Laman

Rabu, 07 November 2018

TT A J1 OBYEK PENDIDIKAN INDIRECT “Masyarakat Obyek Pendidikan”


OBYEK PENDIDIKAN INDIRECT
 “Masyarakat Obyek Pendidikan”
Barorotul Khasinah
NIM. (2117262)
Kelas: A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018




Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep peserta didik dalam pendidikan.
Kami juga berterimakasih kepada Bapak Muhammad Hufron selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberi tugas ini kepada kami. Sehingga kami dapat belajar mengenai Tafsir Tarbawi lebih dalam lagi, dimana kelak akan berguna atau dapat diterapkan dalam kehidupan nyata atau dalam kehidupan bermasyarakat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan referensi buku-buku yang sebelumnya kami baca, sehingga dapat memperlancar kami dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu kami meminta maaf apabila dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Tafsir Tarbawi mengenai “Masyarakat Objek Pendidikan Tidak Langsung” ini bisa bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi pembacanya.

Pekalongan,  November 2018
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik. Pendidikan berkaitan erat dengan transmisi atau penyalur ilmu pengetahuan, sikap kepercayaan keterampilan dan aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Kelakuan manusia hakikatnya hampir keseluruhannya bersifat sosial yakni yang dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya.
Masyarakat modern umumnya telah memandang pendidikan sebagai peranan penting dalam mencapai tujuan sosial. Harapan masyarakat terhadap pendidikan adalah berupa proses pendidikan yang berupaya menuju ke arah tujuan pembangunan nasional. Pendidikan hendaknya dapat mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, agama, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga dapat membawa kemajuan individu masyarakat dan negara untuk dapat mencapai pembangunan nasional.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Hakikat Masyarakat?
2.      Bagaimana dalil masyarakat sebagai objek pendidikan tidak langsung?
3.      Apa yang dimaksud membangun masyarakat madani?

C.      Tujuan
1.      Mengetahui Hakikat Masyarakat.
2.      Mengetahui dalil masyarakat sebagai objek pendidikan tidak langsung.
3.      Mengetahui  membangun masyarakat madani.
4.      Mengetahui aplikasi dari Q.S Al-Mu’minun: 96.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hakikat Masyarakat
Ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama,warisan budaya, lingkungan sosial, keluarga, politik, tanah air, perasaan,cita-cita dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan. [1]
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang mempengaruhi pendidikan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan, dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara dampak yang positif bagi perkembangan anak termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka.
Selanjutnya, karena asuhan terhadap pertumbuhan anak harus berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu, lingkungan masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan fisik akan berhenti saat anak mencapai usia dewasa namun pertumbuhan psikis anak akan berlangsung seumur hidup. Dalam kaitan ini pula terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal saja menurut Emerson, norma-norma kesopanan pula pada orang lain.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.
 Di lingkungan masyarakat santri barangkali akan lebih pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan dibandingkan dengan masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri.[2]
B.       Dalil Masyarakat sebagai Objek Pendidikan
QS. Al Mu’minun 23: 96
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ
Artinya:
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan”. (Q.S Al-Mu’minun : 96)
1.        Tafsir Al-Azhar
Di ayat ini, Tuhan memberikan tuntunan kepada rasulnya supaya menangkis dan menolak segala sifat jahat yang dilakukan mereka itu dengan cara yang baik. Betapa pun kejahatan mereka sampai mereka mengatakan bahwa Tuhan Allah beranak. Allah berserikat dengan Tuhan yang lain, namun Tuhan lebih tahu keadaan mereka yang sebenarnya.
Tuhan lebih tahu akan isi kandungan hati mereka. Betapa pun perdayaan syaitan atas diri mereka atau kebodohan sehingga membicarakan tentang Tuhan Allah tidak dengan pikiran yang sehat, namun dalam hati Sanubari mereka masih tersimpan suatu kemurniaan jiwa yang dapat dibersihkan oleh tuntunan yang baik. Dan sejarah kemudian pun telah menunjukkan bahwa orang-orang Quraisy yang dahulu menjadi musuh besar Nabi Muhammad SAW itu telah menjadi tiang Agung Islam, dasar pertama dari pengembangan Islam ke seluruh dunia.
Tugas Nabi Muhammad sebagai nabi akhir zaman lebih berat dari tugas yang dipikulkan kepada nabi-nabi yang telah terdahulu. Suatu perubahan sejarah perikemanusiaan akan ditumbuhkan dari padang pasir itu, untuk mengisi kemanusiaan sampai kepada akhir zaman. Orang Quraisy sebagai kaum yang didatangi lebih dahulu, tidaklah akan dibinasakan sebagaimana binasa- binasanya kaum Ad dan tsamud. Sebab itu sikap-sikap kasar mereka, kegoblokan dan kejahilan mereka haruslah disambut dengan sikap yang lebih baik. Mereka  harus diberi pengertian.  Di dalam ayat yang lain bertemu pula ajaran Tuhan kepada nabinya bertanya cara menghadapi mereka ini ini amat menghendaki Budi yang anggun.[3]
2.        Tafsir al-lubab
Ayat 96 memberi tuntunan bahwa “ hendaklah engkau melanjutkan dakwah dan menghadapi para pendurhaka itu dengan tabah dan simpatik. Tolaklah keburukan mereka dengan ucapan. Perbuatan, cara, dan sikap yang terbaik! Antara lain dengan berbuat baik semampumu kepada mereka, atau kalau tidak, dengan memaafkan kesalahan mereka yang berkaitan dengan pribadianmu atau dengan tidak menanggapi ejekan dan cemoohan mereka. Kami lebih mengetahui dari siapa pun apa yang mereka sifatkan terhadap diri dan agama yang kami syariatkan. Demikian juga penyifatan mereka yang buruk terhadap darimu.”
3.        Tafsir Jalalain
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ  (Tolaklah dengan menampilkan hal yang lebih baik) yaitu budi pekerti yang baik, bersikap lapang dada dan berpaling dari mereka yang kafir. - السَّيِّئَةَ (hal yang buruk itu) perlakuan mereka yang menyakitkan terhadap dirimu. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk berperang. - نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan) kedustaan dan buat-buatan mereka, maka kelak Kami akan membalasnya kepada mereka.[4]
4.        Tafsir Al-Maraghi
 Tolaklah kejahatan darimu dengan perbuatan yang lebih baik, dengan memaafkan kejahilan mereka,bersabar atas penganiayaan dan pendustaan mereka terhadap ajaran yang kamu bawah kepada  mereka dari sisi Tuhanmu,sesungguhnya kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka sifatkan,kedustaan yang mereka ada-adakan terhadap kami, dan perkataan buruk yang mereka lontarkan tentang dirimu, kemudian kami memberi balasan kepada mereka atas semua yang mereka katakan itu. Oleh sebab itu hendaklah perkataan mereka itu tidak membuatmu  bersedih hati dan bersabarlah dengan kesabaran yang baik.
Senada dengan ayat tersebut, ialah firman allah:
ادفع بالتي هي احسن فاذاالذي بينه عداوة كانه ولي حميم                
“Tolaklah(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”(Q.S Fusilat;34)
Diriwayatkan, bahwa Anas ra. Berkata tentang ayat ini;Seseorang berkata kepada saudaranya tentang sesuatau yang tidak ada padatnya, maka saudaranya itu berkata,”Jika kamu berdusta maka aku memohon agar Allah mengampunimu,tetapi jika kamu benar maka kau memohon agar Allah mengampuniku”.

Demikianlah, hendaknya kaum mu’minin berdoa, karena setan tidak akan sampai kepada mereka kecuali dengan salah satu di antara kedua jalan ini. Jika hamaba kembali dan berserah diri kepada Allah, serta memohon agar dia melindunginya dari setan-setan, niscaya hatinya akan selalu tanggap dan ingat kepada Allah dalam segala perbuatan  yang dia kerjakan atau tinggalkan, karena hal itu akan mendorongnya untuk selalu taat dan meninggalkan maksiat.
Rasulullah saw,telah memohon perlindungan kepada Allah agar tidak kedatangan setan-setan dalam perbuatan apa pun yang dia kerjakan,terutama ketika mengerjakan sholat, membaca Al-Qur’an dan kedatangan ajal.[5]

C.      Membangun Masyarakat Madani (civil society)
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antarakebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Secara harfiah, civil society itu sendiri adalah terjemahan dari istilah latin, civislis societis yang pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat.  Civil Society disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup.
Dalam masyarakat madani terdapat beberapa nilai-nilai yang harus dimaknai dan ditanamkan sejak dini ke dalam diri setiap individu, yaitu :
1.         Toleransi, yakni sikap menghargai serta menghormati perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat.
2.         Keadilan Sosial, yakni sikap tidak membeda-bedakan dalam pemenuhan hak dan pelaksaan kewajiban setiap anggota masyarakat.
3.         Demokrasi, yakni kedaulatan rakyat dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat berinteraksi dengan sekitarnya secara demokratis tanpa mempermaslahkan perbedaan sosial yang ada. Demokratis meliputi aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan. Oleh karena itu, penting juga bagi anggota masyarakat madani untuk mengerti sistem politik demokrasi.
4.         Pluralisme, yakni keberadaan masyarakat yang majemuk sehingga setiap individu harus memahami dan menyikapi perbedaan dengan sikap yang tulus. Maka dari itu, penerimaan dari setiap individu terhadap perbedaan sosial adalah salah satu cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia.
Secara historis, bangunan masyarakat madani atau civil society di kalangan umat Islam Indonesia telah terbentuk dalam wujudnya yang paling primer, yaitu dalam bentuk pengelompokan sosial yang kaut, yang dilandasi rasa saling memiliki yang kokoh sehingga mampu menciptakan solidaritas sosialnya sendiri.[6]
D.      Aplikasi Kehidupan
Keterpeliharaan para nabi dari melakukan pelanggaran tidak mengurungkan niat setan untuk mengganggu, walaupun dia selalu gagal, karena pemeliharaan Allah swt.  dan kuatnya pertahanan mereka. Begitu juga kepada manusia, setan selalu berupaya mengganggu manusia untuk melakukan perbuatan yang tercela, bermaksiat, berbohong, dan lain sebagainya agar setan merasa senang. Akan tetapi jika keimanan seseorang kuat maka upaya apa saja yng dilakukan setan untuk merayu manusia akan gagal, karena terpeliharanya keimanan seseorang tersebut. Hal itu dapat dilakukan dengan cara, pertama, menolak perbuatan yang buruk dengan cara yang lebih baik. Kedua, memaafkan kesalahan mereka yang yang berkaitan dengan pribadimu. Ketiga, tidak menanggapi ejekan, dan cemoohan dari mereka.
E.                 Aspek Tarbawi
1)      Membalas keburukan dengan kebaikan merupakan akhlak terpuji yang diperintahkan.
2)      Membalas keburukan dengan kebaikan dapat mengantarkan pelakunya (orang yang memusuhi) menjadi sahabat dekatnya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Masyarakat bisa terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pendidik walaupun hanya membenarkan kesalahan yang dilakukan seseorang atau kelompok, dan itupun sesuai potensi dan kemampuan kita baik dengan cara diplomasi, aksi atau bahkan dengan nurani. Keterlibatan masyarkat sebagai peserta didik juga merupakan bagian dari dukungan terhadap dunia pendidikan. Dan peran ini yang mutlak bisa dilakukan oleh setiap muslim yang diindikasikan dengan perintah kewajiban untuk mencari ilmu bagi setiap orang
Dalil Masyarakat yang berperan dalam pendidikan tercantum dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 96 yang di dalam nya terkandung pengertian untuk menyeleksi perbuatan baik dan buruk, juga kita tetap membalas seseorang dengan cara yang baik dan cerdas bagaimana pun sifat mereka terhadap kita.










DAFTAR PUSTAKA
Al Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin As Suyuthi. 2001. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 3. Bandung: Sinarbaru Algesindo Bandung.

Al-Maraghi , Ahmad Mushtahfa. 1985. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Toha Putra.

Hamka. 1982. Tafsir Al Azharn Juzu’ XVIIi. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Jalaludin. 2013. Psikologi Agama. Jakarta: RajaGravindo Persada.

Maragustam. 2009. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.

Pasaribu, Risnawati. Membangun Masyarakat Madani. http://www.academia.edu/17631294/ , diakses tanggal 7 November 2018.








PROFIL

Nama                                      :  Barorotul Khasinah
Tempat, tanggal lahir             :  Surabaya, 24 November 1998
Alamat                                    :  Ds. Sembungjambu Rt 09/ Rw 02 Kec. Bojong, Kab.            Pekalongan.
Riwayat pendidikan                :
-           SDN 02 Sembungjambu
-           SMPN 1 Bojong
-           SMAN 1 Bojong
-           IAIN Pekalongan







      



         




[1]Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2009), hlm. 84

[2] Jalaludin, Psikologi Agama. (Jakarta: RajaGravindo Persada, 2013), hlm. 297-298
[3]Hamka, Tafsir Al Azharn Juzu’ XVIIi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 90-91
[4]Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 3, (Bandung: Sinarbaru Algesindo Bandung, 2001), hlm. 1440-1441
[5]  Ahmad Mushtahfa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi,(Semarang: Toha Putra,1985), hlm. 98-99
[6]Risnawati Pasaribu, Membangun Masyarakat Madani, http://www.academia.edu/17631294/ , diakses tanggal 7 November 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar