Laman

Minggu, 26 Februari 2017

tt2 d3d “HAK ASASI MANUSIA (HAK BERKEYAKINAN AGAMA)” (QS Al-Kafirun: 6)

“HAK ASASI MANUSIA (HAK BERKEYAKINAN AGAMA)”
(QS Al-Kafirun: 6)


Nok Dzikriyah (2021115077)

Fakultas Tarbiyah/PAI D
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
TAHUN 20017



PRAKATA

Puji syukur, alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, taufiq dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tafsir tarbawi dengan tema hak berkeyakinan agama (tafsir QS.Al-Kafirun: 6) dengan baik dan selesai tepat waktu. Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi besar Rasullullah, Muhammad SAW Yang telah membawa kita pada cahaya Islam, agama yang rahmatallil’alamin ini. Kamudian terimakasih kepada dosen pengampu kuliah tafsir tarbawi II yakni Muhammad Hufron, M.S.I, yang selalu memberikan motivasi, dan inspirasi yang menjadikan kami selalu antusias mengikuti kuliah tafsir tarbawi di kelas dan kami selalu menantikan nasehat-nasehat beliau yang mencerahkan. Semoga tenaga, waktu dan ilmu yang sudah diberikan untuk kami menjadi amal ibadah yang akan dibalas oleh Allah SWT sebagai amal jariyah sehingga menjadi manfaat bagi beliau sendiri juga bisa menghantarkan kami kepada kemanfaatan pula. Dengan makalah ini diharapkan memudahkan mahasiswa/mahasiswi mempelajari materi yang akan didiskusikan. Makalah ini berasal dari kami yang tak luput dari kesalahan. Jadi, kami memohon kritik dan saran agar ke depan kami bisa sesuai dengan yang diharapkan. Terimakasih kepada pembaca, kami berharap kita selalu berada di dalam keridhaan Allah SWT dan tetap menjadi hamba-hamba yang saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa.
Pekalongan, Februari 2017
                                                                                            Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aqidah atau berkeyakinan agama adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang. Tanpa memiliki keyakinan kehidupan seseorang tidak akan terarah serta tidak mengetahui tujuan hidup yang harus diraihnya. Keyakinanlah yang akan membawa manusia kepada kemantapan melakukan sesuatu dengan tanpa imbalan dan dengan keyakinan seseorang akan merasa tentram sebab merasa ada Dzat yang selalu melindunginya. Agama Islam merupakan agama yang tidak memaksakan agar manusia menjadi pengikutnya, akan tetapi keyakinan beragama Islam merupakan karunia yang harus disyukuri lalu dipertahankan keberadaan agama ini ketika merasa ada yang mengancam eksistensinya. Tidak perlu melepaskan keyakinan-keyakinan yang sudah kita miliki demi mendapatkan kesenangan-kesenangan duniawi yang diiming-imingkan kepada kita, tidak perlu pula melepas kepercayaan, keislaman demi teman, atau siapa saja yang ingin mencampuradukan ajaran-ajaran yang sangat mulia ini. Ajaran agama yang dibawa Rasulullah SAW, rahmat seluruh alam. Berkeyakinan agama adalah hak asasi setiap individu. Hak manusia memiliki batasan tertentu. Antar satu individu tidak boleh mengganggu keyakinan individu yang lain.  Non-muslim tidak perlu mengupayakan gangguan kepada Islam, begitu juga sebaliknya. Sebagai muslim memang perlu menyampaikan ajaran Islam kepada mereka yang belum mendapatkan petunjuk, akan tetapi tidak perlu mamksakannya. Sebab dalam berkeyakinan tidak bisa melalui sebuah negosiasi. Bertoleransi itu dianjurkan, tapi juga tidak dengan cara mencampuradukkan agama yang berbeda, seseorang tidak perlu menjalankan ibadah dari bermacam-macam agama yang berbeda, yang dianut seseorang tersebut dengan orang lain.


Judul
Makalah ini berjudul “Hak Berkeyakinan Agama” yang mana tema ini berkaitan dengan hak asasi manusia dan bertujuan untuk mengajarkan pendidikan aqidah melalui Al-Qur’an surat Al-Kafirun:6.
Nash Al-Qur’an beserta Artinya (Al-Kafirun: 6)
 لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”
Pentingnya Membahas Tafsir QS Al-Kafirun:6
Belakangan ini muncul pengkotak-kotakan dalam kehidupan bermasyarakat. Yang sedang hangat-hangatnya terjadi adalah diskriminasi karena perbedaan agama. Terutama terhadap penganut Islam, orang-orang non-Muslim yang tidak mengenal Islam mudah percaya pada sebuah opini yang mengatakan Islam adalah teroris. Meskipun ada yang membela Islam dan banyak yang setuju dengan ajaran Islam, tetap saja akhir-akhir ini Islam menjadi sebuah ketakutan dan harus diasingkan. Hal-hal seperti ini tidak perlu menjadikan orang Islam sendiri merasa goyah dan merasa takut pada orang yang menganggap Islam adalah agama yang berbahaya dan patut dimusuhi. Hal ini sudah diajarkan Allah melalui QS. Al-Kafirun, dimana ayat ini turun ketika Islam terancam oleh orang-orang kafir yang tidak menyukai dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah saaat itu. Dari ayat ini kita bisa mempelajari bahwa berkeyakinan agama adalah hak yang tidak bisa diganggu oleh orang lain.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Dalam undang-undang tentang hak asasi manusia pasal 1 dinyatakan: “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”[1] Secara garis besar, macam-macam hak asasi manusia (HAM) adalah hak asasi pribadi yang meliputi hak kebebasan bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat, hak kebebasan mengeluarkan pendapat, hak memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama serta kepercayaan yang diyakini masing-masing. Kemudian hak asasi politik, hak asasi hukum, hak asasi ekonomi, hak asasi peradilan, dan hak asasi sosial budaya.[2]
Hak Berkeyakinan Agama
Hak berkeyakinan agama merupakan hak asasi pribadi. Dalam Islam HAM telah lebih dahulu diwacanakan. Dapat dibuktikan dengan adanya piagam Madinah yang terjadi setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Saat itu Islam mengakui keberadaannya sebagai satu bangsa dengan agama lain yang ada di Madinah saat itu.[3] Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam piagam Madinah, yaitu:
1.     Semua pemeluk Islam adalah satu umat meskipun mereka berbeda suku bangsa.
2.     Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-Muslim didasarkan pada prinsip-prinsip:
a.      Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
b.     Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.      Membela mereka yang teraniaya
d.     Saling menasehati
e.      Menghormati kebebasan beragama
Dalam pendangan negara-negara Islam HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berkaitan dengan itu, negara-negara Islam yangtergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI) pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan yang sesuai syariat Islam di Kairo. Hak-hak asasi hasil rumusannya dikenal dengan Deklarasi Kairo. Deklarasi ini terdiri dari 24 pasal tentang Hak Aasasi Manusia berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Dan hak kebebasan memilih agama terdapat pada pasal 10 yang didasarkan pada surat Al-Baqarah: 256, surat Al-Kahfi: 29, dan surat Al-Kafirun: 1-6.[4]
B.    Tafsir QS. Al-Kafirun:6
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
(Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku). Din (دِينٌ) mempunyai sekian banyak arti, secara umum kata tersebut diartikan agama. Bagi yang berpendapat bahwa orang kafir Makkah itu tidak beragama ,aka kata “din” berarti pembalasan, sedang yang mengartikannya sebagai agam, mengakui bahwa kata agama di sini tidak dipahami dalam pengetian yang utuh, senagaimana halnya agama dalam pandangan para pakar perbandingan agama. Sementara pakar Al-Qur’an mengartikan kata lakum (لَكُمْ) sebagai “khusus untuk kamu”, sehingga ayat yang terakhir ini seakan berpesan kepada mereka bahwa agama yang kalian anut itu khusus untuk kalian, ia tidak menyentuhku sedikitpun; dan agama yang saya anut, juga khusus untuku, tidak akan menyentuh kalian sedikitpun. Karena itu tidak perlu kita campurbaurkan, tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sesembahan kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah di tahun yang lain, sebagaimana yang mereka usulkan. Sedangkan para mufassir yang enggan menamai anutan kaum kafir Makkah itu sebagai agama, mangartikan diin dalam arti “pembalasan” sehingga ayat 6 surat Al-Kafirun ini diartikan “pembalasan atau ganjaran perbuatan kalian khusus untuk kalian, dan ganjaran atau balasan kami juga untuk kami.” Sehingga ini mirip dengan ayat quran yang artinya “Kamu tidak dimintai  pertanggung jawaban atas dosa-dosa kami, dan kamipun tidak dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan-perbuatan kalian.” (QS. Saba: 25)
Al-kafirun ayat 6 ini mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini. Apabila mereka telah mengetahui ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran mereka, silahkan, karena tidak ada peksaan dalam memeluk agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. (QS.2: 256) Kelak mereka masing-masing akan mempertanggung jawabkan pilihannya. Bisa dilihat seperti ketika kaum musyrikin bersikeras menolak ajaran Islam, maka demi kemaslahatan bersama Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan Al-Qur’an surat saba ayat 24-26 yang maknanya adalah tentang sesat atau kebenaran agama yang dianut seseorang, menjadi tanggung jawab masing-masing orang tersebut, pendapat-pendapat yang berbeda tidak akan mencapai pada persatuan. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, sehingga masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan kepada orang lain sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan msing-masing. Kemutlakan ajaran agama adalah sikap jiwa ke dalam, tidak menuntut pernyataan atau kenyataan di luar bagi yang tidak meyakininya.[5]
Tafsir Juz ‘Amma (Muhammad Abduh)
Ayat (لَكُمْ دِينُكُمْ) “Bagimulah agamamu” agamamu hanya khusus bagi kamu, tidak menjangkau diriku. Maka janganlah kamu mengira bahwa aku berpegang kepadanya atau terlibat dalam sebagian darinya. Kemudian ayat ( وَلِيَ دِينِ) dan bagikulah agamaku! Yakni agamaku adalah agama yang menyangkut diriku secara khusus. Yaitu yang kepadanya aku menyeru tidak ada sedikitpun persekutuanantara aku dan kamu di dalamnya. Ayat ini jelas sekali  menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah penolakan adanya percampuran dalam bentuk apapun. Seperti yang dinyatakan secara keliru oleh sebagian orang. Makna yang dapat disimpulkan dari ayat ini sama seperti yang disimpulkan dari firman Allah dalam QS. Al-An’am: 159 “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka terpecah menjadi beberapa golongan, tidak ada sediikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.” Yakni tidak ada kaitan apapun antara kamu dan mereka, tidak dalam hal ma’bud (yang disembah) dan tidak pula dalam hal ‘ibadah.[6]
C.    Implikasi / Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
Berkeyakinan agama dan mempertahankan keyakinan merupakan hak asasi yang tidak diperbolehkan ada unsur pemaksaan dalam menyerukan ajarannya. Dari asbabun nuzul surat Al-kafirun yang ayat penutupnya menegaskan bahwa “bagimu agamamu, dan bagiku agamaku” dapat kita ambil pelajaran tentang toleransi antar agama yang terbatas pada saling menghargai perbedaan yang ada, dengan tidak saling mengganggu namun tidak berarti boleh saling bergantian dalam melaksanakan ibadah yang berbeda (mencampur adukkan ajaran agama Islam dengan agama lain dalam aqidah dan ibadah)
D.    Aspek Tarbawi
1.     Beriman kepada Allah dengan keimanan yang kuat dan ikhlas
2.     Perbedaan pemikiran dan pendapat tidak seharusnya membuat terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
3.     Meningkatkan keimanan yang benar dan pengetahuan agama yang mendalam agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang berkaitan dengan mencampuradukan keimanan dan dalam menjalankan ibadah.













BAB III
PENUTUP
Simpulan
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” merupakan ayat penutup dari QS Al-Kafirun, yang menegaskan bahwa dalam berkeyakinan agama merupakan Hak Asasi Manusia yang antara individu yang satu dengan individu yang lain saling membatasi untuk tidak saling mengganggu.











DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad&hammad Bagir (Penerjemah). 1998. Tafsir Juz’amma Muhammad Abduh. Bandung: Mizan.


A Ubaidillah dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani.  Jakarta: IAIN Jakarta Press.


Shihab, Muhammd Quraish. 1997. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu). Bandung: Pustaka Hidayah.


Yusuf, Musfirotun. 2015. Manusia & Kebudayaan Perpektif Islam. Pekalongan: Duta Media Utama.













PROFIL
NAMA                                       : Nok Dzikriyah
TEMPAT, TANGGAL LAHIR: Pekalongan, 14 April 1995
HOBI                                         : Berkebun
ALAMAT                                  : Bojong Minggir rt:09, rw:05
RIWAYAT PENDIDIKAN : MII Wiroditan Bojong 2007, MTS Sunan     Kalijaga Bojong (Lulus Tahun 2010), MAS Simbang Kulon Buaran (Lulus Tahun 2013), dan saat ini masih menempuh studi, sebagai mahasiswa di Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di IAIN Pekalongan semenjak 2015.




[1] A Ubaidillah dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, Jakarta, IAIN Jakarta Press, 2000, hlm. 209.
[2] Musfirotun Yusuf, Manusia & Kebudayaan Perpektif Islam, Pekalongan, Duta Media Utama, 2015, hlm. 140-141.
[3] Musfirotun Yusuf.............hlm.148.
[4] A Ubaidillah dkk..........hlm. 216-217.
[5] Muhammd Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung, Pustaka Hidayah, 1997, hlm. 641-643.
[6] Muhammad Abduh , Muhammad Bagir (Penerjemah), Tafsir Juz’amma Muhammad Abduh, Bandung, Mizan, 1998, hlm. 348-349

Tidak ada komentar:

Posting Komentar