Laman

Jumat, 26 Oktober 2018

TT A H1 SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI “NABI SEBAGAI PENDIDIK”


SUBYEK PENDIDIKAN “MAJA
SUBYEK PENDIDIKAN “MAJAZI”
SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
NABI SEBAGAI PENDIDIK
Q.S. AN-NAHL AYAT 43-44
Roichatul Janah
NIM. (2117265)
Kelas : A 

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018


KATA PENGANTAR


Bissmillahirrohmanirrohim,
          Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan hidayah dan taufikNya sehingga makalah ini dapat diselesaian. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk nabi Muhammad saw beserta keluarganya, para sahabatnya, dan segenap pengikutnya sampai diakhir zaman. Aamiin.
            Makalah yang berjudul  Subyek Pendidikan “Majazi” Q.S. An-Nahl Ayat 43-44Nabi Sebagai Pendidik ini kami susun demi memenuhi tugas perkuliahan guna menunjang kegiatan belajar mengajar. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi yang membaca serta menambah wawasan pengetahuan mengenai sejarah ushul fiqh. Aamiin.





Pekalongan,  Oktober  2018

Pemakalah









DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................................................
Dafar isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ....................................................................
B.    Rumusan Masalah .............................................................................
C.    Tujuan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Teori...................................................................................................
B.    Tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44.................................................
C.     Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari..............................................
D.    Aspek Tarbawi...................................................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.........................................................................................
Daftar Pustaka










BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pendidikan yang berkembang dengan seiring zaman melahirkan para pendidik yang sangat hebat. Para pengajar dan pendidik mempunyai tugas untuk menjadikan generasi muda lebih baik dan dapat diandalkan oleh bangsa dan Agama. Namun semua itu belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Masih banyak generasi muda yang tersesat di jalur yang salah. Berbuat kejahatan karna salahnya pendidikan dan pergaulan. Lantas siapa yang bertanggung jawab dengan permasalahan seperti ini?. Apakah para pengajar bersalah dengan kehancuran generasi yang rusak moralnya?.
Rusaknya akhlak dan moral akan menjadikan kerusakan dan kehancuran bagi seluruh umat. Generasi yang semakin salah arah dalam mengikuti jalur kebenaran mudah terbawa arus pada jalur kemaksiatan. Karna antara suri tauladan yang baik dan buruk semakin sulit dibedakan. Sosok Pendidik yang betul-betul mendidik sangat diperlukan. Mendidik dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang mendalam agar terasa ikatan batin antara pendidik dan yang terdidik.
2.       Rumusan Masalah
1)   Apa maksud Nabi sebagai Pendidik ?
2)   Bagaimana tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
3)   Bagaimana aplikasi dalam kehidupan sehari-hari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
4)   Bagaimana Aspek tarbawi surat An-Nahl ayat 43-44 ?
3.      Tujuan
1)   Untuk mengetahui Nabi sebagai Pendidik ?
2)   Untuk mengetahui  tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
3)   Untukmengetahui  aplikasi dalam kehidupan sehari-hari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
4)   Untuk mengetahui  Aspek tarbawi surat An-Nahl ayat 43-44 ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Teori
Dalam agama Islam, keteladanan akhlak berpusat pada Rasuluallah SAW.  dalam setiap perkataan yang berkenaan dengan pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh perbuatan dan kepribadiannya. Beliau dikenal sebagai orang yang shidik (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah) , dan fatanah (cerdas).
Kaitannya dengan keteladanan Rasulullah, dalam hal akhlak Beliau menjadi cerminan yang sangat patut untuk ditiru. Dimana orang yang paling berat timbangan amal baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Dan orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.[1]
Sosok Nabi Muhammad saw. Dan kepribadian beliau merupakan teladan bagi umat Islam. Dalam soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa itu khusus buat beliau atau tidak wajib. Sedang dalam soal-soal keduaniaan, maka ia merupakan anjuran yang pelaksanaannya terpulang kepada para pakar dibidang masing-masing. Nabi saw. Bersabda: “apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama. Maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”. [2]
Allah memberikan penjelasan seara transparan bahwa akhlak Rasulullah sangat layak untuk dijadikan standar modal bagi umatnya, sehingga layak untuk dijadikan idola yang diteladani sebagai uswatun hasanah. Hal ini mengisyaratkan bahwa tidak ada satu “sisi-gelap” pun yang ada pada diri Rasulullah, karena semua isi kehidupannya dapat ditiru dan diteladani. Selain itu juga mengisyaratkan bahwa Rasulullah sengaja diproyeksikan oleh Allah untuk menjadi “lokomotif” akhlak umat manusia secara universal.
Akhlak Rasulullah tercermin lewat semua tindakan, ketentuan,atau perkataannya senantiasa selaras dengan al-Qur’an dan benar-benar merupakan praktek riil dari kandungan al-Qur’an. Semua perintah dilaksanakan, semua larangan dijauhi, dan semua isi al-Qur’an didalamnya untuk dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-sehari.[3]
B.       Tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44

1.    Tafsir Ibnu Katsir


“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki- laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?”
Maksudnya, bertanyalah kepada ahli kitab terdahulu, apakah Rasul yang di utus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya. Jika para rasul itu manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila nabi Muhammad saw adalah seorang Rasul.
Mereka bukanlah berasal dari penduduk langit seperti yang kalian duga. Hal yang sama telah di riwayatkan Mujahid, dari Ibnu Abas bahwa yang di maksud dengan ahlu zikr dalam ayat ini adalah ahli kitab.[4]
Dikatakan oleh Abu Ja‟far al-Baqir, bahwa kami adalah ahli zikr. Maksud ucapanya ialah bahwa umat ini adalah ahlu zikr memang benar. Mengingat umat ini lebih berpengetahuan dari umat terdahulu. Lagi pula ulama yang terdiri atas kalangan ahli bait Rasulullah saw adalah sebaik-baik ulama bila mereka tetap berpegang pada sunnah yang lurus. Kemudian Allah SWT memberikan petunjuk kepada orang-orang yang meragukan bahwa Rasul-rasul itu adalah manusia, agar mereka yang bertanya kepada ahli kitab terdahulu tentang para nabi terdahulu, apakah mereka dari kalangan manusia ataukah dari kalangan malaikat?[5]
Kemudian Allah SWT menyebutkan bahwa dia mengutus mereka yaitu:
“Dengan membawa keterangan-keterangan…” Yakni hujah-hujah dan dalil-dalil.“..Dan kitab-kitab…”
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan yang lainya. Az-Zubur adalah bentuk jamak dari Zabur, orang-orang arab mengatakan Zabartul Kitaba, artinya saya telah menulis kitab-kitab Allah SWT. Telah berfirman yag artiya :
dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan.” “dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.”
Yakni dari Tuhan-Nya, karena kamu telah mengetahui makna apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu; dan keinginanmu yang sangat kepada al-Qur‟an serta kamu selalu mengikuti petunjuknya. Karena kami telah mangetahui kamu adalah mahluk yang paling utama, penghulu anak adam, maka sudah sepantasnya kamu memberikan keterangan kepada mereka segala sesuatu yang global, serta memberikan hal-hal yang mereka sulit pahami.
“… dan supaya mereka memikirkan”
Maksudnya agar mereka merenungkan kepada diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapatkan petunjuk dan akhirnya mereka peroleh keberuntungan di Akhirat (berkat al-Qur‟an).
Didalam penafsiran Ibnu Katsir disini telah menjelaskan beberapa hal. Pertama, ahlu zikr dalam penafsiran ini adalah ahli kitab. Peneliti menilai bahwa ahlu kitab yang dimaksud adalah nabi Muhammad, karena pada waktu itu beliaulah yang diutus dengan membawa mu‟jizat berupa al- Qur‟an. Kedua, jika dalam persoalan agama tidak mengetahui hukum yang pasti, maka disuruh untuk melihat pada kitab-kitab (az-Zubur). Dan kitab yang diturunkan untuk umat nabi Muhammad disini berupa az-Zikr yaitu al-Qur‟an.
2.    Tafsir al-Maraghi
Tidaklah kami mengutus para Rasul sebelummu kepada umat-umat, untuk mengajak mereka agar mentauhidkan Aku dan melaksanakan perintah-Ku, kecuali mereka itu adalah anak laki-laki dari bani Adam yang kami wahyukan kepada mereka bukan para Malaikat.
Ringkasan: Sesungguhnya kami tidak mengutus kepada kaummu, kecuali seperti orang-orang yang pernah kami utus kepada umat-umat sebelum mereka, yakni para Rasul dari jenis mereka dan berbuat seperti mereka berbuat.
Maka tanyalah kepada ahli kitab terdahulu diantara orang-orang yahudi dan nasrani: apakah utusan yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah-malaikat? Jika mereka malaikat silahkan kalian mengingkari Muhammad saw. Tetapi jika mereka ini manusia, jangan kalian ingkari dia.
Orang arab mengatakan, Zabartu al-kitaba, berarti Saya menulis kitab, seperti firaman Allah Ta‟ala:
“Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan.”

Yakni kami tidak mengutus para rasul, kecuali mereka itu laki-laki dengan membawa dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang membuktikan kebenaran kenabian mereka, serta kitab-kitab yang memuat berbagai taklif dan syari‟at yang mereka sampaikan dari Allah kepada hamba.
Dan kami turunkan al-Qur‟an kepadamu sebagai peringatan bagi manusia, agar kamu memberitahu kepada mereka, berupa hukum, syari‟at, dan ihwal umat-umat yang dibinasakan dengan berbagai adzab, sebagai balasan atas penentangan mereka terhadap para Nabi, dan agar kamu menjelaskan hukum-hukum yang terasa sulit oleh mereka, serta menguraikan apa yang diturunkan secara garis besar, sesuai dengan tingkat kesiapan dan pemahaman mereka terhadap rahasia tasyri‟.
Yakni,   kami   turunkan   al-Qur‟an   itu   agar   kamu   menanti   mereka berpikir tentang rahasia dan pelajaran ini, serta agar mereka jauh dari mengikuti para pendusta tedahulu, sehingga mereka tidak ditimpa adzab seperti yang telah ditimpakan kepada mereka.
Dalam tafsir al-maraghi ini lebih fokus terhadap pengingkaran orang musyrik terhadap nabi Muhammad yang diutus sebagai rasul. Mereka menilai bahwa, Allah tidak akan mengutus manusia sebagai rasul, sebab Allah maha tinggi sedangkan manusia hanya makhluk kecil dan mereka menganggap bahwa yang pantas jadi rasul adalah malikat.
3.    Tafsir al-Misbah
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang- orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
Ayat ini menegaskan bahwa: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kepada umat manusia kapan dan dimanapun, kecuali orang-orang lelaki yakni jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada mereka antara lain melalui malaikat jibril; Maka wahai orang- orang yang ragu atau tidak tahu maka bertanyalah kepada ahl-Dzikr yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui.[6]
Disisi lain bertanya kepada ahlu kitab yang dalam ayat ini mereka di gelari ahl az-Zikr menyangkut apa yang tidak diketahui, selama mereka dinilai berpengetahuan dan objektif, menunjukan Islam sangat terbuka dalam perolehan pengetahuan. Memang seperti sabda Nabi saw: “Hikmah adalah sesuatu yang didambakan seorang mukmin, dimanapun dia menemukanya, maka dia yang lebih wajar mengambilnya” itu semua merupakan landasan untuk menyatakan bahwa ilmu dalam Islam bersifat universal, terbuka serta manusiawi dalam arti harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan seluruh manusia.

 
“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Kata  (انصثس)   Az-zaburu  adalah  jamak  dari  kata  (شثٕز)  zabur  yakni tulisan. Yang di maksud di sini adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur, dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama berpendapat bahwa Zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung Syariat, tetapi sekedar nasihat-nasihat.[7]
Salah satu nama al-Qur‟an adalah (انركس) adz-Dzikr yang dari segi bahasa  artinya  mengingatkan.  al-Qur‟an  dinamai  demikian  karena  ayat- ayatnya berfungsi mengingatkan manusia apa yang dia berpotensi melupakanya dari kewajiban, tuntunan, dan peringatan yang seharusnya dia selalu ingat, laksanakan dan indahkan.
Ayat  ini  menegaskan  bahwa  tujuan  turunya  al-Qur‟an  adalah  untuk semua  manusia.  Al-Qur‟an  untuk  dua  hal;  Pertama,  untuk  menjelaskan apa yang diturunkan secara bertahap kepada manusia, karena ma’rifah ilahiah tidak dapat diperoleh manusia tanpa melalui perantara, karena itu diutus seorang dari mereka untuk menjelaskan dan mengajar. Kedua adalah harapan kiranya mereka berpikir menyangkut dirimu wahai Nabi agung agar mereka mengetahui apa yang engkau sampaikan adalah kebenaran yang bersumber dari Allah. Ayat ini menugaskan nabi Muhammad saw untuk menjelaskan al- Qur‟an. Penjelasan nabi Muhammad saw itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat.
C.   Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
1.    Jadikan Nabi Muhammad sebagai idola yang pertama.
2.    Ingat keteladanan akhlak Rasul dalam setiap bertindak.
3.    Berakhlak baik secara perkataan maupun perbuatan.
4.    Tarapkan akhlak mahmudah dan tinggalkan akhlak madhmumah.
5.    Memperbanyak dzikir kepada Allah.
D.  Aspek Tarbawi
1.    Jadikan Nabi Muhammad sebagi sentral suri tauladan dalam segala hal terutama dalam soal agama dan berakhlak.
2.    Seorang guru harus bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya dan bagi masyarakat sekitarnya.
3.    Seorang guru harus memiliki karakter pemikir,  pekerja, multitelent, dan taat beribadah.
4.    Orang yang mengaharap rahmat dan kebaikan di hari kiamat sudah sepatutnya mengikuti suri tauladan Rasulullah dan banyak berdzikir kepada Allah.
5.     Sebagai mahasiswa juga harus berani berjuang dan berkorban dalam mencari ilmu


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sosok Nabi Muhammad saw. Dan kepribadian beliau merupakan teladan bagi umat Islam. Dalam soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa itu khusus buat beliau atau tidak wajib. Sedang dalam soal-soal keduaniaan, maka ia merupakan anjuran yang pelaksanaannya terpulang kepada para pakar dibidang masing-masing. Nabi saw. Bersabda: “apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama. Maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”.
Ayat  ini  menegaskan  bahwa  tujuan  turunya  al-Qur‟an  adalah  untuk semua  manusia.  Al-Qur‟an  untuk  dua  hal;  Pertama,  untuk  menjelaskan apa yang diturunkan secara bertahap kepada manusia, karena ma’rifah ilahiah tidak dapat diperoleh manusia tanpa melalui perantara, karena itu diutus seorang dari mereka untuk menjelaskan dan mengajar. Kedua adalah harapan kiranya mereka berpikir menyangkut dirimu wahai Nabi agung agar mereka mengetahui apa yang engkau sampaikan adalah kebenaran yang bersumber dari Allah. Ayat ini menugaskan nabi Muhammad saw untuk menjelaskan al- Qur‟an. Penjelasan nabi Muhammad saw itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat.








DAFTAR PUSTAKA
Nata , Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf.  Jakarta: Rajawali Pers.
Al-Lubab , M. Quraish Shihab. 2012. (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an).  Tangerang: Lentera Hati.
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Anggota IKAPI. 1988. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Shihab, Quraish. 2009. Tafsir Al-Misbah, vol. 6. Jakarta: Lentera Hati.
BIODATA PEMAKALAH
Nama                           : Roichatul  Janah
Tempat tanggal lahir   : Pekalongan, 25 April 1998
Alamat                        : Bulakpelem Sragi Pekalongan
Motto                          : Dibalik Kesulitan Ada Kemudahan
Riwayat pendidikan    :
-          TK  Arum Manis Bulakpelem
-          SD N 02 Bulakpelem
-          SMP  N 1 SRAGI
-          SMK 1 SRAGI
-          Proses IAIN Pekalongan





[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hlm. 76-77            
[2] M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 218
[3] Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 32-34
[4] Anggota IKAPI, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1988), hlm.563
[5] Ibid., hlm. 564.
[6] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 589.

[7] op. cit., hlm. 589.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar