Laman

Kamis, 04 April 2013

a8-4 naila chusniyyati HUBUNGAN MANUSIA DG DIRINYA



MAKALAH
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN DIRINYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah                :  Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu        :  Muhammad Hufron, M.S.I.


Oleh:
Naila Chusniyyati   
2021 111 264
Kelas: A






TARBIYAH / PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
Al-qur’an al-karim adalah pokok dan dasar syari’at islam, karena ia merupakan firman Allah SWT. Yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia, yang sampai kepada kepada kita secara mutawatir, dan yang jadi ibadah dengan membacanya. Al-qur’an merupakan mu’jizat Rasulullah SAW yang kekal dan sebagai bukti kerasulannya.
Oleh karena itu, dalil-dalil syara’ yang membuktikan kehujjahan (kedudukan) sunnah sebagai dalil, diambil dari Al-qur’an. Dan sunnah merupakan salah satu dalil syara’ dalam menetapkan hukum taklifi karena kehujjahan dan kedudukannya sebagai dalil dinyatakan dalam Al-qur’an yang tidak datang kepadanya kebathilan, baik di depan maupun di belakang, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Dan Rasululah SAW bertugas menjelaskan dan penjelasannya wajib diikuti.










BAB II
PEMBAHASAN
A.              MATERI HADITS
عَنْ عَا ئِشَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ فَجَهُ فَقَالَ يَا عُشْمَانُ أَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِي قَالَ لَا وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَكِنْ سُنَّتَكَ أَطْلُبُ قَالَ فَإِنِّي أَنَامُ وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتَّقِ اللهَ يَا عُثْمَانُ فَإِ نَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقَّا وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقَّ وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقَّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَضَلِّ وَنَمْ . (رواه أبو داود فى السنن, كتاب الصلاة, باب ما يؤمر به من القصد في الصلاة)

B.  TERJEMAH HADITS
Dari Aisyah r.a: “ Bahwa Nabi pernah mengutus seorang kepada usman bin madz’un melalui utusan itu beliau bertanya: “Hai usman, apakah engkau tidak menyukai sunnahku?” jawabnya: “tidak, Demi Allah hai Rosulullah, sunnah engkaulah yang saya cari”. Sabda beliau: “sesungguhnya aku tidur, aku shalat, aku berpuasa, aku berbuka dan aku menikahi wanita”. Bertakwalah kepada Allah hai usman, karena kamu punya kewajiban terhadap keluargamu, tamumu, dan punya kewajiban terhadap dirimu. Sebab itu berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah. (Riwayat Abu Dawud dalam kitab sunan Abu Daud, kitab shalat, bab: Perintah Shalat Sederhana)[1]

C.  MUFRODAT
أَرَغِبْتَ                : Apakah engkau tidak menyukai
أَطْلُبُ                  : Saya cari
أَنَامُ                              : Aku tidur
وَأُصَلِّي                : Dan aku shalat
وَأَصُومُ                : Dan aku berpuasa
وَأُفْطِرُ                 : Dan aku berbuka
وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ       : Dan menikahi wanita
لِأَهْلِكَ                  : Keluargamu
لِضَيْفِكَ                : Tamumu
لِنَفْسِكَ                 : Dirimu

D.  BIOGRAFI RAWI
1.      Aisyah Ummu Al-Mukminin
Aisyah putri Abu Bakar Ash-Shiddiq teman dekat Rasulullah. Ia lahir dua tahun setelah Nabi diutus sebagai Rasul, dinikahi Nabi pada usia 6 tahun dan berkumpul sebagai suami istri pada usia 9 tahun, yaitu pada bulan Syawal tahun 1 H. Dialah satu-satunya istri Nabi yang masih gadis.
Diantara sifat keistimewaan yang dimilikinya adalah mempelajari bahasa, syair, ilmu kedokteran, anshab (keturunan), dan hari-hari arab. Jumlah hadis yang diriwayatkan Aisyah sebanyak 2.210 buah hadis, imam Al-Bukhari meriwayatkan darinya sebanyak 54 buah hadis dan Muslim meriwayatkan sebanyak 68 buah hadis. Dia banyak meriwayatkan hadis dari para sahabat seperti dari bapaknya sendiri Abu Bakar, Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash, Usaidi bin Khudhair, dan lain-lain. Demikian juga banyak kalangan sahabat dan tabi’inyang mengambil hadis dari padanya, diantaranya dari kalangan sahabat wanita adalah Shafiyah binti Syaibah dan di kalangan tabi’in adalah Aisyah binti Thalhah, Amrah binti Abdurrahman, dan Hafshah binti Sirin.
Ia meninggal pada tahun 57 H/668 M pada bulan Ramadhan sesudah melakukan shalat witir.[2]    

2.      Abu Daud
Nama lengkap imam Abu Daud adalah Imam Abu Daud Sulaiman Ibn Al-Asy’ats Ibn Ishaq Al-Sijistany. Beliau dinisbatkan kepada tempat kelahirannya, yaitu di Sijistany (terletak antara Iran dan Afganistan). Beliau dilahirkan di kota tersebut, pada tahun 202 H (817 M).
Karya-karyanya Abu Daud, antara lain: Al-Marasil, Masa’il Al-Imam Ahmad, Al-Nasikh wa Al-Mansukh, Risalah fi Washf Kitab Al-Sunan, Al-Zuhd, Ijabat ‘an Sawalat Al-‘Ajuri, As’ilah’an Ahmad ibn Hanbal, Tasmiayat Al-Akhwan, Qaul Qadr, Al-Ba’is wa Al-Nusyur, Al-Masa’il allati Halafa Al-Anshar, Dala’il Al-Nubuwwat, Fadha’il Al-Anshar, Musnad Malik, Al-Du’a, Ibtida’ Al-Wahyi, Al-Tafarrud Fi Al-Sunan, Akhbar Al-khawarij, A’lam Al-Nubuwwat, dan Sunan Abu Daud[3]
Semua ulama mengakui bahwa Abu Daud adalah seorang imam dunia dalam bidang fiqh, ilmu, hafalan, dan ibadah. Beliau terhitung salah seorang ulama yang membela Sunnah. Abu Hatim ibn Hibban berkata, “Abu Daud adalah salah seorang imam dunia dalam bidang fiqh, ilmu, hafalan dan ibadah. Beliau telah mengumpulkan hadis-hadis hukum dan tegak mempertahankan Sunnah.”[4]
Abu Daud meninggal pada hari jum’at 15 Syawal 275 H (889 M) di Bashrah. Syarah atas sunan Abu Daud:
a.         Syamsul Haq ‘Azimabadi, menulis kitab syarah ‘Awm Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud.
b.         Khalil Ahmad Anshari (w. 1.346 H), menulis kitab syarah Tahdzib Sunan Abi Daud yang diedit oleh Ahmad Syakir dan teman-temannya sebanyak 8 jilid.[5]



E.  KETERANGAN HADITS
Dari hadis di atas Rasulullah SAW menyatakan: أَرَغِبْتَ “Apakah engkau benci? فَإِ نَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقَّا “Sesungguhnya terhadap keluargamu ada hak yang wajib atas kamu. Imam Khatabi berkata: jika seseorang menyiksa dirinya hingga menjadi seorang yang lemah, maka ia tidak mampu melaksanakan tugasnya.  
وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقَّDan sesungguhnya bagi tamumu ada hak yang wajib atas kamu didalamnya mengandung dalil bahwa sesungguhnya bagi orang yang berpuasa sunnah, jika kedatangan tamu maka disunnahkan baginya untuk berbuka dan makan bersama tamunya untuk menghormati tamunya dan menambah kecintaannya terhadap tamu dengan makan bersamanya. Yang demikian itu salah satu bentuk menghormati tamu dan Nabi SAW telah bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah menghormati tamunya.[6] Oleh karena itu, sesungguhnya menghormati tamu itu wajib bagi seluruh muslim, karena memuliakan tamu itu sebagian dari adab tertinggi dan akhlak yang luhur. Dan sungguh tamu itu membawa kita kepada kebahagiaan dan keberkahan, dan sebagian dari tanda iman yang sempurna adalah menghormati tamu, sementara penghormatan itu dapat direalisasikan dengan menyambutnya dengan wajah yang cerah, menyongsongnya, dan melayaninya. Dan tanda dari keimanan adalah menyambung tali silaturrahmi dengan kerabat dengan cara memuliakan, mengunjungi, dan membantunya.[7]
وَضَلِّ وَنَمْ Dan sholatlah engkau, serta tidurlah engkau. Diperintahkan sholat disebagian malam dan tidur disebagian malam dari hari yang telah dilaluinya.[8]

F.   ASPEK TARBAWI
Aspek tarbawi yang dapat kita ambil dari hadist di atas, yaitu:
a.         Nabi saw, senantiasa memelihara kebiasaan baik, hal ini seyogyanya dapat ditiru oleh umatnya.
b.        Perlunya memelihara adab atau sunnah Nabi saw, sehingga dapat mewarnai kehidupan keseharian setiap muslim.
c.         Sesungguhnya dengan mencontoh perilaku Nabi saw dalam kehidupan kita sehari-hari, dapat membawa kita menuju kehidupan yang tentram, sejahtera, dan bahagia di dunia maupun akhirat.















BAB III
PENUTUP
Rasulullah adalah utuan Allah SWT yang diciptakan untuk menyelamatkan umat manusia dari sifat jahiliahnya, melalui hadist sunah-sunah beliau dapat dijadikan sebagai pedoman umat islam setelah Al-Qur’an. Dan dari hadis tentang hubungan manusia dengan dirinya mengajarkan kepada kita agar menghormati keluarga dan tamunya, dan kita diperintahkan untuk shalat dan tidur disebagian malam yang telah dilaluinya.















DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2002, Ilmu Hadits, Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. 2009. Jakarta: AMZAH.
Muhammad Yusuf, Ahmad. 2009. Ensiklopedia ematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits Jilid
5. Jakarta: Widya Cahaya.
Suparto, Munzier. 2002. Ilmu Hadis, Jakarta: PT RajaGravindo Persada.
عبدالرحمن محمدعثمان. عونالمعبودثرح سنن ابى داود. الجزءالرابع.
Http://id.lidwa.com/app/.



[1] Http://id.lidwa.com/app/.
[2] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2009), hal.253-254.
[3] Munzier Suparto, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2002), hal. 243-244.
[4] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu Hadits, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 255.
[5] Op Cit, hal. 96.
[6] عبدالرحمن محمدعثمان, عونالمعبودثرح سنن ابى داود, الجزءالرابع,هل:243
[7] Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedia ematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits Jilid 5, (Jakarta: Widya Cahaya, 2009), hal. 432.
[8] Op Cit, عبدالرحمن محمد عثمان, hal. 244.

20 komentar:

  1. nama: Anisa Nur Idatul Fitri
    nim : 2021 111 372
    Assalamu'alaikum
    menurut pemakalah bagaimana caranya agar kita senantiasa termotivasi untuk melakukan kebiasaan2 yang baik ?? terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. wassalamu'alaikum wr.wb
      Terima kasih atas pertanyaannya mbak anisa,
      Menurut saya, cara agar kita selalu termotivasi untuk senantisa berbuat kebaikan adalah dengan cara:
      1.Senantiasa selalu ingat kepada Allah SWT, kita selalu ingat bahwa Allah SWT selalu melihat apa yang kita lakukan di dunia ini.
      2.Menjadikan nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan dalam kehidupan kita sehari-hari.
      3.Senantiasa bergaul atau berkumpul dengan orang-orang yang shaleh maupun shalehah.
      4.Dan selalu berpikir positif terhadap orang lain
      5.Dan semua kembali kepada diri kita sendiri, artinya adanya kemauan dari diri kita sendiri untuk berubah menjadi lebih baik.

      Hapus
  2. Dzikrotul khasanah (2021 111 262)
    dalam makalah dijelaskan mengenai tanda orang beriman diantaranya yaitu memuliakan tamu dan menyambung tali silaturahmi. Namun, di zaman sekarang ini banyak orang yang acuh tak acuh terhadap tamunya. Nah, bagaimana tanggapan tentang pernyataan tersebut serta apa solusinya dan bagaimana cara mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan (guru dan siswa)
    terimakasih ya nela chusssss............

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaan yang diberikan mbak dzikrotul khasanah
      Menurut saya, Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah SWT. Dengan demikian seorang muslim yang mengabaikan tamunya atau acuh tak acuh terhadap tamunya, maka dia berdosa dan menunjukkan rendahnya akhlak. Dan seyogyanya setiap muslim harus menunjukkan sikap yang baik terhadap tamunya, seperti misalnya: dengan menyambut kedatangannya dengan muka yang manis dan tutur kata yang lemah lembut, serta memberikan jamuan makanan ataupun minuman kepada tamunya itu.
      Solusinya dengan menghadirkan pikiran yang positif (husnudzan) terhadap tamunya, jangan sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran yang negatif (su’udzan). Sebagai tuan rumah harus sabar dalam menyambut tamu yang datang apapun kedaannya. Karena pada kenyataannya tamu yang datang tidak semuanya sesuai dengan keinginan tuan rumah itu.
      Cara mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan antara guru dengan murid, yaitu misalnya: jikalau murid bertamu atau bersilaturrahmi ke tempat gurunya, hendaknya menyambut kedatangannya dengan muka yang manis dan tutur kata yang lemah lembut, serta memberikan jamuan makanan ataupun minuman. Atau sebaliknya jikalau guru berkunjung atau bersilaturrahmi ke rumah murid maka kita juga harus menghormatinya. Jika hal tersebut dapat dilakukan secara baik, maka akan menjadi tolok ukur kemuliaan tuan rumah

      Hapus
  3. Assalamu'alaikum.. .
    Nama : Anita Kumala
    Nim: 2021111364
    Kelas: A

    Kepada Pemakalah yang terhormat.. .
    Sebagai seorang manusia tidak dapat dipungkiri lagi bahwa solidaritas dan loyalitas antar sesama manusia sangat di butuhkan dan dianjurkan, menurut pemakalah meniru akhlak mulia nabi agar bisa di aplikasikan pada kehidupan kita sekarang ini merupakan kewajiban atau tanggung jawab ? Tolong Jelaskan ?
    Dan apabila kita dalam melakukan amalan2 baik (seperti menghormati tamu dan qiyamullail) hanya semata-mata ingin mendapat pahala saja, dan hanya untuk konsistensi belaka, bagaimana menurut pandangan pemakalah ?
    Terima kasih.. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya mbak anita
      Menurut saya, antara Kewajiban dan tanggung jawab itu berjalan saling beriringan, dimana manusia berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, maksudnya yaitu bahwa kita sebagai seorang muslim harus menjaga dan memperhatikan tubuh kita dan juga beribadah kepada Allah SWT. Kita tidak dianjurkan untuk memaksakan diri dalam beribadah, antara kewajiban dan tanggung jawab harus seimbang. Jangan sampai kita beribadah tapi kita melupakan hak-hak atas diri kita sendiri. Tetapi untuk mengikuti amalan baik dari Nabi merupakan suatu kewajiban sebagai orang muslim, sesuai firman Allah SWT: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-imran: 31)
      Seyogyanya manusia dalam melakukan amalan-amalan baik seperti: menghormati tamu, qiyamul lail, shalat, berpuasa dan sebagainya. Menurut saya seharusnya orang tersebut meluruskan niatnya jikalau awalnya hanya untuk mengaharapkan pahala dari Allah SWT semata, maka luruskanlah niat tersebut hanya menharap ridha dari Allah SWT, dengan niat ikhlas hanya untuk mendapat ridha dari Allah SWT seperti itu maka ibadah yang kita lakukan tersebut bermanfaat di dunia maupun di akherat.

      Hapus
  4. Birul Walidaeni (2021111360)
    Assalamu'alaikum wr.wb
    Saudara Pemakalah yg saya hormati...
    Saya hanya akan sedikit menambahi dan memberi argumen dari makalah yg sudah anda buat...
    Pada dasarnya inti dari makalah yg sudah anda buat yaitu tentang pembentukan karakter atau akhlak pada seseorang dalam kehidupan sosial. Dari uraian di atas jelaslah bahwa Islam menuntut ummatnya untuk menerapkan perilaku-perilaku kebaikan sosial. Untuk lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa wujud nyata atau buah dari seorang mu’min yang rukuk, sujud, dan ibadah kepada Allah SWT adalah dengan melakukan aktivitas kebaikan. Seorang yang menyatakan diri beriman hendaknya senantiasa menyuguhkan, menyajikan kebaikan-kebaikan di tengah masyarakat. Jika setiap orang yang beriman rajin melakukan hal ini, maka tatanan sosial yang di cita-citakan oleh ilmuwan-ilmuwan sosial akan terwujud.
    Dalam hadis lain disebutkan “…Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim)
    Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya:
    - Menjaga hak-hak tetangga
    - Tidak mengganggu tetangga
    - Berbuat baik dan menghormatinya
    - Mendengarkan mereka
    - Menda’wahi mereka dan mendo’akannya, dst.
    Semoga bermanfaat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimaksih Mbak Birrul wa lidain atas tambahan dan juga argumennya, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.
      Ya, jadi dapat di ambil kesimpulannya seeorang yang menyatakan diri beriman hendaknya senantiasa menyuguhkan, menyajikan kebaikan-kebaikan di tengah masyarakat. seperti dalam hadis berikut yang berisi tentang memuliakan tamu:
      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
      Artinya:
      “Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘ barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya bertutur kata yang baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah mengganggu atau menyakiti tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya.”(HR. Bukhari-muslim)
      Dan cara untuk memuliakan tamu/tetangga, diantaranya: Menjaga hak-hak tetangga, Tidak mengganggu tetangga, Berbuat baik dan menghormatinya, Mendengarkan mereka, dan Menda’wahi mereka dan mendo’akannya dan lain sebagainya.
      Terimakasih.

      Hapus
  5. nama: ianaturrizqia
    nim : 2021111305
    kelas : A
    makalah ini berjudul hubungan manusia dengan dirinya tapi dalam makalah banyak dijelaskan hubungan manusia dengan manusia lain. yang saya tanyakan yaitu bagaimana kita berprilaku adil terhadap diri sendiri dan memanfaatkan waktu yang ada dalam memenuhi kebutuhan kita dalam belajar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menutut saya, adil dapat diartikan seimbang. Jadi cara berperilaku adil terhadap diri sendiri, yaitu kita dapat membagi waktu dengan seimbang antara hubungan kita dengan pencipta Allah SWT dan hubungan kita dengan diri kita sendiri, dan hubungan kita dengan orang lain. Adanya kemauan dari masing-masing pribadi seseorang untuk berusaha meraih sesuatu yang di cita-citakan, Insya.Allah disitulah akan ada jalan untuk meraihnya.
      Kemudian cara memanfaatkan waktu untuk memenuhi kebutuhan kita dalam belajar yaitu: Agar waktu kita menjadi lebih baik dan efektif dalam belajar, pertama-tama kita membuat skala prioritas, Jangan menunda dalam belajar, artinya kita harus disiplin, Bantulah dengan membuat jadwal, Fokuslah menuntaskan satu pelajaran, Hargailah setiap waktu yang telah kita habiskan, kemudian setelah kita berikhtiar untuk belajar jita juga harus berdo’a dan bertawakal kepada Allah SWT, Ketika kita sudah berusaha semampu kita, setelah itu serahkan hasilnya kepada Allah SWT. Allah lah penolong dan pelindung hamba-Nya

      Hapus
  6. Siti Nur Fitriana 2021 111 257
    ASsalammaualaikum mb naila.....
    saya mau bertanya tentang judul makalah Anda, makalah Anda kan membahas tentang hubungan manusia dengan dirinya. maksudnya apa dan berikan contoh nyata dalam dunia pendidikan dan dalam aspek tarbawi dijelaskan bahwa Nabi saw, senantiasa memelihara kebiasaan baik, hal ini seyogyanya dapat ditiru oleh umatnya. nah yang saya tanyakan kebiasaan baik apa saja yang dapat dicontoh oleh umat manusia, karena zaman sekarang banyak manusia yang berbuat tidak baik tidak sesuai kebiasaan Nabi mb????mohon beri penjelasan dan bagaimana Anda menyikapinya???....
    Wassalammualaikum....
    terima Kasih....:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu’alaikum wr.wb mbak fitriiii. . .
      Maksud dari hubungan manusia dengan dirinya, yaitu bahwa manusia itu selain mempunyai hubungan dengan Allah (hablumminallah), kita juga mempunyai hubungan dengan manusia lain (hablumminannas), serta kita juga mempunyai hubungan dengan diri kita sendiri. Contohnya dalam dunia pendidikan, misalnya: misalnya dengan menggunakan sebagian malam untuk istirahat (tidur), sepertiga malam untuk qiyamu lail (sholat malam), sepertiga malam untuk belajar.
      Kebiasaan baik Nabi sesuai dengan hadis di atas adalah berpuasalah dan berbukalah, shalatlah tidurlah, dan lain-lain. Dan pada zaman sekarang banyak orang yang tidak mengikuti kebiasaan yang baik dari Nabi karena manusia sekarang banyak disibukkan dengan urusannya sendiri mbak fitri, mereka lupa akan Allah SWT sebagi penciptaNya.

      Hapus
  7. Nama:Dzati ismah
    Nim :2021 111 263
    assalamu'alaikum
    bagaimana pendapat pemakalah apabila ada tamu yang datang ke rumah kita tetapi sikap kita itu biasa saja,kita tidak terlalu menghormati tamu tersebut,padahal kan di dalam hadis di jelaskan bahwa kita harus menghormati tamu ,,,,
    tolong jelaskan................
    trims............
    wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Islam kan telah memberikan aturan yang jelas agar setiap muslim memuliakan tamunya yang datang mbak dzati, karena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT dan hari akhir. Dengan demikian seorang muslim yang mengabaikan tamunya, maka ia berdosa dan menunjukkan rendahnya ahklaknya. Dan seharusnya kita dapat memuliakan tamu kita dengan menunjukkan sikap yang baik terhadap tamu seperti misalnya: dengan menyambut kedatangannya dengan muka yang manis dan tutur kata yang lemah lembut, serta memberikan jamuan makanan ataupun minuman kepada tamunya itu.

      Hapus
  8. bagaimana tanggapan pemakalah mengenai seseorang yang sekarang ini banyak berbuat zalim kepada dirinya sendiri dan juga keluarganya, contohnya saja menyiksa anaknya sebagai hukuman atas tindakan yang salah yang dilakukan anaknya... kemudian bagaimana solusi yang tepat untuk menghindari sikap yang berlebih kepada orang lain, misalnya suudzon..???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sabagai orang tua mendidik anaknya ke jalan yang benar adalah dibenarkan, dalam memberikan hukuman orang tua harus mempertimbangkan denagn matang-matang apa yang akan ia lakukan kepada anaknya agar tidak berdampak buruk bagi mental anaknya. Menghukum anak berarti mendidik anak, dalam memberian hukuman memang perlu dipertimbangkan: Hukuman diberikan harus sesuai usia anak, jangan memukul keras pada anak yang masih kecil. Dianjurkan pukullah pantat anak jangan badan atau kepalanya, Hukuman harus sakit namun tidak boleh melukai tubuhnya atau merendahkan martabatnya, Hukuman diberikan dengan segera setelah pelanggaran dilakukan, Hukuman diberikan setelah peringatan diberikan atau konsekuensinya diketahui oleh anak.
      Kemudian cara menghindari sikap su’udzan, yaitu dengan menghargai orang lain, terbuka dengan orang lain denagn tidak suka menyembunyikan sesuatu/masalah, tidak suka menganggur karena menganggur dapat menjadi sumber masalah selalu ingatlah Allah SWT denagn cara berdzikir, berkumpullah dengan orang-orang shaleh maupun shalehah.

      Hapus
  9. Siti Surahmi
    2021 111 260

    assalamualaikum mba'naila

    saya ingin bertanya, misalkan saya mempunyai teman yang sudah akrab sehingga sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. lalu saya masuk kekamarnya tanpa izin terlebih dahulu dari teman saya, menurut pemakalah apakah boleh saya melakukan hal tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalamu’alaikum mbak rahmi. . .
      Menurut saya, untuk menjaga adab, tata krama, dan sopan santun. Sebaiknya mbak rahmi memperhatikan adab bertamu, seperti: harus meminta izin terlebuh dahulu dan mengucapkan salam sebelum masuk ke rumah apalagi ke kamarnya walaupun sudah sangat akrab dengannya, karena agar tidak menimbulkan fitnah.

      Hapus
  10. milzamah 2021111126
    Ass...
    kenapa kita perlu memelihara adab, mengapa.......

    BalasHapus
    Balasan
    1. wassalamu’laikum wr.wb
      Adab itu sangat penting untuk dipelihara. Karena kalau ummat Islam senantiasa beradab, berakhlak mulia, maka mereka ikut mengharumkan Islam. Islam yang luar biasa mulianya, dapat dibuktikan oleh ummatnya yang senantiasa beradab dan berakhlakul kariimah. Nabi muhammad SAW juga senantiasa mengajarkan umatnya untuk berakhlak mulia hendaknya dapat ditiru oleh umatnya.

      Hapus