HAK ASASI MANUSIA
“HAK MILIK PRIVASI” SURAH AL-MAIDAH AYAT 38
Anni
Karomatunnisak (2021115059)
Kelas: C
JURUSAN TARBIYAH / PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
penulis miliki. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. dan juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen mata
kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan tugas makalah ini.
Dalam menyusun makalah yang berjudul “Hak Milik Privasi”,
tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami. Namun, berkat
dorongan, dukungan dan semangat dari orang terdekat, makalah ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua
dan teman-teman.
Penulis menyadari bahwa makalah sederhana ini masih
banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis menerima dengan baik kritikan ataupun
saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
khususnya bagi penulis.
Pekalongan, 5 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini, di Indonesia sudah banyak
terjadi tindakan kriminal atau kejahatan. Banyak dari mereka yang melakukan
kejahatan itu tidak memiliki jiwa yang normal. Maksudnya mereka tidak pernah
memikirkan perasaan orang yang menjadi korban dari tindakan kriminal mereka.
Selain itu, mereka tidak berfikir akibat yang akan diperolehnya setelah melakukan
kejahatan. Para pelaku tindak kriminal biasanya hanya memikirkan kesenangan
bagi diri mereka sendiri.
Salah satu dari tindakan kriminal tersebut
adalah mencuri atau mengambil hak orang lain. Mencuri merupakan mengambil
sesuatu dari orang lain yang bukan haknya dengan cara sembunyi-sembunyi. Akan
tetapi, sekarang ini sudah banyak pencuri yang melakukannya secara
terang-terangan, terkadang juga sampai membunuh si korban. Pencuri hanya
memikirkan kebahagiaan dirinya, ia tidak memikirkan usaha para korban untuk memiliki
sesuatu tersebut agar menjadi haknya.
Dengan banyaknya kejadian pencurian, makalah
ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca mengetahui bahwa di dalam surat
al-Maidah ayat 38 sudah dijelaskan mengenai hukuman yang diperoleh para pelaku
pencuri. Hukuman tersebut adalah hukum potong tangan. Di dalam ayat ini juga
dijelaskan bahwa Allah Maha Bijaksana dalam menentukan keputusan dan dalam
memberikan hukuman bagi pencuri atas apa yang telah diperbuat. Allah juga Maha
Perkasa.
B. Judul Makalah
Makalah ini penulis beri judul “Hak Milik Privasi”.
Karena, sesuai dengan tugas yang telah didapat oleh penulis.
C. Nash dan Arti QS. Al-Maidah ayat 38
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً
بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maidah, 5: 38)[1]
D. Arti Penting Pengkajian Materi
Al-Quran surat Al-Maidah ayat 38 sangat penting untuk
dikaji karena dengan mengkaji ayat ini kita mengetahui bahwa Allah SWT. Maha
Perkasa dan Maha Bijaksana. Di dalam ayat 38 ini terdapat balasan (siksaan)
bagi orang-orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya (mencuri). Jadi, kita
diperintah untuk tidak mengambil hak yang dimiliki orang lain. Kita diperintah
untuk selalu bersyukur atas nikmat atau rezeki yang diberikan oleh Allah SWT..
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1. Pengertian hak
Secara definitif, ‘hak’ merupakan unsur normatif yang
berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta
menjamin adanya peluang bagi manusia dalam manjaga harkat dan martabatnya. Hak
asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa.[2]
2. Pengertian hak milik
pribadi
Hak milik pribadi adalah suatu hukum syara’ yang berlaku bagi
zat ataupun manfaat, yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan barang
tersebut, dan memperoleh konpensasi, baik karena barangnya diambil oleh orang
lain ataupun disewa. Maka didalam zat itu ada kepemilikan seorang atau
seseorang yang memegang penuh kendali zat tersebut. Dan jika seorang atau
seseorang berniat untuk menyewa, meminjam maka orang atau seseorang tersebut
harus meminta izin kepada pemiliknya.[3]
B. Tafsir
1. Tafsir
Al-Maragi
(وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا)
Barang siapa mencuri, baik
laki-laki maupun perempuan, maka potonglah tangannya hai para Ulil-Amri, para
hakim dan para pemerintah, yaitu telapak tangannya sampai pergelangan. Karena,
mencuri itu dilakukan langsung dengan telapak tangan, sedang lengan hanyalah
membawa telapak tangan itu seperti halnya yang dilakukan oleh badan. Sedang
yang dipotong, pertama-tama ialah tangan kanan, karena biasanya dengan tangan
kananlah pengambilan dilakukan.
Hanya saja para ulama terkemuka
memang berselisih pendapat mengenai ukuran harta curian yang mewajibkan dilaksanakannya
pemotongan tangan. Pencurian itu baru bisa ditetapkan bila ada pengakuan dair
si pencuri sendiri atau ada tanda bukti pencurian. Sedang hukuman potong tangan
itupun bisa saja gugur bila pencuri itu dimaafkan, sebelum perkaranya diajukan
kepada hakim.
(جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ)
An-Nakal, dari kata An-Niklu,
artinya tali pengikat binatang. Nakala‘an Syai’in, artinya mencegah diri
dari sesuatu karena adanya pencegah yang mencegah daripadanya. Jadi, An-Nakal
artinya sesuatu yang mengikat manusia dan mencegah orang-orang dari mencuri.
Maksud ayat, potonglah tangan
pencuri itu, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai balasan atas perbuatan
usahanya yang buruk, dan sebagai cegahan dan pelajaran bagi orang lain. Dan tak
ada pelajaran yang besar lagi pemotongan tangan, yang membuat malu si pencuri
sepanjang hidupnya dan memberinya cap aib dan kehinaan.
Tidak ragu, bahwa hukuman seperti
inilah yang lebih menjamin tidak terjadinya pencurian dan amannya masyarakat atas
harta dan nyawa mereka. Karena, nyawa sering juga mengikuti harta, yaitu
apabila pemilik harta itu berkelahi melawan pencuri, dan berusaha mencegah
mereka dari mengikutinya.
(وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ)
Dan Allah Maha Perkasa dalam
memberi balasan terhadap pencuri, laki-laki maupun perempuan. Juga terhadap
ahli maksiat lainnya, dan Allah Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
Maksudnya, bahwa Allah telah meletakkan had-had dan hukuman-hukuman
sesuai dengan hikmah yang sesuai dengan masalah. Jadi, apa pun yang Allah
perintahkan, pastilah mengandung maslahat, dan tidak melarang sesuatu hal
kecuali yang memuat kerusakan. Seolah-olah Allah berfirman, “Bersikap tegaslah
kalian terhadap para pencuri, maka potonglah tangan dan kaki mereka satu
persatu.”[4]
2. Tafsir
Al-Azhar
“Dan laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.”
Pada pangkal ayat ini dijelaskan bahwa Tuhan menganjurkan masyarakat yang
mu’min, yang takwa dan mencari jalan (Wasilah) yang akan menyampaikan kepada
Tuhan dan berjuang bersungguh-sungguh di dalam segala pekerjaan yang baik, agar
mendapat kebahagiaan. Orang yang mu’min niscaya tidak akan mencuri hartabenda
orang lain. Tetapi ada juga dalam masyarakat orang yang demikian rusak jiwanya
sehingga cepat saja tangannya mengambil hartabenda orang lain, padahal sepayah
itu orang buat mencapainya.
Islam mengadakan hukuman berat bagi orang semacam ini. Potong saja
tangannya! Potong ujung tangan sampai ke pergelangan. Sebab tangan itu sudah
jahat. Tidak perduli apa dia laki-laki atau dia perempuan. Sebab orang
perempuan saja ada yang getas tangannya mencuri.
Di dalam ayat diterangkan bahwa hukuman ini dijatuhkan ialah sebagai contoh
yang menakutkan dari Allah, sehingga orang yang akan mencuri berfikir terlebih
dahulu sebelum melakukan pencurian, sebab selama hidupnya dia akan membawa
tanda terus ke hadapan khalayak ramai, sebab tangannya sudah tak ada lagi.
Dipandang sepintas-lalu, kejamlah hukuman ini. Tetapi sebaliknya, kalau
difikirkan dengan seksaman dan keamanan masyarakat, umumnya tidaklah kejam
hukuman ini, karena perbuatan si pencuri itu terhadap masyarakat berlipat ganda
kejamnya dari itu.
Malahan karena mereka tidak pernah mendapat hukuman yang kejam, pencurian tidak
lagi berupa curi secara diam-diam, bahkan merampas dengan cara terang-terangan.
Dari pencuri sendiri-sendiri menjadi pencuri dengan mengadakan “kongsi-kongsi”
dan kalau terdesak sudah berani mambunuh korban mereka.
“Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam ujung ayat ini dijelaskan bahwa hukum itu adalah
Allah Yang Maha Perkasa, yang menentukan Hukum yang tepat bagi pengacau
ketentraman, perusak hubungan masyarakat. Dalam hal ini Tuhan tidak mengenal
hiba-kasihan, sebab si pencuri itu sendiripun tidak mengenal hiba, kasihan
kepada orang yang telah dia aniaya. Tetapi Tuhan bijaksana, karena Tuhan
memerintahkan tiap-tiap orang mencari penghidupan dengan harta yang halal. Dan
Hakim yang diserahkan Tuhan menjatuhkan hukuman hendaklah meneladan pula
bijaksana Tuhan itu.
Oleh sebab itu, maka Saiyidina Umar bin Khaththab pernah
mencabut hukum potong tangan yang sedianya akan dijatuhkan kepada beberapa
orang yang diupah membawa beberapa ekor unta oleh saudagar dari satu negeri
lain. Unta-unta itu ada yang mereka gelapkan. Setelah diperiksa ternyata bahwa gaji
orang-orang itu tidak dibayar bagaimana patutnya oleh yang mengupah itu. Maka
bukan orang itu yang jadi dipotong tangan, tetapi si empunya unta yang dihukum
karena tidak membereskan gaji orang.[5]
3.
Tafsir
Al-Lubab
Dalam surat Al-Maidah ayat 38 menjelaskan sanksi hukum bagi pencuri lelaki
dan pencuri perempuan, yakni yang mengambil secara sembunyi-sembunyi barang
berharga milik penuh orang lain yang dirampas oleh pemiliknya pada tempat yang
wajar dan si pencuri tidak diizinkan untuk memasuki tempat ini. Keduanya
terancam sanksi dipotong pergelangan tangan mereka sebagai pembalasan duniawi
bagi pencurian yang mereka kerjakan sebagai siksaan yang menjadikan ia jera dan
orang lain takut melakukan hal serupa.[6]
C. Implementasi surat al-Maidah ayat 38 dalam kehidupan
a. Harus selalu berusaha untuk mencapai sesuatu dengan jalan yang baik.
b. Bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT..
c. Selalu menjaga apa yang telah diberikan oleh Allah SWT..
d. Selalu menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. dan menjauhi
larangan-Nya.
D. Aspek tarbawi
Dalam surat al-Maidah ayat 38 dapat diambil nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, yaitu:
a. Sebagai manusia kita harus selalu menerima apa yang diberikan oleh Allah.
b. Senantiasa berusaha untuk mencapai sesuatu, tidak hanya mengambil sesuka
hati milik orang lain.
c. Sebagai hakim harus memberikan keputusan yang tepat.
d. Tidak boleh membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hak milik pribadi adalah suatu hukum syara’ yang berlaku bagi
zat ataupun manfaat, yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan barang
tersebut, dan memperoleh konpensasi, baik karena barangnya diambil oleh orang
lain ataupun disewa.
Dari surat al-Maidah ayat 38 ini kita dapat mengambil pelajaran yang
penting, yaitu: sebagai manusia kita harus selalu menerima apa yang diberikan
oleh Allah, senantiasa berusaha untuk mencapai sesuatu, tidak hanya mengambil
sesuka hati milik orang lain, sebagai hakim harus memberikan keputusan yang
tepat, tidak boleh membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.
B. Daftar Pustaka
1. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi, Cet. 2.
Semarang:
PT. Karya Toha Putra.
2. Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
3. Http://www.kompasiana.com/firdausiahadi/hukum-menjaga-hak-milik-pribadi-bagi-seorang-muslim_57d7f021589373394b595c7b
diakses pada
hari Minggu tanggal 5 Maret 2017 pukul 12:15 WIB
4. Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
5. Ubaidillah, A., dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi,
HAM, & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.
Biografi Penulis
Nama : Anni Karomatunnisak
TTL :
Batang, 23 Maret 1998
Alamat
: Dk. Cluluk Ds. Sidorejo, Kec. Warungasem, Kab. Batang
Pendidikan
:
1. MI Salafiyah Sidorejo (2003-2009)
2. SMP Negeri 1 Warungasem (2009-2012)
3. SMA Negeri 4 Pekalongan (2012-2015)
4. S1 Pendidikan Agama Islam di IAIN Pekalongan (2015 - sekarang)
[1]Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi, Cet.
2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 208.
[2]Ubaidillah, A, dkk. 2000. Pendidikan
Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, & Masyarakat Madani. (Jakarta: IAIN
Jakarta Press).
[3]
http://www.kompasiana.com/firdausiahadi/hukum-menjaga-hak-milik-pribadi-bagi-seorang-muslim_57d7f021589373394b595c7b
diakses pada hari Minggu tanggal 5 Maret 2017 pukul 12:15 WIB
[4]Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op. Cit.,
hlm. 209-211.
[5]Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 243-246.
[6]M. Quraish Shihab, Al-Lubab,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 268-269.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar