civic sy3 - 6 : otonomi daerah - word
civic sy3 - 6 : otonomi daerah - ppt
civic sy3 - 6 : otonomi daerah - ppt
OTONOMI
DAERAH
DALAM KERANGKA NKRI
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Civic Education
Mata Kuliah : Civic Education
Dosen
Pengampu : M. Hufron Dimyati. M.Si
Oleh : Muhamad Alif
NIM : 341112008
PRODI EKONOMI
SYARIAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM KI AGENG PEKALONGAN
(STIKAP)
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
Kata
Pengantar
Makalah
ini berjudul Otonomi Daerah Dalam Kerangka NKRI yang bertujuan untuk memenuhi
tugas Civic Education dari Bapak Muhammad Hufron, M.Si selaku Dosen Pengampu.
Makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu semua tanggapan, saran – saran
akan sangat berguna untuk perbaikan dikemudian hari. Harapan kami kiranya
makalah ini dapat menambah wawasan dari bagi kita tentang pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Semoga niat baik kita semua diberi rahmat dari Allah
S.W.T. amin.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
……………………………………………………………………………………. i
Daftar isi
………………………………………………………………………………………...... ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………….. 1
- Latar Belakang Masalah ………………………………………………………………….. 1
- Tujuan Penulisan …………………………………………………………………………. 1
BAB II ANALISIS
PERMASALAHAN ……………………………………………………..… 2
- Hakikat Otonomi Daerah dan Desentralisasi …………………………………………...... 2
B.
Visi dan Misi Otonomi Daerah
…………………………………………………………... 3
- Bentuk dan Tujuan Desentralisasi Dalam Konteks Otonomi Daerah …………………… 5
- Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia ………………………………………………….... 7
- Prinsip – Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah …………………………………………. 8
- Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah ……………………...………. 9
- Kesalahpahaman Terhadap Otonomi Daerah ……………………………………….…... 11
- Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah ………………………………………….… 12
- Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung ………………………………………………... 13
BAB III PENUTUP
………………………………………………………………………….… 15
- Simpulan …………………………………………………………………………….…... 15
- Saran ……………………………………………………………………………….….… 17
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Unsur
lain dari adanya demokrasi adalah pembagian kekuasaan dan kewenangan
pemerintahan. Tuntutan akan pengelolaan pemerintahan daerah yang mandiri dengan
semangat Otonomi Daerah (Otda) semakin marak. Namun kebijakan Otonomi Daerah
banyak disalah artikan seperti kebebasan mengelola sumber daya daerah yang
cenderung melahirkan pemerintahan daerah yang tidak profesional dan tidak
terkontrol. Hal yang sangat mengkhawatirkan bersamaan dengan kebijakan Otonomi
Daerah adalah lahirnya perundang – undangan daerah (Perda) yang cenderung
bertolak belakang dengan semangat konstitusi Negara (UUD 1945) dan dasar negaraPancasila
yang berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Agar
mahasiswa mampu menganalisa hakikat otonomi daerah dan desentralisasi.
2. Menilai
rumusan visi otonomi daerah.
3. Menganalisa
prinsip – prinsip dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
4. Menganalisa
tentang pembagian kewenangan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan
daerah dalam kontek desentralisasi dan otonomi daerah.
5. Menganalisa
keterkaitan antara otonomi daerah dengan pemilihan kepala daerah secara
langsung.
6. Mengapresiasi
kebijakan otonomi daerah sebagai upaya efektifitas dan efisiensi manajemen
pemerintahan daerah dalam kerangka NKRI
1
BAB II
ANALISIS
PERMASALAHAN
A.
Hakikat Otonomi Daerah dan
Desentralisasi
1.
Pengertian Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Istilah
otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraan
pemerintahan sering di gunakan secara campur aduk.Pembahasan otonomi
daerah di ulas dengan memakai istilah desentralisasi. Kedua istilah
tersebut bagaikan dua mata koin yang saling menyatu namun dapat dibedakan. Di
mana desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada aparat penyelenggaraan negara,sedangkan otonomi menyangkut hak yang
mengikuti pembagian wewenang tersebut.
Otonomi
dalam makna sempit dapat di artikan sebagai “mandiri”.Sedangkan
dalam makna yang lebih luas dapat diartikan
sebagai „berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian
suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai
kepentingan daerahnya sendiri.Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi
tersebut,maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja
secara mandiri tanpa ada tekanan dari luar (External Intervetions).
Desentralisasi
sebagaimana didefinisikan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) adalah :
Desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat
yang berada di ibukota Negara baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya
pendelegasian kepada pejabat dibawahnya maupun melalui pendelegasian kepada
pemerintah atau perwakilan di daerah.
Encyclopedia of the Social Siences (1980) menjelaskan bahwa
desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang
lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang
legislatif, judikatif, atau administratif.
2
Sedangkan Desentralisasi menurut PASAL 1 ayat (7) UU Nomor 32
Tahun 2004, diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Faktor – faktor pendorong desentralisasi
Ada beberapa alasan mengapa Indonesia membutuhkan
desentralisasi. Pertama,
Kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini terpusat di Jakarta (Jakarta Centris).
Sementara itu, pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan. Kedua,
pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata. Daerah – daerah yang memiliki
sumber kekayaan melimpah seperti Aceh, Riau, Papua, Kalimantan dan Sulawesi
ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat.
Ketiga, kesenjangan sosial (dalam makna seluas – luasnya) antara satu
daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
B. Visi
dan Misi Otonomi Daerah
1.
Visi Otonomi Daerah
Visi otonomi daerah
dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta
Sosial dan Budaya.
·
Bidang Politik
Di bidang politik,
pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi
lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif
terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme
pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Gejala
yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat begitu besar dalam pemilihan
Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota. Hal ini bisa dibuktikan
dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala
Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota. Di bidang ekonomi,
otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi
pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
3
·
Bidang Ekonomi
Dalam konteks ini,
otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah
untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan
membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di
daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
·
Bidang Sosial
dan Budaya
Di bidang sosial
budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni
sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang
dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika
kehidupan di sekitarnya.
Berdasarkan Visi
tersebut, maka konsep dasar Otonomi Daerah merangkum hal-hal sebagai berikut :
2.
Penyerahan
sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan pusat dalam hubungan domestik kepada
pemerintah daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri,
peradilan, pertahanan, keamanan, serta beberapa bidang kebijakan pemerintah
yang bersifat strategis nasional, maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan
yang lain dapat di desentralisasikan. Dalam konteks ini, pemerintah daerah
bukan terbagi atas dua tingkatan, melainkan terbagi atas dua ruang lingkup,
yaitu : pemerintah daerah atau kota yang
diberi status otonomi penuh dan pemerintah propinsi yang diberi status otonomi
terbatas.
3.
Penguatan DPRD
sebgai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah.
4.
Pembanguna
tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin
tampilnya kepemimpinan pemerintahan di daerah yang berkualifikasi tinggi dengan
tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.
5. Peningkatan
efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan
institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang
telah di desentralisasikan , setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras
dengan kondisi daerah, serta lebih responsif terhadap kenutuhan daerah.
4
6. Peningkatan
efesiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas
sumber-sumber pendapatan Negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari
sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi,
serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.
7. Perwujudan desentralisasi Fiskal
dari pemerintah pusat yang bersifat alokasi subsidi berbentuk block gran, pengaturan pembagian
sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasan kepada daerah untuk
menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasiupaya pemberdayaan
masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembanguna yang ada.
C. Bentuk
dan Tujuan Desentralisasi Dalam Konteks Otonomi Daerah
Rondinelli membedakan empat bentuk
desentralisasi, yaitu :
1. Dekonsentrasi
Desentralisasi
dalam bentuk dekonstruksi menurut Rondinelli pada hakikatnya hanya merupakan
pembagian kewenangn dan tanggung jawab administrative antara pemerintahan
(departemen) pusat dengan pejabat birokrasi pusat di lapangan. Jadi, dekonsentrasi hanya pergeseran volume
pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa
adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau
keleluasaan untuk membuat keputusan. Dekonsntrasi dapat ditempuhmelalui dua
cara : pertama, transfer kewajiban dan bantuan keuangan dari pemerintah pusat
kepada propinsi, distrik, dan unit administrative local; kedua, kordinasi
unit-unit pada level sub-nasional atau mnelalui intensif dan pengaturan
perjanjian (kontrak) diantara pemerintah pusat dan daerah serta unit-unit
tersebut.
2.
Delegasi
Delegasi adalah
pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan
tugas – tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada
dibawah pengawasan pemerintah pusat. Bentuk delegasi ini dilaksanakan dengan
memberikan tanggung jawab kepada korporasi publik, agen – agen pembangunan
regional, pemegang otoritas fungsi – fungsi khusus, unit implementasi proyek
yang bersifat semi otonomi dan beberap organisasi lainnya.
5
Di
Indonesia misalnya, Perusahaan Pertambangan Minyak Bumi (PERTAMINA) yang
memainkan peranan penting di bidang industri pertambangan. Pilihan untuk
mendelegasikan manajemen kepada otoritas khusus dilandasi oleh pertimbangan
bahwa birokrasi regular tidak mampu mengatur, mengendalikan dan secara langsung
mengelola industri tersebut.
3. Devolusi
Devolusi
adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit – unit pemerintahan di
luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi – fungsi tertentu
kepada unit – unit tersebut untuk dilaksanan secara mandiri. Devolusi merupakan
bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk pada situasi dimana
pemerintah pusat mentransfer kewenangan dan pengambilan keputusan, keuangan dan
manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Menurut Mawhood sebagaimana
dikutip oleh Turner dan Hulme, ada lima cirri yang melekat pada devolusi, yaitu
:
- Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggungjawab pada pelayanan local yang signifikan ;
- Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya;
- Harus mengembangkan kompetisi staf;
- Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai harus menentukan kebijakan dan prosedur internal;
- Pejabat pemerintah pusat harus melayaniu sebagai penasihat dan evaluator luar (etxernal advisors & evaluators).
4.
Privatisasi
Menurut
Rondinelli privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan – badan sukarela, swasta dan swadaya masyarakat, tetapi
dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta.
Misalnya BUMN dan BUMD dilebur menjadi Perusahaan Terbatas (PT). Melalui
Privatisasi pemerintah menyerahkan tanggung jawab fungsi - fungsi tertentu
kepada organisasi nirlaba atau mengijinkan mereka membentuk perusahaan swasta.
6
Dengan
demikian desentralisasi dalam bentuk ini dipahami secara implisit sebagai debirokratisasi yang memungkinkan
pengambilan keputusan terjadi dalam spektrum yang lebih luas dan melibatkan
sejumlah besar kelompok kepentingan. Pengambilan keputusan tidak hanya
dialkukan oleh pemerintah melalui lembaga legislative, eksekutif dan regulasi
administrasi.
5.
Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian
kemungkinan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk
meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar
menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatannya
lebih atas. Urusan yang diserahkan tersebut tidak beralih menjadi urusan rumah
tangga daerah yang melaksanakan, pemerintah daerah hanya diberi kewenangan yang
bersifat mengurus, sedangkan kewenangan mengatur tetap menjadi kewenangan
pemerintah pusat/pemerintah atasannya.
Berdasarkan
uraian diatas, tujuan desentralisasi terdiri dari tujuan yang bersifat politis
terkait erat dengan perwujudan demokrasi lokal dan penguatan partisipasi
masyarakat, dan tujuan yang bersifat administratif terkait erat dengan
penciptaan efesiensi dan efektifitas dalam pemerintahan dan pembangunan.
D. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia
Peraturan
perundang-undangan yang pertama kali mengatur tentang pemerintahan daerah pasca
proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Ditetapkannya undang-undang
ini merupakan hasil (resultance) dari berbagai pertimbangan tentang sejarah
pemerintahan dimasa pemerintahan kolonialisme. Di dalam undang – undang ini
ditetapkan 3 (tiga) jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota. Undang-undang ini hanya berumur
kurang lebih tiga tahun karena diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun
1948.
Undang-undang
Nomor 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan
daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua jenis daerah
otonom, yaitu daerah otonom biasa dan
daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah otonom yaitu propinsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota
kecil.
7
Perjalanan
otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu produk
perundang-undangan yang menggantikan pdoduk sebelumnya. Perubahan tersebut pada
suatu sisi menandai dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia dari masa
ke masa. Tapi disisi lain hal ini dapat pula dipahami sebagai bagian dari
“eksperimen politik” penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi
daerah Indonesia pasca UU Nomor 1 tahun 1957 (sebagai pengatur tunggal pertama
yang berlaku seragam seluruh Indonesia). UU Nomor 18 tahun 1965 (yang mengatur
system otonomi yang seluas-luasnya) dan UU Nomor 5 tahun 1974.
UU
Nomor 5 tahun 1974 mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah. Prinsip yang dipakai dalam pemberian
otonomi kepada daerah bukan lagi otonomi
daerah yang riil dan seluas-luasnya tetapi otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Undang-undang ini berumur 25
tahun, dan baru diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan
Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 setelah tuntutan reformasi.
Momentum
otonomi daerah di Indonesia semakin mendapatkan tempatnya setelah MPR RI
melakukan amandemen pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan kedua yang secara
tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa Negara Indonesia memakai prinsip otonomi
dan desentralisasi kekuasaan politik.
Sejalan
dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi UU Nomor 22 tahun
1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap Undang-undang yang berakhir pada
lahirnya UU No. 32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah.
Menurut Sadu Wasistono hal-hal penting yang ada pada UU No, 32 tahun 2004
adalah dominasi pengaturan tentang pemilihan kepala daerah yang bobotnya hamper
25% dari keseluruhan isi UU tersebut.
E.
Prinsip – Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip
– prinsip Otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :
1.
Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas nyata dan bertanggung jawab.
8
3.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota, sedangkan pada daerah propinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
4.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah.
5.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, oleh
karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintah daerah.
7.
Pelaksanaan asas
dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah.
8.
Pelaksanaan asas
tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah,
tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dan kewajiban melaporkan
pelaksanaan mempertanggung-jawabkan kepada yang menugaskan.
F.
Pembagian
Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah
Pembagian
kekuasaan anatara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah dilakukan berdasarkan
prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekuasaan
yang ditangani pemerintaah pusat hamper sama dengan yang ditangani oleh
pemerintah di Negara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan
keamanan, peradilan, moneter dan agama, serta berbagai jenis urusan yang memang
lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat, seperti kebijakan
makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, BUMN, dan
pengembangan sumber daya manusia.
Karena
disamping daerah otonom, propinsi juga merupakan daerah administratif, maka
kewenangan yang ditangani Propinsi / Gubernur akan mencakup kewenangan dalam
rangka desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan Daerah
Otonom Propinsi dalam rangka desentralisasi mencakup :
9
a. Kewenangan
yang bersifat lintas kabupaten dan Kota, seperti kewenangan dalam bidang
pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.
b.
Kewenangan
pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian pembangunan regional
secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian
yang mencakup wilayah Propinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian
lingkungan hidup, promosi perdagangan dan budaya/pariwisata, penanganan
penyakit menular, perencanaan tata ruang propinsi;
c. Kewenangan
kelautan, meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan
laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hokum,
dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan Negara;
d. Kewenangan
yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten/kota dan diserahkan
kepada propinsi dengan pernyataan dari Daerah Otonom Kabuipaten atau Kota
tersebut.
Dalam
rangka Negara kesauan pemerintah pusat masih memiliki kewenangan melakukan
pengawasan terhadap daerah otonom, tetapi pengawasan yang dilakukan pemerintah
pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang
lebih besar atau sebaliknya. Sehingga terjadi semacam keseimbangan kekuasaan.
Terkait
dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah terdapat
11 jenis kewenangan wajib yang diserahkan kepada Daerah Otonom Kbupaten dan
Daerah otonom Kota, yaitu :
- Pertanahan,
- Pertanian,
- Pendidikan dan Kebudayaan,
- Tenaga kerja,
- Kesehatan,
- Lingkungan hidup,
- Pekerjaan umum,
- Perhubungan,
10
- Perdagangan dan Industri,
- Penanaman modal, dan
- Koperasi.
Penyerahan
kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom
kota dilandasi oleh sejumlah pemikiran sebagai berikut :
Pertama,
makin dekat produsen dan distributor pelayanan public dengan warga masyarakat yang
dilayani, sehingga pelayanan semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan
terjangkau pelayanan publikl tersebut.
Kedua,
membuka peluang dan kesempatan bagi politikus local dan sumber daya manusia
yang berkualitas di daerah untuk mengajukan prakarsa, berkreatifitas, dan
melakukan inovasi karena kewenangan merencanakan, membahas, memutuskan,
melaksanakan, mengevaluasi, dan akuntabilitas mengenai 11 jenis kewenangan itu
berada pada aktor politik lokal dan sumber daya manusia lokal yang berkualitas.
Ketiga,
agar sumber daya manusia yang berkualitas di kota-kota besar diretribusikan ke
daerah otonom Kabupaten/Kota.
Keempat,
diseminasi kepedulian dan tanggung jawab untuk meminimalisir atau bahkan
menghilangkan pengangguran dan kemiskinan.
G.
Kesalahpahaman
Terhadap Otonomi Daerah
Otonomi
Daerah diharapkan akan menjadi salah satu pilihan kebijakan nasional yang dapat
mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Otonomi Daerah juga
merupakan sarana kebijakan yang secara politik ditempuh dalam rangka memelihara
keutuhan bangsa, karena dengan otonomiakan kembali memperkuat ikatan semangat
kebangsaan serta persatuan dan kesatuan diantara segenap komponen bangsa. Namun
implementasi sebuah kebijakan bukanlahhal yang sederhana, karena implementasi
menyangkut dimensi interpretasi, organisasi, dan dukungan sumber daya yang ada.
Karena itu kemudian muncul berbagai kesalahan dalam memberikan interpretasi
terhadap kebijakan Otonomi Daerah.
Beberapa
kesalahpahaman yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat terkait dengan
kebijakan dan implementasi otonomi daerah sebagai berikut :
11
1. Otonomi
dikaitkan semata-mata dengan uang.
2. Daerah
belum siap dan mampu.
3. Pemerintah
pusat akan melepaskan tanggung jawbanya untuk membantu dan membina daerah.
4. Pemerintah
Daerah dapat melakukan apa saja.
5. Daerah
dapat menciptakan raja-raja kecil dan memindahkan korupsi ke daerah.
H.
Otonomi
Daerah dan Pembangunan Daerah
Otonomi
Daerah merupakan langkah strategis yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan
dan pembangunan daerah, disamping menciptakan keseimbangan pembangunan antar
daerah di Indonesia. Kebijakan pembangunan yang sentralistik pada masa lalu
dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah. Pembangunan
daerah tidak kan dating dan terjadi dengan begitu saja. Pembangunan daerah akan
berjalan kalau sejumlah persyaratan dapat dipenuhi, terutama oleh para
penyelenggara pemerintah di daerah, yaitu pihak legislatif (DPRD Propinsi,
Kabupaten, dan Kota) dan eksekutif di daerah (Gubernur, Bupati , Walikota ).
Beberapa
prakondisi yang diharapkan dari pemerintah daerah, antara lain :
1. Fasilitasi
Fungsi pemerintah di daerah yang sangat esensial
adalah memfasilitasi segala bentuk kegiatan di Daerah, terutama dalam bidang
perekonomian. Dengan demikian pembangunan di daerah dapat berjalan secara cepat
dan berkesinambungan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah.
2. Pemerintah
daerah harus kreatif
Pembangunan Daerah berkaitan pula dengan inisiatif
lokal dan kreatifitas dari para penyelenggara pemerintah di daerah. Kreatifitas
tsb menyangkut bagaimana mencari sumber dana dan mengalokasikannya secara
tepat, adil dan proporsional.
3. Politik
lokal yang stabil
Masyarakat dan pemerintah daerah harus menciptakan
suasana politik lokal yang kondusif melalui transparansi dalam pembuatan
kebijakan public sehingga para investor tertarik untuk menanamkan modalnya.
12
4. Pemerintah
Daerah Harus Menjamin Kesinambungan Berusaha
5. Pemerintah Daerah Harus
komunikatif dengab LSM/NGO, terutama dalam bidang Perburuhan dan Lingkungan
Hidup.
Pemerintah daerah hendaknya menjadi jembatan antara
kepentingan dunia usaha dengan aspirasi kalangan pekerja/buruh.
I.
Otonomi
Daerah dan Pilkada Langsung
Pilkada
langsung telah mengembalikan kedaulatan sepenuhnya diserahkan dan digunakan oeh
rakyat dalam menentukan kepala daerah, sehingga lebih menjamin keterwakilan dan
demokratisasi. Hasil pemilihan menjadi konsekuensi keputusan rakyat sendiri,
termasuk jika dikemudian hari kinerja Kepala Daerah buruk dan mengecewakan.
Oleh sebab itu kualitas pemilih mengandung rasionalitas dalam menyeleksi
calon-calon kepala daerah yang ada.
Pilkada
langsung dapat disebut sebagai praktik politik demokratis dan rekrutmen politik
yang terbuka dalam pemilihan eksekutif daerah apabila memenuhi azaz yang
berlaku dalam pemilu legislative (DPR,
DPD, dan DPRD) dan pemilu eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) yakni azaz
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang disebut azaz luber dan jurdil.
Axel
Hadenius dalam Aurel Croissant mengatakan bahwa suatu pemilu, termasuk pilkada
langsung disebut demokratis kalau memiliki makna yang merujuk pada tiga
istilah, yaitu (1) keterbukaan, (2) ketetapan, dan (3) keefektifan pemilu.
Ketiga criteria tersebut harus dipenuhi bukan hanya pada saat pemungutan suara
saja, melainkan juga sewaktu dilakukan kampanye dan penghitungan suara.
Keterbukaan
mengandung maksud bahwa akses pada PILKADA harus terbuka bagi setiap warga
Negara (Universl suffrage) atau hak pilih universal. Akses yang
terbuka berarti bahwa hak pilih benar-benar bersifat universal, seluruh warga
Negara dijamin memiliki hak pilih tanpa diskriminasi.
PILKADA
langsung dapat dikatakan kompetitif apabila secara hokum (dejure) dan kenyataan
(defacto) tidak menetapkan pembatasan dalam rangka menyingkirkan calon-calon
atau kelompok tertentu atas dasar alas an-alasan politik.
Kriteria
mengenai ketepatan bertujuan pada pendaftaran dan identifikasi pemilih,
kampanye dan prosedur pemilu lebih ketat.
13
PILKADA
secara langsung tidak dengan sendirinya menjamin (taken for granted) peningkatan
kualitas demokrasi tersebut, demokrasi pada tingkat local membutuhkan berbagai
persyaratan. Dalam prespektif itu efektivitas sistem PILKADA langsung
ditentukan oleh faktor-faktor atau prakondisi demokrasi yang ada di daerah itu
sendiri yang mencakup kualitas pemilih, kualitas dewan, system rekrutmen dewan,
fungsi partai, kebebasan dan konsistensi pers, dan keberdayaan masyarakat
madani dan sebagainya.
Untuk
mengetahui efektivitas PILKADA langsung, diajukan dua hipotesis untuk diuji.
Pertama, semakin buruk prakondisi semakin besar efektivitas pemilihan langsung
Kepala Daerah. Kedua, semakin baik prakondisi semakin kecil efektivitas
pemilihan langsung Kepala Daerah.
Kelebihan
dari system pemilihan Kepala Daerah secara langsung, antara lain :
1.
Kepala Daerah
terpilih akan memenuhi mandat dan legitimasi yang sangat kuat.
2.
Kepala Daerah
terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai atau fraksi-fraksi yang
telah mencalonkannya.
3.
Sistem PILKADA
langsung lebih akuntabel dan adanya akuntabilitas public.
4.
Checks and
balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih seimbang.
5.
Kriteria calon
Kepala Daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat.
6.
PILKADA langsung
sebagai wadah pendidikan politik massa
7.
Kancah pelatihan
(training ground) dan pengembangan demokrasi
8.
PILKADA langsung
sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan
9.
Membangun
stabilitas politik dan mencegah sparatisme
10. Kesetaraan
politik.
11. Mencegah
konsentrasi kekuasaan di Pusat.
Pemilihan
Kepala Daerah secara langsung juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu :
1.
Membutuhkan dana
besar
2.
Menimbulkan
kemungkinan konflik elite dam masa
3.
Aktifitas rakyat
terganggu.
14
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
- Desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian, unit yang ada dibawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba
- Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Di bidang politik dipahami sebagaiproses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah ang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Selanjutnya di bidang ekonomi mengandung makna bahwa otonomi daerah menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dipihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Sedangkan di bidang social dan budaya memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, cipta, bahasa dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan disekitarnya dan kehidupan global.
- Perjalanan otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu produk perundang-undangan yang menggantikan produk sebelumnya. Perubahan tersebaut pada suatu sisi menandai suatu dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia dari masa ke masa, tapi disis lain hal ini dapat pula dipahami sebagai bagian dari eksperimen politik penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
15
- Otonomi daerah yang ditetapkan di Indonesia bersifat luas, nyata dan bertanggungjawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada dalam pemerintah pusat; disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup dan berkembang di daerah; dan disebut bertanggung jawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan daerah dan antar daerah.
- Otonomi daerah merupakan langkah strategis yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembanguna Daerah, disamping menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia. Pembangunan Daerah tidak akan dating dan terjadi dengan begitu saja, pembangunan daerah akan berjalan kalau sejumlah prasyarat dapat terpenuhi antara lain : a. fasilitasi, b. Pemerintah daerah harus kreatif, c. Politik lokal yang stabil, d. Pemerintah daerah harus menjamin kesinambungan berusaha, e. Pemerintah daerah harus komunikatif dengan LSM/NGO, terutama dalam bidang Perburuhan dan Lingkungan Hidup.
- Otonomi daerah merupakan wadah pendidikan politik yang tercermin dalam pemilihan kepala daerah (PILKADA) langsung. Hal ini sangat bermanfaat untuk kelanjutan karir politik di tingkat nasional. Selain itu pilkada langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin daerah, dimana rakyat secara menyeluruh memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang didukungnya, dan calon-calon bersaing dalam suatu medan permainan dengan aturan main yangs ama.
16
B.
Saran
Dengan adanya makalah ini semoga motivasi dan semangat kita
sebagai mahasiswa dapat ditingkatkan, dan semoga kita dapat memahami tujuan
dari otonomi daerah tersebut agar kita dapat mengimplementasikan secara benar
dan tepat di daerah kita dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang
tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta
kesatuan bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat
menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-san\ma
dengan dekonsentrasi.
17
Daftar Pustaka
http://naddiiiaaa.wordpress.com/2011/04/26/otonomi-daerah/
25 september 2012 pkl 14:41
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
25 September 2012 pkl 20:00
Koswara,
E. 2001. Otonomi Daerah untuk Demokrasi
dan Kemandirian Rakyat, Jakarta: Yayasan Fariba.
Prihatmoko,
Joko, J, 2005. Pemilihan Kepala Daerah
Langsung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
UU Nomor 32 Tahun 2004 PASAL 1 ayat (7)
18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar