanah air. Padahal sebagian besar nasib dan kehidupan kita tergantung kepada bangsa, golongan, dan tempat kelahiran. Keadaan rumah tangga, pendidikan, perangkat, derajat, mempengaruhi kedudukan kita dalam pergaulan hidup. Dalam hal itu lepas dari kekuasaan kita tergantung pada kehendak dan takdir Allah belaka.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa hakikat keadaan dan nasib?
2.      Bagaimana bunyi dalilnya?
3.      Bagaimana solusi untuk merubah nasib?
                                    
B.     TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas, kami bertujuan untuk menjelaskan hal-hal berikut:
1.      Mengetahui hakikat keadaan dan nasib.
2.      Mengetahui dalil tentang merubah keadaan nasib.
3.      Mengetahui solusi merubah keadaan nasib.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Hakikat Keadaan Atau Nasib
Nasib adalah  usaha manusia dimana berhasil atau tidaknya usaha manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Artinya usahanya masih didalam batas kemampuan manusia dan masih di dalam wilayah logika manusia. Jadi, nasib baik seseorang tidak ditentukan oleh faktor keberuntungan, tetapi ditentukan oleh usah yang optimal, sedangkan nasib tidak baik seseorang juga tidak ditentukan oleh faktor ketidak beruntungan, tetapi ditentukan oleh usaha yang tidak optimal.
Manusia menjalani kehidupan ini seharusnya senantiasa sesuai dengan hakikat yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya yakni sebagai khalifah yang mematuhi segala perintah dan menjauhi larangannya agar selalu dalam lindungan Allah SWT dan diberi petunjuk jalan yang benar. Semua kaum muslim percaya adanya takdir yang berasal dari Allah SWT yakni Qada dan Qadar yakni takdir yang dapat dirubah dan takdir yang sudah ditetapkan sehingga tidak bisa dirubah seseorang dengan cara apapun. Misalnya,kematian adalah suatu takdir yang tidak dapat dirubah oleh siapapun dan tentunya tidak dapat diprediksi kapan datangnya. Namun sudah semestinya sebagai makhluk yang berasal dari Allah SWT maka tentunya akan kembali padanya tanpa terkecuali.
Dan harus diingat pula bahwasannya takdir yang dapat dirubah itu sesuai dengan amalan perbuatan diri masing-masing selama hdup didunia. Sehingga sepatutnya kita selalu berbuat amal kebaikan agar selamat dari azab Allah SWT yang pedih. Karena sesungguhnya ada para malaikat yang mengawasi dan mencatat segala amalan yang kita perbuat dan akan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan yang telah dilakukan.[1]
Namun terkadang ketika diri kita mendapatkan suatu musibah atau kejadian yang tidak sesuai dengan amalan baik kita maka selalu suudzon dengan takdir Allah SWT bahwa telah bersikap tidak adil. Padahal sudah sepatutnya kita selalu mensyukuri segala sesuatu yang kita dapatkan,entah itu baik atau tidak sesuai dengan usaha kita. Karena sesungguhnya ketika kita diuji dengan segala macam musibah maka disitulah Allah SWT menguji dan menyeleksi bagaimana iman dan ketaqwaan dari hamabanya tersebut.
Maka sebagai insan yang bertujuan untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT sesungguhnya jangan selalu mempersalahkan takdir yang kita dapat,karena Allah SWT telah memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita mau untuk menjadikan itu semua diambil manfaat dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.[2]

B.       Ayat Dan Arti

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْنَهُ مِنْ اَمْرِالَّلهِْاِنَّ الَّلهَ لاَيُغَيِّرُوْا مَابِاَنْفُسِهِمْْوَاِذَااَرَادَالَّلهُ بِقَوْمٍ سُوْءًافَلَا مَرَدَّلَهُ‘وَمَالَهُمْ مِّنْ دُوْنِهِ مِّنْ وَالٍْ
  
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu  mengikutinya bergiliran, dimuka bumi dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki kuburkan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Ar Ra’d, 13:11).[3]
Penjelasan dari ayat  11:
            Menjelaskan bahwasanya  pada diri seorang manusia terdapat beberapa malaikat di hadapan serta di belakang dirinya yang selalu mengikuti secara bergiliran, mereka mengikuti orang tersebut atas perintah Allah, sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu mengubah sesuatu yang berada pada diri mereka sendiri, apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tiada yang dapat meluputkan diri terhadap hal tersebut, bahwa tiada pelindung untuk kaum itu selain Dia.[4]

C.       Tafsir
a. Tafsir Al-Mishbah
Malaikat-malaikat atau makhluk yang selalu mengikutinya secara bergiliran, dihadapannya dan juga dibelakangnya, mereka yakni para malaikat itu menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau sebaliknya dari negatif ke positifsehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka, yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tetapi ingat bahwa Dia tidak menghendakinya kecuali jika manusia mengubah sikapnya terlebih dahulu. Jika Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah ketentuan-Nya yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang ditetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang dapat menolaknya dan pastilaha sunatullah menimpanya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka yang jatuh atasnya ketentuan tersebut selain Dia.[5]

b.Tafsir Al – Maraghi

Ø  Manusia di kelilingi empat malaikat:
            لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
            Manusia mempunyai para malaikatyang bergantian mengawasinya di waktu malam dan siang hari, menjaganya dari bahaya, dan mengawasi keadaannya, sebagaimana para malaikat yang lain bergantian mengawasi perbuatannya, apakah baik atau buruk. Ada para malaikat di waktu malam dan ada para malaikat di waktu siang. Dua malaikat masing-masing berada di samping kanan dan kiri untuk mencatat perbuatannya. Malaikat yang berada di samping kanan memcatat perbuatan baik, sedangkan malaikat yang berada di samping kiri mencatat perbuatan buruk. Dua malaikat lain menjaga dan memeliharanya; satu dari belakang dan satu dari depan. Jadi dia di ampit oleh empat malaikat  di waktu siang, dan empat malaikat di waktu malam secara bergantian, dua malaikat penjaga dan dua malaikat pencatat amal.

Ø  Perkara pencatatan tidak mustahil bagi akal:
            يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
            Para malaikat itu menjaga manusia dengan perintah, izin dan pemeliharaan Allah Ta’ala. Untuk menjaga segala perbuatan kita. Dia menjadikan para malaikat pencatat yang mulia meskipun kita tidak mengetahuinya apa pena dan tinta mereka? Bagaimana kitab mereka? Dimana tempat mereka? Dan apa hikmahnya? Padahal, Allah Ta’ala sendiri mengetahui segala perbuatan manusia, sehingga cukup bagi-Nya untuk memberikan pahala atau siksa atas perbuatan tersebut. Ibnu Abbas mengatakan, mereka adalah para malaikat yang mengawasi di waktu malam, mencatat perbuatan manusia dan menjaganya dari depan dan belakangnya. Penjagaan ini atas perintah dan izin Allah, karena tidak ada seorang pun di antara para malaikat dan makhluk lain yang dapat melindungi seseorang dari ketetapan Allah atasnya, kecuali dengan perintah dan izin-Nya. Maka jika datang takdir Allah para malaikat itu meninggalkannya .

Ø  Kezaliman: Pertanda rusaknya kemakmuran:
            إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka., sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, seperti kezaliman sebagian mereka terhadao sebagian yang lai, dan kejahatan yang menggrogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat, seperti bibit penyakit menghancurkan individu.

وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ
            Apabila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, seperti penyakit, kemiskinan dan musibah lain yang disebabkan oleh ulah mereka sendiri, maka ada seorangpun yang dapat melindungi mereka daripadanya. Tidak pula dapat menolak apa yang telah ditakdirkan Allah bagi mereka.
  
            وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Mereka tidak mempunyai selain Allah Ta’ala seseorang yang dapat menolong mereka, sehingga mendatangkan manfaat dan menolak kemudaratan dari mereka. Tuhan-tuhan yang mereka jadikan tidak dapat melakukan sedikit pun dari semua itu, tidak pula dapat menolak bahaya dari dirinya sendiri, lebih-lebih menolaknya dari yang lain.[6]

c. Tafsir Al – Azhar
Bahwasanya malaikat-malaikat sengaja disediakan oleh Allah untuk menjaga kita seluruh makhluk ini dengan bergiliran. Maka tersebutlah didalam beberapa hadits bahwasanya makhluk itu dijaga terus oleh malaikat, ada yang bernama malaikat Roqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia beramal. Raqib menulis amalan yang baik, ‘Atid mencatat amalan yang jahat. Dan tersebut juga di dalam hadits bahwasanya ada malaikat yang menjaga semata-mata malam hari, datangnya bergiliran pada waktu subuh dan sehabis waktu asar.[7]

D.      Pengertian Ikhtiar
Usaha merupakan setiap aktifitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Jika diartikan secara khusus, istilah usaha dapat diartikan kedalam banyak makna dan sangat bergantung dengan dimana istilah usaha ini digunakan.
Ikhtiar atau usaha adalah suatu langkah atau perbuatan manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya atau yang dicita-citakannya. Dalam berikhtiar, manusia tidak perlu memikirkan tentang takdir yang akan berlaku pada dirinya. Sebab setiap orang tidak mungkin akan mengetahui nasibnya dimasa yang akan datang. Yang terpenting bagi seorang manusia, yaitu berikhtiar dengan sekuat tenaga, tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu takdir yang baik. Allah swt telah berfirman bahwa nasib suatu kaum atau umat akan berubah apabila umat atau kaum itu sendiri yang merubahnya.[8]


















    BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Dalam Al-Qur’an surat Ar Ra’d ayat 11 kita dapat memahami bahwasanya kita selalu diawasi oleh para malaikat yang selalu mencatat segala amal perbuatan kita, jika itu perbuatan buruk maka akan mendapatkan ganjaran yang setimpal begitupun sebaliknya apabila perbuatan itu baik, maka akan mendapatkan kenikmatan berupa kebaikan. Sehingga kita sebagai muslim, hendaknya selalu berhati-hati dalam melakukan perbuatan agar tidak durhaka terhadap Allah swt. Karena sesungguhnya, kebahagiaan dan kenikmatan yang dilimpahkan Allah swt bisa saja berubah menjadi azab dan ganjaran di akhirat nanti adalah neraka.
Perubahan dalam memperbaiki amalan perbuatan kita selama di dunia ini akan membawa keberkahan nantinya di akhirat. Tujuan pendidikan islam secara khusus, memberikan pandangan agar dalam diri manusia tertanam jiwa untuk selalu taat memeatuhi segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Untuk itu, sudah sepatutnya dimulai dari diri sendiri untuk berubah menjadi insan yang baik agar memberikan perubahan sesuai dengan makna sebenarnya dari Al-Qur’an surat Ar Ra’d ayat 11 sehingga tidak banyak penafsiran kembali nantinya.









DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Pajimas
http://www.alonblog.com/2015/12/bacaan-artinya-kosakata-serta-kandungan_89.html
Mustofa Ahmad. 1987. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Thoha Putra
Shihab Quraish. 2002. Tafsir Al mishbah. Jakarta: Lentera Hati
Shihab Quraish. 2010. Al-Qur’an dan  maknanya. Tangerang: Lentera Hati
Shihab Quraish. 2013. Lentera Al-Qur’an:kisah dan hikmah kehidupan. Bandung: Mizan Media Utama



[1]M. Quraish shihab, Lentera Al-Qur’an:kisah dan hikmah kehidupan (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), hlm 74
[2] M. Quraish shihab, Ibid, hlm 77-79
[3] M. Quraish shihab, Al-Qur’an dan  maknanya,(Tangerang:Lentera Hati,  2010), hlm 249
[4] http://www.alonblog.com/2015/12/bacaan-artinya-kosakata-serta-kandungan_89.html
[5] M. Quraish shihab, Tafsir Al mishbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm 565
[6] Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1987),hlm 134-144
[7] Prof. Dr.Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Pajimas, 1983), hlm 72
[8] Ibid,.hlm 73-74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar