“HAK ASASI MANUSIA”
HAK BERKEYAKINAN BERAGAMA QS. Al-Kafirun Ayat 6
MillaDianur (2021115067)
Kelas :C
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
Kata Pengantar
Puji
dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah mencurahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang berjudul Hak berkeyakinan Beragama.
Berkat
rahmat dan karunianya, serta di dorong kemauan yang keras disertai kemampuan
yang ada, tak lupa berkat motivasi dari orang tua, dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memeperlancar pembuatan makalah ini, kemudian
saya ucapkan terimah kasih kepada Bapak Muhammad Hufron M.S.I selaku dosen
pembimbing, sehingga saya mampu menyelesaikan mkalah ini dengan lancer.
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka kritik dan saran yang membangun, sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman dan khususnya pembaca.
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka kritik dan saran yang membangun, sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman dan khususnya pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang
dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.salah satu hak asasi manusia
yaitu hak berkeyakinan beragama manusia diciptakan untuk berhak memilih agamanya. Bahwa pembedaan secara jelas antara
keislaman dan kakufuran sekaligus meletakan dasar utama bagi terciptanya
kerukunan antar pemeluk agama/kepercayaan yang intinya adalah kepercayaannya
tanpa saling mengganggu.
Pada setiap hak melekat
kewajiban karena itu, selain ada hak asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus
dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam
menggunakan hak asasi manusi, kita wajib memperhatikan, menghormati, dan
menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
B. JUDUL
“HAK BERKEYAKINAN BERAGAMA”
C. Nash AL-QUR’AN Surat Al-Kafirun Ayat 6
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya: “Bagi kamu agama kamu dan bagiku
agamaku”
D. ARTI PENTING
Pada ayat ke-enam surat Al-Kafirun Nabi SAW. Memberikan penjelasan
kepada orang-orang kafir untuk tidak memeksakan kehendak orang lain untuk menganut agama sesuai dengan
yang diyakini. Kebebasan bagi siapapun untuk memeluk agama apapun yang sudah menjadi keyakinannya.
Bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk
memilih akidah dan kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan yang telah
dipilihnya. Kita harus bertoleransi terhadap pemeluk agama lain untuk beribadah
sesuai agamanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Pengertian Hak
Asasi Manusia
Hak asasi
Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa(hak-hak
yang bersifat kodrati)oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang
dapat mencabutnya(Jhon Locke dan dasar lahirnya The American Declaration of
Independence).Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu
dapat berbuat semau-maunya.[1]
Hak berkeyakinan beragama
a)
Pengertian
Agama
Agama adalah satu kata yang sangat mudah diucapkan dan mudah juga untuk
menjelasakan maksudnya (khususnya bagi
orang awam), tetapi sangat sulit memberikan batasan (definisi) yang tepat
lebih-lebih bagi para pakar. Hal ini disebabkan, antara lain, dalam menjelaskan
sesuatu secara ilmiah (dalam arti mendefinisikannya), mengharuskan adanya
rumusan yang mampu menghimpun semua
unsur yang didefinisikan dan sekaligus
mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya.
Muhammad Syaltut menyatakan bahwa Agama adalah
ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyuhkan kepada Nabi-Nya untuk menjadi
pedoman hidup manusia. Din yang biasa diterjemahkan “agama”, menurut guru besar
Al-Azhar itu, menggambarkan “hubungan antara dua pihak dimana yang pertama
mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua.” Seluruh kata yang
menggunakan huruf-huruf dal, ya’ dan nun seeperti dain yang berarti utang atau
dana yadinu yang berarti menghukum atau taat, dan sebagainya, kesemuanya
menggambarkan adanya dua pihak yang melakukan interaksi. Dengan demikian agama
adalah “hubungan antara makhluk dan khaliq-nya”. Hubungan ini mewujudkan dalam
sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukanya dan tecermin pula
dalam sikap keseharianya.[2]
b)
Hak
kebebasan memilih Agama
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
berkewajiban mengabdi kepada-Nya untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan
akhirat. Sejalan dengn peradaban manusia,
maka kehidupan beragama mengalami juga perkembangan yang diwarnai dengan sering
terjadinya persinggungan antar pemeluk agama yang beragama itu.
Agar kehidupan beragama di dunia berjalan aman dan tertib, maka PBB
sebagai badan didunia mengatur hak dan kebebasan manusia untuk memilih agama
dan keyakinan yang kehendakinya sesuai dengan UDHR pasal 18 yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk bebas berpikir, bertobat dan beragama :
hak ini meliputi kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk
menyatakan agama atau kepercayaan dalam bentuk beribadat dan menepatinya, baik
sendiri maupun dilakukan bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum
maupun tersendiri.
Sedangkan Negara-negara islam yang menjadi anggota OKI menjamin
kebebasan memilih agama dan mengamalkanya sebgaimana tertulis dalam pasal 10 CD
yang berbunyi:
Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah Yang maha Esa: penerjemah). Islam melarang melakukan
paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeploitasi kemiskinan atau
ketidaktahuan seseorang untuk merubah agamanya atau menjadi atheis.
tersebut dipertegas oleh Al-Qur’an surah Al- Baqarah ayat 256 yang
berbunyi:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ
تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ
بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Sesungguhnya
islam merupakan agama yang sangat menghormati kebebasan individu. Seseorang
akan menjadi beriman atau tidak merupakan urusan Allah sebagai pemberi hidayah.
Karena itu Allah SWT. Hanya memerintahkan untuk menyeru dengan memberikan
dakwah tentang agama-Nya yang hak, tanpa boleh memaksa dengan kekerasan, seperti ditegaskan
dalam surah Al-kahfi ayat 29:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ
شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
artinya: “kebenaran itu datangnya dari tuhanmu: maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir..”
dengan demikian umat islam tidak
menghendaki ada pihak-pihak yang melanggar hak asasinya dengan cara apapun
sebaiknya umat Islam pun diajarkan untuk
tidak mengganggu atau mengusik pemeluk agama lain.
Sesuai dengan fitrah manusia dan
perjalanan sejarah agama-agama besar di
dunia, terutama Islam dan Kristen, maupun berbagai ajaran budha, hidu, Shinto,
taoisme, Zarathustra, konfulalacianisme dan sebagainya, maka setiap Negara
mengatur dan menjamin hak dan kebebasan beragama yang dicantumkan di dalam
konstitusinya.
Di dalam UUD 1945, Pasal 29
berbunyi:
1.
Negara
berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadatmenurut
dan kepercayaan itu.[3]
B.
Penafsiran
1.
Tafsir
Al-Misbah
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Setelah menegaskan tidak
mungkinya bertemu dalam keyakinan ajaran Islam dan kepercayaan Nabi Muhammad
Saw. Dengan kepercayaan kaum yang
mempersekutukan Allah, ayat diatas menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan
bermasyarakat yakni: Bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyekutuhkan
sedikit pun, kamu bebas untuk mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu dan bagiku juga secara khusus agamaku,
aku pun mestinya memperoleh kebebasan
untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disetuh sedikit pun olehnya.
Kata دين din dapat berarti agama ,
atau balasan, atau kepatuhan. Sementara ulam memahami kata tersebut disini
dalam arti balasan. Antara lain dengan alasan bahwa kaum musyrikin mekah tidak
memiliki agama. Mereka memahami ayat di atas dalam arti masing-masing kelompok
akan menerima balasan yang sesuai. Bagi mereka ada balasanya, dan bagi Nabi pun
demikian. Baik atau buruk balasan itu, disertahkan kepada Tuhan. Dialah yang
menentukannya. Ayat ini menurut mereka semakna dengan firman Nya:
لاَتُسْالُونَ
عَمَّا اَجْرَ مْنَا وَلاَ نُسْأ لُ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“kamu
tidak diminta mempertanggung jawabkan dosa-dosa kami, kami pun tidak diminta
mempertanggungkan perbuatan-perbuatan kalian” (QS. Saba’ (34):25)
Didahulukannya
kata (لَكُمْ) lakum dan (لي) liya berfungsi menggambarkan kekhususan, karena itu pula masing-masing
agama biarlah berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Tidak perlu
mengajak kami untuk menyembah sembahan kalian setahun agar kalian menyembah
pula Allah. Kalau (دِيْن ) din diartikan agama, maka ayat ini tidak berarti bahwa Nabi diperintahkan
mengakui kebenran anutan mereka yakini. Apabila mereka telah mengetahui tentang
ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran
mereka, silahkan, karena memang
“Tidak ada
paksaan dalam memeluk agama,
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar Dario dicampurburkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sembahan
kalian setahun agar kalian jalan yang sesat” (QS. Al-Baqarah (2): 256).
Kelak di hari kemudian. Masing-masing mempertanggungjawaban pilih.anya.
Ayat 6 diatas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik,
bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian masing-masing
pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan
pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan
masing-masing. [4]
2. Tafsir
Maragi
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
kalian mempunyai balasan atas amal kalian, dan aku pun menerima balasan atas amalku. Pengertian ayat ini sama dengan ayat yang berbunyi:
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“….Bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu…”
(Asy-Syuara, 42:15)
Ya Tuhan
kami, limpahkanlah shalawat –Mu kepada
Nabi Muhamma Saw. Yang telah menjadikan balasan amal hanya dilakukan oleh-mu.
Semoga salawat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya, dan para sahabat semuanya.
Amin.[5]
3. Tafsir Al-Azhar
Pada surah al-kafirun ayat 6 ini dapat
dijelaskan bahwa soal akidah, diantara Tauhid Menegaskan Allah, Sekali-kali
tidaklah dapat dikompromikan atau dicampurkan adukan dengan syirik.
Pada surah ini memberi pedoman yang tegas bagi kita
pengikut Nabi Muhammad bahwasanya akidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid
dan syirik tak dapat dipertemukan. Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan
yang batil, maka yang batil jualah yang menang. Oleh sebab itu tidaklah
mengenal apa yang dinamai Cynscritisme, yang berarti menyesuai-nyesuaikan.[6]
C.
Implementasi dalam kehidupan
1. Selalu istiqomah dalam akidah atau agamanya
2. Menjalankan ajaran agamanya yang sesuai yang diyakini nya
3. Kita sebagai umat Islam selalu menyebah Allah SWT
D.
Aspek Tarbawi
1. Seseorang harus konsisten /berpegang teguh pada keyakinan keagamaannya.
Keyakinan itu harus ter hujam kukuh ke dalam hati dan pikiran. Sehingga apapun
yang terjadi. Keyakinan tersebut tidak boleh goyah sepanjang masa.
2. Tidak dibenarkan mengubah. Menambah, atau mengurangi praktik-praktik ibadah
ritual yang diterima dari Nabi Saw., karena itu cara peribadatan kaum musyrik
yang berbeda dengan tuntunan Nabi Saw. Walaupun dengan tujuan yang sama, tetap
saja tidak dibenarkan.
3. Perlunya pengakuan eksistensi penganut aneka agama dan kepercayaan secara timbal, bukan pengakuan kebenaran ajaran/keyakinan
mereka.
4. Islam adalah Islam, dan kekufuran adalah kekufuran, jangan paksakan
pertemuanya.
5. Absolutisitas ajaran agama yang dianut masing-masing. Adalah sikap jiwa
kedalam, tidak menuntut peryataan atau kenyataan ke luar terhadap mereka yang
tidak menyakininya.[7]
BAB II
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari penjelasan surah Al-kafirun Ayat 6 diatas
dapat disimpulkan bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan memilih agama,
karena Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan berkewajiban mengabdi kepada-Nya
untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Sejalan dengn peradaban manusia, maka kehidupan beragama mengalami
juga perkembangan yang diwarnai dengan sering terjadinya persinggungan antar
pemeluk agama yang beragama itu.
Setiap manusia berhak memilih agamanya, dan setiap manusia itu
harus konsisten terhadap agama yang dianutnya. Menjalankan ibadahnya sesuai
ajaran agama yang dianutnya. Dan menciptakan hubungan harmonis dalam kehidupan
masyarakat plural tanpa penyatuan/pencampurbaruan ajaran-ajaran agama-agama.
Setiap manusia harus bertoleransi kepada sesama manusia atas agama
yang dianutnya. Menghargai satu sama lain meskipun ada perbedaan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka.
1982. TAFSIR AL-AZHAR. Jakarta: Pustaka Panjimas
Muatafa
Ahmad. 1985. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. karya Toha Putra Semarang
Quraish Muhammad. 2003. Tafsir
AL-MISHBAH. Jakarta: Lentara Hati
Quraish Muhammad. 1993. Membumikan
Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI
Baharudin. 1996. Al-Qur’an dan Hak-hak asasi manusia. Yogyakarta:
PT DANA BHAKTI PRIMA YASA
Nama: Milla Dianur
Riwayat:
TK: RA. MASYITHOH
MI: MADRASAHAH
IBTIDAIYAH SALAFIYAH
GAPURO
MTS: RIBATUL MUTA’ALLIMIN
MTS: RIBATUL MUTA’ALLIMIN
MA: RIBATUL MUTA’ALLIMIN
CITA-CITA: JADI PENYAYII QOSIDAH
JADI
GURU
HOBI: MENYANYI
[2] M.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), hlm 210
[4] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 580-582
[6]Hamka, Tafsir
AL-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm 288-289
[7]M. Quraish
Shihab, AL-LUBAB(Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm 773
Tidak ada komentar:
Posting Komentar