Laman

Minggu, 26 Februari 2017

tt2 c3c “HAK MILIK PRIVASI” SURAH AL-MAIDAH AYAT 38

HAK ASASI MANUSIA

“HAK MILIK PRIVASI” SURAH AL-MAIDAH AYAT 38 


Anni Karomatunnisak    (2021115059)
Kelas: C

JURUSAN TARBIYAH / PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017

KATA PENGANTAR


Puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. dan juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan tugas makalah ini.
Dalam menyusun makalah yang berjudul “Hak Milik Privasi”, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami. Namun, berkat dorongan, dukungan dan semangat dari orang terdekat, makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua dan teman-teman.
Penulis menyadari bahwa makalah sederhana ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis menerima dengan baik kritikan ataupun saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis.



Pekalongan, 5 Maret 2017


Penulis
DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Sekarang ini, di Indonesia sudah banyak terjadi tindakan kriminal atau kejahatan. Banyak dari mereka yang melakukan kejahatan itu tidak memiliki jiwa yang normal. Maksudnya mereka tidak pernah memikirkan perasaan orang yang menjadi korban dari tindakan kriminal mereka. Selain itu, mereka tidak berfikir akibat yang akan diperolehnya setelah melakukan kejahatan. Para pelaku tindak kriminal biasanya hanya memikirkan kesenangan bagi diri mereka sendiri.
Salah satu dari tindakan kriminal tersebut adalah mencuri atau mengambil hak orang lain. Mencuri merupakan mengambil sesuatu dari orang lain yang bukan haknya dengan cara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, sekarang ini sudah banyak pencuri yang melakukannya secara terang-terangan, terkadang juga sampai membunuh si korban. Pencuri hanya memikirkan kebahagiaan dirinya, ia tidak memikirkan usaha para korban untuk memiliki sesuatu tersebut agar menjadi haknya.
Dengan banyaknya kejadian pencurian, makalah ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca mengetahui bahwa di dalam surat al-Maidah ayat 38 sudah dijelaskan mengenai hukuman yang diperoleh para pelaku pencuri. Hukuman tersebut adalah hukum potong tangan. Di dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa Allah Maha Bijaksana dalam menentukan keputusan dan dalam memberikan hukuman bagi pencuri atas apa yang telah diperbuat. Allah juga Maha Perkasa.

B.  Judul Makalah

Makalah ini penulis beri judul “Hak Milik Privasi”. Karena, sesuai dengan tugas yang telah didapat oleh penulis.

C.  Nash dan Arti QS. Al-Maidah ayat 38

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maidah, 5: 38)[1]

D.  Arti Penting Pengkajian Materi

Al-Quran surat Al-Maidah ayat 38 sangat penting untuk dikaji karena dengan mengkaji ayat ini kita mengetahui bahwa Allah SWT. Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Di dalam ayat 38 ini terdapat balasan (siksaan) bagi orang-orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya (mencuri). Jadi, kita diperintah untuk tidak mengambil hak yang dimiliki orang lain. Kita diperintah untuk selalu bersyukur atas nikmat atau rezeki yang diberikan oleh Allah SWT..



BAB II

PEMBAHASAN


A.  Teori

1.   Pengertian hak

Secara definitif, ‘hak’ merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam manjaga harkat dan martabatnya. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa.[2]

2.   Pengertian hak milik pribadi

Hak milik pribadi adalah suatu hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat, yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan barang tersebut, dan memperoleh konpensasi, baik karena barangnya diambil oleh orang lain ataupun disewa. Maka didalam zat itu ada kepemilikan seorang atau seseorang yang memegang penuh kendali zat tersebut. Dan jika seorang atau seseorang berniat untuk menyewa, meminjam maka orang atau seseorang tersebut harus meminta izin kepada pemiliknya.[3]

B.  Tafsir

1. Tafsir Al-Maragi

(وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا)
Barang siapa mencuri, baik laki-laki maupun perempuan, maka potonglah tangannya hai para Ulil-Amri, para hakim dan para pemerintah, yaitu telapak tangannya sampai pergelangan. Karena, mencuri itu dilakukan langsung dengan telapak tangan, sedang lengan hanyalah membawa telapak tangan itu seperti halnya yang dilakukan oleh badan. Sedang yang dipotong, pertama-tama ialah tangan kanan, karena biasanya dengan tangan kananlah pengambilan dilakukan.
Hanya saja para ulama terkemuka memang berselisih pendapat mengenai ukuran harta curian yang mewajibkan dilaksanakannya pemotongan tangan. Pencurian itu baru bisa ditetapkan bila ada pengakuan dair si pencuri sendiri atau ada tanda bukti pencurian. Sedang hukuman potong tangan itupun bisa saja gugur bila pencuri itu dimaafkan, sebelum perkaranya diajukan kepada hakim.
(جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ)
An-Nakal, dari kata An-Niklu, artinya tali pengikat binatang. Nakala‘an Syai’in, artinya mencegah diri dari sesuatu karena adanya pencegah yang mencegah daripadanya. Jadi, An-Nakal artinya sesuatu yang mengikat manusia dan mencegah orang-orang dari mencuri.
Maksud ayat, potonglah tangan pencuri itu, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai balasan atas perbuatan usahanya yang buruk, dan sebagai cegahan dan pelajaran bagi orang lain. Dan tak ada pelajaran yang besar lagi pemotongan tangan, yang membuat malu si pencuri sepanjang hidupnya dan memberinya cap aib dan kehinaan.
Tidak ragu, bahwa hukuman seperti inilah yang lebih menjamin tidak terjadinya pencurian dan amannya masyarakat atas harta dan nyawa mereka. Karena, nyawa sering juga mengikuti harta, yaitu apabila pemilik harta itu berkelahi melawan pencuri, dan berusaha mencegah mereka dari mengikutinya.
(وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ)
Dan Allah Maha Perkasa dalam memberi balasan terhadap pencuri, laki-laki maupun perempuan. Juga terhadap ahli maksiat lainnya, dan Allah Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Maksudnya, bahwa Allah telah meletakkan had-had dan hukuman-hukuman sesuai dengan hikmah yang sesuai dengan masalah. Jadi, apa pun yang Allah perintahkan, pastilah mengandung maslahat, dan tidak melarang sesuatu hal kecuali yang memuat kerusakan. Seolah-olah Allah berfirman, “Bersikap tegaslah kalian terhadap para pencuri, maka potonglah tangan dan kaki mereka satu persatu.”[4]

2. Tafsir Al-Azhar

Dan laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Pada pangkal ayat ini dijelaskan bahwa Tuhan menganjurkan masyarakat yang mu’min, yang takwa dan mencari jalan (Wasilah) yang akan menyampaikan kepada Tuhan dan berjuang bersungguh-sungguh di dalam segala pekerjaan yang baik, agar mendapat kebahagiaan. Orang yang mu’min niscaya tidak akan mencuri hartabenda orang lain. Tetapi ada juga dalam masyarakat orang yang demikian rusak jiwanya sehingga cepat saja tangannya mengambil hartabenda orang lain, padahal sepayah itu orang buat mencapainya.
Islam mengadakan hukuman berat bagi orang semacam ini. Potong saja tangannya! Potong ujung tangan sampai ke pergelangan. Sebab tangan itu sudah jahat. Tidak perduli apa dia laki-laki atau dia perempuan. Sebab orang perempuan saja ada yang getas tangannya mencuri.
Di dalam ayat diterangkan bahwa hukuman ini dijatuhkan ialah sebagai contoh yang menakutkan dari Allah, sehingga orang yang akan mencuri berfikir terlebih dahulu sebelum melakukan pencurian, sebab selama hidupnya dia akan membawa tanda terus ke hadapan khalayak ramai, sebab tangannya sudah tak ada lagi. Dipandang sepintas-lalu, kejamlah hukuman ini. Tetapi sebaliknya, kalau difikirkan dengan seksaman dan keamanan masyarakat, umumnya tidaklah kejam hukuman ini, karena perbuatan si pencuri itu terhadap masyarakat berlipat ganda kejamnya dari itu.
Malahan karena mereka tidak pernah mendapat hukuman yang kejam, pencurian tidak lagi berupa curi secara diam-diam, bahkan merampas dengan cara terang-terangan. Dari pencuri sendiri-sendiri menjadi pencuri dengan mengadakan “kongsi-kongsi” dan kalau terdesak sudah berani mambunuh korban mereka.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam ujung ayat ini dijelaskan bahwa hukum itu adalah Allah Yang Maha Perkasa, yang menentukan Hukum yang tepat bagi pengacau ketentraman, perusak hubungan masyarakat. Dalam hal ini Tuhan tidak mengenal hiba-kasihan, sebab si pencuri itu sendiripun tidak mengenal hiba, kasihan kepada orang yang telah dia aniaya. Tetapi Tuhan bijaksana, karena Tuhan memerintahkan tiap-tiap orang mencari penghidupan dengan harta yang halal. Dan Hakim yang diserahkan Tuhan menjatuhkan hukuman hendaklah meneladan pula bijaksana Tuhan itu.
Oleh sebab itu, maka Saiyidina Umar bin Khaththab pernah mencabut hukum potong tangan yang sedianya akan dijatuhkan kepada beberapa orang yang diupah membawa beberapa ekor unta oleh saudagar dari satu negeri lain. Unta-unta itu ada yang mereka gelapkan. Setelah diperiksa ternyata bahwa gaji orang-orang itu tidak dibayar bagaimana patutnya oleh yang mengupah itu. Maka bukan orang itu yang jadi dipotong tangan, tetapi si empunya unta yang dihukum karena tidak membereskan gaji orang.[5]

3.   Tafsir Al-Lubab

Dalam surat Al-Maidah ayat 38 menjelaskan sanksi hukum bagi pencuri lelaki dan pencuri perempuan, yakni yang mengambil secara sembunyi-sembunyi barang berharga milik penuh orang lain yang dirampas oleh pemiliknya pada tempat yang wajar dan si pencuri tidak diizinkan untuk memasuki tempat ini. Keduanya terancam sanksi dipotong pergelangan tangan mereka sebagai pembalasan duniawi bagi pencurian yang mereka kerjakan sebagai siksaan yang menjadikan ia jera dan orang lain takut melakukan hal serupa.[6]

C.  Implementasi surat al-Maidah ayat 38 dalam kehidupan

a.   Harus selalu berusaha untuk mencapai sesuatu dengan jalan yang baik.
b.   Bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT..
c.   Selalu menjaga apa yang telah diberikan oleh Allah SWT..
d.   Selalu menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. dan menjauhi larangan-Nya.

D.  Aspek tarbawi

Dalam surat al-Maidah ayat 38 dapat diambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu:
a.   Sebagai manusia kita harus selalu menerima apa yang diberikan oleh Allah.
b.   Senantiasa berusaha untuk mencapai sesuatu, tidak hanya mengambil sesuka hati milik orang lain.
c.   Sebagai hakim harus memberikan keputusan yang tepat.
d.   Tidak boleh membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.


BAB III

PENUTUP


A.  Simpulan

Hak milik pribadi adalah suatu hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat, yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan barang tersebut, dan memperoleh konpensasi, baik karena barangnya diambil oleh orang lain ataupun disewa.
Dari surat al-Maidah ayat 38 ini kita dapat mengambil pelajaran yang penting, yaitu: sebagai manusia kita harus selalu menerima apa yang diberikan oleh Allah, senantiasa berusaha untuk mencapai sesuatu, tidak hanya mengambil sesuka hati milik orang lain, sebagai hakim harus memberikan keputusan yang tepat, tidak boleh membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.

B.  Daftar Pustaka

1.   Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi, Cet. 2. Semarang:
PT. Karya Toha Putra.
2.   Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
3.   Http://www.kompasiana.com/firdausiahadi/hukum-menjaga-hak-milik-pribadi-bagi-seorang-muslim_57d7f021589373394b595c7b diakses pada
hari Minggu tanggal 5 Maret 2017 pukul 12:15 WIB
4.   Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
5.   Ubaidillah, A., dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi,
HAM, & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.




Biografi Penulis

Nama  : Anni Karomatunnisak

TTL     : Batang, 23 Maret 1998
Alamat        : Dk. Cluluk Ds. Sidorejo, Kec. Warungasem, Kab. Batang
Pendidikan  :
1.   MI Salafiyah Sidorejo (2003-2009)
2.   SMP Negeri 1 Warungasem (2009-2012)
3.   SMA Negeri 4 Pekalongan (2012-2015)
4.   S1 Pendidikan Agama Islam di IAIN Pekalongan (2015 - sekarang)








[1]Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi, Cet. 2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 208.
[2]Ubaidillah, A, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, & Masyarakat Madani. (Jakarta: IAIN Jakarta Press).
[3] http://www.kompasiana.com/firdausiahadi/hukum-menjaga-hak-milik-pribadi-bagi-seorang-muslim_57d7f021589373394b595c7b diakses pada hari Minggu tanggal 5 Maret 2017 pukul 12:15 WIB
[4]Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op. Cit., hlm. 209-211.
[5]Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 243-246.
[6]M. Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 268-269.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar