INVESTASI AMAL SALEH
HIJRAH DAN JIHAD PAKAI HARTA JIWA RAGA
QS.At-TAUBAH : 20
Faza Savira Sari (2021115154)
Kelas : C
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Segala puji
bagi Allah swt. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada hamba-Nya sehingga penyusunan makalah yang
berjudul besar “Investasi Amal Saleh” dan judul kecil “Hijrah
dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga” dalam QS. At-Taubah 9: 20. Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II, Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Pekalongan tahun akademik 2017.
Penulis
menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka makalah ini tidak
akan terwujud. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Muhammad Ghufron, M.S.I selaku dosen pengampu
mata kuliah Tafsir Tarbawi II.
2. Bapak dan
Ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materiil
serta motivasinya.
3. Segenap
staff perpustakaan IAIN pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi buku
rujukan.
4. Mahasiswa
prodi PAI kelas C yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya.
Serta,
5. Semua pihak
yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya.
Penulis
menyadari betul bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu penulis mengharapkan dorongan, kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini dan dapat mudah dimanfaatkan.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.
Pekalongan, 22 Maret 2017
Faza Savira Sari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi
Muhammad S.A.W. panglima para nabi, penyeru kebaikan, pendobrak kebatilan dan
pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi saw dilahirkan dari rahim
ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil,
terbentuknya komunitas yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan,
kekufuran dan kemunafikan, komunitas yang selalu memberikan dan memelihara
keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman, baik sesama muslim ataupun terhadap
non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam
perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan
sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut tampak
sosok manusia yang begitu kokoh dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar
dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga
sejarah pun dengan bangga menorehkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah
tersebut agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pembangunan masyarakat madani
dan rabbani, tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut
terhadap sesama muslim.
A. Judul
Judul garis
besar makalah ini adalah “Investasi Amal Saleh” dan sub pembahasannya adalah
“Hijrah dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga”.
B.
Arti Penting
Memang tidak mudah bagi seorang beriman untuk melakukan apa
saja yang diperintah oleh keimanannya. Karena kehidupan seorang terkait erat
dengan perasaannya dan adat istiadatnya yang telah menjadi fitrahnya sejak
dulu. Jadi, tidak semua orang dapat mengorbankan harta dan jiwanya sekaligus,
bahkan Sayyidina Hamzah, paman Nabi Saw. dan saudara sepersusuan dengan
beliau Saw., sebelum ia menyatakan keimanannya, maka ia merasa sulit
untuk mengorbankan harta dan jiwanya sekaligus. Tentang masalah ini akan dirasa
oleh semua orang. Karena itu, kita harus memahami masalah ini dengan baik dan
kita harus mendoakan mereka di luar pengetahuan mereka, semoga Allah mengampuni
dosa-dosa mereka.
Keimanan seorang dapat melampaui halangan yang pertama,
yaitu bujuk rayu setan yang menghalanginya, selanjutnya jika ia ikut berhijrah
ke tempat lain, maka di sana orang itu akan mendapat tantangan yang lain,
seperti meninggalkan kaumnya, sukunya, keluarganya dan kaum kerabat dekatnya.
Tentunya, hijrah seorang ke tempat lain, ia lakukan karena terpaksa, sehingga
ia mengalami hidup yang tidak nyaman di tempat yang baru, apalagi jika ia
diperintah berjuang di jalan Allah. Jika ia dapat melakukannya dengan baik
semua perintah Allah, maka ia termasuk seorang yang dapat mengalahkan halangan
yang kedua. Seorang yang dapat melampaui semua halangan demi agamanya, maka ia
dapat melampaui halangan dari dirinya sendiri, sehingga ia akan mencapai
keselamatan.
Siapapun yang beriman berarti ia telah berhasil menembus
halangan dari setan. Kemudian jika ia ikut berhijrah dengan meninggalkan tanah
airnya, hartanya, keluarganya, kawan-kawannya dan kaum kerabatnya, berarti ia
telah berhasil menembus halangan yang kedua. Selanjutnya, jika ia ikut berjuang
untuk menegakkan agama Allah, berarti ia telah berhasil menembus halangan yang
ketiga. Siapapun yang berhasil menembus ketiga halangan itu, maka ia akan
mendapat keselamatan.
C.
Nash
Al-Qur’an
الَّذِينَ
آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَآائِزُونَ
(٢٠)
“Orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda mereka dan diri
mereka, adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah, dan itulah mereka
orang-orang beruntung”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1. Pengertian
Hijrah adalah meninggalkan baik secara perbuatan maupun
perkataan. Hijrah menurut para sufi yaitu pergi untuk mendekatkan diri dengan
kebiasaan-kebiasaan baik. Hijrah tidak mengharuskan perpindahan secara fisik
atau dari satu tempat ke tempat lain.
Hijrah juga perpisahan yang disebabkan oleh jihad dengan
niat yang benar. Contohnya seperti meninggalkan keluarga dalam rangka menuntut
ilmu. Pergi meninggalkan desa yang penuh dengan fitnah.
Dalam bahasa Arab, istilah jihad berasal dari akar
kata جَهَدَartinya “berjuang” atau “bekerja
keras” dan dalam konteks Islam
perjuangan dan kerja keras ini dipahami dilakukan di jalan Tuhan. Orang yang
melaksanakan tugas dimaksud dikatakan seorang mujahid. Dalam kontemplasi sufi,
kondisi melawan godaan jiwa juga dinamakan mujahidah, untuk menyadarkan
betapa piciknya terjemahan yang dipakai sekarang ini.[1]
Arti dasar dari jihad, yaitu sebagai “pengerahan tenaga dan
perjuangan di jalan Tuhan”. Dengan pengertian yang paling dasar ini, dapat
dikatakan bahwa menurut Islam, segala aktivitas kehidupan adalahh jihad karena
merupakan perjuangan untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, serta
mengerahkan diri untuk melakukan kebaikan dan melawan kejahatan. Kita terlahir
ke sebuah dunia yang didalamnya terdapat
ketidakseimbangan dan ketidakteraturan baik di luar maupun di dalam diri kita.
Untuk menciptakan suatu kehidupan yang seimbang berdasarkan kepasrahan kepada
Tuhan dan ketundukan pada segala perintahnya membutuhkan jihad yang
terus-menerus, sama halnya dengan seorang pelayar di lautan berbadai dan
berombak membutuhkan pengerahan usaha terus-menerus untuk menjaga agar kapal
jangan sampai terbalik dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tempat yang
dicita-citakan.[2]
2.
Penafsiran Ayat
Dalam
hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad dijalan Allah dengan
harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih tinggi kedudukannya
dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih besar pahalanya daripada
mereka memberi minum kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan
memakmurkan masjid, yang oleh sebagian Muslimin dipandang bahwa perbuatan
mereka itu adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama sesudah
Islam.
Setelah
ayat yang lalu menegaskan bahwa mereka tidak sama, kini ditegaskan siapa yang
lebih mulia, yaitu orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan
membuktikan kebenaran iman mereka antara lain dengan taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berhijrah dari Mekah ke Madinah serta berjihad di jalan Allah
untuk menegakkan agama-Nya dengan harta benda mereka dan diri mereka, adalah
lebih agung derajatnya di sisi Allah dari mereka yang tidak menghimpun ketiga
sifat ini dan itulah yang sangat tingi kedudukanya adalah mereka yang secara
khusus dinamai orang-orang yang benar-benar beruntung secara sempurna.
“Orang-orang
yang berimandanberhijrahdanberjihadpadajalan Allah.” (pangkalayat 20).
TigaserangkaidarikeutamanIman, yang menjadisifatdarimu’minpertama di
zamanNabis.a.wdankesedianpengikutNabisetelahbeliautidakadalagi:
Pertama : Iman.
Kedua :Sanguphijrahmeningalkankampunghalamankarenamempertahankaniman.
Ketiga :
Sanggupberjihaddanberperanguntukmenegakanjalan Allah.
“Denganhartabendamerekadanjiwa-jiwamereka.”Artinyaselalubersedia,
selalubersiapmenungguapa yang diperintahkanolehTuhan, walau yang
dimintaituhartakita, ataupunnyawakita.Amatbesarlahderajatmereka di sisi Allah,
sebabmerekapercayakepada Allah.
“Dan merekaitu, merekalah orang-orang yangberolehkejayaan.” (ujungayat
20). Kejayaan yang luassekali, jayaduniadengankedudukandanmartabat yang
tingiditengahsegalabangsadan agama, danjaya di Akhirat.
Kata (هم)hum/
mereka setelah kataأولئكula’ika/itulah menjadikan ayat ini mengkhususkan surga bagi yang
memenuhi ketiga sifat yang disebut di atas. Tentusajapengkhususantersebuttidakberartibahwa yang
tidakmemenuhinyatidakakanmendapatsurga.
Pengkhususantersebutmengisyaratkanbahwaganjaran yang
merekaterimasedemikianbesarsehinggatidakdapatdibandingkandenganganjaranselainmerekadanbahwakeberuntungan
yang diperolehselainmerekatidakberartijikadibandingkandengankeberuntungan yang
diperolehmereka yang menyandangketigasifattersebut di atas, yakniberiman,
berhijrah, berjihaddenganjiwasertadenganharta.[3]
Ibnu Abbas menafsirkan Ayat ini dengan:
sesungguhnya orang musyrikin berkata, ”sesungguhnya orang-orang yang
memakmurkan Baitullah dan memberi minum kepada orang-orang yang berhaji adalah
lebih baik daripada orang yang beriman dan berjihad.” Mereka berpaling dari
Al-Qur’an dan Nabi Saw.Maka Allah mengunggulkan keimanan dan jihad bersama Nabi
Saw.Atas pengurusan Baitullah dan dan pemberian air minum yang dilakukan oleh
kaum musyrikin.Perbuatan mereka ini tidaklah bermanfaat pada sisi Allah jika
disertai kemusyrikan kepada-Nya.
Al-Walid bin Muslim meriwayatkandari an-Numan bin Basyir
al-Ansharidiaberkata, “AkuberadadekatmimbarRasulullah Saw.
Bersamakelompoksahabatnya.Salahseorangdiantaramerekaberkata,
“akutakpedulikalauakutidakmelakukansuatuamalkarena Allah setelahmasuk Islam
karenaakutelahmemberiminumkepada orang yang berhaji.” Yang lainberkata
‘bukandemikian, tetapiakutelahmengurusMasjidil Haram.’ Sahabatlainberkata
“bukandemikian, justru jihad di jalan Allah adalahlebihbaikdariapa yang kamu
katakana.” Maka Umar bin Khaththabmenghardikmereka, laluberkata
“janganlahkamuberbicarakeras di
sisimimbarRasulullahdanituterjadipadaharijum’at.
JikaShalatjum’attelahusaiakuakanmenemuiRasulullahdanmeminta fatwa
kepadanyaihwalapa yang kalian perselisihkan.”’Nu’amberkata: kemudian Umar
melakukannya. MakaturunlahAyat, “Apakahkamumenetapkan orang-orang yang
memberiminumkepada orang yang berhajidan orang yang memakmurkanMasjidil Haram
ituseperti orang yang berimankepada Allah danhariakhirserta jihad dijalan
Allah?Merekatidaksamapadasisi Allah. Dan Allah tidakmemberipetunjukkepadakaum
yang zalim.” (Qs. At-Taubah 19).[4]
B. Tafsir
1. Tafsir
Al-Qurthubi
Firman Allah,الَّذِينَ
آمَنُواberada dalam
posisi rafa’, sebagai mubtada’, dan khabar-nya adalah
firman Allah SWT, أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ. Lafazh دَرَجَة berada dalam posisi nashab
sebagai bayan. Maksudnya, dari orang-orang yang bangga dengan tugas memberi minum
dan mengurus Masjidil Haram. Tidak ada satu pun derajat bagi orang-orang kafir
hingga dikatakan, orang beriman yang lebih tinggi derajatnya.
Artinya, mereka menyatakan diri mereka memiliki derajat lantaran
mengurus Masjidil Haram dan memberi minum. Oleh karena itu Allah berfirman
kepada mereka atas klaim derajat bagi diri sendiri, sekalipun pernyataan itu
tidak benar, sebagaiman firman Allah SWT, dalam QS. Al-Furqaan [25] : 24, yang artinya : “Penghuni-penghuni surga pada
hari itu paling baik tempat tinggalnya.”
Ada yang mengatakan bahwa lafazh أَعْظَمُ
دَرَجَةًmaksudnya
adalah lebih tinggi dari semua orang yang memiliki derajat. Artinya, mereka
memiliki keistimewaan dan kedudukan yang tinggi.
Allah selanjutnya berfirman, وَأُولَئِكَ
هُمُ الْفَآائِزُونَ“Dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan,” dengan sebab
itu semua.[5]
2.
Tafsir Al-Maraghi
الَّذِينَ
آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ
Dalam hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad di
jalan Allah dengan harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih
tinggi kedudukannya dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih
besar pahalanya daripada mereka yang memberi minum kepada orang-orang yang
menunaikan ibadah haji dan memakmurkan masjid, yang oleh sebagian muslimin
dipandang bahwa perbuatan mereka itu adalah jalan pendekatan diri kepada Allah
yang paling utama sesudah islam.
Orang-orang yang memperoleh ketamaan hijrah dan jihad dengan diri
maupun harta, lebih tinggi martabatnya dan lebih agung kemuliaannya daripada
orang yang tidak memilikidua sifat tersebut, siapapun orangnya, termasuk
didalamnya adalah orang-orang yang memberi minum dan memakmurkan masjid.
وَأُولَئِكَ
هُمُ الْفَآائِزُونَ
Orang-orang
mukmin yang berhijrah dan berjihad itu orang-orang yang beruntung memperoleh
pahala dari Allah dan kemuliaan-Nya, bukan orang-orang yang tidak mempunyai
ketiga siat ini, meskipun dua memberi minum kepada orang yang menunaikan ibadah
haji dan memekmurkan Masjidil Haram. Sebab, pahala yang diberikan kepada orang
Mu’min didasarkan atas dua amal ini, bukan memberi minum dan memakmurkan
masjid. Orang kafir tidak akan memperoleh pahala tersebut di akhirat, karena
kekufuran kepada Allah, para Rasul-Nya dan hari akhir, akan menyia-nyiakan amal
badaniah mereka, meski telah ditetapkan niat yang baik didalamnya.[6]
3.
Tafsir Al-Azhar
“Orang-orang
yang beriman dan berhijrah dan berjihad pada jalan Allah”, (pangkal ayat 20).
Tiga serangkai
dari keutamaan Iman, yang menjadi sifat dari Mukmin Pertama di zaman Nabi SAW,
dan kesediaan pengikut nabi setelah beliau tidak ada lagi. Pertama: Iman.
Kedua: Sanggup hijrah meninggalkan kampung halaman karena mempertahankan Iman.
Ketiga: Sanggup berjihad dan berperang untuk menegakkan jalan Allah.
“Dengah
harta-benda mereka dan jiwa-jiwa mereka”, Artinya selalu
bersedia, selalu bersiap menunggu apa yang diperintahkan oleh Allah, walau yang
diminta itu harta kita, ataupun nyawa kita. “Amat besarlah derajat mereka di
sisi Allah”. Sebab seluruh hidupnya lahir dan batin telah bersedia untuk
Allah, sebab mereka percaya kepada Allah.
“Dan
mereka itu, merekalah orang-orang yang beroleh kejayaan”. (ujung ayat 20). Kejayaan yang
luas sekali, jaya dunia dengan kedudukan dan martabat yang tinggi di tengah
segala bangsa dan agama, dan jaya di akhirat.[7]
C. Aplikasi
dalam Kehidupan Sehari-hari
Pelaksanaan semua perbuatan ibadah jelas mengandung jihad.
Shalat lima kali sehari secara teratur selama hidup, bagi kita, tidak mungkin
terjadi tanpa usaha yang sungguh-sungguh atau jihad. Begitu juga dengan puasa
dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari tentu saja adalah sebuah
jihad dan membutuhkan pengorbanan besar dari nafsu manusia demi perintah Tuhan.
Demikian juga halnya dengan ibadah-ibadah yang lain.
Bangun pada pagi hari dengan ucapan nama Allah di bibir,
hidup dengan baik dan adil sepanjang waktu, bersikap baik dan pemurah kepada
orang dan juga binatang serta tumbuh – tumbuhan yang dijumpai sepanjang hari,
mengerjakan pekerjaan dengan baik dan
memerhatikan kesejahteraan keluarga serta menjaga kesehatan diri dan harta
benda, semuanya merupakan jihad. Islam tidak memisahkan antara aspek sekuler
dan religius, seluruh roda kehidupan seorang Muslim melibatkan jihad sehingga
setiap unsur dan aspek kehidupan dibuat sesuai dengan norma – norma agama.
Jihad juga dituntut dalam bidang hubungan antar manusia atau
muamalat jika orang hendak menjalankan kehidupan yang jujur dan lurus. Tidak
hanya perbuatan ibadah yang berkaitan langsung dengan hubungan kita dan Tuhan,
tetapi juga jenis perbuatan manusia lainnya dianggap memengaruhi jiwa dan
karenanya harus dilaksanakan dengan nilai etika dan keadilan. Ternyata, jiwa
tidak selalu dalam keadaan baik dan adil. Dengan demikian, untuk hidup dengan
jujur dan melaksanakan perbuatan dalam kehidupan sehari – hari sesuai dengan
norma-norma etika Islam dan Hukum Tuhan berarti melaksanakan jihad secara terus
menerus.[8]
D. Aspek
Tarbawi
1. Orang
mukmin yang mampu menyeimbangkan antara iman, hijrah dan jihad dalam kehidupan
pribadi akan ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt.
2. Berjihad
tidak hanya berperang akan tetapi dapat juga dengan beramal menggunakan harta
maupun dengan jiwa raga.
3. Mempunyai
jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama.
4. Yakin
adanya harapan, yaitu cita-cita dan kemauan yang tak pernah padam, tidak
mengenal kata mundur apalagi putus asa serta memiliki jiwa optimisme.
5. Bersemangat
dalam menggapai rahmat dan ridho Allah. Apabila rahmat Allah telah didapat,
maka apa pun yang diinginkan akan mendaptkannya, baik kebahgiaan di dunia kini,
maupun di akhirat, bahkan ampunan atas
segala dosa dan kesalahan.[9]
E.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Seseorang
yang melakukan hijrah dan diniatkan karena Allah semata, Allah telah membukakan
kepadanya segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta berada di puncak
kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan dan kebenaran.jadi
dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai iman, berhijrah dan berjihad
dijalan Allah akan mendapatkan segalakebaikan dari Allah, dibandingkan dengan
orang-orang yang hanya memberi minum orang yang berhaji serta memakmurkan
masjid.
2.
Saran
Pembahasan dalam makalah yang saya susun ini memang
jauh dari suatu kesempurnaan, maka dari itu saya mengharap kepada Pembaca
makalah ini agar mencari refrensi dan buku bacaan yang mendukung terhadap
pembahasan mengenai materi ini dan saya sangat mengharap saran dan kritiknya
yang tak lain hal tersebut saya butuhkan untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
Sayaucapkanterimakasih,
semogamakalahinibermanfaatbagipembacasekalian.
DAFTAR
PUSTAKA
Shihab M. Quraish. 2007. Ensiklopedia al-Qur’an,. Jakarta: Lentera
Hati.
Shihab M. Quraish. 2013. Wawasan
Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Pustaka
Mizan.
al-Maraghi
Ahmad Mustafa. 1990. Tafsir al-Maraghi. Semarang: CV. Toha Putra.
Ar-Rifa’I
Nasib Muhammad. 2000. Tafsiru al Aliyyul Qadir Li
Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,. Jakarta: Gema Insani Press.
Al
Qurthubi Imam. 2008. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam
Prof.
Dr. Hamka. 1965. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Yayasan Nurul Islam.
Dapartemen Agama RI. 2009. Al-Qur`an Bayan. Jakarta:
Al-Qur`anterkemuka.
BiodataPenulis :
Nama
: Faza
Savira Sari
TTL
: Pekalongan, 09 Mei
1997
Alamat
: JL. KHM.
Mansyur GG.2 No.24 Rt/Rw: 05/03 BendanKergon Pekalongan
RiwayatPendidikan :
1. TK Al-Irsyad
Pekalongan
2. SD Islam 04
Pekalongan
3. SMP Islam
Pekalongan
4. MAN 2
Pekalongan
[1] M. Quraish
Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati: 2007), Hlm. 396.
[2] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Pustaka Mizan, 2013), Hlm. 661.
[3]Ahmad Mustafaal-Maraghi,TerjemahTafsir al-Maraghi,(Semarang:
CV. Toha Putra, 1990),
Jus 10, Hlm. 95-96 .
[4] Nasib Muhammad Ar-Rifa’I, Taisiru al Aliyyul Qadir Li
Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Jilid 4,
Hlm.135-136.
[5] Imam Al
Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid 8, Hlm.
214-215.
[6]Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV.Toha Putra, 1990), Hlm.
132-133.
[7]Prof. Dr.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1965), Hlm. 134.
[9]M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: TafsirTematikAtasBerbagaiPersoalanUmat, (Bandung: MizanPustaka, 2013), Hlm. 57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar