Laman

Sabtu, 06 Oktober 2018

TT A E2 TUJUAN PENDIDIKAN “GENERAL” KEMAKMURAN KEHIDUPAN


TUJUAN PENDIDIKAN “GENERAL”
KEMAKMURAN KEHIDUPAN (QS. Al-Baqarah, 2:201)
Laela Purniawati
NIM. (2117284)
KELAS   A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kepada Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Tafsir Tarbawi yang berjudul Tujuan Pendidikan General dalam Memakmurkan kehidupan QS. Al-Baqarah, 2:201 dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kerterbatasan dalam penyajian tugas ini. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun darisemua pembaca untuk menyempurnakan tugas ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan pembaca. Demikian tugas ini saya susun, apabila ada kata-kkata yang kurang berkenan dan banyak kesalahan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Pekalongan, 03 Oktober  2018

penulis









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tujuan manusia hidup pastilah kebahagiaan dan kemakmuran dalam kehidupannya, akan tetapi cara mencapai kebahagian itulah yang membuat seseorang menghalalkan segala cara agar kehidupan mereka makmur dan bahagia. Perasaan bahagia dan sedih dalam kehidupan manusia adalah hal yang wajar terjadi. Akan tetapai jika mampu mengoptimalkan perasaan bahagia dan sedih tersebut ke arah yang positif maka manusia pasti mampu berfikir positif terhadap semua masalah yang dihadapinya, dari pikiran yang positif tersebut pastilah kehidupan yang dijalani manusia akan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran, karena manusia merasa cukup terhadap apa yang dimilikinya dan senantiasa bersyukur atas apa yang di berikan Allah kepadanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kemakmuran dan Kehidupan Dunia?
2.      Apa Dalil untuk Memakmurkan kehidupan Dunia?
3.      Bagaimana Makmur Damai Pintu Sejahtera itu?
C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Bagaimana Kemakmuran dan Kehidupan Dunia.
2.      Untuk Mengetahui Dalil untuk Memakmurkan kehidupan Dunia.
3.      Untuk mengetahui Makmur Damai Pintu Sejahtera.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kemakmuran dan Kehidupan Dunia
1.      Kehidupan Dunia
Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau saat ini kita sedang mengalami hidup di dunia ini. Mungkin kita lahir ditengah keluarga yang kaya raya, hidup berkecukupan, atau keluarga yang kurang mampu yang serba kekurangan. Diantara kita ada yang terlahir sebagai oarang Indonesia, Arab, China, Eropa dan sebagainya. Ada yang terlahir sebagai orang minang, Batak, Sunda,  Jawa, Ambon dan sebagainya, kita tidak bisa menolaka takdir kita terlahir ditengah bangsa atau suku tertentu.
Bermacam-macam pendapat dan pemahaman yang muncul. Ada yang mengatakan kita hidup didunia ini karena proses alam dan terjadi begitu saja tanpa maksud dan tujuan tertentu. Ada yang mengatakan kita hidup di dunia ini hanya sementara dalam menuju kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Dan masih banyak lagi pendapat lainnya. Di tengah kebingungan dan ketidak pastian itu Allah menurunkan Al-Qur’an bagi umat Islam, menjelaskan kehidupan dunia ini, mengapa dan untuk apa kita hadir di dunia ini, sesudah kematian kelak kemana kita akan pergi, bahkan apa yang terjadi setelah kehidupan dunia ini berakhir juga sudah diterangkan dalam Al-Qur’an.
Kehidupan dunia hanyalah permainan dan sendan gurau, perhiasan dan bermegah-megahan serta berlomba-lomba dalam mencari harta untuk kebahagiaan hidup manusia tersebut. Perumpamaan kehidupan dunia ini seperti tanaman yang tumbuh subur menghijau kemudian menjadi kuning, layu dan hancur, dari tiada kembali menjadi tiada. Kehidupan yang abadi adalah kehidupan akhirat, di sana ada ampunan dan keridhaan Allah dan ada pula azab yang pedih bagi para pembangkang yang tidak percaya kepada Allah. Kehiduoan dunia ini hanyalah kehidupan yang penuh kepalsuan dan tipuan, hati-hati dan waspadalah dalam menghadapinya.
Allah menganjurkan pada orang yang beriman agar berlomba-lomba meraih ampunan Allah dan surga di akhirat yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga disediakan bagi orang yang briman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah beberapa butir yang dijelaskan oleh Allah tentang sifat dan hakikat dari kehidupan. Kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan di akhirat kelak.
Diantara manusia ada yang silau dengan kehidupan dunia, mereka mengarahkan semua usaha dan kekuatannya untuk meraih sukses dan kejayaan di dunia. Mereka menghalalkan cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan di dunia ini. Mereka tidak peduli kehidupan akhirat, yang penting semua keinginan mereka terpenuhi. Mereka sudah menjadi budak-budak nafsu untuk memenuhi keinginan mereka didunia ini. Bagi orang yang menginginkan hal tersebut, maka Allah akan memenuhi semua keinginan mereka. Allah akan memberikan kepad mereka kekayaan berlimpah, pangkat jabatan dan kehormatan, mereka disanjung dan di puja oleh orang di dinia ini. Namun setelah datang kematian maka lenyaplah semua itu dari mereka dan mulailah mereka menjalani kesulitan panjang yang tidak akan pernah berakhir. Setelah di alam barzah mereka menyadari kekeliruannya, mereka berteriak kepada Allah agar dikembalikan hidup kedunia untuk memperbaiki kekeliruan mereka.[1]

2.      Kemakmuran
Kemakmuran tidak sama dengan kekayaan, kemakmuran menumbuhkan semangat untuk menjalankan kewajiban sedangkan kekayaan cenderung menuntut hak. Dalam kajian kemasyarakatan, masyarakat didorong untuk mencapai kemakmuran. Karena dengan dorongan kemakmuran orang mau menjalankan kewajiban, smentara jika di ajak memikirkan kekayaan dan bagaimana menjadi kaya hanya akan membuat manusia menuntut hak semata.
Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, kemakmuran jauh berbeda dengan kekayaan semata. Kemakmuran lebih tinggi kedudukannya dari pada kekayaan. Keduanya saling berinteraksi dan membutuhkan, kekayaan akan meningkatkan hak, sementara kemakmuran mengarahkan kepada upaya pencapaian kewajiban. Dan oleh sebab itulah Islam berpandangan bahwa orang kaya adalah mitra potensial bagi orang miskin, dan orang miskin juga sangat dibutuhkan oleh orang kaya. Maka orang Islam itu akan ideal dengan kemakmuran akan tetapi tidak menolak jika menjadi kaya. Kemakmuran lebih dekat dengan sikap hidup sederhana namun tidak miskin.
Dan konsep kemakmuran inilah yang selam beratus tahun dahulu dikembangkan dalm kajian-kajian ulama salaf. Sehingga dizaman generasi terdahulu tidak dikenal gaya hidup konsumtif  dan tidak pula dikenal dengan sikap kikir terhadap sesama. Didalam istilah kita sekarang ini dikatakan “jika anda ingin hidup boros dan berfoya-foya dengan gaya konsumerisme maka anda harus lebih kaya terlebih dahulu, tetapi jika anda ingin hidup cukup dan zuhud makaharus mencapai kemakmuran lebih dulu, karena kemakmuran adalah pangkal menuju sikap hidup sederhana, qanaah serta tidak malas dalam berikhtiar.”.[2]





B.     Dalil untuk Memakmurkan kehidupan Dunia

Dalil tersebut terdapat dalm QS. Al-Baqarah ayat 201

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.



وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
(QS. Al-Baqarah ayat 201)

1.      Tafsir Al-Azhar
“Dan diantara mereka (pula) ada yang berkata: Ya Tuhan kami berilah kami di dunia ini kebaikan dan di akhiratpun kebaikan (pula) dan periharalah kami dari siksaan neraka” (Q.S. Al-Baqarah ayat 201).
Mereka ini bersama-sama naik haji, bersama wukuf, mabit dan bersama berhenti di Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian ikhram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja. Minta perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda.
Tetapi golongan yang kedua bukan hanya saja meminta kebaikan duniawi, melainkan juga kebaikan ukhrawi, hari kiamat. Dan kebaikan hari kiamat itu hendaklah dibangunkan dari sekarang. Merekapun memohonkan hujan turun, supaya sawah ladang subur. Dan kalau hasil keluar berlipat ganda, merekapun akan dapat berkah yang lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya. Lantaran keinsafan mereka beragama, maka kesehatan badan, kekayaan dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di akhirat kelak. Tetapi kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda-gurau yang tidak menentu. Penyakit bahil akan datang menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggung jawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bala bencana dan azab di akhirat. Itulah sebabnya diujung permohonan mereka kepada Tuhan, mereka memohonkan agar terhindar kiranya daripada azab  api neraka di akhirat.
            Doa yang kedua inilah yang baik. Niat mengerjakan haji dengan sikap jiwa yang kedua inilah yag akan diterima Tuhan. Sebab itu, walaupun sampai kepada zaman kita sekarang ini, masihlah akan didapati kedua golongan itu di dalam masyarakat kita.[3]
a.       Tafsir Al- Maraghi
Orang-orang Arab pada zaman Jahiliyah dulu kalau selesai melakukan manasik haji, mereka berkumpul sambil berbincang membangga-banggakan peninggalan leluhur mereka. Misalnya, diantara mereka ada yang berkata : “Bapakku dulu bisa menjamu tamu, menaggung penderitaan orang lain dan membayar diyat orang-orang yang tidak mampu.” Dan orang ini hanya menyebut-nyebut usaha-usaha keluhurannya saja. Maka turunlah ayat ini.
Diriwayatkan mereka dulu biasanya wukuf di Mina, suatu tempat yang terletak diantara Masjidil Haram dan bukit dengan bermegah-megah dan bersenadung riang gembira. Lalu Allah menyuruh mereka mengingat-Nya sesudah selesai manasik haji, seperti mereka dulu di zaman Jahiliyah mengingat leluhur mereka atau lebih snagat daripada itu. Dan Nabi Saw berkhotbah pada haji wada’ pada hari kedua hari-hari tasyrik. Mereka itu dibimbing untuk meninggalkan bermegah-megahan yang mereka perbuat pada zaman Jahiliyah dulu.
Kemudian diterangkan bahwa orang-orang yang berzikir dan berdoa kepada Allah ada dua macam :
Ada sekelompok orang Islam yag hadir dan menunaikan ibadah haji ini, tetapi rahasia dan hikmah ibadah itu tidak menyentuh hatinya, juga tidak menerangi jiwanya. Mereka dalm berzikir dan berdoa hanya mementingkan perkara dunia saja, seperti kekayaan, pangkat kemengan, atas musuh dan sebagainya yang bersifat permintaan segera dinikmati di dunia ini saja. Mereka ini tidak mendapatkan bagian akhiratnya, yaitu keridhaan Allah yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa kwpada Allah, sebab bagi mereka yang paling pokok adalah nasib di dunia yang untuk itu mereka menggerakkan semua kesanggupannya. Dan mereka tidak meminta kepada Allah, kecuali minta tambahan kenikmatan dan kelezatan dunia, yang ada kalanya hal itu bisa diperolehnya dengan gampang dalam usaha mereka.
Dari Q.S Al-Baqarah ayat 201 tersebut di sebutkan bahwa :
a.      Dan dia antara mereka ada yang berdoa : Hai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.
Ada sebagian kaum yang berdoa Dan dia antara mereka ada yang berdoa : Hai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Minta kehidupan yang baik di dunia tentu dengan melakukan sebab-sebabnya yang sepanjang pengalaman memang memberikan manfaat pada usaha, penghidupan yang teratur, pergaulan yang baik dan berbudi pekerti sesuai dengan ajaran agama dan adat istiadat yang baik. Dan minta kehidupan yang baik di akhirat adalah dengan iman yang bersih, amal shaleh dan berakhlak luhur.
b.      Dan periharalah kami dari siksa neraka.
Periharalah kami dari godaan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan dosa yang menyebabkan ke neraka. Dan hal-hal ini bisa diwujudkan dengan meninggalkan perbuatan maksiat, menjauhi budi yang rendah dan kesenangan-kesenangan yang haram sekaligus melaksanakan segala kewajiban yang ditentukan oleh Allah.
Dalam ayat ini mengandung isyarat, bahwa berlebih-lebihan dalam agama itu tercela dan menyalahi fitrah. Allah telah melarang ahli kitab berbuat demikian dan mencela mereka. Dan Nabi Saw juga melarang demikian.[4]

C.    Makmur Damai Pintu Sejahtera
Allah menetapkan syariat Islam untuk mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur dalam segala aspeknya. Makmur ialah hidup berkecukupan tak ada kekurangannya. Dalam konteks negara, kemakmuran ialah keadaan berkecukupan yang meliputi kehidupan seluruh rakyatnya. masyarakat yang makmur ialah masyarakt yang sejahtera, senang, berada, kecukupan, punya, mampu, dan kaya.[5] Salah satu cara agar kehidupan kita menjadi makmur adalah dengan cara kita bersyukur atas apa-apa yang diberikan oleh Allah kepada kita.
Bersyukur didefinisikan sebagai rasa berterimakasih dan bahagia sebagai respon penerimaan karunia, baik karunia tersebut merupakan keuntungan yang terlihat dari orang lain ataupun momen kedamaian yang ditimbulkan oleh keindahan alamiah. Secara singkat orang yang bersyukur adalah seorang yang menerima sebuah karunia dan sebuah penghargaan dan mengenali nilai dari karunia tersebut. Orang yang bersyukur mampu mengidentifikasi diri mereka sebagai seorang yang sadar dan berterima kasih atas anugerah Tuhan, pemberian orang lain dan menyediakan waktu untuk rasa terimakasih mereka.
Salah satu syarat untuk mewujudkan persatuan dan keharmonisan dalam kehidupan manusia adalah kedamaian. Manusia niscaya bekerja sama dan salinng menopang demi kebahagiaan,  kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Apabila ada perselisihan diantara mereka, maka niscaya diselesaikan dengan cara seadil-adilnya. Kesejahteraan menurut Al Qur’an ialah kehidupan yang penuh iman dan takwa kepada Allah Swt. Allah Swt niscaya akan melimpahkan  segala berkah dari langit dan bumi bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.[6]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia pasti ingin mencapai kebahagian dan kemakmuran di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai kemakmuran tersebut tidak sedikit manusia yang menggunakan cara-cara yang keliru, tetapi ada juga yang menggunakan cara yang di benarkan oleh Allah Swt salah satunya yaitu mereka dapat berzakat, dari berzakat tersebut, mereka mendapat kebahagian mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya. Lantaran keinsafan mereka beragama, maka kesehatan badan, kekayaan dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di akhirat kelak. Tetapi kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda-gurau yang tidak menentu. Penyakit bahil akan datang menimpa jiwa.















DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Syeh Ahmad Mustafa. Penerjemah Yazid At-Tamimy dan M.I.R Marga Panajala.
                1986.Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Yogyakarta: PD. Hidayat.
Chirzin, Muhammad. 2017. Etika Alquran Menuju Masyarakat Adil dan Makmur.  Al-Quds:
Jurnal Studi Al Qur’an dan Hadis Vol 1. No 2.
Hamka. 2004. Tafsir Al-Azhar Juz II. Jakarta : PT Citra Serumpun Padi
http://arifpmb.wordpress.com>Pandangan Islam Tentang Kemakmuran, diakses pada Rabu 03
            oktober 2018, Jam 10:38 WIB

www.fadhilza.com>2014/07 kehidupan Dunia Menurut Al-Qur’an, diakses pada Rabu 03
            oktober 2018, Jam 10:36 WIB















BIODATA PENULIS











Nama   : Laela purniawati
TTL     : Pekalongan, 23 Januari 1998
NIM    : 2117284
Alamat : Ds. Kedungkebo, Kec. Karangdadap, Kab. Pekalongan.





[1] www.fadhilza.com>2014/07 kehidupan Dunia Menurut Al-Qur’an, diakses pada Rabu 03 oktober 2018, Jam 10:36 WIB
[2] http://arifpmb.wordpress.com>Pandangan Islam Tentang Kemakmuran, diakses pada Rabu 03 oktober 2018, Jam 10:38 WIB
[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar juz II, (Jakarta: PT Citra Serumpun Padi, 2004), hlm.186-187
[4] Syeh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, penerjemah Yazid At-Tamimy dan M.I.R Marga Panajala, Terjemah Tafsir Al-Maraghi,(Yogyakarta: PD.Hidayat.1986), hlm.134-135.
[5] Muhammad Chirzin, Etika Alquran Menuju Masyarakat Adil dan Makmur, Al-Quds :JurnalStudi Al Qur’an dan Hadis Vol 1, no 2, 2017, hlm 7-8
[6]Ibid, hlm 13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar