Laman

Senin, 20 Februari 2017

tt2 d2b KHALIFAH DI MUKA BUMI (QS. Al-Baqoroh, 2: 30)

VISI MISI MANUSIA
KHALIFAH DI MUKA BUMI
(QS. Al-Baqoroh, 2: 30)

 

Muhammad Luthfi Purnomo Sidi 
(2021115046)
Kelas : D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017


KATA PENGANTAR
          Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, pencipta manusia dari generasi awal sampai generasi terakhir. Shalawat dan salam serta berkah Allah semoga dicurahkan kepada ciptaan-Nya yang terpilih, penutup para Nabi, Muhammad saw, kepada seluruh keluarganya yang suci bersih dan sahabatnya. Semoga rahmat dan ampunan Allah juga dicurahkan kepada tabi’in serta generasi penerusnya hingga hari kiamat.
          Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Tafsir Tarbawi II yang sekaligus pengamalan ilmu tentang Konsep Khalifah Di Muka Bumi.Dan Alhamdulillah berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia Allah SWT serta do’a dan dorongan semua pihak, saya dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ucapkanterima kasih yang  sebesar-besarnya.
Karya ini kami persembahkan khusus untuk Dosen kami, bapak Muhammad Ghufron, M.S.I, dan umumnya untuk teman-teman semuanya.Semoga usaha yang amat sederhana ini dapat membawa manfaat bagi semuanya. Kritik dan saran selalu kami nantikan, demi perbaikan di masa yang akan datang. Karena manusia tidak ada yang sempurna, hanya Allah yang memiliki kesempurnaan dan Maha segalanya.
                                                                        Pekalongan, Februari 2016

                                                                        Muhammad Luthfi Purnomo Sidi





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi.Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan.Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat besar, oleh karenanya, sudah selayaknya manusia memperbagus amal kebajikan dan berusaha menjadi yang terbaik serta bermanfaat bagi orang lain.
Dalam menjadi khalifah tentu banyak ujian di alam dunia ini. Keberhasilan dalam menghadapi ujian tentu tergantung dari pribadi masing-masing. Apabila berhasil melalui ujian tentu Allah SWT janjikan di Jannah-Nya. Diangkat derajatnya setelah mengarungi ujian dari Sang Empunya Hidup.
Lebih lanjut, layaknya makhluk Allah SWT berupa kayu yang diuji oleh manusia. Banyak kayu yang tidak teruji, berada dilumpur yang kotor, dipotong untuk kayu bakar, dibakar karena tidak berguna atau lapuk, atau bahkan dibuang karena tidak bermanfaat.Sebaliknya kayu yang teruji, ditempa, dibentuk dengan aturan yang ditetapkan manusia. Maka kayu tersebut akan menjadi kursi, meja, meubelir yang bagus untuk selanjutnya memiliki nilai jual yang tinggi. Layaknya barang terbaik, tentunya si empunya barang akan menempatkannya di tempat yang baik, rumah yang mewah dan bagus, dan tentu akan ditempatkan di ruangan bagian depan.
Sebagai manusia, hamba Sang Khalik, tentu perintah Allah SWT harus kita laksanakan, dan tentu tak luput dari ujian dari Allah SWT. Bagi orang yang bersungguh-sungguh pastilah dunia ini tidak akan menyusahkan atau akan mengatakan bahwa dunia itu sempit. Mereka berusaha seoptimal mungkin menggapai ridho-Nya, menyadari bahwa dunia adalah tempat berperih, tempat berjuang dan tempat yang tidak mengenakkan (sebentar). Ada tempat kesempurnaan yang telah Sang Maha Janjikan.
Mereka itulah hamba Allah SWT yang mengikhlaskan diri akan hidupnya yang sebentar ini untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan beribadah dan selalu berusaha dalam jalan kebaikan. Semoga kita semua digolongkan kedalam hamba-hamba Allah SWT yang dijanjikan surga-Nya. Amiin.

B.    Tema dan Judul
Tema : Visi Misi Manusia
Judul : Khalifah di muka bumi

C.    QS Al-Baqoroh ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ {30}
“Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”. Rabb berfirman:’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’ “. (QS.Al-Baqoroh 2:30)



D.    Rumusan Masalah
1.     Apa makna Khalifah?
2.     Apa Makna Manusia Sebagai Khalifah dimuka bumi?
3.     Bagaimana Konsep Manusia Sebagai Khalifah menurut Tafsir QS. Al-Baqoroh ayat 30?

E.    Tujuan Pembelajaran
1.     Memahami makna manusia sebagai khalifah dimuka bumi sesuai tafsir QS. Al-baqoroh ayat 30 dan hubungannya dengan pendidikan.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Khalifah di muka bumi
a.      Pengertian
Pengertian khalifah jika dilihat dari akar katanya berasal dari kata khalafa, yang berarti di belakang atau menggantikan tempat seseorang sepeninggalnya (karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya), karena itu kata khalif atau khalifah berarti seorang pengganti. Al-Raghib al-Isfahani menjelaskan bahwa menggantikan yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya.  Lebih lanjut, Al-Isfahani menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana akibat ketiadaan di tempat, kematian, atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang menggantikan. Kata al-khalifah jugamemiliki arti al-imârat yaitu kepemimpinan, atau alsulthân yaitu kekuasaan
Menurut KBBI, khalifah berarti wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw. setelah Nabi wafat (dalam urusan negara dan agama) yang melaksanakan syariat (hukum) Islam dalam kehidupan Negara, (gelar) kepala agama dan raja di negara Islam. [1]
b.     Tanggung jawab manusia sebagai khalifah
Jika tugas manusia sebagai khalifah (pemimpin), tentu ia harus dapat membangun dunia ini dengan sinergis, dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya dengan alam, maupun antar sesame manusia itu sendiri. Seorang pemimpin dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya, kemampuan untuk mengolah dan mengeksplorasi alam, maka sebenarnya ia takboleh semena-mena terhadap alam dan sesame manusia, ia harus mengelola dengan baik dan harus menjadi suri tauladan yang  baik.[2]
A.    Tafsir QS.Al-baqoroh ayat 30
1.     Tafsir Jalalain
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً -- (Dan) ingatlah, hai Muhammad! (ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi) yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu Adam!قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا -- (Kata mereka: “mengapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya) yakni dengan berbuat maksiat.وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ -- (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi? Tatkala mereka berbuat kerusakan, Allah mengirim malaikat kepada mereka maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung.وَنَحْنُ نُسَبِّحُ  --(padahal kami selalu bertasbih) maksudnya selalu mengucapkan tasbihبِحَمْدِكَ --(dengan memuji-Mu) yakni dengan membaca subhanallah wabihamdih artinya “Mahasuci Allah dan aku memuji-Nya”وَنُقَدِّسُ لَكَ --(dan menyucikan-Mu) membersihkan-Mu dari hal-hal yang tidak layak bagi-Mu. Huruf lam pada laka itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat mulai kata “padahal” berfungsi sebagai hal atau menunjukkan keadaan, dan maksudnya ialah: “padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!”قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُون --(Allah berfirman:”sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”) tentang maslahat atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam, dan bahwa di antara anak cucunya ada yang taat da nada pula yang durhaka hingga terbukti dan tampaklah keadilan di antara mereka. Jawab mereka: “Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih tau daripada kami, karena kami lebih dulu dan melihat apa yang tidak dilihatnya.” Maka Allah Ta’ala pun menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan jalan mengambil dari setiap corak atau warnanya barang segenggam, lalu diaduk-Nya dengan bermacam-macam jenis air, lalu dibentuk dan ditiupkan Nya padanya rih hingga menjadi makhluk yang dapat merasa, setelah tadinya ia hanya barang beku dan tidak bernyawa.[3]
2.     Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta’ala memberitahukan ihwal pemberian karunia keada Bani Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka dengan membicarakan mereka di al-Mala’ul A’la, sebelum mereka diadakan.Maka Allah berfirman, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “maksudnya, hai Muhammad, ceritakanlah hal itu kepada kaummu. “sesungguhnya Aku berhak menjadikan khalifah di bumi. “Yakni suatu kaumyang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi.”(Fathir: 39) itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam adalah kahlifah Allah di bumi dengan berdalihkan firman Allah: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
     Atsar razaq, dari Muammar, dan dari Qatadah berkata berkaitan dengan firman Allah: “Mengapa engkau hendak menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya.” Seolah-olah Allah memberitahukan kepada para malaikat bahwa apabila di bumi ada makhluk, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah disana. Perkataan malaikat ini bukanalah sebagai bantahan kepada Allah sebagaimana diduga orang, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang tidak dapat menanyakan apapun yang tidak diizinkanNya.
     Ibnu Juraiji berkata bahwa sesungguhnya para malaikat itu berkata menurut apa yang telah diberitahukan Allah kepadanya ihwal keadaan penciptaan Adam. Maka malaikat berkata, “Mengapa engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?”Ibnu Jabir berkata, “sebagian ulama mengatakan, ‘sesungguhnnya malaikat mengatakan hal seperti itu, karena Allah mengizinkan mereka untuk bertanya ihwal hal itu setelah diberitahukan kepada mereka bahwa khalifah itu terdiri atas keturunan Adam.Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakakan padanya?”Sesungguhnya mereka bermaksud mengatakan bahwa diantara keturunan Adam itu ada yang melakukan kerusakan.Pertanyaan itu bersifat meminta informasi dan mencari tahu ihwal hikmah. Maka Allah berfirman sebagai jawaban atas mereka, “Allah berkata, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui,’” yakni Aku mengetahui kemaslahatan yang baik dalam penciptaan sesies yang suka melakukan kerusakan seperti yang kamu sebutkan, dan kemaslahatan itu tidak kamu ketahui, karena Aku akan menjadikan diantara mereka para nabi, rasul, orang-orang saleh, dan para wali.[4]

3.     Tafsir Al-Maraghi
Kandungan ayat ini sama dengan ayat-ayat sebelumnya, yakni menjelaskan nikmat-nikmat Allah. Diciptakannya Nabi Adam dalam bentuk yang sedemikian rupa di samping kenikmatan memiliki ilmu dan berkuasa penuh untuk mengatur alam semesta serta berfungsinsebagai khalifah Allah di bumi, hal tersebut merupakan nikmat yang paling agung dan harus disyukuri oleh keturunannya dengan cara taat keada Allah dan tidak ingkar kepadaNya, termasuk mejauhi kemaksiatan yang dilarang Allah.
Pada ayat ini dan sebelumnya juga menceritakan kisah-kisah tentang kejadian umat manusia. Dalam penciptaan manusia itu mengandung hikmah dan rahasia yang diungkap dalam bentuk dialog dan musyawarah sebelum melakukan penciptaan. Ayat ini termsuk di antara ayat mutasyabih (tidak mungkin ditafsirkan dengan makna zahirnya saja).Sebab, jika kita artikan Allah mengadakan musyawarah dengan hamba-Nya, hal ini merupakan kejadian yang sangat mustahil.Karenanya, terkadang diartikan pemberitahuan Allah kepada para malaikat, yang kemudian malaikat mengadakan sanggahan (bantahan).Pengertian seperti ini pun, tidak bisa dinisbatkan kepada Allah maupun malaikat.Sebab Al-Qur’an telah menegaskan sifat-sifat malaikat. Karenanya dalam masalah ini para ulama’ mempunyai dua pendapat:
a.      Pendapat ulama salaf
Mereka berpendaat bahwa makna ayat-ayat ini sepenuhnya diserahkan kepada Allah SWT. Jadi dialog yang disajikan tersebut, kita tidak bisa mengetahui hakekat makna yang sebenarnya. Tetapi yang jelas, Allah telah menyediakan dunia ini untuk Adam yang oleh Allah telah dianugerahi keistimewaan dan keutamaan.

b.     Pendapat ulama mutaakhirin
Mereka lebih cenderung menakwilkan ayat mutasyabih yang berkaitan dengan masalah kaidah-kaidah agama.Sebab pada prinsipnya kaidah tersebut diletakkan berdasarkan pengertian akal. Jadi jika ada dalil-dalil nash yang bertentangan dengan akal rasio maka nas tersebut ditakwilkan dengan pengertian tidak seperti lahiriyah nash, tetapi disesuaikan dengan pengertian akal rasio.
Berdasarkan ini maka kisah yang ada di dalam Al-Qur’an tadi diungkapkan dalam bentuk tamsil agar lebih mudah dipahami manusia, khususnya mengenai proses kejadian Adam dan keistimewaannya. Untuk maksud tersebut Allah memberitahukan kepada malaikat bahwa Allah akan menciptakan khalifah dibumi. Para malaikat merasa terkejut, mereka bertanya kepada Allah dengan cara dialog. Mereka menghadap Allah agar diberi pengetahuan tentang makhluk-Nya ini.Pernyataan malaikat ini seakan mengatakan, kenapa Tuham menciptakan jenis makhluk ini dengan bekal iradah (kehendak) yang mutlak (tak terbatas) dan ikhtiyar (usaha) yang tak terbatas pula? Sebab, sangat mungkin jika ia mempergunakan iradahnya akan bertentangan dengan maslahat dan hikmah yang berakibat fatal, yakni kerusakan.
Kesimpulannya, malaikat jelas ingin tahu hikmah dibalik penciptaan makhluk jenis manusia ini, karena jenis ini akan melakukan pertikaian selama didunia. Para malaikat  ingin pula mengetahui rahasia yang mengakibatkan Allah mengesampingkan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan-Nya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah telah menganugerahi manusia suatu rahasia  yang tidak pernah diberikan kepada malaikat.[5]
                       
B.    Aplikasi dalam kehidupan
Tugas manusia sebagai khalifah atau menjadi pemimpin di bumi hendaknya selalu di laksanakan atau diaplikasikan ke dalam kehidupan.Seperti , mengelola bumi (lingkungan tempat tinggal) dengan sebaik-baiknya agar bermanfaat bagi manusia itu sendiri juga makhluk Allah yang lainnya, tidak merusak bumi dengan menguntungkan diri sendiri tetapi selalu menjaganya agar senantiasa terjaga dari kerusakan yang akan berakibat buruk dikemudian hari. Selain menjadi pemimpin alam, manusia juga diberi tugas memimpin manusia. Seperti saling ingat-mengingatkan dalam kebaikan, juga memimin umat manusia agar senantiasa menuju  jalan yang benar.

C.    Aspek tarbawi
1.     Hendaknya manusia mengetahui awal penciptaan manusia dan tujuan diciptakannya manusia.
2.     Manusia harus mengerti tugasnya sebagai khalifah yaitu mengelola apa yang ada di alam ini.
3.     Hendaknya kita bertanya jika tidak tahu sebagaimana malaikat menanyakan tentang manusia sebagai khalifah kepada Allah.
4.     Hendaknya kita bertawakkal kepada Allah

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
   Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Allah untuk manusia.Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.


















DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Musfirotun. 2015. Manusia dan kebudayaan perspektif islam. Pekalongan.Duta Media Utama

Ahmad Mustofa Al Maraghi, 1992, Tafsir Al-Maraghi, semarang,Karya Toha Putra

Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, 2006 Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Jakarta,Gema Insani

Imam Jalaludin Al-Mahali, 2009, Terjemahan Tafsir Jalalain jild 1,Bandung, Sinar Baru




[1]http://kbbi.web.id/khalifah, diakses tanggal 18-02-2017, pukul 8:12 WIB
[2]Musfirotun Yusuf, Manusia dan Kebudayaan perspektif islam, (pekalongan, Duta Media Utama, 2015), hlm 116
[3]Imam Jalaludin Al-Mahali, Terjemahan Tafsir Jalalain jild 1, (Bandung,Sinar Baru,2009) hlm 17-18
[4]Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, (Jakarta,Gema Insani,2006),hlm 103-106
[5]Ahmad Mustofa Al Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (semarang,Karya Toha Putra, 1992), hlm 130-135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar