Laman

new post

zzz

Kamis, 04 Desember 2014

SBM - C - 12: PROFIL GURU


MAKALAH

PROFIL GURU

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah                            : Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu                    : Ghufron Dimyati, M.Ag




Disusun oleh :

Nur Sofiyanto                         2021 111 190
Ani Sugiharti                           2021 112 286
Hidayati Hasina                      2021 112 271
Kelas               : C

JURUSAN TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam lingkungan kita, guru yang memang menempati kedudukan yang terhormat dimasyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dari ungkapan diatas berarti tugas guru  dalam mendidik murid-muridnya adalah membimbing, memberikan petunjuk, teladan, bantuan,  latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian, kecakapan, ketrampilan, nilai-nilai, norma-norma kesusilaan, kebenaran, kejujuran, sikap, dan sifat-sifat yang baik dan terpuji dan sebagainya.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan lebih lanjut tugas dan fungsi guru, dari yang mendasar sampai dengan pandangan umum masyarakat tentang profesi guru dan apa apa saja yang harus melatar belakangi guru agar dapat menjadi figur yang dapat menjadi perubah peradapan masyarakat yang lebih baik lagi dari sebelumnya.













BAB II
PEMBAHASAN
PROFIL GURU

1.      Makna Guru
Makna guru (pendidik) sebagaimana dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003, Bab 1, Pasal 1, ayat 6 adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah, dan sebagainya.
Makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku sekolah/perguruan tinggi, melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik.[1]
Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak maumenutut guru agar selalu meperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi di luar sekolah sekalipun.[2]

2.      Hakikat Guru
Seorang guru hendaknya memegang teguh komitmen ‘ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ing ngarso sung tuladha bermakna bahwa guru harus menjadi panutan, dapat digugu dan ditiru atas semua perkataan dan perbuatannya. Ing madya mangun karsa, yaitu mampu menjadi mediator untuk menjadikan siswanya berkarya dan berkehendak atas kemampuan masing-masing. Tut wuri handayani, dengan maksud guru harus mampu mendorong dari belakang terhadap pesertanya untuk senantiasa berbuat yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat guru adalah :
a.       Orang yang memiliki minat, tidak pernah lelah dan bosan mencari atau menambah ilmu dan menyampaikannya pada orang lain (siswa) kapan saja.
b.      Orang yang berbakat, mempunyai kelebihan dan hasilnya sesuai dengan harapan.
c.       Orang yang bertanggungjawab, mampu merubah pengetahuan, sikap, kepribadian dan ketrampilan peserta didiknya lebih baik.
d.      Orang yang mempunyai panggilan jiwa, mau berkorban demi kemajuan peserta didiknya.
e.       Orang yang mempunyai idealisme, mau mendengarkan keluh kesah peserta didiknya dan mampu memberikan solusinya.[3]

3.      Persyaratan Guru
Menjadi guru, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan (1992: 41) tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti dibawah ini :
1.      Taqwa kepada Allah Swt.
Guru merupakan teladan bagi anak didiknya, sebagaimana Raulullah menjadi teladan bagi umatnya. Maka guru harus bertaqwa kepada Allah jika anak didiknya pun diajarkan untuk bertaqwa. Karena taqwa merupakan pondasi utama keimanan seseorang.
2.    Berilmu
Indikasi guru yang memiliki ilmu tidak hanya dari selembar ijazah saja, melainkan dibutuhkan bukti untuk menunjukkan kesanggupannya dalam mengemban tugas sebagai pendidik yang berkewajiban membimbing siswa menutut ilmu.
3.    Berkelakuan baik
Budi pekerti penting bagi pembentukan watak anak didik. Guru haru menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan yaitu membetuk akhlak mulia pada diri pribadi anak didik, dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula.[4]
4.    Sehat jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi para calon guru. Karena guru banyak berinteraksi dengan siswanya, sehingga guru yang mengidap penyakit menular dapat membahayakan siswa yang diajar. Termasuk guru yang sakit-sakitan kerapkali terpakasa absen dalam pembelajaran, ini tentu merugikan para peserta didik.

4.      Tanggung Jawab Guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengarapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.[5]
Guru yag seperti inilah yang diharapan untuk dapat mengabdikan diri di lembaga pendidikan. Tidak sekedar menuangkan ilmu pengetahuan kepada otak anak didik, sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Karena memberi pengetahuan kepada anak didik memang suatu perkara yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak yang baik itu sukar. Hal ini disebabkan anak didik yang dihadapi adalah mahluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi, falsafah dan bahkan agama.
Jadi, guru harus bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik.

5.  Tugas dan Fungsi Guru
Tugas
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.[6]
Tugas guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang meliputi mendidik, mengajar dan melatih anak didik. Tugas guru sebagai seorang pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Selanjutnya, tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan ketrampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan peserta didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan, karena itu guru harus terlibat dengan kehidupan masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan  kepada peserta didik. dengan begitu peserta didik diharapkan mempunyai kesetiakawanan sosial.

Fungsi
Diantara fungsi guru antara lain :
a.       Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dn disiplin.
Berkaitan dengan wibawa, guru harus mempunyai kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai bidang yang dikembangkan.
b.      Guru sebagai pengajar
Sejak aadanya kehidupan, sejak itulah guru guru telah melakukan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya.
c.    Guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan bukan hanya menyangkut fisik tetapi perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual, yang lebih dalam dan kompleks.
d.   Guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru  untuk bertindak sebagai pelatih, yang melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar materi standar, juga harus mampu memperhatikan hal yang sudah tertera diatas, juga harus mampu memperhatika perbedaan inividual peserta didik, dan lingkungannya.
e.    Guru sebagai penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai pensehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam hal ini  prosesnya akan lari kepada gurunya.
f.     Guru sebagai pembaharu
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu kedalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi satu dengan yang lain. Tugas guru adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisah ini, dan bagaimana menjembataninya secara efektif.
g.    Guru sebagai model dan teladan
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.
h.    Guru sebagai pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi lainnya.ungkapan yang sering dikemukakan adalah” guru: bisa digugu dan ditiru”.
i.      Guru sebagai peneliti
Dalam pelaksanaan pembelajaran memerlukan penyesuain-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru yang merupakan subjek pembelajaran itu sendiri. Menyadari ia tidak mengetahui sesuatu maka ia berusaha mencari dengan melakukan kegiatan tersebut, untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas.
j.      Guru sebagai pendorong kreativitas
Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan disekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang.
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang beraa dipusat proses pendidikan.
k.    Guru sebagai pembangkit pandangan
Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengemban fungsi ini guru harus trampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik disegala umur; sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksakan untuk menunjang fungsi ini.
l.      Guru sebagai emansipator
Dalam hal ini guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan, dan menyadari bahwa kebanyakan insan  merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Ketika masyarakat membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru harus mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan pengalaman , pengakuan, dan dorongan.
Guru telah melaksanakan fungsi sebagai emansipator; ketika peserta didik kembali termotivasi dan timbul kembali kesadaran serta bangkit kembali harapannya.
m.  Guru sebagai evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.
n.    Guru sebagai pembawa cerita
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain.
Dalam hal ini, guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia, dan ia berharap bisa menjadi pembawa cerita yang baik.
o.    Guru sebagai aktor
Sebagai seorang aktor, guru harus melakukan apa yang ada dalam naskah yang telah disusun dengan mempertimbangkan pesan yang akan disampaian kepada penonton. Untuk bisa berperan sesuai dengan tuntunan naskah, dia harus menganalisis dan melihat kemampuannya sendiri, persiapannya, memperbaiki kelemahan, menyempurnakan aspek-aspek baru dari setiap penampilan, mempergunakan pakaian, tata rias yang sebagaimana diminta, dan kondisinya sendiri untuk menghadapi ketegangan emosinya dari malam kemalam serta mekanisme fisik yang harus ditampilkan.

6.      Kepribadian Guru
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1980) sebagaimana dikutip dalam buku Guru dan Anak Didik, bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribdian orang itu, asal dilakukan secara sadar.[7] Kepribadian dapat menetukan status guru, apakah akan menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah menjadi perusak dan penghangcur bagi hari depan anak didik.
Menurut Alexander Meikeljohn (1971) yang dikutip oleh Saiful Bahri Djamarah, mengatakan:
“No one can be a genuine teacher unless he is himself actively sharing in the human attempt to understand men and their word”
Jadi, menurut Meikeljohn, tidak seorang pun yang dapat menjadi seorang guru yang sejati (mulia) kecuali bila dia menjadikan dirinya sebagai begian dari anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan kata-katanya.

7.    Peranan Guru
Guru dalam melaksanakan perannya, yaitu sebagai pendidik, pengajar, pemimpin, administrator, harus mampu melayani peserta didik yang dilandasi dengan kesadaran (awarreness), keyakinan (belief), kedisipinan (discipline), dan tanggung jawab (responsibility) secara optimal sehingga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan siswa-siswa optimal, baik fisik maupun psikis.[8]

8.  Kode Etik Guru
Guru sebagai tenaga profesional perlu memilki kode etik guru dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru.
Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta, terdiri dari sembilan item, yaitu :

a.       Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk menusia pembangunan yang  ber-pancasila.
b.      Guru memiliki kejujuran profesioanal dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.
c.       Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentu penyalahgunaan.
d.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orangtua anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e.       Guru memelihara hbungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f.       Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g.      Guru menciptakan dan memelihara hbungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
h.      Guru secara hukum bersama-sama mmelihara, membina dan meningktakan mutu organisasiguru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
i.        Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.[9]










BAB III
PENUTUP

Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah, dan sebagainya.
Dari uraian diatas maka dapat kita pahami bahwa, Makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku sekolah/perguruan tinggi, melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik.
Seorang guru hendaknya memegang teguh komitmen ‘ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ing ngarso sung tuladha bermakna bahwa guru harus menjadi panutan, dapat digugu dan ditiru atas semua perkataan dan perbuatannya. Ing madya mangun karsa, yaitu mampu menjadi mediator untuk menjadikan siswanya berkarya dan berkehendak atas kemampuan masing-masing. Tut wuri handayani, dengan maksud guru harus mampu mendorong dari belakang terhadap pesertanya untuk senantiasa berbuat yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara.








DAFTAR PUSTAKA

Cucu Suhana, Hanafiah. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama
Mustakim, Zaenal. 2013. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Press
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000.  Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta





[1] Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran (Pekalongan: STAIN Press, 2013) hlm. 5
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm. 31
[3] Ibid., hlm. 12
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm. 34
[5] Ibid., hlm 34
[6] Ibid., hlm. 37
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm. 40
[8] `Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: Refika Aditama, 2012) hlm. 106
[9] Syaiful Bahri Djamarah, hlm. 49-50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar