Laman

Minggu, 26 Februari 2017

tt2 a3c Hak Bebas Berkehendak QS. An-Naml 27:40

HAK ASASI MANUSIA
Hak Bebas Berkehendak QS. An-Naml 27:40


 Muchammad ErwinSyah
(2021115096)
 Kelas A

FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN

2017



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Allah SWT  yang telah memberikan hidayah serta taufiq-Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul Perintah Membaca Belajar Agama guna memenuhi tugas mata kuliah tafsir tarbawi II , telah terselesaikan.
Sehubungan dengan ditugasnya penulis untuk mengulas materi mengenai Perintah Membaca Belajar Agama, yang sumbernya berasal dari tafsir QS. An-Naml 27:40
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama Bapak Muhammad Hufron, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II dan untuk orang tua yang telah memberi semangat dan dorongan dalam menyelesaikan tugas ini, tak lupa juga semua dosen dan Civitas Akademika   IAIN Pekalongan, serta teman-teman yang telah mendukung dan memberikan semangat yang lebih, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
Kemudian kritik pembaca terhadap kekurangan makalah ini sangat diharapkan. semuanya penulis terima sebagai bahan perbaikan pembuatan makalah setelahnya. Akhirnya saran dari semua pihak akan penulis terima dengan baik, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis pada khususnya.



Pekalongan, 02 Maret 2017


                                                                                       Muchammad Erwin Syah         
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Bahwasannya Allah SWT memberikan kebebasan terhadap hamba-hambanya akan tetapi Allah juga,memberikan pilihan kepada hamba-hambanya tentang bersyukur atau mengingkari hal tersebut sebagai pembelajaran kepada manusia yang beriman dan berfikir keras. Siapa yang bersukur akan ditambah inkmat oleh Allah SWT dan barang siapa yang mengingkari maka Allah maha mulia. Maka dari pilihan tersebut harus mengerti akan dampak yang harus diketahui. Bersyukur terhadap Allah SWT merupakan suatu hal yang muncul dari hati dan pikiran dimana ia mengerti akan peran manusia sebagai menerima pilihan dari allah semata yang mana pilihannya melalui proses-proses tertentu sebagai

B.    Tema dan Judul Makalah
Dalam makalah disini bertemakan tentang Hak Asasi manusia. Denga sub bab Hak Bebas Berkehendak.

C.    QS. An-Naml 27:40
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Artinya :
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml 27:40)[1]

D.    Pentingnya Mengkaji Surat An-Naml 27:40
            Di dalam Qs. An-naml ayat 40 penting untuk dikaji karena di dalam surat tersebut banyak pembelajaran yang amat penting karena mengenai pilihan bersyukur dan ingkar terhadap Allah, yang mana dari dua pilihan tersebut memiliki sisi yang berbeda antara positif dan negatif untuk itu mahasiswa perlu mengkaji surat an naml ayat 40 sehingga dengan demikian kita bisa memperoleh kebaikan dan jauh dari keburukan yang merugikan kita. Sehingga kita dapat memilah antara yang baik dan buruk agar kita senatiasa mengintropeksi diri atau mawas diri.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
       Sebagai manusia yang hidup di dunia ini pastinya kita semua memiliki hak .hak sendiri setiap manusia pasti berbeda-beda tergantung pada status yang diberikan olehnya yang dimaksud dengan hak sendiri adalah  hak –hak yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak yang dimiliki manusia pada umumnya adalah hak mendapatkan pelayanan kesehatan, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hak untuk memberikan pendapat atau pandangan ketika dalam forum diskusi dan lain sebagainya.
Kemudian pengertian kebebasan adalah bebas melakukan apa yang kita inginkan dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku. Bahwasanya kebebasan mempunyai arti merdeka atau lepas dari penjajahan, peerbudakan dan kurungan. Kebebasan juga dapat berarti lepas atau terhindar dari sesuatu yang mencampuri atau mengikatnya dari luar. Jadi kebebasan atau kemerdekaan yang dimiliki manusia mempunyai arti bahwa manusia bukanlah individu yang menjadi milik orang lain atau seorang budak, tetapi seorang yang bebas mengatur dirinya sendiri. Oleh karena itu, manusia tidak terikat oleh segala macam ikatan yang membatasinya. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan kemauan dan aktivitasnya. Manusia bebas untuk menerima atau menolak apapun yang ada dimuka bumi.
Dengan demikian, kebebasan dalam pemikiran etika islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Manusia bebas untuk menentukan dan melaksanakan tindakan yang dikehendaki, tetapi ia tetap akan dimintai pertanggung jawaban atas semua keputusan dan tindakan yag dilakukannya. Kebebasan dalam bertindak hanya diberikan kepada manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang diberi akal. Dengan akalnya, manusia memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk memilih dan menentukan mana yang boleh dikerjakan dan mana yang tidak boleh dikerjakan.[2]

B.    Tafsir Surat An-Naml Ayat 40
a.      Tafsir Al Qurthubi
    Sulaiman As berkata,”Aku mau lebih cepat dari itu,”maka dia berkata,”seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab berkata,”Aku akan membawa singgasana itu kepadamusebelum matamu berkedip,”
Kebanyakan ulama ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan memiliki ilmu Kitab adalah Ashif bin Barkhaya dan dia itu seorang dari Bani Isra’il.seorang yang dapat dipercaya,hapal nama Allah yang agung,jika dia meminta dan berdoa dengan menggunakan nama tersebut ,permintaan dan doanya akan dikabulkan.[3]
b.     Tafsir Al Azhar
      “Berkatalah seorang yang ada padanya ilmu dari Al Kitab:Aku akan membawa singgasana itu kepada engkau sebelum matamu berkedip”. (pangkal ayat 40)
      Ini lebih cepat lagi. Kalau Ifrit menunggu dahulu baginda Nabi Sulaiman tegak dari majlisnya, entah cepat majlis itu bubar entah lambat, maka orang yang mendapatkan ilmu dari al-Kitab ini lebih cepat lagi. Yaitu singgasana itu akan datang sekejap mata Baginda, sekejap mata saja! Atau pecingkan mata sebentar, lalu buka kembali singgasana itu sudah ada! Dan memang ada sekali dihadapan Nabi Sulaiman, sebentar itu juga.
      Siapa orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab ini? Ada riwayar dari Ibnu Abbas bahwa nama orang itu Ashaf bin Barkhaya. Begitu pula riwayat Muhammad Ishaq yang diterimanya dari Yazid bin Rauman. Kata riwayat itu Ashaf ini adalah Sekretaris Pribadi Nabi Sulaiaman. Tetapi menurut riwayat Mujahid namanya ialah Asthum, yaitu seorang shalih dari Bani Israil. Qatadah dalam satu riwayatnya nama orang itu  Balikha, dari Bani Israil juga, bukan Jin tetapi Manusia juga. Zuhair bin Muhammad meriwayatkan pula namanya ialah zin Nur (yang bercahaya). Abdullah bin Luhai’ah mengatakan bahwa  orang itu Nabi Khidir. Tetapi ada lagi riwayat lain mengatakan bahwa orang itu ialah Nabi Sulaiman sendiri.
      Mana yang benar? Yang benar adalah yang tertulis di dalam al-Quran  itu sendiri, bahwa ada orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab, mungkin dari Luh Mahfud, sanggup memindahkan singgasana itu dalam sekejap mata. Adapun nama orangnya siapa, tidaklah penting. Sebaab itu al-Quran tidak mementingkan nama itu. Sebab iyu adalah semata-mata kelebihan yang diberikan kepada hambaNya. Tentang yang menyebut Nabi Khidir tidaklah kita salah kalau riwayat ini tidak kita pegang betul, sebab riwayat tentang hidupnya Nabi Khidir itu sendiripun tidaklah ada kekuatannya.
      Tentang Ashaf bin Barkhaya dapat juga ditolak. Masakah Ashaf lebih hebat ilmu pengetahuannya dari pda Nabi Sulaiman sendiri?.
      Ar-Razi dalam tafsirnya leebih condong kepada pendapat bahwa orang itu ialah Nabi Sulaiman sendiri.
      Tentang perkataan bahwa singgasana itu akan hadir dalam sekejap mata, meurut Ar-Razi itu adalah semata-mata pemakian bahsa semata. Ar-Razi dalam hal ini memegang pendapat dari tafsiran Mujahid. Dalam pemakian bahasa kalau orang bercakap misalanua:”tunggulah sekejap” artinya ialah tidak lama!.u
      “maka tatkala dilihatnya sunggasana itu telah terletak dihadapanya, berkatalah dia,”Ini karena dari karunia tuhanku, untuk menguji aku, bersyukurkah aku atau aku mengingkari, dan barang siapa yang bersyukur, maka kesyukuranya itu itu adalah untuk diri sendiri.” (pangkal ayat 40). Beginilah ucapan Nabi Sulaiman a.s setelah singgasana itu berdiri dihadapanya, yang telah hadir tidak berapa lama sesudah hal itu diperbincangkan. Menilik isi doa cenderunglah ar-Razi menguatkan bahwa manusia yang diberi ilmu dari al-Kitab itu memang Nabi Sulaiman sendiri. Dia hendak menunjukan kelak kepada Ratu Balqis itu bahwa dia bukan semata-mata  seorang raja, bahkan lebih dari itu, dia adalah seorang Nabi Allah dan RasulNya, yang sewaktu-waktu diberi perbantuan oleh Tuhan dengan Mu’jizat. Setelah dimohonkanya kepada Allah, dalam sekejap mata hadirlah singgsana itu. Sebab itu dengan sangat terharu dia mengakui bahwa itu adalah semata-mata karunia Tuhan ke atas dirinya. Kalau dia sendiri, tidaklah  sanggup mengerjakannya. Dan patutlah dia bersyukur, dan patutlah dia berterimakasih kepada Ilahi. Sebab itu Mu’jizat yang amat luar biasa ini, bahkan dia sendiri pun tercengang, tidak menyangka permohonannya akan terkabul begitu cepat, merasa bahwa ini adalah suatu ujian bagi dirinya sendiri, bersyukurlah dia atau kufur, melupakan jaza tuhan atas dirinya ”Dan barangsiapa yang mengingkari, maka sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Kaya Lagi Maha Mulia”(ujung ayat 40).[4]
c.      Tafsir Al Mishbah
      Ayat sebelum ini menjelaskan kesediaan dan kesanggupan jin untuk menghadirkan singgasana Ratu Saba’ dalam tempo setengah hari. Ayat itu tidak mengemukakan tanggapan Nabi Sulaiman as. Atas ucapan sang ‘Ifrit. Rupanya ada tanggapan spontan dari seorang manusia yang selama ini mengasah kalbunya dan yang dianugrahi oleh Allah  swt. Ilmu. Ayat di atas menjelaskan bahwa:”berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari al-Kitab: aku akan datang kepadamu  dengannya yaknidengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu berkedip” maka serta-merta, tanpa menunggu tanggapan dari siapapun, singgasanaitu hadir dihadapan Nabi Sulaiman as. Dan tatkala dia melihatnya terletak dan benar-benar mantap  dihadapannya bukan berada jauh darinya, diapun berkata:”ini  yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia Tuhanku  dari sekian banyak karunia yang dilimpahkanNya kepadaku. Karunia itu adalah untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmatNya, dengan menduga bahwa ia memang hakku atau merupakan usahaku sendiri tanpa bantuan Allah. Dan barang siapa yang besyukur kepada Allah maka sesungguhnya dia bersyukur  untuk kebaikan dirinyasendiri dan barang siapa yang kufurmaka  itu adalah bencana buat dirinya. Allah tidak bertambah kaya dengan kesyukuran hambaNya tidak pula disentuh kekurangan dengan kekufuran mereka karena sesungguhnya Tuhan  pemelihara dan Pembimbingku Maha Kaya Lagi Maha Mulia”.
      Kata tharfka terambil dari kata tharf yaitu gerakan kelopak mata dalam bentuk membukanya untuk melihat sesuatu, sedang kata irtadda terambil dari kata radda yang berarti mengenbalikan, dalam konteks ayat ini adalah tertutupnya kembali kelopak mata itu setelah sebelumnya terbuka.[5]
d.     Tafsir Ibnu Katsir
      “berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab” Ibnu Abbas berkata “orang ini bernama Ashif. Dia sekretaris Sulaiman. Dia orang yang jujur dan mengetahui nama Allah Yang Maha Agung.” Aku akan membawa singgasa itu kepadamu terkedip “ maka sebelum Sulaiman sadar, singgasana Balqis sudah berada dihadapan Sulaiman. “maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak dihadapannya, diapun berkata,’ Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari. Dan barang siapa yang bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri’” Yakni, inilah sebagian dari nikmat Allah yang dianugrahkan kepadaku agar Dia mengujiku, apakah aku akan mensyukuri nikmat atau mengingkarinya.
      Firman Allah Ta’ala, “ Dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya Lagi Maha Mulia.” Yakni, Dia tidak membutuhkan hamba dan penghambaanya. Dia Maha Mulia ZatNya, walaupun hamba tidak menyembahNya itu tidak tergantung kepada seorang pun. Hal ini sebagaimana ucapan Nabi Musa a.s, “jika kamu sekalian dan seluruh orang yang ada dibumi kafir, maka sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim 8)[6]
e.      Tafsir Jalailain
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab yang diturunkan, ia bernama Ashif ibnu Barkhiya; dia terkenal sangat jujur dan mengetahui tentang asma Allah Yang Agung, yaitu suatu asama apabila pipanjatkan doa niscaya doa itu dikabulkan. “aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”jika kamu tunjukan pandanganmu itu kepada sesuatu. Maka ashif berkata padanya “coba liat langit itu” , maka Nabi Sulaiman pun menunjukan pandangannya kelangit, setelah itu ia mengembalikan pandanganya kearah  semula sebebagaimana biasanya, tiba-tiba ia menjumapai singgasana Ratu Balqis itu telah ada dihadapanya. Ketika Nabi Sulaiman mengarahkan pandangannya kelangit, pada sat itu Ashif berdoa dengan mengucap kan Ismu A’zam, seraya meminta kepada Allah supaya Dia mendatangkan singgasana tersebut, maka dikabulkanya permintaan Ashif itu oleh Allah. Sehingga dengan seketika singgasana itu telah berada dibawah bumi, lalu dimunculkanNya dibawah singgasana Nabi Sulaiman maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak telah berada dihadapannya, ia pun berkata “ ini yakni didatangkan singgasana itu untukku termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku untuk menguji diriku apakah aku  bersyukur mensyukuri nikmat atau mengingkari nikmat Nya dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri  artinya pahalanya itu untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar akan nikmatNya maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya tidak membutuhkan kesyukurannya lagi Maha Mulia yakni tatap memberikan kemurahan kepada orang-orang yang mengingkari nikmatNya.[7]

C.    Aplikasi Dalam Kehidupan
            Kita sebagai makhluk ciptaan Allah swt yang diciptakan paling sempurna diantara makhluk allah yang lain. Maka sepatutnya agar kita bersyukur dan berterima kasih kepadan-nya. Dengan demikian maka kita sebagai makhluk ciptaan Allah agar senantiasa beribadah, menjalankan perintah-nya dan menjauhi larangan-nya sehingga kita bisa menjadi manusia yang berakhlak dan takut akan dosa. Jika kita senantisa mensyukuri nikmat allah dan menjalankan perintah-nya pasti kita akan ingat yang namamnya dosa dan ingat kematian dengan demikian maka kita hidup di dunia ini yang hanya sebentar namun bisa bermanfaat dan hidup tak sia-sia. Setiap manusia pasti mempunyai hak untuk hidup didunia.hak setiap manusia itu berbeda – beda. Dengan adanya hak asasi manusia, manusia bisa melontarkan hak-hak yang dialaminya. Dalam pembahasan hak kebebasan disini menuntun manusia agar mempunyai bebas dalam berkehendak dalam kehidupan sehari-harinya. Dan selalu bertanggung jawab akan tindakannya dan selalu bermuhasabah diri.

D.    Aspek Tarbawi
1.        Bersyukur atas pemberaian Allah dan selalu menjalankan perintah allah dan menjauhi larangan-nya.
2.       Senantiasa mengintropeksi diri agar selalu ingat sang pencipta
3.       Kita sebagai manusia harus bisa menjaga pertanggungan akan tindakannya.
4.       Sebagai umat islam yang baik selalu melakukan hal-hal yang baik dalam tindakannya.
5.       Sebagai manusia selalu menyertakan Tuhan dalam menjalani sebuah permasalahan.
                   


















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
       Kebebasan atau kemerdekaan yang dimiliki manusia mempunyai arti bahwa manusia bukanlah individu yang menjadi milik orang lain atau seorang budak, tetapi seorang yang bebas mengatur dirinya sendiri. Oleh karena itu, manusia tidak terikat oleh segala macam ikatan yang membatasinya. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan kemauan dan aktivitasnya. Manusia bebas untuk menerima atau menolak apapun yang ada dimuka bumi.
       Kebebasan dalam pemikiran etika islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Manusia bebas untuk menentukan dan melaksanakan tindakan yang dikehendaki, tetapi ia tetap akan dimintai pertanggung jawaban atas semua keputusan dan tindakan yag dilakukannya. Kebebasan dalam bertindak hanya diberikan kepada manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang diberi akal.

     


DAFTAR PUSTAKA


QS. Surat An-Naml 27;40
Suraji,Imam. 2015.Hak dan Kewajiban dalam Perspektif Etika Islam. Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press.
Al-Qurtubi, Syaikh Imam.2009. Tafsir Al-Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Hamka. 2003.  Tafsir Al-Azhar Juz XIX. Jakarta: Citra Serumpun Padi.
Shihab, M. Quraish.2004. Tafsir Al-Mishbah. Ciputat: Lentera Hati.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2006.  Ringkasan Tafsir Ibnu Katsier III. Jakarta:
Gema Insani.
Al-Mahalli, Imam Jalaludin& Imam Jalaludin As-Suyuti. 2010. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.











Profil Penulis

Nama                          :Muchammad ErwinSyah
Tempat, Tgl Lahir      :Batang, 27 Mei 1997
Alamat                                    : Dekoro Rt 11 Rw 12 No.19 Kecamatan Pekalongan Timur
                                   Kota Pekalongan
Riwayat Pendidikan   : Lulus dari Mii Dekoro, Smpn 5 Pekalongan,Smk Dwija Praja Pekalongan dan sekarang masih melanjukan study S1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan.



               [1]QS. Surat An-Naml 27;40
[2] Imam Suraji, Hak dan Kewajiban dalam Perspektif Etika Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2015), hlm.61-62
[3] Syaikh Imam Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm 515-516
[4] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XIX, (Jakarta: Citra Serumpun Padi  2003) hlm. 214-215
               [5]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Ciputat: Lentera Hati 2004) hlm. 225-226

               [6]Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsier III (Jakarta: Gema Insani 2006) hlm. 634-635
               [7]Imam Jalaludin Al-Mahalli, Imam Jalaludin As-Suyuti, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2 (Bandung:Sinar Baru Algensindo 2010) hlm. 360-361

Tidak ada komentar:

Posting Komentar