Laman

Rabu, 01 Maret 2017

TT2 D3a Hak Untuk Hidup (QS. Al Maidah : 32)

HAK ASASI MANUSIA
Hak Untuk Hidup (QS. Al Maidah : 32)


Ilma Paramadina (2021115057)
 Kelas D

FAKULTAS TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERIN (IAIN ) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Tafsir Tarbawi II dengan judul “Hak untuk Hidup (QS. Al Maidah ayat 32)”.
            Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas individu Tafsir Tarbawi II. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini jauh dari kata sempurna.
            Dalam penyusunan tugas ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dan membimbing penulis selama penyusunan tugas ini, khususnya kepada:
Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
Orangtua, karena telah memberikan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II.
            Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
                                                                                               
Batang, 25 Februari 2017
                        Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Islam adalah agama universal, yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini, perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam Islam tidak lain merupakan tuntutan dari dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.
Terdapat tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam. Pertama, hak dasar (hak daruri), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Kedua, hak sekunder, yakni hak-hak apabila tidak terpenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya. Ketiga, hak tersier, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
B. Tema dan Judul
            “ Hak Asasi Manusia” : Hak Untuk Hidup.
C. Nash dan Arti
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Artinya :
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
D. Arti Penting dikaji
            Dalam QS. Al Maidah ayat 32 ini mengandung dua makna yang menerangkan bahwa Islam telah memelihara undang-undang dalam suatu masyarakat dan dasar tolong-menolong sesama individu dan masyarakat. Dengan kata lain, Islam telah memelihara keselamatan, keamanan dan tolong-menolong antara individu dan masyarakat.
















BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[1]
Sedangkan Hak Asasi Manusia dalam Islam sebagaimana dinyatakan oleh Abu A’la al-Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah SWT kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen dan kekal.[2]
Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama Islam, Al-Qur’an dan Hadis. Sedangkan implementasi HAM dirujuk pada praktik kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad.
2. Macam-macam HAM
            Menurut Deklarasi Universal HAM yang dikukuhkan PBB pada tahun 1948 terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu:
1). Hak Personal (hak jaminan kebutuhan pribadi).
2). Hak Legal ( hak jaminan perlindungan hukum).
3). Hak Sipil dan Politik.
4). Hak Subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan).
5). Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
B. Penafsiran Ayat
1. Tafsir Al-Maraghi
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
Oleh karena dosa besar dan pembunuhan kejam inilah, yang telah dilakukan oleh seorang diantara kakak-beradik terhadap sesamanya secara zhalim dan aniaya, maka Kami tetapkan suatu hukum untuk Bani Israil. Barang siapa membunuh orang lain, yakni tanpa sebab yang mewajibkan diadakannya suatu qishash, sebagai mana diisyaratkan Allah dalam firmanNya:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
“Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka didalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa...” (Al-Maidah, 5:45)
            Atau membunuh orang lain tanpa sebab orang itu merusak di atas bumi dengan mengganggu keamanan dan ketentraman, serta membinasakan tanaman dan keturunan, seperti yang dilakukan kawanan maling bersenjata yang siap membunuh siapa saja dan merampok harta, atau mengacau negara yang sedang melaksanakan hukum-hukum Allah. Barang siapa melakukan salah satu dari semua itu, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Artinya, barang siapa menganggap halal darah seseorang tanpa alasan yang hak, berati juga menganggap halal darah tiap-tiap orang, karena yang dibunuh itu pun sama dengan yang lain.[3]
            Anggapan bahwa darah seseorang itu sama dengan darah tiap-tiap orang, tujuannya adalah agar orang mengerti betapa besar dosa membunuh oranglain dengan sengaja dan aniaya. Jadi sebagaimana membunuh seluruh makhluk.
جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
            Dan barangsiapa menjadi sebab hidupnya seseorang dengan menyelamatkannya dari bahaya maut yang hampir membinasakannya, maka seakan dia menghidupkan manusia seluruhnya. Karena dorongan yang ada dalam dirinya untuk menyelamatkan yaitu rasa belas kasih dan penghormatan terhadap nyawa manusia serta keteguhan untuk menunaikan hukum-hukum syariat adalah sebagai bukti, bahwa andaikan dia mampu menyelamatkan manusia seluruhnya dari kehancuran, niscaya dia takkan segan-segan melaksanakannya tanpa simpan sedikitpun kemampuannya.[4]
وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas, yang menyatakan ketetapan yang Kami wajibkan atas mereka, dan menegaskan bahwa semua itu wajib dipelihara dan ditunaikan baik-baik. Namun keterangan itu tidak berguna sedikitpun bagi sebagian besar mereka, karena jiwa mereka tetap tak mau dbimbing dan akhlak mereka tetap saja kotor. Bahkan sekalipun mereka mendapat peringatan yang keras tentang pembunuhan, namun mereka tetap saja melakukannya secara berlebihan, begitu pula dalam melakukan macam-macam penganiayaan yang lain.[5]
2. Tafsir al-Azhar
            “Oleh karena itu Kami wajibkanlah Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seseorang, yang bukan karena membunuh (pula).” (pangkal ayat 32).
            Artinya oleh karena dosa besar membunuh manusia, yang telah dimulai teladan buruk itu oleh anak Adam kepada saudaranya itu, maka Kamipun menentukan suatu peraturan bagi Bani Israil. Bahwa barangsiapa yang membunuh sesamanya manusia, yang bukan karena perintah hakim; “Atau berbuat kerusakan  bumi” yaitu mengacau keamanan, menyamun dan merampok, memberontak kepada Imam yang adil, mendirikan gerombolan pengacau, merampas hartabenda orang, membakar rumah dan sebagainya. “maka seakan-akan adalah dia telah membunuh manusia semuanya”
Ketegasan ayat ini ialah bahwa seseorang pembunuh dan perusak ketertiban umum dan keamanan, samalah perbuatannya itu dengan membunuh semua manusia. Sebab dengan demikian manusia tidak merasa aman dan tidak merasa terjamin lagi hak hidupnya, lalulintas ekonomi dan hubungan antara daerah terputus sendirinya, sebab orang merasa takut.[6]
            “Dan barangsiapa yang menghidupkannya, maka adalah dia seakan-akan menghidupkan manusia semuanya” Tegasnya, apabila setiap kita ini telah menjaga kehidupan oranglain, tentu saja seluruh masyarakat jadi hidup. Bebas dari rasa takut dan kecemasan. Oleh sebab itu jika kita melihat mendamaikan orangtua itu, supaya jangan terjadi pertumpahan darah, jangan ada yang tercabut nyawanya, hilang hidupnya di luar ketentuan undang-undang. Sehingga dalam hukum Islam apabila ada seseorang dikejar oleh orang yang hendak membunuhnya, lalu orang itu bersembunyi ke dalam rumah kita, dan kita lindungi. Maka kalau orang yang kita sembunyikan itu terpelihara. Malahan boleh dipastikan lagi, bahwa bukan saja boleh, bahkan dia wajib berdusta ketika itu.[7]
            Dapatlah kita fahamkan pada ayat ini bahwasanya memelihara nyawa sesama manusia menjadi fardhu a’in, menjadi tanggungjawab pribadi bagi masing-masing kita, guna menjaga keamanan hidup bersama.
            “Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan berbagai keterangan” artinya telah datang banyak Rasul-rasul Tuhan diutus kepada Bani Israil itu, membawakan keterangan-keterangan untuk menuntun dan menunjukan jalan yang benar, nasihat dan pimpinan yang berharga: “Kemudian itu” yaitu sesudah kedatangan rasul itu: “Sesungguhnya kebanyakan diantara mereka” dengan menyebut “kebanyakan di antara mereka” Tuhan  menunjukan sifat adilNya : Yaitu ada juga yang tidak ikut, sebab ada juga diantara mereka yang baik, “sesudah yang demikian itu” Artinya sesudah keterangan-keterangan diberikan : ”Diatas bumi ini melewati batas” (ujung ayat 32). Dengan menyebut di dalam bumi ini melewati batas. Tuhan memberikan isyarat bahwa kekuasaan mutlak diantara bumi ini hanya ada di tangan Tuhan. Manusia hanya menumpang dan itupun hanya sementara. Apabila batas-batas yang ditentukan Tuhan itu dilewatinya, yang akan ragu bukanlah oranglain, melainkan dirinya sendiri. Bagaimanapun dia mencoba hendak melewati batas yang ditentukan untuk dirinya sebagai manusia, namun pasti dia terbentur pada kekuasaan mutlak Tuhan.[8]
C. Aplikasi dalam kehidupan
1).  Senantiasa berbuat adil terhadap semua orang dengan tidak merampas hak milik oranglain demi kepentingan diri sendiri. Serta bertindak adil ketika menegakkan hukum.
2). Hindari permusuhan antar umat dan senantiasa menjaga kedamaian serta mempererat tali silahturahmi agar terhindar dari perpecahan yang kemudian dapat menjerumus pada perbuatan aniaya.
3). Senantiasa memelihara lingkungan dengan baik, karena dengan menjaga lingkungan dapat berati juga menjaga keselamatan atau bahkan nyawa manusia seluruhnya di muka bumi.
4). Saling tolong-menolong sesama individu dan masyarakat, untuk mencapai keamanan dan kedamaian di dalam kehidupan.
D. Aspek Tarbawi
1). Larangan Allah SWT terhadap berbagai tindakan kekerasan yang bisa berakibat pada pembunuhan.
2). Allah SWT telah menetapkan hukum bagi seseorang yang melakukan tindakan pembunuhan dan berbuat kerusakan di muka bumi berupa hukuman qishas.
3). Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk memelihara kehidupan dengan saling berbuat baik.
4). Menjadikan Rasulullah saw sebagai panutan dalam bertindak, agar sesuai dengan syariat agama.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan diatas mengenai Hak Asasi Manusia tentang hak untuk hidup, dapat disimpulkan di dalam surat Al-Maidah ayat 32 bahwa Allah SWT telah menegaskan kepada seluruh umat manusia untuk tidak saling membunuh terhadap sesama manusia tanpa ada keputusan hakim/qishas dan larangan untuk tidak berbuat kerusakan dimuka bumi. Karena kemurkaan dan siksaan Allah sangatlah besar.
Allah SWT juga memerintahkan kepada umat manusia untuk memelihara kehidupan dengan saling melindungi dan tolong-menolong antar sesama umat manusia didalam kebaikan. Karena pahala Allah SWT sangatlah besar bagi mereka yang melaksanakan.
Serta anjuran untuk menjadikan rasul-rasul sebagai teladan, juga menaati perintah dan menjauhi larangan Allah SWT agar terhidar dari siksanya.











DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghy, Ahmad Mustafa. 1987. Terjemah Tafsir al-Maraghi. Semarang: Toha Putra.
Hamka. 1982. Tafsir al-azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2008. Pendidikan Kewargaan,Demokrasi, Ham,         dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ubaidillah, A. 2000. Pendidikan Kewargaan, Demokrasi dan HAM. Jakarta: IAIN Jakarta            Press



eyeemfiltered1476786771858.jpgProfil
Nama                                       : Ilma Paramadina
Tempat, Tanggal Lahir            : Batang, 21 September 1997
Alamat                                                : Tegalsari, Batang
Riwayat Pendidikan               :
            SDN Clapar                            (Lulus Tahun 2009)
            SMPN 01 Tulis                       (Lulus Tahun 2012)
            MA Muhammadiyah Batang  (Lulus Tahun 2015)
            IAIN PEKALONGAN          (Proses)
Hobi                                        : Membaca dan Travelling.




[1] A. Ubaidillah, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi dan HAM, (IAIN Jakarta Press: Jakarta,2000), hlm. 214.
[2] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan masyarakat madani, (ICCE UIN Syarif Hidayatullah:Jakarta,2008), hlm. 125.
[3] Ahmad Mustafa Al-Maraghy, Terjemah Tafsir al-Maraghi,(Toha Putra:Semarang,1987), hlm. 179-180
[4] Ibid.,hlm. 180.
[5] Ibid.,hlm. 182.
[6]  Hamka, Tafsir al-azhar, (Pustaka Panjimas: Jakarta, 1982), hlm. 221-222.
[7] Ibid.,hlm. 222.
[8] Ibid.,hlm. 223.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar