Laman

Minggu, 26 Februari 2017

tt2 c3d HAK BERKEYAKINAN BERAGAMA QS. Al-Kafirun Ayat 6

 HAK ASASI MANUSIA
HAK BERKEYAKINAN BERAGAMA QS. Al-Kafirun Ayat 6

MillaDianur (2021115067)
Kelas :C

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017


Kata Pengantar

        Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah mencurahkan rahmat dan   hidayah-Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang berjudul Hak berkeyakinan Beragama.
         Berkat rahmat dan karunianya, serta di dorong kemauan yang keras disertai kemampuan yang ada, tak lupa berkat motivasi dari orang tua, dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memeperlancar pembuatan makalah ini, kemudian saya ucapkan terimah kasih kepada Bapak Muhammad Hufron M.S.I selaku dosen pembimbing, sehingga saya mampu menyelesaikan mkalah ini dengan lancer.
          penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka kritik dan saran yang membangun, sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman dan khususnya pembaca.

           









BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.salah satu hak asasi manusia yaitu hak berkeyakinan beragama manusia diciptakan untuk berhak memilih agamanya. Bahwa pembedaan secara jelas antara keislaman dan kakufuran sekaligus meletakan dasar utama bagi terciptanya kerukunan antar pemeluk agama/kepercayaan yang intinya adalah kepercayaannya tanpa saling mengganggu.                       
Pada setiap hak melekat kewajiban karena itu, selain ada hak asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan hak asasi manusi, kita wajib memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.

B.    JUDUL
“HAK BERKEYAKINAN BERAGAMA”

C.    Nash AL-QUR’AN Surat Al-Kafirun Ayat 6


لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya: “Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku”

D.    ARTI PENTING
                                                                                                                                                            Pada ayat ke-enam surat Al-Kafirun Nabi SAW. Memberikan penjelasan kepada orang-orang kafir untuk tidak memeksakan kehendak  orang lain untuk menganut agama sesuai dengan yang diyakini. Kebebasan bagi siapapun untuk memeluk agama apapun yang  sudah menjadi keyakinannya.
Bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih akidah dan kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan yang telah dipilihnya. Kita harus bertoleransi terhadap pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai agamanya.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.         Teori
Pengertian Hak Asasi Manusia
                        Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa(hak-hak yang bersifat kodrati)oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya(Jhon Locke dan dasar lahirnya The American Declaration of Independence).Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya.[1]
Hak berkeyakinan beragama           
a)     Pengertian Agama
Agama adalah satu kata yang  sangat mudah diucapkan dan mudah juga untuk menjelasakan maksudnya (khususnya  bagi orang awam), tetapi sangat sulit memberikan batasan (definisi) yang tepat lebih-lebih bagi para pakar. Hal ini disebabkan, antara lain, dalam menjelaskan sesuatu secara ilmiah (dalam arti mendefinisikannya), mengharuskan adanya rumusan yang mampu  menghimpun semua unsur yang  didefinisikan dan sekaligus mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya.
Muhammad Syaltut menyatakan bahwa Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyuhkan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Din yang biasa diterjemahkan “agama”, menurut guru besar Al-Azhar itu, menggambarkan “hubungan antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua.” Seluruh kata yang menggunakan huruf-huruf dal, ya’ dan nun seeperti dain yang berarti utang atau dana yadinu yang berarti menghukum atau taat, dan sebagainya, kesemuanya menggambarkan adanya dua pihak yang melakukan interaksi. Dengan demikian agama adalah “hubungan antara makhluk dan khaliq-nya”. Hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukanya dan tecermin pula dalam sikap keseharianya.[2]
b)    Hak kebebasan  memilih Agama
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan berkewajiban mengabdi kepada-Nya untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Sejalan dengn peradaban manusia, maka kehidupan beragama mengalami juga perkembangan yang diwarnai dengan sering terjadinya persinggungan antar pemeluk agama yang beragama itu.
Agar kehidupan beragama di dunia berjalan aman dan tertib, maka PBB sebagai badan didunia mengatur hak dan kebebasan manusia untuk memilih agama dan keyakinan yang kehendakinya sesuai dengan UDHR pasal 18 yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk bebas berpikir, bertobat dan beragama : hak ini meliputi kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dalam bentuk beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun dilakukan bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum maupun tersendiri.
Sedangkan Negara-negara islam yang menjadi anggota OKI menjamin kebebasan memilih agama dan mengamalkanya sebgaimana tertulis dalam pasal 10 CD yang berbunyi:
Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah Yang maha  Esa: penerjemah). Islam melarang melakukan paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeploitasi kemiskinan atau ketidaktahuan seseorang untuk merubah agamanya atau menjadi atheis.
tersebut dipertegas oleh Al-Qur’an surah Al- Baqarah ayat 256 yang berbunyi:

                             لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا  وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
            Sesungguhnya islam merupakan agama yang sangat menghormati kebebasan individu. Seseorang akan menjadi beriman atau tidak merupakan urusan Allah sebagai pemberi hidayah. Karena itu Allah SWT. Hanya memerintahkan untuk menyeru dengan memberikan dakwah tentang agama-Nya yang hak, tanpa boleh memaksa dengan kekerasan, seperti ditegaskan dalam surah  Al-kahfi ayat 29:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ

artinya: “kebenaran itu datangnya dari tuhanmu: maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir..”
            dengan demikian umat islam tidak menghendaki ada pihak-pihak yang melanggar hak asasinya dengan cara apapun sebaiknya umat  Islam pun diajarkan untuk tidak mengganggu atau mengusik pemeluk agama lain.
            Sesuai dengan fitrah manusia dan perjalanan  sejarah agama-agama besar di dunia, terutama Islam dan Kristen, maupun berbagai ajaran budha, hidu, Shinto, taoisme, Zarathustra, konfulalacianisme dan sebagainya, maka setiap Negara mengatur dan menjamin hak dan kebebasan beragama yang dicantumkan di dalam konstitusinya.
Di dalam UUD 1945, Pasal 29 berbunyi:
1.     Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa
2.     Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing  dan untuk beribadatmenurut dan kepercayaan  itu.[3]




B.    Penafsiran

1.     Tafsir Al-Misbah
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Setelah menegaskan  tidak mungkinya bertemu dalam  keyakinan  ajaran Islam dan kepercayaan Nabi Muhammad Saw. Dengan  kepercayaan kaum yang mempersekutukan Allah, ayat diatas menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat yakni: Bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyekutuhkan sedikit pun, kamu bebas untuk mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu  dan bagiku juga secara khusus agamaku, aku  pun mestinya memperoleh kebebasan untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disetuh  sedikit pun olehnya.
Kata دين  din dapat berarti agama , atau balasan, atau kepatuhan. Sementara ulam memahami kata tersebut disini dalam arti balasan. Antara lain dengan alasan bahwa kaum musyrikin mekah tidak memiliki agama. Mereka memahami ayat di atas dalam arti masing-masing kelompok akan menerima balasan yang sesuai. Bagi mereka ada balasanya, dan bagi Nabi pun demikian. Baik atau buruk balasan itu, disertahkan kepada Tuhan. Dialah yang menentukannya. Ayat ini menurut mereka semakna dengan firman Nya:
لاَتُسْالُونَ عَمَّا اَجْرَ مْنَا وَلاَ نُسْأ لُ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“kamu tidak diminta mempertanggung jawabkan dosa-dosa kami, kami pun tidak diminta mempertanggungkan perbuatan-perbuatan kalian” (QS. Saba’ (34):25)
Didahulukannya kata (لَكُمْ) lakum dan (لي) liya berfungsi menggambarkan kekhususan, karena itu pula masing-masing agama biarlah berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sembahan kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah. Kalau (دِيْن ) din diartikan agama, maka ayat ini tidak berarti bahwa Nabi diperintahkan mengakui kebenran anutan mereka yakini. Apabila mereka telah mengetahui tentang ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran mereka, silahkan, karena memang

“Tidak ada paksaan dalam  memeluk agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar Dario dicampurburkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sembahan kalian setahun agar kalian jalan yang sesat” (QS. Al-Baqarah (2): 256). Kelak di hari kemudian. Masing-masing mempertanggungjawaban pilih.anya.
Ayat 6 diatas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing.                                                [4]
2.     Tafsir Maragi

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

kalian mempunyai balasan atas amal kalian, dan aku pun menerima balasan atas amalku. Pengertian ayat ini sama dengan ayat yang berbunyi:
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“….Bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu…” (Asy-Syuara, 42:15)
Ya Tuhan kami, limpahkanlah  shalawat –Mu kepada Nabi Muhamma Saw. Yang telah menjadikan balasan amal hanya dilakukan oleh-mu. Semoga salawat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya, dan para sahabat semuanya. Amin.[5]





3. Tafsir Al-Azhar
Pada surah al-kafirun ayat 6 ini dapat dijelaskan bahwa soal akidah, diantara Tauhid Menegaskan Allah, Sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampurkan adukan dengan syirik.
Pada surah ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut Nabi Muhammad bahwasanya akidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tak dapat dipertemukan. Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan yang batil, maka yang batil jualah yang menang. Oleh sebab itu tidaklah mengenal apa yang dinamai Cynscritisme, yang berarti menyesuai-nyesuaikan.[6]

C.    Implementasi dalam kehidupan
1.     Selalu istiqomah dalam akidah atau agamanya
2.     Menjalankan ajaran agamanya yang sesuai yang diyakini nya
3.     Kita sebagai umat Islam selalu menyebah Allah SWT

D.    Aspek Tarbawi
1.     Seseorang harus konsisten /berpegang teguh pada keyakinan keagamaannya. Keyakinan itu harus ter hujam kukuh ke dalam hati dan pikiran. Sehingga apapun yang terjadi. Keyakinan tersebut tidak boleh goyah sepanjang masa.
2.     Tidak dibenarkan mengubah. Menambah, atau mengurangi praktik-praktik ibadah ritual yang diterima dari Nabi Saw., karena itu cara peribadatan kaum musyrik yang berbeda dengan tuntunan Nabi Saw. Walaupun dengan tujuan yang sama, tetap saja tidak dibenarkan.
3.     Perlunya pengakuan eksistensi penganut aneka agama dan kepercayaan secara timbal, bukan pengakuan kebenaran ajaran/keyakinan mereka.
4.     Islam adalah Islam, dan kekufuran adalah kekufuran, jangan paksakan pertemuanya.
5.     Absolutisitas ajaran agama yang dianut masing-masing. Adalah sikap jiwa kedalam, tidak menuntut peryataan atau kenyataan ke luar terhadap mereka yang tidak menyakininya.[7]





















BAB II
PENUTUP
A.   SIMPULAN
Dari penjelasan surah Al-kafirun Ayat 6 diatas dapat disimpulkan bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan memilih agama, karena Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan berkewajiban mengabdi kepada-Nya untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Sejalan dengn peradaban manusia, maka kehidupan beragama mengalami juga perkembangan yang diwarnai dengan sering terjadinya persinggungan antar pemeluk agama yang beragama itu.
Setiap manusia berhak memilih agamanya, dan setiap manusia itu harus konsisten terhadap agama yang dianutnya. Menjalankan ibadahnya sesuai ajaran agama yang dianutnya. Dan menciptakan hubungan harmonis dalam kehidupan masyarakat plural tanpa penyatuan/pencampurbaruan ajaran-ajaran agama-agama.
Setiap manusia harus bertoleransi kepada sesama manusia atas agama yang dianutnya. Menghargai satu sama lain meskipun ada perbedaan agama.











DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1982. TAFSIR AL-AZHAR. Jakarta: Pustaka Panjimas
Muatafa Ahmad. 1985. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. karya Toha Putra Semarang
Quraish Muhammad. 2003. Tafsir AL-MISHBAH. Jakarta: Lentara Hati
Quraish Muhammad. 1993. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI
Baharudin. 1996. Al-Qur’an dan Hak-hak asasi manusia. Yogyakarta: PT DANA BHAKTI PRIMA YASA

                                                               










Nama: Milla Dianur
Riwayat: TK: RA. MASYITHOH
                             MI: MADRASAHAH IBTIDAIYAH SALAFIYAH                      GAPURO
                           MTS: RIBATUL MUTA’ALLIMIN
                           MA: RIBATUL MUTA’ALLIMIN     
CITA-CITA: JADI PENYAYII QOSIDAH
                      JADI GURU
HOBI: MENYANYI




[1] Baharudin, Al-Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PT DANA BHAKTI PRIMA YASA), hlm1-2
[2] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), hlm 210
[3] Ibid, hlm 84-86
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 580-582
[5] Mustofa,  Al-Babi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. karya Toha Putra Semarang, 1985), hlm 449
[6]Hamka, Tafsir AL-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm 288-289

[7]M. Quraish Shihab, AL-LUBAB(Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm 773

Tidak ada komentar:

Posting Komentar