"MERUBAH
KEADAAN NASIB"
(QS.
Ar Ra’d : 11)
Wilda Faza Maulidiyah
NIM. (2117235)
Kelas : E
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur ke hadirat Allah swt. Atas izin-Nya makalah yang berjudul “Merubah
Keadaan Nasib” ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga tercurah
kepada baginda Nabi Muhammad saw., sahabatnya, keluarganya, dan umatnya hingga
akhir zaman.
Makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi. Didalam
penyusunan makalah ini, kami banyak
mendapat bimbingan dari bapak dosen, khususnya Bapak Hufron selaku Dosen Mata
Kuliah Tafsir Tarbawi. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang sudah mendukung dan mensuport.
Kami sudah berusaha
untuk menyusun makalah ini selengkap mungkin. Kritik dan Saran dari pembaca sangat
kami harapkan guna penyempurnaan penulisan makalah mendatang.
Akhirnya, makalah ini
diharapkan bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa rabbal ‘alamin. Selamat membaca!
Pekalongan,
16 Oktober 2018
Penulis
BAB I
Kenikmatan yang dilimpahkan oleh Allah kepada suatu masyarakat,
bisa saja hilang dan berubah menjadi adzab apabila masyarakat berbuat durhaka
dan maksiat kepada Allah. Begitu sebaliknya, keadaan yang buruk yang menimpa masyarakat
akan berubah menjadi menyenangkan dan penuh nikmat apabila masyarakat berlaku
takwa dan beramal sholeh. Sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sampai kaum itu mengubah sesuatu yang berada pada diri mereka sendiri.
Kita lahir didunia tidak memilih ibu bapak dan tanah air. Padahal
sebagian besar nasib dan kehidupan kita tergantung kepada bangsa, golongan, dan
tempat kelahiran. Keadaan rumah tangga, pendidikan, perangkat, derajat,
mempengaruhi kedudukan kita dalam pergaulan hidup. Dalam hal itu lepas dari
kekuasaan kita tergantung pada kehendak dan takdir Allah belaka.
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa hakikat keadaan dan nasib?
2. Bagaimana bunyi dalilnya?
3. Bagaimana solusi untuk merubah nasib?
B. TUJUAN
Dari
rumusan masalah diatas, kami bertujuan untuk menjelaskan hal-hal berikut:
1. Mengetahui hakikat keadaan dan nasib.
2. Mengetahui dalil tentang merubah keadaan nasib.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Keadaan Atau Nasib
Nasib adalah usaha
manusia dimana berhasil atau tidaknya usaha manusia ditentukan oleh manusia itu
sendiri. Artinya usahanya masih didalam batas kemampuan manusia dan masih di
dalam wilayah logika manusia. Jadi, nasib baik seseorang tidak ditentukan oleh
faktor keberuntungan, tetapi ditentukan oleh usah yang optimal, sedangkan nasib
tidak baik seseorang juga tidak ditentukan oleh faktor ketidak beruntungan,
tetapi ditentukan oleh usaha yang tidak optimal.
Manusia menjalani kehidupan
ini seharusnya senantiasa sesuai dengan hakikat yang telah dianugerahkan Allah
SWT kepadanya yakni sebagai khalifah yang mematuhi segala perintah dan menjauhi
larangannya agar selalu dalam lindungan Allah SWT dan diberi petunjuk jalan
yang benar. Semua kaum muslim percaya adanya takdir yang berasal dari Allah SWT
yakni Qada dan Qadar yakni takdir yang dapat dirubah dan takdir yang sudah
ditetapkan sehingga tidak bisa dirubah seseorang dengan cara apapun. Misalnya,kematian
adalah suatu takdir yang tidak dapat dirubah oleh siapapun dan tentunya tidak
dapat diprediksi kapan datangnya. Namun sudah semestinya sebagai makhluk yang
berasal dari Allah SWT maka tentunya akan kembali padanya tanpa terkecuali.
Dan harus diingat pula bahwasannya takdir yang dapat dirubah itu sesuai
dengan amalan perbuatan diri masing-masing selama hdup didunia. Sehingga sepatutnya
kita selalu berbuat amal kebaikan agar selamat dari azab Allah SWT yang pedih.
Karena sesungguhnya ada para malaikat yang mengawasi dan mencatat segala amalan
yang kita perbuat dan akan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan yang telah
dilakukan.[1]
Namun terkadang ketika diri
kita mendapatkan suatu musibah atau kejadian yang tidak sesuai dengan amalan
baik kita maka selalu suudzon dengan takdir Allah SWT bahwa telah bersikap
tidak adil. Padahal sudah sepatutnya kita selalu mensyukuri segala sesuatu yang
kita dapatkan,entah itu baik atau tidak sesuai dengan usaha kita. Karena
sesungguhnya ketika kita diuji dengan segala macam musibah maka disitulah Allah
SWT menguji dan menyeleksi bagaimana iman dan ketaqwaan dari hamabanya
tersebut.
Maka sebagai insan yang
bertujuan untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT sesungguhnya jangan
selalu mempersalahkan takdir yang kita dapat,karena Allah SWT telah memberikan
apa yang kita butuhkan bukan yang kita mau untuk menjadikan itu semua diambil
manfaat dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.[2]
B.
Ayat Dan Arti
لَهُ
مُعَقِّبَاتٌ مِّنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْنَهُ مِنْ
اَمْرِالَّلهِْاِنَّ الَّلهَ لاَيُغَيِّرُوْا
مَابِاَنْفُسِهِمْْوَاِذَااَرَادَالَّلهُ بِقَوْمٍ سُوْءًافَلَا مَرَدَّلَهُ‘وَمَالَهُمْ
مِّنْ دُوْنِهِ مِّنْ وَالٍْ
“Bagi manusia
ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, dimuka bumi dan dibelakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki kuburkan terhadap
sesuatu kaum, maka tidak ada yang menolaknya; dan sekali-kali tidak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Ar Ra’d, 13:11).[3]
Penjelasan dari ayat
11:
Menjelaskan bahwasanya pada diri
seorang manusia terdapat beberapa malaikat di hadapan serta di belakang dirinya
yang selalu mengikuti secara bergiliran, mereka mengikuti orang tersebut atas
perintah Allah, sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu
mengubah sesuatu yang berada pada diri mereka sendiri, apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tiada yang dapat meluputkan
diri terhadap hal tersebut, bahwa tiada pelindung untuk kaum itu selain Dia.[4]
C.
Tafsir
a. Tafsir Al-Mishbah
Malaikat-malaikat
atau makhluk yang selalu mengikutinya secara bergiliran, dihadapannya dan juga
dibelakangnya, mereka yakni para malaikat itu menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau
sebaliknya dari negatif ke positifsehingga mereka merubah apa yang ada pada
diri mereka, yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tetapi ingat bahwa Dia tidak
menghendakinya kecuali jika manusia mengubah sikapnya terlebih dahulu. Jika
Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah
ketentuan-Nya yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang
ditetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang dapat menolaknya dan
pastilaha sunatullah menimpanya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
yang jatuh atasnya ketentuan tersebut selain Dia.[5]
b.Tafsir
Al – Maraghi
Ø Manusia di kelilingi empat malaikat:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ
وَمِنْ خَلْفِهِ
Manusia mempunyai para malaikatyang
bergantian mengawasinya di waktu malam dan siang hari, menjaganya dari bahaya,
dan mengawasi keadaannya, sebagaimana para malaikat yang lain bergantian
mengawasi perbuatannya, apakah baik atau buruk. Ada para malaikat di waktu
malam dan ada para malaikat di waktu siang. Dua malaikat masing-masing berada
di samping kanan dan kiri untuk mencatat perbuatannya. Malaikat yang berada di
samping kanan memcatat perbuatan baik, sedangkan malaikat yang berada di
samping kiri mencatat perbuatan buruk. Dua malaikat lain menjaga dan
memeliharanya; satu dari belakang dan satu dari depan. Jadi dia di ampit oleh
empat malaikat di waktu siang, dan empat
malaikat di waktu malam secara bergantian, dua malaikat penjaga dan dua
malaikat pencatat amal.
Ø Perkara pencatatan tidak mustahil bagi akal:
يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
Para malaikat itu menjaga manusia
dengan perintah, izin dan pemeliharaan Allah Ta’ala. Untuk menjaga segala
perbuatan kita. Dia menjadikan para malaikat pencatat yang mulia meskipun kita
tidak mengetahuinya apa pena dan tinta mereka? Bagaimana kitab mereka? Dimana
tempat mereka? Dan apa hikmahnya? Padahal, Allah Ta’ala sendiri mengetahui
segala perbuatan manusia, sehingga cukup bagi-Nya untuk memberikan pahala atau
siksa atas perbuatan tersebut. Ibnu Abbas mengatakan, mereka adalah para
malaikat yang mengawasi di waktu malam, mencatat perbuatan manusia dan
menjaganya dari depan dan belakangnya. Penjagaan ini atas perintah dan izin
Allah, karena tidak ada seorang pun di antara para malaikat dan makhluk lain
yang dapat melindungi seseorang dari ketetapan Allah atasnya, kecuali dengan
perintah dan izin-Nya. Maka jika datang takdir Allah para malaikat itu meninggalkannya
.
Ø Kezaliman: Pertanda rusaknya kemakmuran:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada
suatu kaum, berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka.,
sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, seperti
kezaliman sebagian mereka terhadao sebagian yang lai, dan kejahatan yang
menggrogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat, seperti bibit penyakit
menghancurkan individu.
وَإِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ
Apabila
Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, seperti penyakit, kemiskinan dan
musibah lain yang disebabkan oleh ulah mereka sendiri, maka ada seorangpun yang
dapat melindungi mereka daripadanya. Tidak pula dapat menolak apa yang telah
ditakdirkan Allah bagi mereka.
وَمَا
لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Mereka
tidak mempunyai selain Allah Ta’ala seseorang yang dapat menolong mereka,
sehingga mendatangkan manfaat dan menolak kemudaratan dari mereka. Tuhan-tuhan
yang mereka jadikan tidak dapat melakukan sedikit pun dari semua itu, tidak
pula dapat menolak bahaya
dari dirinya sendiri, lebih-lebih menolaknya dari yang lain.[6]
c. Tafsir Al – Azhar
Bahwasanya
malaikat-malaikat sengaja disediakan oleh Allah untuk menjaga kita seluruh
makhluk ini dengan bergiliran. Maka tersebutlah didalam beberapa hadits
bahwasanya makhluk itu dijaga terus oleh malaikat, ada yang bernama malaikat
Roqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia beramal. Raqib menulis amalan yang
baik, ‘Atid mencatat amalan yang jahat. Dan tersebut juga di dalam hadits
bahwasanya ada malaikat yang menjaga semata-mata malam hari, datangnya
bergiliran pada waktu subuh dan sehabis waktu asar.[7]
D.
Pengertian Ikhtiar
Usaha merupakan setiap aktifitas yang dilakukan manusia untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Jika diartikan secara khusus, istilah usaha
dapat diartikan kedalam banyak makna dan sangat bergantung dengan dimana
istilah usaha ini digunakan.
Ikhtiar atau usaha adalah suatu langkah atau perbuatan
manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya atau yang dicita-citakannya.
Dalam berikhtiar, manusia tidak perlu memikirkan tentang takdir yang akan
berlaku pada dirinya. Sebab setiap orang tidak mungkin akan mengetahui nasibnya
dimasa yang akan datang. Yang terpenting bagi seorang manusia, yaitu berikhtiar
dengan sekuat tenaga, tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu takdir yang
baik. Allah swt telah berfirman bahwa nasib suatu kaum atau umat akan berubah
apabila umat atau kaum itu sendiri yang merubahnya.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dalam Al-Qur’an
surat Ar Ra’d ayat 11 kita dapat memahami bahwasanya kita selalu diawasi oleh
para malaikat yang selalu mencatat segala amal perbuatan kita, jika itu
perbuatan buruk maka akan mendapatkan ganjaran yang setimpal begitupun
sebaliknya apabila perbuatan itu baik, maka akan mendapatkan kenikmatan berupa
kebaikan. Sehingga kita sebagai muslim, hendaknya selalu berhati-hati dalam melakukan
perbuatan agar tidak durhaka terhadap Allah swt. Karena sesungguhnya,
kebahagiaan dan kenikmatan yang dilimpahkan Allah swt bisa saja berubah menjadi
azab dan ganjaran di akhirat nanti adalah neraka.
Perubahan dalam
memperbaiki amalan perbuatan kita selama di dunia ini akan membawa keberkahan
nantinya di akhirat. Tujuan pendidikan islam secara khusus, memberikan
pandangan agar dalam diri manusia tertanam jiwa untuk selalu taat memeatuhi
segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Untuk itu, sudah sepatutnya
dimulai dari diri sendiri untuk berubah menjadi insan yang baik agar memberikan
perubahan sesuai dengan makna sebenarnya dari Al-Qur’an surat Ar Ra’d ayat 11
sehingga tidak banyak penafsiran kembali nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Pajimas
http://www.alonblog.com/2015/12/bacaan-artinya-kosakata-serta-kandungan_89.html
Mustofa Ahmad. 1987. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Thoha
Putra
Shihab Quraish. 2002. Tafsir Al mishbah. Jakarta: Lentera
Hati
Shihab Quraish. 2010. Al-Qur’an dan maknanya. Tangerang: Lentera Hati
Shihab Quraish.
2013. Lentera Al-Qur’an:kisah dan hikmah kehidupan. Bandung:
Mizan Media Utama
[1]M. Quraish
shihab, Lentera Al-Qur’an:kisah dan hikmah kehidupan (Bandung:
Mizan Media Utama, 2013), hlm 74
[2] M. Quraish
shihab, Ibid, hlm 77-79
[3] M. Quraish
shihab, Al-Qur’an dan maknanya,(Tangerang:Lentera
Hati, 2010), hlm 249
[4]
http://www.alonblog.com/2015/12/bacaan-artinya-kosakata-serta-kandungan_89.html
[5] M. Quraish
shihab, Tafsir Al mishbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm 565
[6] Ahmad Mustofa,
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1987),hlm 134-144
[7] Prof.
Dr.Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Pajimas, 1983), hlm 72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar