SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
“NABI SEBAGAI PENDIDIK”
Q.S. AN-NAHL AYAT 43-44
Roichatul
Janah
NIM. (2117265)
Kelas : A
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
KATA
PENGANTAR
Bissmillahirrohmanirrohim,
Dengan nama Allah yang maha pengasih
dan maha penyayang. Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang
telah memberikan hidayah dan taufikNya sehingga makalah ini dapat diselesaian.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk nabi Muhammad saw beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan segenap pengikutnya sampai diakhir zaman.
Aamiin.
Makalah yang berjudul Subyek Pendidikan “Majazi” Q.S. An-Nahl Ayat 43-44 “Nabi Sebagai Pendidik” ini kami susun demi
memenuhi tugas perkuliahan guna menunjang kegiatan belajar mengajar. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi yang membaca serta menambah wawasan
pengetahuan mengenai sejarah ushul fiqh. Aamiin.
Pekalongan,
Oktober 2018
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata pengantar...............................................................................................
Dafar isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori...................................................................................................
B.
Tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44.................................................
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
Sehari-hari..............................................
D.
Aspek Tarbawi...................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pendidikan yang berkembang dengan seiring zaman melahirkan para pendidik yang sangat hebat. Para pengajar dan pendidik mempunyai tugas untuk menjadikan generasi muda lebih baik dan dapat diandalkan oleh bangsa dan Agama. Namun semua itu belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Masih banyak generasi muda yang tersesat di jalur yang salah. Berbuat kejahatan karna salahnya pendidikan dan pergaulan. Lantas siapa yang bertanggung jawab dengan permasalahan seperti ini?. Apakah para pengajar bersalah dengan kehancuran generasi yang rusak moralnya?.
Rusaknya akhlak dan moral akan menjadikan kerusakan dan kehancuran bagi seluruh umat. Generasi yang semakin salah arah dalam mengikuti jalur kebenaran mudah terbawa arus pada jalur kemaksiatan. Karna antara suri tauladan yang baik dan buruk semakin sulit dibedakan. Sosok Pendidik yang betul-betul mendidik sangat diperlukan. Mendidik dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang mendalam agar terasa ikatan batin antara pendidik dan yang terdidik.
2.
Rumusan Masalah
1) Apa maksud Nabi sebagai Pendidik ?
2)
Bagaimana tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
3)
Bagaimana aplikasi dalam kehidupan sehari-hari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
4)
Bagaimana Aspek tarbawi surat An-Nahl ayat 43-44 ?
3.
Tujuan
1) Untuk mengetahui Nabi sebagai Pendidik ?
2)
Untuk mengetahui
tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
3)
Untukmengetahui aplikasi dalam kehidupan sehari-hari surat An-Nahl ayat 43-44 ?
4)
Untuk mengetahui Aspek tarbawi surat An-Nahl ayat 43-44 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Dalam
agama Islam, keteladanan akhlak berpusat pada Rasuluallah SAW. dalam
setiap perkataan yang berkenaan dengan pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh
perbuatan dan kepribadiannya. Beliau dikenal sebagai orang yang shidik (benar),
amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah) , dan fatanah (cerdas).
Kaitannya
dengan keteladanan Rasulullah, dalam hal akhlak Beliau menjadi cerminan yang
sangat patut untuk ditiru. Dimana orang yang paling berat timbangan amal
baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Dan orang yang
paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.[1]
Sosok
Nabi Muhammad saw. Dan kepribadian beliau merupakan teladan bagi umat Islam.
Dalam soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, selama tidak ada bukti
yang menunjukkan bahwa itu khusus buat beliau atau tidak wajib. Sedang dalam
soal-soal keduaniaan, maka ia merupakan anjuran yang pelaksanaannya terpulang
kepada para pakar dibidang masing-masing. Nabi saw. Bersabda: “apa yang
kusampaikan menyangkut ajaran agama. Maka terimalah, sedang kamu lebih tahu
persoalan keduniaan kamu”. [2]
Allah
memberikan penjelasan seara transparan bahwa akhlak Rasulullah sangat layak
untuk dijadikan standar modal bagi umatnya, sehingga layak untuk dijadikan
idola yang diteladani sebagai uswatun hasanah. Hal ini mengisyaratkan bahwa
tidak ada satu “sisi-gelap” pun yang ada pada diri Rasulullah, karena semua isi
kehidupannya dapat ditiru dan diteladani. Selain itu juga mengisyaratkan bahwa
Rasulullah sengaja diproyeksikan oleh Allah untuk menjadi “lokomotif” akhlak
umat manusia secara universal.
Akhlak
Rasulullah tercermin lewat semua tindakan, ketentuan,atau perkataannya
senantiasa selaras dengan al-Qur’an dan benar-benar merupakan praktek riil dari
kandungan al-Qur’an. Semua perintah dilaksanakan, semua larangan dijauhi, dan
semua isi al-Qur’an didalamnya untuk dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-sehari.[3]
B. Tafsir dari surat An-Nahl ayat 43-44
1. Tafsir Ibnu Katsir
“Kami tidak
mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki- laki yang Kami berikan wahyu
kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi
lalu melihat
bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan
Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Maka tidakkah kamu memikirkannya?”
Maksudnya,
bertanyalah kepada ahli kitab terdahulu, apakah Rasul yang di utus kepada
mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya. Jika para rasul itu
manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila nabi Muhammad saw adalah
seorang Rasul.
Mereka
bukanlah berasal dari penduduk langit seperti yang kalian duga. Hal yang sama
telah di riwayatkan Mujahid, dari Ibnu Abas bahwa yang di maksud dengan ahlu
zikr dalam ayat ini adalah ahli kitab.[4]
Dikatakan
oleh Abu Ja‟far al-Baqir, bahwa kami adalah ahli zikr. Maksud ucapanya ialah
bahwa umat ini adalah ahlu zikr memang benar. Mengingat umat ini lebih
berpengetahuan dari umat terdahulu. Lagi pula ulama yang terdiri atas kalangan
ahli bait Rasulullah saw adalah sebaik-baik ulama bila mereka tetap berpegang
pada sunnah yang lurus. Kemudian Allah SWT memberikan petunjuk kepada orang-orang
yang meragukan bahwa Rasul-rasul itu adalah manusia, agar mereka yang bertanya
kepada ahli kitab terdahulu tentang para nabi terdahulu, apakah mereka dari
kalangan manusia ataukah dari kalangan malaikat?[5]
Kemudian Allah SWT menyebutkan bahwa
dia mengutus mereka yaitu:
“Dengan membawa
keterangan-keterangan…” Yakni hujah-hujah dan dalil-dalil.“..Dan kitab-kitab…”
Demikianlah
menurut pendapat Ibnu Abas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan yang lainya. Az-Zubur
adalah bentuk jamak dari Zabur, orang-orang arab mengatakan Zabartul Kitaba,
artinya saya telah menulis kitab-kitab Allah SWT. Telah berfirman yag artiya :
“dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat
tercatat dalam buku-buku catatan.” “dan sungguh telah Kami
tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi
ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.”
Yakni
dari Tuhan-Nya, karena kamu telah mengetahui makna apa yang telah diturunkan
oleh Allah kepadamu; dan keinginanmu yang sangat kepada al-Qur‟an serta kamu
selalu mengikuti petunjuknya. Karena kami telah mangetahui kamu adalah mahluk
yang paling utama, penghulu anak adam, maka sudah sepantasnya kamu memberikan
keterangan kepada mereka segala sesuatu yang global, serta memberikan hal-hal
yang mereka sulit pahami.
“… dan supaya mereka memikirkan”
Maksudnya agar mereka merenungkan
kepada diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapatkan petunjuk dan akhirnya
mereka peroleh keberuntungan di Akhirat (berkat al-Qur‟an).
Didalam
penafsiran Ibnu Katsir disini telah menjelaskan beberapa hal. Pertama, ahlu
zikr dalam penafsiran ini adalah ahli kitab. Peneliti menilai bahwa ahlu kitab
yang dimaksud adalah nabi Muhammad, karena pada waktu itu beliaulah yang diutus
dengan membawa mu‟jizat berupa al- Qur‟an. Kedua, jika dalam persoalan agama tidak
mengetahui hukum yang pasti, maka disuruh untuk melihat pada kitab-kitab
(az-Zubur). Dan kitab yang diturunkan untuk umat nabi Muhammad disini berupa
az-Zikr yaitu al-Qur‟an.
2. Tafsir al-Maraghi
Tidaklah
kami mengutus para Rasul sebelummu kepada umat-umat, untuk mengajak mereka agar
mentauhidkan Aku dan melaksanakan perintah-Ku, kecuali mereka itu adalah anak
laki-laki dari bani Adam yang kami wahyukan kepada mereka bukan para Malaikat.
Ringkasan:
Sesungguhnya kami tidak mengutus kepada kaummu, kecuali seperti orang-orang
yang pernah kami utus kepada umat-umat sebelum mereka, yakni para Rasul dari
jenis mereka dan berbuat seperti mereka berbuat.
Maka
tanyalah kepada ahli kitab terdahulu diantara orang-orang yahudi dan nasrani:
apakah utusan yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah-malaikat? Jika
mereka malaikat silahkan kalian mengingkari Muhammad saw. Tetapi jika mereka
ini manusia, jangan kalian ingkari dia.
Orang
arab mengatakan, Zabartu al-kitaba, berarti Saya menulis kitab, seperti firaman
Allah Ta‟ala:
“Dan
segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan.”
Yakni
kami tidak mengutus para rasul, kecuali mereka itu laki-laki dengan membawa
dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang membuktikan kebenaran kenabian
mereka, serta kitab-kitab yang memuat berbagai taklif dan syari‟at yang
mereka sampaikan dari Allah kepada hamba.
Dan
kami turunkan al-Qur‟an kepadamu sebagai peringatan bagi manusia, agar kamu
memberitahu kepada mereka, berupa hukum, syari‟at, dan ihwal umat-umat yang
dibinasakan dengan berbagai adzab, sebagai balasan atas penentangan mereka
terhadap para Nabi, dan agar kamu menjelaskan hukum-hukum yang terasa sulit
oleh mereka, serta menguraikan apa yang diturunkan secara garis besar, sesuai
dengan tingkat kesiapan dan pemahaman mereka terhadap rahasia tasyri‟.
Yakni, kami
turunkan al-Qur‟an itu
agar kamu menanti
mereka berpikir tentang rahasia dan pelajaran ini, serta agar mereka
jauh dari mengikuti para pendusta tedahulu, sehingga mereka tidak ditimpa adzab
seperti yang telah ditimpakan kepada mereka.
Dalam
tafsir al-maraghi ini lebih fokus terhadap pengingkaran orang musyrik terhadap
nabi Muhammad yang diutus sebagai rasul. Mereka menilai bahwa, Allah tidak akan
mengutus manusia sebagai rasul, sebab Allah maha tinggi sedangkan manusia hanya
makhluk kecil dan mereka menganggap bahwa yang pantas jadi rasul adalah
malikat.
3. Tafsir al-Misbah
“Dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu, kecuali orang- orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada
mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui”.
Ayat
ini menegaskan bahwa: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kepada umat manusia
kapan dan dimanapun, kecuali orang-orang lelaki yakni jenis manusia pilihan,
bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada mereka antara lain melalui malaikat
jibril; Maka wahai orang- orang yang ragu atau tidak tahu maka bertanyalah
kepada ahl-Dzikr yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.[6]
Disisi
lain bertanya kepada ahlu kitab yang dalam ayat ini mereka di gelari ahl
az-Zikr menyangkut apa yang tidak diketahui, selama mereka dinilai
berpengetahuan dan objektif, menunjukan Islam sangat terbuka dalam perolehan
pengetahuan. Memang seperti sabda Nabi saw: “Hikmah adalah sesuatu yang didambakan
seorang mukmin, dimanapun dia menemukanya, maka dia yang lebih wajar
mengambilnya” itu semua merupakan landasan untuk menyatakan bahwa ilmu dalam
Islam bersifat universal, terbuka serta manusiawi dalam arti harus dimanfaatkan
untuk kemaslahatan seluruh manusia.
“keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.”
Kata (انصثس) Az-zaburu adalah
jamak dari kata (شثٕز) zabur yakni tulisan. Yang di maksud di sini adalah
kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur, dan Shuhuf Ibrahim as.
Para ulama berpendapat bahwa Zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak
mengandung Syariat, tetapi sekedar nasihat-nasihat.[7]
Salah
satu nama al-Qur‟an adalah (انركس) adz-Dzikr yang dari segi bahasa artinya
mengingatkan. al-Qur‟an dinamai
demikian karena ayat- ayatnya berfungsi mengingatkan manusia
apa yang dia berpotensi melupakanya dari kewajiban, tuntunan, dan peringatan
yang seharusnya dia selalu ingat, laksanakan dan indahkan.
Ayat ini
menegaskan bahwa tujuan
turunya al-Qur‟an adalah
untuk semua manusia. Al-Qur‟an
untuk dua hal;
Pertama, untuk menjelaskan apa yang diturunkan secara
bertahap kepada manusia, karena ma’rifah ilahiah tidak dapat diperoleh manusia
tanpa melalui perantara, karena itu diutus seorang dari mereka untuk
menjelaskan dan mengajar. Kedua adalah harapan kiranya mereka berpikir
menyangkut dirimu wahai Nabi agung agar mereka mengetahui apa yang engkau
sampaikan adalah kebenaran yang bersumber dari Allah. Ayat ini menugaskan nabi
Muhammad saw untuk menjelaskan al- Qur‟an. Penjelasan nabi Muhammad saw itu
bermacam-macam dan bertingkat-tingkat.
C. Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
1.
Jadikan
Nabi Muhammad sebagai idola yang pertama.
2.
Ingat
keteladanan akhlak Rasul dalam setiap bertindak.
3.
Berakhlak
baik secara perkataan maupun perbuatan.
4.
Tarapkan
akhlak mahmudah dan tinggalkan akhlak madhmumah.
5.
Memperbanyak
dzikir kepada Allah.
D. Aspek Tarbawi
1.
Jadikan
Nabi Muhammad sebagi sentral suri tauladan dalam segala hal terutama dalam soal
agama dan berakhlak.
2.
Seorang
guru harus bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya dan bagi masyarakat
sekitarnya.
3.
Seorang
guru harus memiliki karakter pemikir, pekerja, multitelent, dan taat
beribadah.
4.
Orang
yang mengaharap rahmat dan kebaikan di hari kiamat sudah sepatutnya mengikuti
suri tauladan Rasulullah dan banyak berdzikir kepada Allah.
5.
Sebagai mahasiswa juga harus berani berjuang
dan berkorban dalam mencari ilmu
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sosok Nabi Muhammad saw. Dan kepribadian
beliau merupakan teladan bagi umat Islam. Dalam soal agama, keteladanan itu
merupakan kewajiban, selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa itu khusus
buat beliau atau tidak wajib. Sedang dalam soal-soal keduaniaan, maka ia
merupakan anjuran yang pelaksanaannya terpulang kepada para pakar dibidang
masing-masing. Nabi saw. Bersabda: “apa yang kusampaikan menyangkut ajaran
agama. Maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”.
Ayat
ini menegaskan bahwa
tujuan turunya al-Qur‟an
adalah untuk semua manusia.
Al-Qur‟an untuk dua
hal; Pertama, untuk
menjelaskan apa yang diturunkan secara bertahap kepada manusia, karena
ma’rifah ilahiah tidak dapat diperoleh manusia tanpa melalui perantara, karena
itu diutus seorang dari mereka untuk menjelaskan dan mengajar. Kedua adalah
harapan kiranya mereka berpikir menyangkut dirimu wahai Nabi agung agar mereka
mengetahui apa yang engkau sampaikan adalah kebenaran yang bersumber dari
Allah. Ayat
ini menugaskan nabi Muhammad saw untuk menjelaskan al- Qur‟an. Penjelasan nabi
Muhammad saw itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata
, Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta:
Rajawali Pers.
Al-Lubab
, M. Quraish Shihab. 2012. (Makna,
Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an). Tangerang: Lentera Hati.
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak
Tasawuf.
Yogyakarta: Penerbit Ombak
Anggota
IKAPI. 1988. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir,
jilid 4.
Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Shihab, Quraish. 2009.
Tafsir Al-Misbah,
vol. 6. Jakarta: Lentera Hati.
BIODATA PEMAKALAH
Nama :
Roichatul Janah
Tempat tanggal lahir : Pekalongan, 25 April 1998
Alamat :
Bulakpelem Sragi Pekalongan
Motto :
Dibalik Kesulitan Ada Kemudahan
Riwayat pendidikan :
- TK Arum Manis Bulakpelem
- SD N 02 Bulakpelem
- SMP N 1 SRAGI
- SMK 1 SRAGI
- Proses IAIN Pekalongan
[2] M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari
Surah-Surah al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 218
Tidak ada komentar:
Posting Komentar