Laman

Rabu, 28 November 2018

TT E L1 Metode Pendidikan Special “Metode Kisah”


Metode Pendidikan Special 
“Metode Kisah”
(QS. Al-A’raf 176)
Muthoharoh
NIM. (2117357)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018







KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah atas curahan rahmat dan karunia-Nya, sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga. Amin
Adapun makalah Hadits Tarbawi ini sebagai bentuk pelaksanaan tugas makalah kelompok tahun 2018/2019. Makalah ini berisi tentang “Metode Kisah” yang akan dibahas pada tiap-tiap halamannya. Sehingga, dengan makalah ini pembaca diharapkan dapat lebih memahami materi tersebut.
Kami mengakui bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak dapat diselesaikan sendirian, namun banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
-Bapak Dr, H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag selaku Rektor I IAIN Pekalongan
-Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku  dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Semoga mereka mendapatkan imbalan dari-Nya. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dimasa mendatang.

Wassalamualaikum Wr.Wb.


Pekalongan,  19 Oktober 2018


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
              Semakin berkembangnya dunia dari tahun-ketahun mengakibatkan banyak perubahan dalam diri dunia Islam. Baik dari segi agama, pendidikan, politik dan seterusnya. Terutama dalam bidang pendidikan, akibat adanya sikap serba boleh dan pemenjaan dari orang tua, banyak anak-anak terjerumus pada pergaulan yang mengabaikan syari'at. Banyak kaum wanita melupakan fitrohnya sebagai seorang ibu yang berkewajiban mendidik putra-putrinya. Sehingga mengakibatkan dunia anak sia-sia. Pemberian andel yang cukup banyak dalam kesia-siaan trsebut adalah metode pendidikan barat yang tampaknya telah menjadi kiblat pendidikan kita. Sebenarnya islam mempunyai metode pendidikan yang sempurna kepada umat manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan sedikit membahas tentang metode-metode pendidikan dalam islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat dari metode kisah?
2.      Apa dalil  dan tafsir metode kisah dalam Al-Qur’an?
3.      Apa aspek tarbawi dari metode kisah?
C.     Tujuan Makalah
1.      Mengetahui dan memahami hakikat metode kisah.
2.      Mengetahui dalil dan tafsir metode kisah dalam Al-Qur’an.
3.      Mengetahui dan memahami aspek tarbawi dari metode kisah.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Metode Kisah
a.       Pengertian Kisah
Kisah (al-qishshah) bermakna cerita (al-hadits), berita (khabar), bahan pembicaraan (al-uhdutsah), tingkah (sya’n), dan keadaan (al-hal). Kisah Qur’ani atau kisah dalam Al-Qur’an maksudnya adalah berita-berita Al-qur’an ihwal orang-orang terdahulu, baik umat-umat maupun para Nabi yang telah lampau. Demikian juga, berita mengenai peristiwa-peristiwa nyata dizaman dulu, yang memuat pelajaran dan dapat diambil pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya.[1]
b.      Metode Kisah
Metode Kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Islam sebagai agama yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits menepis image adanya kisah bohong, kerena Islam selalu bersumber dari dua sumber yang dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin kesahihan dan keabsahannya.[2]
Muhammad Qutb berpendapat bahwa kisah-kisah yang ada dalam al-Qur’an dikategorikan ke dalam tiga bagian; pertama, kisah faktual yang menonjolkan tempat, orang, dan peristiwa tertentu; kedua, cerita faktual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia, agar manusia bisa mencontoh seperti pelaku yang disebutkan tersebut; ketiga, cerita drama yang melukiskan fakta yang sebenarnya tetapi bisa diterapkan kapan dan disaat apapun.
Jenis pertama misalnya cerita tentang nabi-nabi dan orang-orang yang mengingkarinya serta segala hal yang mereka alami akibat pengingkaran itu. Cerita tersebut menyebutkan nama-nama pelaku, tempat-tempat kejadian, peristiwa-peristiwa secara jelas, seperti kisah Musa dan Fir’aun, Isa dan Bani Israil, Salih dan Tsamud, Hud dan ‘Ad, Nuh dan kaumnya, dsb. Jenis kedua misalnya kisah anak Adam dalam Surat Al Maidah 27-30. Sedangkan jenis ketiga misalnya Surat Al Kahfi ayat 32-43. Secara garis besar orang atau tokoh yang dikisahkan dalam al-Quran adalah orang yang sholeh ataupun orang yang dzalim. Orang yang shaleh misalnya Lukman al- Hakim, sedangkan yang dzalim misalnya Fir’aun. Kisah dengan menampilkan tokoh yang shaleh bertujuan agar para pembaca meneladani tokoh tersebut dalam keshalehannya. Dan kisah yang menampilkan tokoh yang dzalim bertujuan pula agar para pembaca menjauhi sikap dan perbuatan tokoh tersebut.[3]

B.     Dalil Metode Kisah dalam Al-Qur’an
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ۝
Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”
a.       Tafsir Al-Maraghi
Setelah Allah menceritakan tentang diambilnya janji dan sumpah terhadap Bani Adam  seluruhnya, dan bahwa mereka diambil kesaksiannya atas diri mereka sendiri, bahwa Allah adalah Tuhan mereka, mereka tidak bisa beralasan lagi kelak pada hari kiamat atas kemusyikan mereka terhadap Allah, baik dengan alasan tidak mengerti ataupun karena ikut-ikutan. Maka dilanjutkan dengan memberi contoh tentang orang-orang yang mendustakan ayatayat Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, setelah dikuatkan pula dengan bukti-bukti logika maupun alam semesta, bahwa permisalan mereka adalah seperti orang yang oleh Allah telah diberi pengetahuan tentang ayat-ayat-Nya (isi Al-Kitab), dia alim tentang ayat-ayat tersebut, mampu menerangkannya pula, bahakan pandai memperdebatkannya, tetapi dia tidak mau mengamalkannya meskipun ia mengerti. Bahkan, amalnya ternyata berlawanan dengan ilmunya. Maka, oleh Allah pun ayat-ayat itu dicabut-Nya. Karena, ilmu yang tidak diamalkan, pasti akan hilang juga akhirnya. Persis seperti ular yang melukai kulitnya, lalu pergi meninggalkannya tergeletak diatas tanah.
Dan bacakanlah kepada orang-orang Yahudi, berita penting yang mengagumkan itu, yaitu berita tentang orang yang telah kami beri pengetahuan mengenai alasan-alasan tauhid, dan kami pahamkan tentang dalil-dalinya, sehingga dia menjadi alim tentang alasan-alasan dan dalil-dalil tersebut, tetapi kemudian dia melepaskan diri dari padanya dan meningalkannya dibelakang punggung mereka, tak sudi meliriknya kembali agar memperoleh petunjuk darinya.
Pernyataan dengan istilah “insilakh” memuat isyarat bahwa pengetahuan mereka mengenai tauhid itu hanyalah bersifat lahiriyah saja, tidak sampai masuk dalam  hati.
Dan setelah dia membuat ayat-ayat Allah dengan kesengajaan dirinya, maka ia dikejar oleh setan sampai tersusul dan dapat digoda olehnya. Karena sudah tidak tersisa lagi padanya cahaya dala hati maupun rambu-rambu petunjuk, yang dapat menghalangi dia dari menerima godaan setan dan mengikuti bisikannya, sehingga jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat dan membuat kerusakan.
Kesimpulannya, bahwa orang yang dimisalkan dalam ayat ini sebenarnya telah diberi petunjuk. Namun, dia buang petunjuk itu dan lebih suka kepada kesesatan dan lebih cenderung kepada dunia, sehingga ia menjadi bulan-bulanan setan, dan akhirnya dia mengalami kebinasaan dan kehinaan, dan rugilah ia dunia dan ahirat.
Dan ayat ini merupakan pelajaran dan nasihat bagi kaum Mu’minin, disamping peringatan bagi mereka agar jangan sampai memperturutkan hawa napsu mereka, sehingga takkan tergelincir ke dalam jurang yang telah menjerumuskannorang yang dimisalkan pada ayat tersebut diatas, karena kecenderungannya kepada dunia dan kecondongannya kepada keinginan-keinginan dan kelezatan-kelezatan duniawi.
Kalau Kami mengehendaki agar orang itu kami angkat dengan ayat-ayat Kami tersebut dan dengan mengamalkannya kepada derajat-derajat kesempurnaan dan pengetahuan, bisa saja itu kami lakukan. Yaitu, kami buat petunjuk itu menjadi wataknya benar-benar, dan Kami membuat dia mesti mengamalkannya, baik dengan suka hati atau terpaksa. Karena bagi kami, itupun tidak sukar. Hanya saja bertentangan dengan Sunnah kami.
Akan tetapi orang itu cenderung dan lebih condong kepada dunia, dan seluruh perhatian dalam hidupnya dia arahkan untuk menikmati kelezatan-kelezatan jasmani, dan tiak ia arahkan kepada kehidupan ruhani sama sekali, namun tak puas-puas juga. Akhirnya, hilanglah perhatiannya sama sekali untuk memikirkan ayat-ayat kami yan telah Kami berikan kepadanya.
Sudah menjadi Sunnatu ‘I-Lah pada manusia, bahwa dia memberi kebebasan kepadanya untuk memilih sendiri amalnya yang dia punya kesiapa untuk melakukannya sesuai dengan fitrahnya. Supaya balasan yang akan diberikan kepadanya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh tangannya, baik berupa amal baik atau amal buruk, dan agar Allah menguji dia tentang perhiasan dan kenikmatan yang telah Dia ciptakan di atas bumi.[4]
b.      Tafsir Al-Ibriz
Bal’am Ibn Ba’ura itu  pendeta besar, banyak ilmunya, do’anya selalu diijabah, sebab punya pegangan “al ilmul adzim”. Oleh orang-orang yang benci Nabi Musa. Bal’am diminta supaya mendoakan hal yang jelek kepada Nabi Musa dan Sahabatnya, awalnya Bal’am tidak mau dan tidak berani, tetapi karena banyaknya hadiah-hadiah Bal’am jadi mau melawan dan mendoakan sesuatu yang jelek kepada Nabi Musa dan Sahabatnya. Namun, doanya malah kembali pada dirinya sendiri, lidahnya keluar menjulur panjang sampai ke dada.
Apabaila Allah mau, pasti berkuasa meninggikan derajatnya Bal’am tadi, sebab ayat-ayat yang diberikan itu dilakukan (dipatuhi). Tetapi Bal’am mempunyai condong kepada dunia dan menuruti hawa napsu, maka oleh Allah ta’ala Bal’am direndahkan pangkatnya, sifatnya menjadi seperti sifatnya anjing, melet2 dan aibnya itu diketahui banyak orang, dia tetap melet2. Dan seperti itu adalah sifatnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayatnya Allah ta’ala. Ceritakan Muhammad, cerita-cerita tadi kepda orang-orang Yahudi supaya pada berpikir dan kemudian beriman.[5]
c.       Tafsir Al-Azhar
Allah tetap bersedia mengangkat manusia naik, asal dia sendiri tidak ingin hendak lekat saja di bumi karena diilkat kakinya oleh hawanafsunya.
Alangkah hinanya perumpamaan yag diambil Allah daripada rang yang menyilih baju ayat itu dan menukarnya dengan kufur. Laksana anjing selalu kehausan, selalu lidahnya  terulur karena tidak puas-puas oleh tamaknya. Anjing mengulukan lidah terus karena merasa belum kenyang, karena hawanafsunya belum terpenuhi.
Menurut penafsiran Ibnu Jarir at-Thabari, maka ceritakanlah olehmu hai rasul, cerita-cerita yang telah Aku kisahkan kepada engkau ini, tentang berita yang telah datang kepada mereka ayat Kami itu, dan berita tentang ummat-ummat yang telah Aku khabarkan kepada engkau dalam surat ini, dan berita lain yang menyerupai itu, sampaikan juga betapa akibat siksaan kami terhadap mereka, sebab mereka telah mendustakan rasul-rasul yang kami utus. Dan hal  yang seperti itu bisa saja sebelum engkau dari Yahudi Bani Israil. Supaya mereka ikirkan hal ini baik-baik, supaya mereka mengambil i’tibar , lalu mereka kembali kepada jalan yang benar, mereka taat kepada Kami.
Allah sendiri mengakui memang amat buruk perumpamaan itu, mereka dimisalkan dengan anjing yang selalu kehausan, selalu mengulurkan lidah, sebab selalu tidak puas. Perhatikanlah sejak ayat sebelumnya. Tadinya ayat Allah ada dalam dirinya, lalu dia muntahkan kembali, dia perturutkan pimpinan syaitan, lalu dia tersesat. Mau diangkat naik, dia tidak mau, dia tetap lekat bumi, sebab yang berkuasa atas dirinya tidak lagi iman, melainkan nafsu. Sedang batas kehendak nafsu itu tidak ada, kalau tidak dibatasi dengan hidayat Allah padahal hidayat Allah lah  yang mereka dustakan[6]


C.      Aspek Tarbawi
1. Kisah dalam Al Qur’an menunjukkan betapa tingginya i’jaz Al Qur’an yang mampu menampilkan sesuatu dengan berbagai pola untuk menarik respon pendengarnya.
2. Allah memerintahkan agar menceritakan kisah dalam QS. Al-A’rof ayat 176.
3. Dalam dunia pendidikan, kisah merupakan salah satu media untuk menembus relung jiwa manusia dalam menyampaikan nilai tanpa menimbulkan rasa jenuh, kesal dan bosan sesuai dengan fitrahnya.
4. Dalam proses pembelajaran tersebut, peserta dididik disodori dengan berbagai sejarah dan cerita, dengan harapan dari sejarah dan cerita tersebut, mereka mampu membuat analog yang logis untuk kebaikan masa depannya.
5. Dalam perspektif teori pendidikan, cerita atu kisah merupakan bentuk menyampaika pesan penting terhadap anak didik tanpa harus menyertakan instruksi yang bermuatan keseriusan. Bahkan kisah dapat membangkitkan imajinasi anak didik.[7]












BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Metode Kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Islam sebagai agama yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits menepis image adanya kisah bohong, kerena Islam selalu bersumber dari dua sumber yang dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin kesahihan dan keabsahannya. Dalam Al-Qur’n terdpat dalil metode kish dalam surat Al-A’raf ayat 176. Salah satu dari aspek tarbawi adanya metode kisah adalah Dalam proses pembelajaran tersebut, peserta dididik disodori dengan berbagai sejarah dan cerita, dengan harapan dari sejarah dan cerita tersebut, mereka mampu membuat analog yang logis untuk kebaikan masa depannya.
Dalam perspektif teori pendidikan, cerita atu kisah merupakan bentuk menyampaika pesan penting terhadap anak didik tanpa harus menyertakan instruksi yang bermuatan keseriusan. Bahkan kisah dapat membangkitkan imajinasi anak didik.
2.      Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, kami menyadari dalam penulisaan makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami perlukan untuk menyempurnakan makalah ini dan makalah yang akan kami buat selanjutnya. Semoga bermanfaat bagi pembacanya.









Daftar Pustaka
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1994. Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV Toha Putra.
Arif dan Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas
Ma’rifat, Kisah-Kisah Al-Qur’an Antara Fakta dan Metafora (Jakarta: Citra, 2009
Mustofa, Bisri. Al-Ibriz Juz 1-10



[1] Ma’rifat, Kisah-Kisah Al-Qur’an Antara Fakta dan Metafora (Jakarta: Citra, 2009), hlm. 28
[2] Arif dan Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 160
[4] Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1994. Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV Toha Putra.
[5] Bisri Mustofa, Al-Ibriz Juz 1-10, hlm. 476-477
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas,1982) hlm 165


Tidak ada komentar:

Posting Komentar