VISI MISI MANUSIA
KHALIFAH DI MUKA BUMI
(QS. Al-Baqoroh, 2: 30)
Muhammad Luthfi Purnomo Sidi
Kelas : D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, pencipta manusia
dari generasi awal sampai generasi terakhir. Shalawat dan salam serta berkah
Allah semoga dicurahkan kepada ciptaan-Nya yang terpilih, penutup para Nabi,
Muhammad saw, kepada seluruh keluarganya yang suci bersih dan sahabatnya.
Semoga rahmat dan ampunan Allah juga dicurahkan kepada tabi’in serta generasi
penerusnya hingga hari kiamat.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Tafsir Tarbawi
II yang sekaligus pengamalan ilmu tentang Konsep Khalifah Di Muka Bumi.Dan
Alhamdulillah berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia Allah SWT serta do’a dan
dorongan semua pihak, saya dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu
kami ucapkanterima kasih yang
sebesar-besarnya.
Karya ini
kami persembahkan khusus untuk Dosen kami, bapak Muhammad Ghufron, M.S.I, dan
umumnya untuk teman-teman semuanya.Semoga usaha yang amat sederhana ini dapat
membawa manfaat bagi semuanya. Kritik dan saran selalu kami nantikan, demi
perbaikan di masa yang akan datang. Karena manusia tidak ada yang sempurna,
hanya Allah yang memiliki kesempurnaan dan Maha segalanya.
Pekalongan,
Februari 2016
Muhammad
Luthfi Purnomo Sidi
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam mengajarkan bahwa
manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah (`abdullah) dan
sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi.Sebagai hamba Allah, manusia
adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan.Oleh karena itu, tugasnya hanya
menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai
khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka
manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas
yang sangat besar, oleh karenanya, sudah selayaknya manusia memperbagus
amal kebajikan dan berusaha menjadi yang terbaik serta bermanfaat bagi orang
lain.
Dalam
menjadi khalifah tentu banyak ujian di alam dunia ini. Keberhasilan dalam
menghadapi ujian tentu tergantung dari pribadi masing-masing. Apabila berhasil
melalui ujian tentu Allah SWT janjikan di Jannah-Nya. Diangkat derajatnya
setelah mengarungi ujian dari Sang Empunya Hidup.
Lebih lanjut, layaknya makhluk Allah SWT berupa kayu yang diuji
oleh manusia. Banyak kayu yang tidak teruji, berada dilumpur yang kotor,
dipotong untuk kayu bakar, dibakar karena tidak berguna atau lapuk, atau bahkan
dibuang karena tidak bermanfaat.Sebaliknya kayu yang teruji, ditempa, dibentuk
dengan aturan yang ditetapkan manusia. Maka kayu tersebut akan menjadi kursi,
meja, meubelir yang bagus untuk selanjutnya memiliki nilai jual yang tinggi.
Layaknya barang terbaik, tentunya si empunya barang akan menempatkannya di
tempat yang baik, rumah yang mewah dan bagus, dan tentu akan ditempatkan di
ruangan bagian depan.
Sebagai manusia, hamba Sang
Khalik, tentu perintah Allah SWT harus kita laksanakan, dan tentu tak luput dari ujian dari Allah SWT. Bagi
orang yang bersungguh-sungguh pastilah dunia ini tidak akan menyusahkan atau
akan mengatakan bahwa dunia itu sempit. Mereka berusaha seoptimal mungkin
menggapai ridho-Nya, menyadari bahwa dunia adalah tempat berperih, tempat
berjuang dan tempat yang tidak mengenakkan (sebentar). Ada tempat kesempurnaan
yang telah Sang Maha Janjikan.
Mereka itulah hamba Allah SWT yang
mengikhlaskan diri akan hidupnya yang sebentar ini untuk mengabdikan diri
kepada Allah SWT dengan beribadah dan selalu berusaha dalam jalan kebaikan.
Semoga kita semua digolongkan kedalam hamba-hamba Allah SWT yang dijanjikan
surga-Nya. Amiin.
B.
Tema dan
Judul
Tema : Visi Misi Manusia
Judul : Khalifah di muka
bumi
C.
QS
Al-Baqoroh ayat 30
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ {30}
“Ingatlah ketika Rabb-mu
berfirman kepada para Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau”. Rabb berfirman:’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui’ “. (QS.Al-Baqoroh 2:30)
D. Rumusan
Masalah
1. Apa
makna Khalifah?
2. Apa Makna
Manusia Sebagai Khalifah dimuka bumi?
3. Bagaimana
Konsep Manusia Sebagai Khalifah menurut Tafsir QS. Al-Baqoroh ayat 30?
E.
Tujuan
Pembelajaran
1. Memahami
makna manusia sebagai khalifah dimuka bumi sesuai tafsir QS. Al-baqoroh ayat 30
dan hubungannya dengan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Khalifah di muka
bumi
a. Pengertian
Pengertian
khalifah jika dilihat dari akar katanya berasal dari kata khalafa, yang berarti
di belakang atau menggantikan tempat seseorang sepeninggalnya (karena yang
menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang
digantikannya), karena itu kata khalif atau khalifah berarti seorang pengganti.
Al-Raghib al-Isfahani menjelaskan bahwa menggantikan yang lain berarti
melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya
maupun sesudahnya. Lebih lanjut,
Al-Isfahani menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana akibat
ketiadaan di tempat, kematian, atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan
dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang menggantikan. Kata
al-khalifah jugamemiliki arti al-imârat yaitu kepemimpinan, atau alsulthân
yaitu kekuasaan
Menurut
KBBI, khalifah berarti wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw. setelah Nabi wafat
(dalam urusan negara dan agama) yang melaksanakan syariat (hukum) Islam dalam
kehidupan Negara, (gelar) kepala agama dan raja di negara Islam. [1]
b. Tanggung jawab manusia sebagai khalifah
Jika tugas manusia
sebagai khalifah (pemimpin), tentu ia harus dapat membangun dunia ini dengan
sinergis, dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya dengan alam,
maupun antar sesame manusia itu sendiri. Seorang pemimpin dengan kekuasaan yang
diberikan kepadanya, kemampuan untuk mengolah dan mengeksplorasi alam, maka
sebenarnya ia takboleh semena-mena terhadap alam dan sesame manusia, ia harus
mengelola dengan baik dan harus menjadi suri tauladan yang baik.[2]
A.
Tafsir QS.Al-baqoroh ayat 30
1.
Tafsir
Jalalain
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً -- (Dan)
ingatlah, hai Muhammad! (ketika
tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi) yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan
hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu Adam!قَالُوا
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا --
(Kata mereka: “mengapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya) yakni dengan berbuat maksiat.وَيَسْفِكُ
الدِّمَآءَ -- (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan
jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi?
Tatkala mereka berbuat kerusakan, Allah mengirim malaikat kepada mereka maka
dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung.وَنَحْنُ نُسَبِّحُ --(padahal kami selalu bertasbih)
maksudnya selalu mengucapkan tasbihبِحَمْدِكَ --(dengan memuji-Mu) yakni
dengan membaca subhanallah wabihamdih artinya “Mahasuci Allah dan aku
memuji-Nya”وَنُقَدِّسُ لَكَ --(dan menyucikan-Mu) membersihkan-Mu dari
hal-hal yang tidak layak bagi-Mu. Huruf lam pada laka itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat mulai kata
“padahal” berfungsi sebagai hal atau menunjukkan keadaan, dan maksudnya ialah:
“padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!”قَالَ
إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُون --(Allah
berfirman:”sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”) tentang
maslahat atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam, dan bahwa di antara anak
cucunya ada yang taat da nada pula yang durhaka hingga terbukti dan tampaklah
keadilan di antara mereka. Jawab mereka: “Tuhan tidak pernah menciptakan
makhluk yang lebih mulia dan lebih tau daripada kami, karena kami lebih dulu
dan melihat apa yang tidak dilihatnya.” Maka Allah Ta’ala pun menciptakan Adam
dari tanah atau lapisan bumi dengan jalan mengambil dari setiap corak atau
warnanya barang segenggam, lalu diaduk-Nya dengan bermacam-macam jenis air,
lalu dibentuk dan ditiupkan Nya padanya rih hingga menjadi makhluk yang dapat
merasa, setelah tadinya ia hanya barang beku dan tidak bernyawa.[3]
2.
Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta’ala memberitahukan ihwal pemberian karunia
keada Bani Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka
dengan membicarakan mereka di al-Mala’ul
A’la, sebelum mereka diadakan.Maka Allah berfirman, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat, “maksudnya, hai Muhammad, ceritakanlah hal itu
kepada kaummu. “sesungguhnya Aku berhak menjadikan khalifah di bumi. “Yakni
suatu kaumyang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi
demi generasi, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dialah yang menjadikan kamu
sebagai khalifah-khalifah di bumi.”(Fathir:
39) itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat orang yang
mengatakan bahwa Adam adalah kahlifah Allah di bumi dengan berdalihkan firman
Allah: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
Atsar razaq, dari Muammar, dan dari Qatadah
berkata berkaitan dengan firman Allah: “Mengapa engkau hendak menjadikan di
bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya.” Seolah-olah Allah memberitahukan
kepada para malaikat bahwa apabila di bumi ada makhluk, maka mereka akan
membuat kerusakan dan menumpahkan darah disana. Perkataan malaikat ini
bukanalah sebagai bantahan kepada Allah sebagaimana diduga orang, karena
malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang tidak dapat menanyakan apapun yang
tidak diizinkanNya.
Ibnu Juraiji berkata bahwa sesungguhnya
para malaikat itu berkata menurut apa yang telah diberitahukan Allah kepadanya
ihwal keadaan penciptaan Adam. Maka malaikat berkata, “Mengapa engkau hendak
menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?”Ibnu Jabir
berkata, “sebagian ulama mengatakan, ‘sesungguhnnya malaikat mengatakan hal
seperti itu, karena Allah mengizinkan mereka untuk bertanya ihwal hal itu
setelah diberitahukan kepada mereka bahwa khalifah itu terdiri atas keturunan
Adam.Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat
kerusakakan padanya?”Sesungguhnya mereka bermaksud mengatakan bahwa diantara
keturunan Adam itu ada yang melakukan kerusakan.Pertanyaan itu bersifat meminta
informasi dan mencari tahu ihwal hikmah. Maka Allah berfirman sebagai jawaban
atas mereka, “Allah berkata, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui,’” yakni Aku mengetahui kemaslahatan yang baik dalam penciptaan sesies
yang suka melakukan kerusakan seperti yang kamu sebutkan, dan kemaslahatan itu
tidak kamu ketahui, karena Aku akan menjadikan diantara mereka para nabi,
rasul, orang-orang saleh, dan para wali.[4]
3.
Tafsir Al-Maraghi
Kandungan
ayat ini sama dengan ayat-ayat sebelumnya, yakni menjelaskan nikmat-nikmat
Allah. Diciptakannya Nabi Adam dalam bentuk yang sedemikian rupa di samping
kenikmatan memiliki ilmu dan berkuasa penuh untuk mengatur alam semesta serta
berfungsinsebagai khalifah Allah di bumi, hal tersebut merupakan nikmat yang
paling agung dan harus disyukuri oleh keturunannya dengan cara taat keada Allah
dan tidak ingkar kepadaNya, termasuk mejauhi kemaksiatan yang dilarang Allah.
Pada ayat
ini dan sebelumnya juga menceritakan kisah-kisah tentang kejadian umat manusia.
Dalam penciptaan manusia itu mengandung hikmah dan rahasia yang diungkap dalam
bentuk dialog dan musyawarah sebelum melakukan penciptaan. Ayat ini termsuk di
antara ayat mutasyabih (tidak mungkin
ditafsirkan dengan makna zahirnya saja).Sebab, jika kita artikan Allah
mengadakan musyawarah dengan hamba-Nya, hal ini merupakan kejadian yang sangat
mustahil.Karenanya, terkadang diartikan pemberitahuan Allah kepada para
malaikat, yang kemudian malaikat mengadakan sanggahan (bantahan).Pengertian
seperti ini pun, tidak bisa dinisbatkan kepada Allah maupun malaikat.Sebab
Al-Qur’an telah menegaskan sifat-sifat malaikat. Karenanya dalam masalah ini
para ulama’ mempunyai dua pendapat:
a.
Pendapat ulama salaf
Mereka
berpendaat bahwa makna ayat-ayat ini sepenuhnya diserahkan kepada Allah SWT.
Jadi dialog yang disajikan tersebut, kita tidak bisa mengetahui hakekat makna
yang sebenarnya. Tetapi yang jelas, Allah telah menyediakan dunia ini untuk
Adam yang oleh Allah telah dianugerahi keistimewaan dan keutamaan.
b.
Pendapat ulama mutaakhirin
Mereka
lebih cenderung menakwilkan ayat mutasyabih yang berkaitan dengan masalah
kaidah-kaidah agama.Sebab pada prinsipnya kaidah tersebut diletakkan
berdasarkan pengertian akal. Jadi jika ada dalil-dalil nash yang bertentangan
dengan akal rasio maka nas tersebut ditakwilkan dengan pengertian tidak seperti
lahiriyah nash, tetapi disesuaikan dengan pengertian akal rasio.
Berdasarkan ini
maka kisah yang ada di dalam Al-Qur’an tadi diungkapkan dalam bentuk tamsil agar
lebih mudah dipahami manusia, khususnya mengenai proses kejadian Adam dan
keistimewaannya. Untuk maksud tersebut Allah memberitahukan kepada malaikat
bahwa Allah akan menciptakan khalifah dibumi. Para malaikat merasa terkejut,
mereka bertanya kepada Allah dengan cara dialog. Mereka menghadap Allah agar
diberi pengetahuan tentang makhluk-Nya ini.Pernyataan malaikat ini seakan
mengatakan, kenapa Tuham menciptakan jenis makhluk ini dengan bekal iradah
(kehendak) yang mutlak (tak terbatas) dan ikhtiyar (usaha) yang tak terbatas
pula? Sebab, sangat mungkin jika ia mempergunakan iradahnya akan bertentangan
dengan maslahat dan hikmah yang berakibat fatal, yakni kerusakan.
Kesimpulannya, malaikat jelas ingin tahu hikmah dibalik penciptaan
makhluk jenis manusia ini, karena jenis ini akan melakukan pertikaian selama
didunia. Para malaikat ingin pula
mengetahui rahasia yang mengakibatkan Allah mengesampingkan mereka yang hanya
bertasbih dan menyucikan-Nya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah telah
menganugerahi manusia suatu rahasia yang
tidak pernah diberikan kepada malaikat.[5]
B. Aplikasi dalam kehidupan
Tugas manusia sebagai khalifah atau menjadi pemimpin di bumi hendaknya
selalu di laksanakan atau diaplikasikan ke dalam kehidupan.Seperti , mengelola
bumi (lingkungan tempat tinggal) dengan sebaik-baiknya agar bermanfaat bagi
manusia itu sendiri juga makhluk Allah yang lainnya, tidak merusak bumi dengan
menguntungkan diri sendiri tetapi selalu menjaganya agar senantiasa terjaga
dari kerusakan yang akan berakibat buruk dikemudian hari. Selain menjadi
pemimpin alam, manusia juga diberi tugas memimpin manusia. Seperti saling
ingat-mengingatkan dalam kebaikan, juga memimin umat manusia agar senantiasa
menuju jalan yang benar.
C. Aspek tarbawi
1. Hendaknya manusia mengetahui
awal penciptaan manusia dan tujuan diciptakannya manusia.
2. Manusia harus mengerti
tugasnya sebagai khalifah yaitu mengelola apa yang ada di alam ini.
3. Hendaknya kita bertanya jika
tidak tahu sebagaimana malaikat menanyakan tentang manusia sebagai khalifah
kepada Allah.
4. Hendaknya kita bertawakkal
kepada Allah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab
pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta
memang diciptakan Allah untuk manusia.Sebagai hamba manusia adalah kecil,
tetapi sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam
menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia
dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal,
hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk
menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil
untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Musfirotun. 2015.
Manusia dan kebudayaan perspektif islam. Pekalongan.Duta Media Utama
Ahmad Mustofa Al Maraghi,
1992, Tafsir Al-Maraghi, semarang,Karya Toha Putra
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, 2006
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Jakarta,Gema Insani
Imam Jalaludin Al-Mahali,
2009, Terjemahan Tafsir Jalalain jild 1,Bandung, Sinar Baru
[2]Musfirotun Yusuf, Manusia dan Kebudayaan
perspektif islam, (pekalongan, Duta Media Utama, 2015), hlm 116
[3]Imam Jalaludin Al-Mahali, Terjemahan Tafsir
Jalalain jild 1, (Bandung,Sinar Baru,2009) hlm 17-18
[4]Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir jilid 1, (Jakarta,Gema Insani,2006),hlm 103-106
[5]Ahmad Mustofa Al Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (semarang,Karya
Toha Putra, 1992), hlm 130-135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar