Laman

Jumat, 27 April 2012

F10-60 Ibnu Athoillah


MAKALAH
TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Untuk Memenui Tugas : Hadits tarbawi II
Dosen Pengampu : Hufron Dimyati, M.Si






Disusun Oleh :
Ibnu Athoillah            202 111 0282
KELAS F
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) PEKALONGAN
2012


Hadits Tentang Tanggung Jawab Sosial
A.     Hadits
عن النعمان بن بشير رضي الله عنهما عن النبى صلى الله عليه وسلم قال مثل القائم على حدود الله والواقع فيها كمثل قوم استهموا على سفينة فأصاب بعضهم أعلاها وبعضهم أسفلها فكان الذين في أسفلها إذا التقوا من الماء مروا على من فوقهم فقالوا لو أنّا خرقنا في نصيبنا خرقا ولم نؤذ من فوقنا فإن يتركوهم وما أرادوا هلكوا جميعا وإن أخذوا على أيديهو أنجوا ونجوا جميعا
(رواه البخاري في الصحيح, كتاب الشركة, باب هل يقرع في القسمة والإستهام فيه)
B.      Mufrodat:
القائم     = Orang yang Menegakkan                أعلا       = yang di atas
حدود     = Batasan – Batasan                           أسفل      = yang di bawah
الواقع    = Orang yang Melanggar                   مروا      = Melewati
استهموا = Mengadakan Undian                       هلكوا     = Binasa
سفينة     = Kapal                                                أنجوا     = Selamat
أصاب     = Mendapatkan
C.      Artinya :
Diriwayatkan oelh Al Nu’man bin Basyir R.A, Nabi SAW pernah bersabda : “perumpamaan orang yang tegak diatas  batasan – batasan (hukum) Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti hukum yang mengadakan undian di atas kapal. Sebagian meraka mendapatkan tempat atas dan sebagian meraka mendapatkan tempat di bawah. Adapun orang – orang yang berada melewati orang – orang yang diatas mereka. Mereka berpikir seandainya kita buat lobang air di tempat kita sehingga tidak mengganggu orang yang yang ada di atas kita. Apabila mereka yang ada di bagian atas membiarkan mereka yang ada di bagian bawah untuk melakukan apa yang mereka kehendaki, niscaya mereka akan binasa semua. Jika orang yang ada di atas itu melarang, maka mereka akan selamat semua[1].
D.     Keterangan :
والواقع فيها (Dan orang – orang yang melanggar batasan – batasan Allah) demikian yang tercantum di tempat ini. Sementara pada pembahasan tentang perserikatan disebutkan melalui jalur lain dari Amir (yakni Asy Sya’bi), مثل القائم على حدود الله والواقع فيها  (Perumpamaan  orang – orang yang tegak di atas batasan – batasan Allah dan orang yang melanggar batasan itu) Redaksi ini lebih tepat, karena orang yang mencari  muka dan orang yang terjerumus kedudukannya sama dari segi hukum. Sedangkan orang yang tegak (komitmen) merupakan lawan dari keduanya.
Al Ismaili menyebutkan pada pembahasan tentang perserikatan, مثل القائم على حدود الله والواقع فيها  (Perumpamaan orang – orang yang tegak di atas batasan Allah dan orang yang terjerumus padanya). Hal ini mencakup ketiga kelompok yang ada, yaitu orang yang menjauhi maksiat, orang yang terjerumus ke dalam maksiat dan orang yang hanya mencari muka (riya’). Kemudian disebutkan pula oleh Al Ismaili di tempat ini, مثل القائم على حدود الله تعالى والناهى عنها (Perumpamaan orang yang melanggar batasan – batasan Allah ta’ala dan orang yang  melarang perbuatan itu). Riwayat ini sesuai dengan pemisalan yang disebutkan, karena tidak disebutkan padanya kecuali 2 kelompok. Akan tetapi bila mereka yang mencari muka dinilai sama dalam hal celaan dengan orang – orang yang melanggar hukum Allah, maka keduanya duimasukkan dalam satu golongan.
Adapun penjelasan 3 kelompok dalam pemisalan di atas, yaitu bahwa orang - orang yang hendak melubangi kapal sama seperti orang yang melanggar batasan – batasan Allah. Sedangkan selain mereka ada yang mengingkari, dan inilah gambaran kelompok yang berdiri tegak di atas batasan - batasan Allah. Ada pula yang hanya berdiam diri, dan ini merupakan gambaran kelompok yang mencari muka.
Kelimat والواقع فيها (terjerumus padanya) di tempat ini dipahami oleh ibnu At Tin dengan arti orang yang berdiri tegak di atas batasan – batasan Allah. Dia mendukung pendapat ini dengan firman Allah SWT. إذا وقعت الواقعة  (apabiola hari kiamat telah ditegakkan). Kata وقع pada ayat ini bermakna tegak. Akan tetapi kelemahan pendapatnya ini sangatlah jelas. Seakan – akan ia melalaikan lafadh yang tercantum pada pembahasan tentang perserikatan, dimana kata الواقع disebutkan sebagai lawan bagi kata القائم (orang yang berdiri tegak)[2].
At Tirmidzi meriwayatkan dari jalur Abu Muawiyah, dari Al Amasy dengan redaksi, مثل القائم على حدود الله والمدهن فيها (Perumpamaan orang – orang yang tegak di atas batasan – batasan Allah dan orang yang mencari muka padanya). Kalimat ini memiliki makna yang serasi.
Al Karmani berkata, “Ði dalam pembahasan tentang perserikata disebutkan dengan redaksi ‘ Perumpamaan orang yang tegak (القائم)’, dan ditempat ini dikatakan ‘ Perumpamaan orang yang mencari muka (المدهن)’. Padahal kedua kata itu berlawanan (antonym), sebab القائم adalah orang yang menyeru kepada perbuatan ma’ruf sedangkan المدهن adalah orang yang meninggalkan perbuatan tersebut”. Kemudian ia menjawab, “Jika dikatakan القائم maka itu ditinjau dari keselamatan, sedangkan bila dikatakan المدهن maka itu ditinjau dari kebinasaan. Tidak diragukan lagi bahwa perumpamaan yang disebutkan memiliki keserasian terhadap kedua kondisi itu.
Saya (ibnu Hajar)  katakana, bagaimana terjadi keserasian di tempat ini ‘
sementara hadits hanya menyabutkan المدهن dan الحد الواقع في (pelanggar batasan), padahal diketahui bahwa المدهن adalah orang uang meningalkan menyeru kepada perbuatan me’ruf, sedangkan الحد الواقع في adalah orang yang berbuat maksiat dan kedua – duanya sama – sama celaka? Dengan demikian, yang tampak bagi saya bahwa yang benar adalah seperti yang dijelaskan terdahulu.
Kesimpulannya, sebagian periwayat menyebutkan kata المدهن (orang yang mencari muka) dengan القائم (orang yang tegak di atas batasan  Allah), sebagian lagi menyebutkan  الواقع (orang yang melanggar batasan) dengan القائم lalu sebagian lagi menyebutkan ketiga – tiganya. Adapun mereka yang hanya menyebutkan المدهن dan الواقع tanpa menyertakan kata القائم maka riwayatnya tidak memiliki keserasian.
إستهموا سفينة (yang mengundi {tempat} di satu kapal). Masing – masing mereka mengambil bagian dari kapal tersebut berdasarkan undian, dimana mereka berserikat pada kapaln itu, baik dalam penyewaan atau kepemilikan. Hanya saja pengundian dilakukan setelah semua bagian diberikan kepada masing – masing secara rata (adil), kemudian terjadi perseturuan untuk mendapatkan bagian tertentu, maka dilakukan undian untuk menyelesaikan sengketa rtersebut seperti yang telah dijelaskan.
Ibnu At Tin berkata : “Hanya saja yang demikian itu terjadi pada kapal atau yang sepertinya, apabila mereka menempatinya secara bersamaan. Adapun  bila mereka saling berebut, maka orang yang lebih dahulu dan paling cepat, dialah yang lebih berhak atas tempatnya”.
Saya (Ibnu Hajar) katakana, apa yang ia katakana hanya berlaku apabila, tempat itu milik umum. Adapun bila mereka yang memilikinya, maka undian disyariatkan ketika terjadi perselisihan padanya[3].
فإن أخذوا على يديه  (Jika mereka memegang tangannya) yakni mereka mencegahnya melubangi kapal.
أنجوه ونجوا أنفسهم  (Niscaya mereka dapat menyelamatkannya dan menyelamatkan diri mereka sendiri). Ini adalah penafsiran untuk riwayat terdahulu pada pembahasan tentang perserikatan, yang mana di tempat itu dikatakan, أنجوه ونجوا (Mereka selamat dan mereka selamat) yakni selamatlah semuanya, baik yang melarang maupun yang dilarang. Demikian pula halnya dengan penegakan hukum – hukum Allah, keselamatan akan didapat oleh semua orang yang menjalankannya, baik pelaksana hukum maupun yang terhukum. Karena jika (hukum Allah) tidak ditegakkan, maka orang yang hanya berdiam diri juga akan binsa karena sikap ridha terhadapnya.
Al Muhallab dan ulama lainnya berkata, “Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa masyarakat umum bias saja tertimpa adzab akibat perbuatan (maksiat) sekelompok orang tertentu, “akan tetapi perkataan ini perlu ditinjau lebih lanjut, karena adzab yang dimaksud adalah adzab di dunia yang menimpa orang – orang yang tidak berhak mendapatkannya, maka adzab tersebut akan menghapus dosa orang tersebut (yang tidak berhak mendapatkannya) atau mengangkat derajatnya[4].

E.      Aspek Tarbawi
1.      Seseorang patut mendapatkan siksaan karena tidak menyeru pada kebajikan (makruf)
2.      Seorang ahli ilmu menjelaskan hukum dengan membuat perumpamaan
3.      Kewajiban bersabar atas gangguan tetangga jika dikhawatirkan terjadi sesuatu yang menimbulkan mudhorot yang lebih besar
4.      Larangan bagi golongan bawah untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan mudhorot bagi golongan lain
5.      Jika golongan itu menimbulkan mudhorot bagi golongan lain maka wajib baginya untuk memperbaikinya
6.      Golongan atas harus melarang golongan bawah melakukan tindakan yang membahayakan
7.      Boleh membagi harta tidak bergerak yang berbeda keadaannya dengan cara undian, meskipun terdapat perbedaan bagian atas dan bagian bawah.

F.       Daftar Pustaka
Imam Az Zabidi, Mukhtashor Shohih Bukhori Ringkasan Shohih Bukhori, 2001, Mizan, Jakarta
Amiruddin, Terjemah Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta.



[1] Imam Az Zabidi, Mukhtashor Shohih Bukhori Ringkasan Shohih Bukhori, 2001, Mizan, Jakarta, hlm. 452
[2] Amiruddin, Terjemah Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta. Hlm 168
[3] Amiruddin, Terjemah Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta. Hlm 170
[4] Amiruddin, Terjemah Fathul Baari Li Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Jilid 15, 2007, Pustaka Azam Jakarta. Hlm 171

18 komentar:

  1. tanggung jawab sosial seperti apa yang harusnya kita lakukan, di lingkungan sekitar kita? dan solusi menghadirkan keadaan sosial masyarakat yang tentram, harmonis dll?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mas Mursalin ...
      di masyarakat terdapat berbagai macam karakter amanusia, berbagai problematika kehidupan. mengenai masalah tanggung jawab, kita sebagai mahasiswa hendaknya memiliki sikap adil, tawazun (seimbang) dan tawasuth (tengah2.
      dan solusi agar menghadirkan keadaan sosial yang harmonis, tentram dll kita butuh pemahaman mengenai masalah perbedaan (khilafiyah) guna memberikan sikap yang tepat dalam hidup berdampingan di masyarakat yang memiliki berbagai macam perbedaan karakter,aliran, paham, latar belakang dll. supaya maisng masing dari individu bisa saling menghargai dan toleransi.

      Hapus
  2. Yeni nur khasanah
    2021110266

    bagaimanakah sikap yang dianjurkan Rasulullah SAW kepada umatnya dalam menyikapi masalah sosial yang ada di masyarakat?
    trz bagaimana cara menempatkan diri ketika sedang berada di tengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami konflik?dan bolehkah kita memisahkan diri dari pergaulan dalam masyarakat saat kita merasa pergaulan tersebut akan membawa kita kearah yang tidak baik???apa alasannya?
    thank.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. atur nuhuun neng Yeni...
      untuk menyikapi masalah yang ada di sekitar kita, kita dibutuhkan pemikiran yang jernih.. tanpa ada campur tangan dari perasaan kita, kalo perasaan selalu mencampuri maka ada 2 kemungkinan yang akan terjadi 1. Up (kita akan marah, emosi, dll) 2. Down (minder, lari dari masalah, stress, putus asa dll) maka, dalam menyikapi masalah hindari 2 kemungkinan itu, ("AYYUKUM AKHSANU AMALAA")
      dalam islam, untuk menempatkan diri di tengah2 pergualatan onflik maka dibutuhkan sifat dan sikap ADIL, TAWAZUN (seimbang), TAWASUth (Tengah2)
      ROsulullah pernah pergi disaatpergulatan konflik di kota makkah, untuk menenangkan hati dan mencari jalan keluar (kholwat) akan tetapi pergi untuk keluar dari masalah maka saya sebut sebagai pecundang.

      Hapus
  3. eny marfu`ah
    202 111 0238

    Bagaimanakah cara untuk mengatasi kesenjangan sosial dalam masyarakat masa kini, sehingga mengakibatkan minimnya sikap toleransi antar Suku dan Umat Beragama.
    Bagaimanakah tanggapan anda mengenai hal ini.....
    tlong djelaskan ya mz......

    BalasHapus
    Balasan
    1. matur nuwun mabak yu Eny...
      kita dan masyarakat perlu belajar dan memahami pendidikan tentang Khilafiyah (perbedaan) agar memiliki sikap toleransi dan saling menghargai satu sama yang lain,,.

      Hapus
  4. dadang irwanto
    2021110256
    kelas f

    apakah kita semua harus menyelesaikan sesuatu yang sepatutnya menjadi tanggung jawab kita tanpa menghiraukan tanggung jawab orang lain? ataukah melihat kepada tanggung jawab orang lain juga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke.., atur nuhuuun sanget akang dadang ,,, etateh????,,, hehehe


      ada istilah "kita tidak boleh over laping" berarti kita tidk boleh mengerjakan sesuatu yang bukan tanggung jawab kita. akan tetapi dalam kehidupan masyarakat perlu adanya ta'awun ala al birri wa at taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa) maka ada saatnya kita untuk tidak over lapping dan ada saatnya kita untuk tolong menolong. terimakasih

      Hapus
  5. muafinah(2021110264)
    bagaimana tanggapan anda dengan orang2 kls ats yg kurng bisa menghargai bhkn menghormati org2 kalangan bawah pdhl mrk jg orng yg berpendididkn yg sdh diajari tentng tatacara bersosial yg baik, bahkan salah stunya adalah orng yg tau tentang agm....

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam islam tidak mengenal kasta.
      Allah tidak melihat dari fisiknya tp melihat dari taQwa seseorang (Inna Allaha Laa Yandhuru ilaa Shuwarikum Walakin Yandhuruu ilaa Taqwaa)
      sedangkan orang yang diangkat derajatnya oleh Allah adalah orang yang beriman dan berilmu.
      orang yang beriman dan berilmu pastinya dia akan menghargai satu sama lain.
      dalam islam : Al Ilmu Halaka Illa Bi Amalin (ilmu akan rusak tanpa amal), Wa Al Amalu Halaka Illa bi Ikhlasin (Amal akan rusak tanpa keihlasan), , terimakasih

      Hapus
  6. nur aini
    2021110263

    berbicara masalah menjalin hubungan sosial, bagaimana pendapat anda tentang hubungan antara muslim dan non muslim yang saling mencela dan menghina, bahkan tak jarang juga antarmuslim melakukan hal yang sama gara-gara beda madzhab..bagaimana pula Islam memandang hal tersebut..mohon jelaskan agar menjadi pelajaran untuk kita semua dan kita tidak melakukan hal tersebut..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Si Nuur...
      berbicara mengenai Non Muslim, kita perlu tahu mana muslim yang wajib kita perangi dan wajib kita hormati. jadi asalkan non muslim tidak melecehkan agama kita, kita wajib menghirmati mereka.
      sedangkan antar muslim sendiri masih banyak terjadi keributan dll, itu karena mereka kurang menahami arti khilafiyah. dan juga dipengaruhi oleh kepentingan2 politik, individu atau kelompok.
      dalam islam tidak membenarkan itu. Ulama terdahulu,, imam syafi adalah murid dari imam malik, beliau beliau berbeda pendapat tp beliau saling dan sangat menghargai dan menghormati.

      Hapus
  7. Hartini
    2021110237

    Pada realita sekarang banyak orang yg kurang bertanggung jawab, terutama tanggung jawab sosial. karena yang mereka fikirkan adalah diri mereka sendiri.
    melihat hal ini,, bagaimanan sikap yang baik untuk mengubah menjadi lebh baik lagi menurut anda ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke teteh.. atuur nuuuhuuun...

      masing-masing orang memiliki sifat egois. itu sebuah naluri, alami dan manusiawi. akan tetapi itu harus di minimalisir guna memperbaiki manusia tersebut dalam kehidupan sosialnya. dengan cara apa??? 1. evaluasi diri (muhasabah), 2. memncari, mengetahui, dan menemukan kekurangan yang ada dalam diri, 3 memperbaiki kekurangan tersebut dan tidak mengulanginya lagi.

      Hapus
  8. chomsatun nadhiroh
    2021110274

    kan dalam makalah anda di jelaskan " Kewajiban bersabar atas gangguan tetangga jika dikhawatirkan terjadi sesuatu yang menimbulkan mudhorot yang lebih besar ", apakh dari kalimat itu berarti kita mengalah atau pun menutupinya gangguan2 apa sja yg di sebab kan oleh tetangga kita..???kan kebanyakan orang lebih menceritakan / mengumbarnya bahkan sampai menyebabkan masalah itu berkepanjangan yg pda akhirnya dpt memutus tali persaudaraan antar tetangga...

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mbak khomsah.

      bersabar bukan berarti mengalah.. kita harusmencari maslahah mursalahnya.
      dan kewajiban antar muslim itu menutup kejelekan muslim lainnya trus kita ajak untuk membenahinya.

      Hapus
  9. arif stiawan
    2021110270
    f

    sebenarnya apa maksud dari golongan atas dan golongan bawah?
    terus pd aspek tarbawi ada
    Larangan bagi golongan bawah untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan mudhorot bagi golongan lain.
    berarti golongan atas bebas melakukan apa saja yang dia kehendaki?

    BalasHapus
    Balasan
    1. oooh,,,,
      maksudnya itu bukan kasta mas.. akan tetapi itu perumpamaan orang2 yang berada dikapal. kapalnya 2 lantai. ada yang atas, ada yang bawah. sedangkan yang bawah fasilitasnya ga ada iar. jadi kesusahan untuk mengambil air karena harus keatas dulu.
      maka orang2 yang ada di bawah tidak boleh melakukan hal2 yang merugikan atau menjadikan madhorot.
      bukan kasta.. terimasih

      Hapus