Laman

Rabu, 22 Maret 2017

tt2 c6d HIJRAH DAN JIHAD PAKAI HARTA JIWA RAGA QS.At-TAUBAH : 20

INVESTASI AMAL SALEH
HIJRAH DAN JIHAD PAKAI HARTA JIWA RAGA
QS.At-TAUBAH : 20

Faza Savira Sari  (2021115154)
 Kelas : C

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah swt. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada hamba-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul besar  “Investasi Amal Saleh” dan judul kecil “Hijrah dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga” dalam QS. At-Taubah 9: 20. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan tahun akademik 2017.
Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka makalah ini tidak akan terwujud. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1.    Bapak  Muhammad Ghufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir   Tarbawi II.
2.    Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materiil serta motivasinya.
3.    Segenap staff perpustakaan IAIN pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi buku rujukan.
4.    Mahasiswa prodi PAI kelas C yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya. Serta,
5.    Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya.
Penulis menyadari betul bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan dorongan, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini dan dapat mudah dimanfaatkan.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.




Pekalongan, 22 Maret 2017




Faza Savira Sari




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi Muhammad S.A.W. panglima para nabi, penyeru kebaikan, pendobrak kebatilan dan pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi saw dilahirkan dari rahim ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil, terbentuknya komunitas yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, komunitas yang selalu memberikan dan memelihara keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman, baik sesama muslim ataupun terhadap non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut tampak sosok manusia yang begitu kokoh dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga sejarah pun dengan bangga menorehkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani, tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap sesama muslim.
A.     Judul
Judul garis besar makalah ini adalah “Investasi Amal Saleh” dan sub pembahasannya adalah “Hijrah dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga”.
B.    Arti Penting
Memang tidak mudah bagi seorang beriman untuk melakukan apa saja yang diperintah oleh keimanannya. Karena kehidupan seorang terkait erat dengan perasaannya dan adat istiadatnya yang telah menjadi fitrahnya sejak dulu. Jadi, tidak semua orang dapat mengorbankan harta dan jiwanya sekaligus, bahkan Sayyidina Hamzah, paman Nabi Saw. dan saudara sepersusuan dengan beliau Saw., sebelum ia menyatakan keimanannya, maka ia merasa sulit untuk mengorbankan harta dan jiwanya sekaligus. Tentang masalah ini akan dirasa oleh semua orang. Karena itu, kita harus memahami masalah ini dengan baik dan kita harus mendoakan mereka di luar pengetahuan mereka, semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka.
Keimanan seorang dapat melampaui halangan yang pertama, yaitu bujuk rayu setan yang menghalanginya, selanjutnya jika ia ikut berhijrah ke tempat lain, maka di sana orang itu akan mendapat tantangan yang lain, seperti meninggalkan kaumnya, sukunya, keluarganya dan kaum kerabat dekatnya. Tentunya, hijrah seorang ke tempat lain, ia lakukan karena terpaksa, sehingga ia mengalami hidup yang tidak nyaman di tempat yang baru, apalagi jika ia diperintah berjuang di jalan Allah. Jika ia dapat melakukannya dengan baik semua perintah Allah, maka ia termasuk seorang yang dapat mengalahkan halangan yang kedua. Seorang yang dapat melampaui semua halangan demi agamanya, maka ia dapat melampaui halangan dari dirinya sendiri, sehingga ia akan mencapai keselamatan.
Siapapun yang beriman berarti ia telah berhasil menembus halangan dari setan. Kemudian jika ia ikut berhijrah dengan meninggalkan tanah airnya, hartanya, keluarganya, kawan-kawannya dan kaum kerabatnya, berarti ia telah berhasil menembus halangan yang kedua. Selanjutnya, jika ia ikut berjuang untuk menegakkan agama Allah, berarti ia telah berhasil menembus halangan yang ketiga. Siapapun yang berhasil menembus ketiga halangan itu, maka ia akan mendapat keselamatan.
C.    Nash Al-Qur’an
الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَآائِزُونَ (٢٠)
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda mereka dan diri mereka, adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah, dan itulah mereka orang-orang beruntung”.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori
1.     Pengertian
Hijrah adalah meninggalkan baik secara perbuatan maupun perkataan. Hijrah menurut para sufi yaitu pergi untuk mendekatkan diri dengan kebiasaan-kebiasaan baik. Hijrah tidak mengharuskan perpindahan secara fisik atau dari satu tempat ke tempat lain.
Hijrah juga perpisahan yang disebabkan oleh jihad dengan niat yang benar. Contohnya seperti meninggalkan keluarga dalam rangka menuntut ilmu. Pergi meninggalkan desa yang penuh dengan fitnah.
Dalam bahasa Arab, istilah jihad berasal dari akar kata جَهَدَartinya “berjuang” atau “bekerja keras” dan dalam konteks  Islam perjuangan dan kerja keras ini dipahami dilakukan di jalan Tuhan. Orang yang melaksanakan tugas dimaksud dikatakan seorang mujahid. Dalam kontemplasi sufi, kondisi melawan godaan jiwa juga dinamakan mujahidah, untuk menyadarkan betapa piciknya terjemahan yang dipakai sekarang ini.[1]
Arti dasar dari jihad, yaitu sebagai “pengerahan tenaga dan perjuangan di jalan Tuhan”. Dengan pengertian yang paling dasar ini, dapat dikatakan bahwa menurut Islam, segala aktivitas kehidupan adalahh jihad karena merupakan perjuangan untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, serta mengerahkan diri untuk melakukan kebaikan dan melawan kejahatan. Kita terlahir ke sebuah dunia yang didalamnya  terdapat ketidakseimbangan dan ketidakteraturan baik di luar maupun di dalam diri kita. Untuk menciptakan suatu kehidupan yang seimbang berdasarkan kepasrahan kepada Tuhan dan ketundukan pada segala perintahnya membutuhkan jihad yang terus-menerus, sama halnya dengan seorang pelayar di lautan berbadai dan berombak membutuhkan pengerahan usaha terus-menerus untuk menjaga agar kapal jangan sampai terbalik dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tempat yang dicita-citakan.[2]
2.     Penafsiran Ayat
Dalam hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih tinggi kedudukannya dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih besar pahalanya daripada mereka memberi minum kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan memakmurkan masjid, yang oleh sebagian Muslimin dipandang bahwa perbuatan mereka itu adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama sesudah Islam.
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa mereka tidak sama, kini ditegaskan siapa yang lebih mulia, yaitu orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan membuktikan kebenaran iman mereka antara lain dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhijrah dari Mekah ke Madinah serta berjihad di jalan Allah untuk menegakkan agama-Nya dengan harta benda mereka dan diri mereka, adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah dari mereka yang tidak menghimpun ketiga sifat ini dan itulah yang sangat tingi kedudukanya adalah mereka yang secara khusus dinamai orang-orang yang benar-benar beruntung secara sempurna.
“Orang-orang yang berimandanberhijrahdanberjihadpadajalan Allah.” (pangkalayat 20).
TigaserangkaidarikeutamanIman, yang menjadisifatdarimu’minpertama di zamanNabis.a.wdankesedianpengikutNabisetelahbeliautidakadalagi:
Pertama            : Iman.
Kedua       :Sanguphijrahmeningalkankampunghalamankarenamempertahankaniman.
Ketiga               : Sanggupberjihaddanberperanguntukmenegakanjalan Allah.
“Denganhartabendamerekadanjiwa-jiwamereka.”Artinyaselalubersedia, selalubersiapmenungguapa yang diperintahkanolehTuhan, walau yang dimintaituhartakita, ataupunnyawakita.Amatbesarlahderajatmereka di sisi Allah, sebabmerekapercayakepada Allah.
“Dan merekaitu, merekalah orang-orang yangberolehkejayaan.” (ujungayat 20). Kejayaan yang luassekali, jayaduniadengankedudukandanmartabat yang tingiditengahsegalabangsadan agama, danjaya di Akhirat.
 Kata (هم)hum/ mereka setelah kataأولئكula’ika/itulah menjadikan ayat ini mengkhususkan surga bagi yang memenuhi ketiga sifat yang disebut di atas. Tentusajapengkhususantersebuttidakberartibahwa yang tidakmemenuhinyatidakakanmendapatsurga. Pengkhususantersebutmengisyaratkanbahwaganjaran yang merekaterimasedemikianbesarsehinggatidakdapatdibandingkandenganganjaranselainmerekadanbahwakeberuntungan yang diperolehselainmerekatidakberartijikadibandingkandengankeberuntungan yang diperolehmereka yang menyandangketigasifattersebut di atas, yakniberiman, berhijrah, berjihaddenganjiwasertadenganharta.[3]
 Ibnu Abbas menafsirkan Ayat ini dengan: sesungguhnya orang musyrikin berkata, ”sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan Baitullah dan memberi minum kepada orang-orang yang berhaji adalah lebih baik daripada orang yang beriman dan berjihad.” Mereka berpaling dari Al-Qur’an dan Nabi Saw.Maka Allah mengunggulkan keimanan dan jihad bersama Nabi Saw.Atas pengurusan Baitullah dan dan pemberian air minum yang dilakukan oleh kaum musyrikin.Perbuatan mereka ini tidaklah bermanfaat pada sisi Allah jika disertai kemusyrikan kepada-Nya.
Al-Walid bin Muslim meriwayatkandari an-Numan bin Basyir al-Ansharidiaberkata, “AkuberadadekatmimbarRasulullah Saw. Bersamakelompoksahabatnya.Salahseorangdiantaramerekaberkata, “akutakpedulikalauakutidakmelakukansuatuamalkarena Allah setelahmasuk Islam karenaakutelahmemberiminumkepada orang yang berhaji.” Yang lainberkata ‘bukandemikian, tetapiakutelahmengurusMasjidil Haram.’ Sahabatlainberkata “bukandemikian, justru jihad di jalan Allah adalahlebihbaikdariapa yang kamu katakana.” Maka Umar bin Khaththabmenghardikmereka, laluberkata “janganlahkamuberbicarakeras di sisimimbarRasulullahdanituterjadipadaharijum’at. JikaShalatjum’attelahusaiakuakanmenemuiRasulullahdanmeminta fatwa kepadanyaihwalapa yang kalian perselisihkan.”’Nu’amberkata: kemudian Umar melakukannya. MakaturunlahAyat, “Apakahkamumenetapkan orang-orang yang memberiminumkepada orang yang berhajidan orang yang memakmurkanMasjidil Haram ituseperti orang yang berimankepada Allah danhariakhirserta jihad dijalan Allah?Merekatidaksamapadasisi Allah. Dan Allah tidakmemberipetunjukkepadakaum yang zalim.” (Qs. At-Taubah 19).[4]


B.    Tafsir
1.     Tafsir Al-Qurthubi
Firman Allah,الَّذِينَ آمَنُواberada dalam posisi rafa’, sebagai mubtada’, dan khabar-nya adalah firman Allah SWT, أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ. Lafazh دَرَجَة berada dalam posisi nashab sebagai bayan. Maksudnya, dari orang-orang yang bangga dengan tugas memberi minum dan mengurus Masjidil Haram. Tidak ada satu pun derajat bagi orang-orang kafir hingga dikatakan, orang beriman yang lebih tinggi derajatnya.
Artinya, mereka menyatakan diri mereka memiliki derajat lantaran mengurus Masjidil Haram dan memberi minum. Oleh karena itu Allah berfirman kepada mereka atas klaim derajat bagi diri sendiri, sekalipun pernyataan itu tidak benar, sebagaiman firman Allah SWT, dalam QS. Al-Furqaan [25] : 24,  yang artinya : “Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya.”
Ada yang mengatakan bahwa lafazh أَعْظَمُ دَرَجَةًmaksudnya adalah lebih tinggi dari semua orang yang memiliki derajat. Artinya, mereka memiliki keistimewaan dan kedudukan yang tinggi.
Allah selanjutnya berfirman, وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَآائِزُونَ“Dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan,” dengan sebab itu semua.[5]
2.     Tafsir  Al-Maraghi
الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ
Dalam hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih tinggi kedudukannya dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih besar pahalanya daripada mereka yang memberi minum kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan memakmurkan masjid, yang oleh sebagian muslimin dipandang bahwa perbuatan mereka itu adalah jalan pendekatan diri kepada Allah yang paling utama sesudah islam.
Orang-orang yang memperoleh ketamaan hijrah dan jihad dengan diri maupun harta, lebih tinggi martabatnya dan lebih agung kemuliaannya daripada orang yang tidak memilikidua sifat tersebut, siapapun orangnya, termasuk didalamnya adalah orang-orang yang memberi minum dan memakmurkan masjid.
وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَآائِزُونَ
Orang-orang mukmin yang berhijrah dan berjihad itu orang-orang yang beruntung memperoleh pahala dari Allah dan kemuliaan-Nya, bukan orang-orang yang tidak mempunyai ketiga siat ini, meskipun dua memberi minum kepada orang yang menunaikan ibadah haji dan memekmurkan Masjidil Haram. Sebab, pahala yang diberikan kepada orang Mu’min didasarkan atas dua amal ini, bukan memberi minum dan memakmurkan masjid. Orang kafir tidak akan memperoleh pahala tersebut di akhirat, karena kekufuran kepada Allah, para Rasul-Nya dan hari akhir, akan menyia-nyiakan amal badaniah mereka, meski telah ditetapkan niat yang baik didalamnya.[6]
3.     Tafsir Al-Azhar
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah dan berjihad pada jalan Allah”, (pangkal ayat 20).
Tiga serangkai dari keutamaan Iman, yang menjadi sifat dari Mukmin Pertama di zaman Nabi SAW, dan kesediaan pengikut nabi setelah beliau tidak ada lagi. Pertama: Iman. Kedua: Sanggup hijrah meninggalkan kampung halaman karena mempertahankan Iman. Ketiga: Sanggup berjihad dan berperang untuk menegakkan jalan Allah.
“Dengah harta-benda mereka dan jiwa-jiwa mereka”, Artinya selalu bersedia, selalu bersiap menunggu apa yang diperintahkan oleh Allah, walau yang diminta itu harta kita, ataupun nyawa kita. “Amat besarlah derajat mereka di sisi Allah”. Sebab seluruh hidupnya lahir dan batin telah bersedia untuk Allah, sebab mereka percaya kepada Allah.
“Dan mereka itu, merekalah orang-orang yang beroleh kejayaan”. (ujung ayat 20). Kejayaan yang luas sekali, jaya dunia dengan kedudukan dan martabat yang tinggi di tengah segala bangsa dan agama, dan jaya di akhirat.[7]
C.    Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Pelaksanaan semua perbuatan ibadah jelas mengandung jihad. Shalat lima kali sehari secara teratur selama hidup, bagi kita, tidak mungkin terjadi tanpa usaha yang sungguh-sungguh atau jihad. Begitu juga dengan puasa dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari tentu saja adalah sebuah jihad dan membutuhkan pengorbanan besar dari nafsu manusia demi perintah Tuhan. Demikian juga halnya dengan ibadah-ibadah yang lain.
Bangun pada pagi hari dengan ucapan nama Allah di bibir, hidup dengan baik dan adil sepanjang waktu, bersikap baik dan pemurah kepada orang dan juga binatang serta tumbuh – tumbuhan yang dijumpai sepanjang hari, mengerjakan pekerjaan  dengan baik dan memerhatikan kesejahteraan keluarga serta menjaga kesehatan diri dan harta benda, semuanya merupakan jihad. Islam tidak memisahkan antara aspek sekuler dan religius, seluruh roda kehidupan seorang Muslim melibatkan jihad sehingga setiap unsur dan aspek kehidupan dibuat sesuai dengan norma – norma agama.
Jihad juga dituntut dalam bidang hubungan antar manusia atau muamalat jika orang hendak menjalankan kehidupan yang jujur dan lurus. Tidak hanya perbuatan ibadah yang berkaitan langsung dengan hubungan kita dan Tuhan, tetapi juga jenis perbuatan manusia lainnya dianggap memengaruhi jiwa dan karenanya harus dilaksanakan dengan nilai etika dan keadilan. Ternyata, jiwa tidak selalu dalam keadaan baik dan adil. Dengan demikian, untuk hidup dengan jujur dan melaksanakan perbuatan dalam kehidupan sehari – hari sesuai dengan norma-norma etika Islam dan Hukum Tuhan berarti melaksanakan jihad secara terus menerus.[8]
D.    Aspek Tarbawi
1.     Orang mukmin yang mampu menyeimbangkan antara iman, hijrah dan jihad dalam kehidupan pribadi akan ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt.
2.     Berjihad tidak hanya berperang akan tetapi dapat juga dengan beramal menggunakan harta maupun dengan jiwa raga.
3.     Mempunyai jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama.
4.     Yakin adanya harapan, yaitu cita-cita dan kemauan yang tak pernah padam, tidak mengenal kata mundur apalagi putus asa serta memiliki jiwa optimisme.
5.     Bersemangat dalam menggapai rahmat dan ridho Allah. Apabila rahmat Allah telah didapat, maka apa pun yang diinginkan akan mendaptkannya, baik kebahgiaan di dunia kini, maupun  di akhirat, bahkan ampunan atas segala dosa dan kesalahan.[9]

E.      
BAB III
PENUTUP

1.     Kesimpulan
Seseorang yang melakukan hijrah dan diniatkan karena Allah semata, Allah telah membukakan kepadanya segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta berada di puncak kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan dan kebenaran.jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai iman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah akan mendapatkan segalakebaikan dari Allah, dibandingkan dengan orang-orang yang hanya memberi minum orang yang berhaji serta memakmurkan masjid.
2.     Saran
Pembahasan dalam makalah yang saya susun ini memang jauh dari suatu kesempurnaan, maka dari itu saya mengharap kepada Pembaca makalah ini agar mencari refrensi dan buku bacaan yang mendukung terhadap pembahasan mengenai materi ini dan saya sangat mengharap saran dan kritiknya yang tak lain hal tersebut saya butuhkan untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Sayaucapkanterimakasih, semogamakalahinibermanfaatbagipembacasekalian.


DAFTAR PUSTAKA

Shihab M. Quraish. 2007.  Ensiklopedia al-Qur’an,. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab M. Quraish. 2013. Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Pustaka Mizan.
al-Maraghi Ahmad Mustafa. 1990. Tafsir al-Maraghi. Semarang: CV. Toha Putra.
Ar-Rifa’I Nasib Muhammad. 2000. Tafsiru al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,. Jakarta: Gema Insani Press.
Al Qurthubi Imam. 2008. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam
Prof. Dr. Hamka. 1965. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Yayasan Nurul Islam.
Dapartemen Agama RI. 2009Al-Qur`an Bayan. Jakarta: Al-Qur`anterkemuka.



BiodataPenulis :

Nama     :     Faza Savira Sari
TTL        :    Pekalongan, 09 Mei 1997
Alamat   :    JL. KHM. Mansyur GG.2 No.24 Rt/Rw: 05/03 BendanKergon Pekalongan

RiwayatPendidikan :
1. TK Al-Irsyad Pekalongan
2. SD Islam 04 Pekalongan
3. SMP Islam Pekalongan
4. MAN 2 Pekalongan










[1] M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati: 2007), Hlm. 396.
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat,  (Bandung: Pustaka Mizan, 2013), Hlm. 661.
[3]Ahmad Mustafaal-Maraghi,TerjemahTafsir al-Maraghi,(Semarang: CV. Toha Putra, 1990), Jus 10, Hlm. 95-96 .

[4] Nasib Muhammad Ar-Rifa’I, Taisiru al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Jilid 4, Hlm.135-136.

[5] Imam Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid 8, Hlm. 214-215.
[6]Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1990), Hlm. 132-133.
[7]Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1965), Hlm. 134.
[8]Dapartemen Agama RI, Al-Qur`an Bayan, (Jakarta: Al-Qur`an terkemuka, 2009), Hlm.179.
[9]M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: TafsirTematikAtasBerbagaiPersoalanUmat, (Bandung: MizanPustaka, 2013), Hlm. 57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar