Laman

Kamis, 08 Maret 2012

H54. Irfaqiyah, 27. PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN KELIRU


MAKALAH
PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN KELIRU

Disusun sebagai salah satu tugas
Matakuliah               : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu     : Muhammad Ghufron, M.S.I

                                                     

Oleh  :

IRFAQIYAH               (2021110354)





JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
            Orang yang mempelajari sejarah Islam sejak zaman dahulu hingga hari ini, tentu akan menemukan bahwa ahlul hadits adalah pengikut yang paling kokoh dan teguh mengikuti Nabi Muhammad saw dalam hal aqidah, manhaj, ibadah, dakwah, muamalah, dan berhujjah. Mereka ahlul hadits benar-benar berada pada titik tertinggi dalam keyakinan dan keterangan bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang haq (benar), tidak ada  kebatilan yang mampu menghadang karena manhaj ini adalah jalan lurus yang akan menjamin keselamatan dunia akhirat. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hadits tentang penafsiran dan pemahaman keliru.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Materi Hadits
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْعَذَرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- :« يَرِثُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ وَتَحْرِيفَ الْغَالِينَ » )رواه البتهقي فى السنن الكبر ى).[1]

B.     Terjemah Hadits
Dari Abdirrahman al-Udzri berkata: Rosulullah saw bersabda:” Yang akan mewarisi ilmu ini kepada setiap generasi adalah orang-orang yang adil. Mereka akan membantahnya dari takwil orang-orang yang bodoh, kedustaan orang-orang yang berada di atas kebatilan dan penyelewengan dari orang-orang yang berlebihan

C.    Mufrodat
يَرِثُ                  mewarisi
خَلَفٍ                  generasi
عُدُولُه                adil
يَنْفُونَ                 membantah
تَأْوِيلَ                  takwil
انْتِحَالَ                dusta
تَحْرِيفَ               penyelewengan

D.    Biografi Rawi
Abdurrahman al adzri adalah ayah dari Ibrahim yang termasuk golongan dari tabi’in yang menyendiri (terakhir). Saya (mualik) tidak melihat beliau seorang yang lemah. Beliau memursalkan hadits tersebut, tidak hanya satu orang meriwayatkan hadits tersebut diantaranya Muan ibn Rifaah namun dia bukanlah golongan yang utama[2].



E.     Keterangan Hadits
Hadits tersebut menjelaskan tentang sumber atau sebab terjadinya penafsiran dan pemahaman yang keliru mengenai wahyu, yaitu orang berlebihan, madzhab orang bathil dan penafsiran orang bodoh.
Dalam lisan Al-Arab menjelaskan “Kholafin” berarti yang dibebani berlebihan, selain itu juga berarti setiap orang yang datang setelah orang yang terdahulu, dapat juga di artikan suatu masa dari manusia. Adapun kata “Takhrifu” berarti merubah huruf dan kalimat dari makna yang sebenarnya seperti yang dilakukan orang yahudi terhadap taurat.[3]
Setelah Nabi Muhammad saw wafat sumber wahyu secara definitif telah terhenti. Orang tidak lagi bisa meminta kepada beliau atau siapa pun atas pemecahan terhadap problem baru. Orang juga tidak bisa lagi berharap pada kedatangan wahyu. Keadaan itu mau tidak mau memaksa mereka menjaring segala sesuatu di luar teks yang ada dan menginterpretasikannya secara luas[4]. Sehingga hal ini memungkinkan mulai terjadinya kesalahan dalam penafsiran wahyu bagi mereka yang tidak kompeten.
Jadi  agar tidak terjadi adanya kekeliruan dalam penafsiran ada beberapa adab atau etika menafsirkan al-Qur’an
·         Memiliki niat dan perilaku yang baik
·         Jujur dan teliti dalam penukilan
·         Bersikap independen
·         Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara sistematis
Kemudian persyaratan dalam menafsirkan al-Qur’an
ü  Meyakini kebenaran teks al-Qur’an yang sedang ditafsirkannya dan terlepas dari keinginan subyektifitas pribadi atau golongan
ü  Mendahulukan tafsir bil al-ma’tsur yaitu menafsirkan al-Qur’an yang didasari oleh  dalil al-Qur’an, Hadits, pendapat sahabat dan tabi’in
ü  Memiliki kapabilitas keilmuan yang memadai.
 Dalam hadits ini Rasulullah saw juga menjelaskan bahwa orang yang mengemban ilmu adalah orang terbaik dan adil pada generasinya. Para pembawa ilmu adalah orang yang menentang kebatilan, membantah setiap bentuk penyelewengan, dan menjelaskan bentuk-bentuk kejahilan. Kenyataannya, banyak juga yang berilmu namun jauh dari sifat-sifat yang disebutkan oleh Rasulullah saw dalam hadits di atas. Banyak juga orang berilmu yang buruk akhlaknya. Tidak sedikit pula orang berilmu namun tidak menunaikan hak-hak ilmu.[5]
Oleh karena itu, Rasulullah saw membimbingkan sebuah doa untuk selalu dibaca oleh pengikutnya agar terlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْأَرْبَعِ؛ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari empat hal: Dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tak pernah puas, dan dari doa yang tidak didengar.”
(HR. Muslim)[6].

F.     Aspek tarbawi
a.       Kita  tidak boleh menagambil fatwa al-Qur’an  maupun Hadits dari orang-orang yang bodoh karena mereka akan memberikan penafsiran yang tidak semestinya, dari orang-orang yang bathil karena terdapat pemalsuan-pemalsuan dalam tafsirnya, dari  orang-orang yang iri kepada Nabi Muhammad maupun pewarisnya karena mereka hanya akan merubah makna sesungguhnya
b.      Kita sebagai seorang muslim harus senang membaca dan merenungkan ilmu
c.       Kita harus mempunyai semangat dalam bertafakKur dan bersabar untuk tidak berhenti dalam belajar.















BAB III
PENUTUP
Demikianlah pembahasan makalah mengenai hadits Nabi tentang pemahaman dan penafsiran yang keliru, kita sebagai umatnya harus kebih selektif dalam mengambil ilmu maupun fatwa-fatwa al-Qur’an dan Hadits agar tidak terjebak dalam pemahaman dan penafsiran keliru yang diberikan oleh orang-orang bodoh, orang-orang bathil, dan orang-orang yang berlebihan. Kita harus senantiasa mencontoh ulama-ulama pada zaman dahulu yang bersikap sangat hati-hati dalam hal ilmu dan agamanya sehingga kemurnian Islam masih tetap terjaga sampai sekarang.


















DAFTAR PUSTAKA
Adh-Dhihabi, Al-Imam Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. 1995. Mizanul I’tidal juz awwal. Beirut: Al-Kotob al-Ilmiyah
Imam Baihaqi,1992. Sunan Kubra, Beirut: Darul Kitab Ilmiyah
Al-Khandahlawira, Syaikh Maulana Yusuf. 1997.Muntakhab Al-HaditsYogyakarta:Ash-Shaf
Ibnu Mandur. 1990. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sader
Jansen J.J.G. 1997. Diskursus Tafsir al-Qur’an Modern. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Asy-Syariah.com/peran-ulama-hadits-dalam-menjaga-kemurnian-islam.html




[1] Imam Baihaqi, Sunan Kubra, (Beirut: Darul Ilmi, 1992), h. 209
[2] Al-Imam Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Adh-Dhihabi: Mizanul I’tidal juz awwal (Beirut: Al-Kotob al-Ilmiyah, 1995),  h.166-167
[3] Ibnu Mandur, Lisan al-arab ( Beirut: Dar Sader, 1990), h. 43 dan 48
[4] J.J.G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur’an Modern ( Yogyakarta: Tiara Wacana 1997), h.6
[5] Asy-Syariah.com/peran-ulama-hadits-dalam-menjaga-kemurnian-islam.html
[6] Syaikh Maulana Yusuf Al-Khandahlawira. Muntakhab Al-Hadits (Yogyakarta:Ash-Shaf, 1997) h. 263

26 komentar:

  1. Rohiman
    2021110356
    dalam aspek tarbawi diatas kan ada kata orang bodoh,, lalu yang saya tanyakan menurut anda definisi orang bodoh diatas itu yang seperti apa,,? jelaskan,!

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahil (orang bodoh) lawan dari alim (orang yang berilmu). dalam hadits ini definisi orang bodoh berarti orang yang menyembunyikan kebenaran atau berpura-pura tidak mengetahui dan tidak mau menerima kebenaran. terlepas dari subtansi ilmu pengetahuan antara orang yang berilmu dn orang yang bodoh tidak sama seperti halnya antara orang buta dan orang melihat kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia dan hewan serta antara penghuni surga dan neraka.

      Hapus
  2. dalam aspek tarbawi diatas kan ada kata orang-orang bodoh, prtanyaan saya bagaimana definisi orang bodoh yng diatas,? jelaskan!

    BalasHapus
  3. Menurut pemakalah ,adakah ketentuan khusus bgi seseorang untuk bsa dikatakan ahli ilmu dan memahami ayat2 alQur'an??dan definisi adilyang seperti apakah yang di maksud dalam hadits?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. -> kriteria ulul ilmi atau ahli ilmu pengetahuan adalah mereka tidak tertipu oleh bentuk luar sehingga melupakan esensi, mengutamakan kualitas daripada kuantitas, isi dari pada kulit, dan roh dibanding materi

      -> kriteria faqih atau orang yang mempunyai pemahaman adalah mereka berusaha memahami ayat-ayat kekuasaan allah di langit dan di jiwa atau mereka merenungi sunnatullah di alam raya dan masyarakat berdasarkan bukti-bukti sejarah dan petunjuk-petunjuk realita serta mengetahui rahasia-rahasia penciptaan allah dan tujuan-tujuan syaratnya.

      -> adil berarti menempatkan sesuatu sesuai tempatnya memberika segala sesuatu sesuai dengan porsi yang seharusnya

      Hapus
  4. 20201110375
    " Bagaimana pendapat pemakalah tentang orang yang keliru menafsirkan sesuatu atas dasar ketidaktahuan??
    FAJARWATI (*_^)

    BalasHapus
    Balasan
    1. menafsirkan sesuatu tanpa ilmu itu tidak boleh karena syarat mufasir adalah harus berkompeten berarti ia harus menguasai ilmu tentang bahasa arab dan berbagai bidangnya, tentang ilmu-ilmu al qur'an, sejarah turunnya, hadits-hadits nabi, ushul fiqh, ilmu tentang prinsip-prinsip pokok keagamaan, dan tentang disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.

      Hapus
  5. Pada aspek tarbawi semangat bertafakur dan bersabar.
    Apakah sebelum melakukan TAFAKUR dalam belajar mesti
    melaksanakan sholat atau bagaimana
    mohon pembabarannya lebih rinci?


    "Class H"

    BalasHapus
    Balasan
    1. MILLATUL IZZAH
      2021110334

      Adakah faktor-faktor yang mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran dan pemahaman??
      Dan adakah contoh persepsi-persepsi yang d anggap benar oleh sebagian masyarakat kita namun sebenarnya tidaklah qur'ani??

      Hapus
    2. tafakhur berarti usaha untuk mencapati suatu ilmu pengetahuan, langkah-langkahnya yaitu:
      bangkit dengan segala kekuatan
      membersihkan diri dari segala hawa nafsu, dorongan pribadi, serta kepentingan sementara, membebaskan diri dari cinta dunia cinta diri sendiri dan taklid membabibuta dan ikhlas dalam berusaha bertafakhur.

      Hapus
  6. Millatul Izzah
    2021110334

    Adakah faktor-faktor yang mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran dan pemahaman??
    Dan adakah contoh persepsi-persepsi yang d anggap benar oleh sebagian masyarakat kita namun sebenarnya tidaklah qur'ani??

    BalasHapus
    Balasan
    1. subjektivitas mufasir, kekeliruan dalam menerapkan metode dan kaidah, kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat, kedangkalan pengetahuan tentang materi uraian ayat, tidak memperhatikan konteks, baik asbab al nuzul, munasabah antar ayat, maupun kondisi sosial masyarakat, tidak memperhatikan siapa pembicara dan terhadap siapa pembicaraan ditujukan.
      contohnya adalah masyarakat memahami bahwa para penganut ajaran trinitas adalah kafir padahal oleh al qur'an disebut ahl al kitab

      Hapus
  7. menurut pemakalah tentang sifat malas yang sering melanda pikiran manusia untuk selalu belajar dan berusaha, bagaimana solusinya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. -> Malas adalah penyakit mental. Siapa dihinggapi rasa malas, sukses pasti jauh dari gapaian.Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan
      kemudian solusinya diantaranya yaitu: membuat tujuan atau target,mengasah kemampuan, mempunyai sifat bersosialisasi yang tinggi dalam bergaul,disiplin diri

      Hapus
  8. Nama :Linda Puspitasari (2021110344)
    Kelas : H

    Bagaimana cara mengatasi dan menghindari pemahaman-pemahaman yang bersifat keliru,karena kadang pendapat atau pemahaman seseorang berbeda-beda ,mereka juga mempunyai peluang benar dan salah?bagaimana menurut pemakalah menanggapi hal tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. cara mengatasinya yaitu kita tidak boleh menerima suatu pemahaman secara mentah-mentah, akan tetapi kita harus selalu menfilter pemahaman-pemahaman yang muncul dengan cara bertanya kepada ahlinya.

      Hapus
  9. Muhammad Rizqon (2021110369)


    Kita sebagai seorang muslim harus senang membaca dan merenungkan ilmu.Maksudnya merenungkan ilmu yang seperti apa tolong jelaskan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. merenungkan ilmu berarti kita memperhatikan dan mencermati ilmu dengan sungguh-sungguh sehingga kita dapat memahami makna, hikmah, ataupun maksudnya.

      Hapus
  10. Wafiudin.k
    2021110336
    sikap independen dalam etika penafsiran maksudnya apakah dengan sama dengan pemikiran pribadi menutup ijma'? atau yang seperti apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. independent di sini maksudnya mufassir harus terbebas dari kepentingan diri sendiri, kelompok, penguasa, akan tetapi niatnya ikhlas karena allah yang di sertai dengan penuh tanggung jawab.

      Hapus
  11. 2021110359

    bagaimana cara kita untuk membentengi keluarga kita terhadap paham-paham yang keliru di zaman sekarang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. melalui pendidikan keluarga, orang tua harus senantiasa membimbing,mendidik, mengarahkan anak-anaknya agar terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru, orang tua harus mengetahui pergaulan anak-anaknya di luar rumah.

      Hapus
  12. Wafiah komariyah
    2021110335
    Bagaimana dengan orang yang tahu tentang suatu ilmu namun ia tidak mengalkannya dalam kehidupannya. Apakah ia masih dianggap sebagai pembawa ilmu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak, seperti yang telah di bahas bahwa ilmu tidak ada manfaatnya apabila kita tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.karena pembawa ilmu itu berarti dia adalah orang yang menyampaikn ilmu kepada generasi selanjutnya dan tentunya akan menjadi panutan, jadi bagaimana akan disebut pembawa ilmu jika dirinya saja tidak mengamalkannya.

      Hapus