Laman

Rabu, 04 Oktober 2017

TT1 L 4C (DOA TAMBAHKAN ILMU DALAM Q.S. THAAHAA AYAT 20:114)

KEWAJIBAN BELAJAR “SPESIFIK”
(DOA TAMBAHKAN ILMU DALAM Q.S. THAAHAA AYAT 20:114)

Zahrotul Firdausa (2021216017)
KELAS : L (Reguler Sore)

 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang hingga saat ini masih melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kewajiban Belajar “Spesifik” (Doa Tambahkan Ilmu dalam Q.S Thaaha 20:114” dengan tepat waktu.
Dengan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ayah Ibunda tercinta atas doa dan dukungannya sejauh ini.
2. Bapak M. Ghufron Dimyati, M.S.I atas bimbingannya dalam pembuatan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata dari kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam pembuatan makalah ini. Semoga  makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita, Amin.


Pekalongan, 1  Oktober  2017


Penulis






DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar isi ................................................................................................. iii   
BAB I. Pendahuluan............................................................................... 1
BAB II. Pembahasan
A.    Q.S Thaahaa (20):114.................................................................. 2
B.     Doa Tambahkan Ilmu.................................................................. 2
C.     Penjelasan Tafsir.......................................................................... 3
D.    Aspek Tarbawi............................................................................ 7
BAB III. Penutup
A.  Simpulan ..................................................................................... 9
B.  Saran............................................................................................ 9
Daftar Pustaka ........................................................................................ 10
Profil Penulis........................................................................................... 11


 BAB I
PENDAHULUAN

Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk belajar atau menuntut ilmu agama maupun ilmu umum di sepanjang hayatnya dari sejak ia dalam buaian hingga ia meninggal. Mencari ilmu adalah kebutuhan pokok bagi manusia untuk membekali kehidupannya yang sangat bermanfaat, bagi orang mukmin kemanfaatan ilmu yang diperoleh di dunia dan di akhirat. Dengan ilmu manusia dapat lebih bijaksana dalam menjalani hidupnya dan dengan ilmu pula manusia ditinggikan derajatnya oleh Allah swt.
Doa adalah memohon atau meminta pertolongan kepada Allah swt. Mencari ilmu juga harus disertai dengan doa. Seorang mukmin yang menuntut ilmu tetapi enggan berdoa itu berarti sombong kepada Allah. Sedangkan seorang mukmin hanya berdoa saja tetapi enggan menuntut ilmu itu berarti bohong (sama saja tidak akan mendapatkan ilmu apa-apa).
Agar tercapainya suatu keinginan kita harus ikhtiyar terlebih dahulu. Menuntut ilmu merupakan bentuk usaha dari kita, selain itu juga kita harus berdoa agar bermanfaat ilmu yang kita dapatkan serta selalu diberi tambahan ilmu sehingga kita mempunyai banyak ilmu dan berwawasan luas.












BAB II
PEMBAHASAN

A.      Q.S. Thaahaa (20):114
Dalam ayat ini terdapat doa tambahkan ilmu. Berikut ini adalah ayatnya:
n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ãƒ
šøs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ  
114. “Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."[1]

       Penafsiran kata yang sulit :
       ª!$# n?»yètGsù                           : Maha Suci Allah
       ,ysø9$#                                 : Yang tetap dalam Zat dan sifat-Nya
       Ó|Óø)ム                               :  selesai menyampaikannya kepadamu[2]

B.            Doa Tambahkan Ilmu
Éb"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." ( $VJù=Ïã ÎT÷ŠÎ >§ )
Doa adalah memohon kepada Allah Swt, suatu permintaan yang dirumuskan dalam serangkaian kalimat yang diucapkan seorang hamba dengan penuh harap dan akan mendapatkan kebaikan dari sisinya dan dengan merendahkan diri kepada-Nya untuk memperoleh apa yang diinginkan.[3]
Ilmu merupakan jalan menuju surga, maka ilmu memiliki kedudukan yang agung di dalam Islam. Selama ilmu masih berada pada diri umat, maka manusia akan tetap ada dalam petunjuk dan kebaikan. Sesungguhnya seorang muslim tidak berdiri pada garis kesempurnaan tetapi dia selalu berusaha untuk meninggu pada derjat keutamaan. Jika ilmu yang bermanfaat adalah lambang keutamaan, maka seorang muslim tidak pernah kenyang dengan ilmu. Maka disamping kita belajar, kita juga diwajibkan untuk berdoa agar ditambahkan ilmunya yang bermafaat.
Tambahan ilmu ini berkaitan dengan taufik dari Allah. Apaila benar dalam tujuan mencarinya dan ikhlas dalam niatnya, untuk memperoleh ridha Allah, menjaga agamanya, memberi manfaat kepada sesama makhluk, maka Allah akan memudahkan baginya untuk memperolehnya dan menyediakan penunjangnya. Apaila dengan kajiannya ia memperoleh pengetahuan dalaam suatu permasalahan, maka akan teruka baginya wawasan dalam permasalahan yang lain. Dan apabila dia terus bergelut dalam satu bidang ilmu, maka akan terbuka aginya wawasan dalam bidang ilmu yang lain. Allah Ta’ala berfirman ,
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran,maka adakah orang yang mengambil peajaran?” (Al-Qamar: 17)[4]
Dengan bertambahnya ilmu pengetahuan yang kita peroleh, sehingga  kita dapat lebih bijaksana dalam menjalani hidup dan dengan ilmu pula manusia ditinggikan derajatnya oleh Allah swt.

C.      Penjelasan Tafsir
n?»yètGsù)  ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3  (            
Maka Maha Tinggilah Allah, Raja Yang Benar.” Setelah merenungkan nikmat dan Rahmat Illahi yang tiada tepermanai banyak nya, insaflah kita akan kelemahan kita sebagai insan dan sebagai makhluk, maka sampailah kita kepada pengakuan memang Maha Tinggilah Allah itu. Dan Allah adalah “Raja Yang Benar”. Raja yang sebenar-benarnya raja. Raja yang selalu berdaulat, siang dan malam, petang dan pagi. Raja di segala waktu dan raja di segala ruang. Adil hukum-Nya, Teguh disiplin-Nya, Kuat Kuasa-Nya, Agung Wibawa-Nya. Dan berdiri sendiri, hanya Allah lah yang sebenar-benarnya Raja.[5]
Maha Suci Allah adalah Yang Kuasa untuk memerintah dan melarang Yang berhak untuk diharapkan janji-Nya dan ditakuti ancaman-Nya, yaitu yang tetap dan tidak berubah dari penurunan Al-Qur’an kepada mereka tidak mengenai tujuan yang untuk itu ia diturunkan, yaitu mereka meninggalkan perbuatan maksiat dan melakukan segala ketaatan.
Tidak diragukan lagi, ayat ini mengandung perintah untuk mengaji Al-Qur’an, dan penjelasan bahwa segala anjuran dan larangannya adalah siasat Illahiyah yang mengandung kemaslahatan dunia dan akhirat, hanya orang yang dibiarkan oleh Allah lah yang akan menyimpang daripadanya; dan bahwa janji serta ancaman yang dikandungnya benar seluruhnya, tidak dicampuri dengan kebatilan;bahwa orang yang haq adalah orang yang mengikutinya, dan orang yang batil adalah orang yang berpaling dari memikirkan larangan-larangannya.[6]
Raja yang Benar itulah Allah, dan dari Dia turunlah Al-Qur’an. Oleh karena hati Nabi Muhammad s.a.w bertambah sehari, bertambah juga merasa tidak dapat terpisahkan lagi dari Al-Qur’an itu, sampailah selalu dia ingin segera datang wahyu. Sedih hatinya jika Jibril terlambat datang, dan gembira dia jika ayat turun, dan bila Jibril telah membacakan satu ayat, seger disambutnya dan diulangnya, walaupun kadang-kadang belum selesai turun. Maka datanglah teguran Allah :
Ÿwur) ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î)   ¼çmãômur (       (
Dan janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Qur’an itu sebelum selesai kepada engkau wahyunya.”[7]
Diriwayatkan, apabila Jibril menyampaikan Al-Qur’an, Nabi s.a.w mengikutinya dan megucapan setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat menghafalnya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali mengucapkan kalimat akan membuatnya lengah untuk mendengarkan kalimat berikutnya.
Mengenai hal ini, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya :
Ÿw õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 Ÿ@yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ   ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ   §NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt/ ÇÊÒÈ  
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 75 : 16-19)[8]
Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Namun demikian, engkau sangat wajar jika selalu mengharap lagi berusaha untuk memperoleh pengetahuan, karena itu Allah memerintahkan beliau berusaha dan berdoa dengan firman-Nya : ( $VJù=Ïã ÎT÷ŠÎ Éb>§  @è%ur)
Dan katakanlah: Ya Tuhan, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”[9]
            Doa Nabi ini penting sekali artinya. Yaitu bahwasanya di samping wahyu yang dibawa oleh Jibril itu, Nabi s.a.w pun disuruh selalu berdoa kepada Tuhan agar untuknya selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari karena pengalaman, dari karena pergaulan dengan manusia, dari karena memegang pemerintahan, dari karena memimpin peperangan. Sehingga disamping wahyu datang juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.
Berkata Ibnu Uyainah: “Selalu bertambah ilmu beliau s.a.w. sampai datang ajal beliau.” [10]
            Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. Selalu berdoa:
: "اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا علَّمتني، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِي عِلْمًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ"
Artinya: “Ya Allah berilah aku manfaat dari apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah kepadaku apa yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah ilmu pengetahuan kepadaku, dan segala puji bagi-Mu, atas segala hal”.[11]
Ibnu Mas’ud, apabila membaca ayat ini, maka dia berdoa : “Ya Allah tambahkanlah kepadaku keimanan, kepahaman, keyakinan dan pengetahuan.”[12]
Lantaran doa Nabi s.a.w agar di luar wahyu yang tersusun menjadi Al-Qur’an itu Tuhan memberinya pula tambahan ilmu, dapatlah kita fahamkan bahwa permohonannya itu dikabulkan Tuhan. Sehingga di samping wahyu Al-Qur’an itu terdapat pula Sunnah beliau yang menjadi dasar kedua dari pengambil dasar Agama Islam.
Memohon tambahan pengetahuan adalah teladan Nabi yang seyogianya dituruti oleh tiap-tiap ummat Muhammad yang beriman. Karena ilmu Allah Ta’ala itu amat banyak dan amat luas. Dapat mengetahui suatu cabang ilmu akan menambah keyakinan kita akan Kebesaran Allah. Ilmu adalah pembawa manusia ke pintu iman. Nama Allah Ta’ala sendiri pun di antaranya ialah Ilmun. Kebesaran dan keteraturan alam ini menjadi bukti atas Kemaha Kuasaan Allah dan luas ilmuNya meliputi segala. Dengan bertambahnya ilmu kita bertambah pula yakin kita bahwa yang dapat kita ketahui hanya sejemput kecil saja.
Oleh sebab itu maka ahli pengetahuan yang sejati tidaklah memegang yakin suatu pendapat, bahwa itu sudah sampai pada tingkat terakhir. Sesungguhnya hasil penyelidikan yang lama bisa saja berubah karena didapat pula hasil penyelidikan  yang baru, yang membuat batal atau basi hasil yang lama itu. Sebab itu tepatlah doa yang diajarkan Allah kepada Nabi itu: “Ya Tuhanku, tambahlah bagiku ilmu.”[13]


Pelajaran yang dapat kita petik dari Q.S. Thaahaa (20): 114 adalah :
1.        Kandungan Al-Qur’an sangat luhur, tinggi, lagi hak, dan sempurna karena ia bersumber dari Yang Maha Tinggi dan dari Maharaja yang tunduk kepada-Nya semua makhluk. Ini berarti Al-Qur’an harus diagungkan dengan mengikuti tuntunannya.
2.        Keharusan berhati-hati dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an. Tidak menafsirkannya mengikuti hawa nafsu atau tanpa dasar ilmu yang dibutuhkan untuk penafsirannya.
3.        Rasa takut melupakan ayat Al-Qur’an adalah sesuatu yang terpuji, kendati demikian Nabi s.a.w. ditegur karena buat Beliau -tidak buat selain Beliau- Allah telah jamin bahwa Beliau tidak akan melupakannya.
4.        Betapapun tinggi kedudukan seseorang dan dalam ilmunya, ia hendaknya terus belajar karena ilmu adalah samudera tak bertepi.  Usaha menuntut itu hendaknya dikaitkan dengan Allah, karena tidak ada yang dapat diketahui tanpa bantuan-Nya.[14]

D.           Aspek Tarbawi
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap mukmin tanpa batas usia, untuk itu kita harus tetap semangat dalam menuntut ilmu sampai akhir hayat kita. Sebagai seorang mukmin dan umat Nabi Muhammad, hendaknya kita meneladani apa yang pernah dilakukan oleh Nabi yaitu tidak pernah meninggalkan berdoa,karena Nabi selalu berdoa agar ditambahkan ilmunya oleh Allah Swt.
Memanjatkan doa kepada Allah merupakan pertanda beriman kepada-Nya, oleh sebab itu doa dikatakan sebagai tiang agama. Dengan berdoa berarti kita mematuhi perintah Allah Swt. dan Allah menyertai hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya.
Pada hakikatnya sebagai seorang hamba haruslah menghambakan diri kepada Sang Maha Kuasa, yaitu Allah Swt, sebagai wujud ketakwaan kita kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa Allah pasti mendengar segala doa-doa kita, adapun tentang dikabulkan tidaknya serahkan semuanya kepada Allah, karena hanya Allah yang berhak menentukan. Kita sebagai seorang hamba hendaknya selalu berpikir optimis. Karena Allah selalu bersama dengan prasangka hamba-Nya, jika seorang hamba berpikir baik tentang Allah maka hal itu yang akan diberikan Allah kepadanya.  Untuk itu dalam menuntut ilmu haruslah disertai dengan terus memanjatkan doa kepada Allah agar senantiasa ditambahkan ilmunya dan semoga ilmunya bisa bermanfaat.

      






















BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya yang tunduk kepada-Nya seluruh wajah, yang merugi di hadapan-Nya para penzalim, dan yang merasa aman di bawah lindungan-Nya orang-orang mukmin yang saleh. Allah lah yang menurunkan Al-Qur’an ini dari sisi-Nya yang tinggi, karenanya janganlah lisanmu tergesa-gesa mengucapkannya. Al-Qur’an diturunkan untuk hikmah tertentu, tidak mungkin Allah menyia-nyiakannya.
Yang seharusnya kita lakukan adalah berdoa kepada Allah agar Allah menambahkan ilmu kepada kita, dan kita tenang dengan apa yang diberikan Allah kepada kita. Kalian jangan khawatir Al-Qur’an itu pergi. Ilmu tiada lain adalah yang diajarkan Allah kepadanya. Yang bermanfaat pasti akan tetap dan tidak akan hilang. Dia akan berbuah dan tidak akan gosong.

B.       Saran
Dengan disusunnya makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan serta wawasan pembaca. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.










DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim Amrullah, Abdulmalik (Hamka). 1982 Tafsir Al-Azhar Juz XVI. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas.

Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy.1990. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid V. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Mustafa Al-Maragi, Ahmad. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maragi 16. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Musthafa Dieb Al-Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu. 2002.  Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab: makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.

Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 8. Jakarta: Gema Insani Press.

Yusuf, Musfirotun. 2015. Manusia dan Kebudayaan Perspektif Islam.  Pekalongan: CV. Duta Media Utama.






PROFIL PENULIS


Zahrotul Firdausa, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada tanggal 26 April 1998. Pendidikan Raudhatul Athfal, Pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah dan Sekolah Menengah Pertama di tempuh di kota kelahirannya, sedangkan Sekolah Menengah Pertama di kota seberang yaitu kota Batang.  Pada tahun 2003 sampai 2004 ia sedang dalam pendidikan di RA Masyithoh 10 Medono Pekalongan. Pada tahun 2004 sampai 2010 berada dalam pendidikan MSI 15 Medono Pekalongan. Pada tahun 2010 sampai 2013 berada dalam pendidikan SMP NEGERI 6 Pekalongan. Pada tahun 2013 sampai 2016 berada dalam pendidikan SMA Pondok Modern Selamat 2 Batang dan sekaligus mendalami ilmu agama yaitu Madrasah Diniyyah di pondok tersebut. Sebelum di Pondok Modern Selamat Batang, ia juga sudah pernah mengikuti pendidikan-pendidikan non formal seperti di TPQ Tanwirul Qulub Medono Pekalongan lulus tahun 2007 dan di Madin Madrasah Islamiyyah Salafiyyah Al-Mubarok Medono Pekalongan yang juga merupakan satuan pondok pesantren lulus tahun 2013. Pada tahun 2016, ia memulai masuk perguruan tinggi di IAIN Pekalongan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam sampai sekarang masih dalam pendidikan perguruan tinggi. Sejak tahun 2016 sampai sekarang, selain ia sedang kuliah tetapi ia juga sebagai guru tetap di lembaga POS PAUD Kasih Bunda Buaran Pekalongan.


[1] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 8, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 31
[2] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi 16, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm.281-282.
[3] Musfirotun Yusuf, Manusia dan Kebudayaan Perspektif Islam,(Pekalongan: CV. Duta Media Utama, 2015), hlm. 174-175.
[4] Musthafa Dieb Al-Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hlm. 375-378.
[5] Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar Juz XVI, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982), hlm.225-226.
[6] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 283.
[7] Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Op.Cit., hlm. 226.
[8] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 284.
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 377.
[10] Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Op.Cit., hlm. 227.
[11] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid V , (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), hlm. 279.
[12] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit.,  hlm. 285.
[13] Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Op.Cit., hlm. 227-228.
[14] M. Quraish Shihab, Al-Lubab: makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an, (Tangerang, Lentera Hati, 2012), hlm. 416.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar