Laman

Jumat, 26 Oktober 2018

TT C H1 TUJUAN PENDIDIKAN MAJAZI (Nabi Sebagai Pendidik)


TUJUAN PENDIDIKAN MAJAZI
(Nabi Sebagai Pendidik)
QS. An-Nahl, 16: 43-44
Chusni Dwi Yulianti
NIM (2117169)
Kelas C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISALAM NEGERI PEKALONGAN
2018


KATA PENGNTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nnya tentunya saya tidak bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
            Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi.
            Dan harapan saya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depan dapat memperbaiki bentuk maupun menambahkan isi makalah agar menjadi lebih naik. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Pekalongan, Oktokber 2018

Penulis 










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu unsur pendidikan adalah pendidik atau guru. Pendidik dalam prespektif islam ialah orang yang bertanggungjawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Guru adalah pendidik yang memberikan pelajaran kepada murid. Menurut Zakiyah Drajat, guru adalah “pendidik professional, karena secara emplisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagai tanggung jawab pendidikan yang dipindahkan para orang tua. Kata guru sebanarnya bukan saja mengandung arti pengajardi sekolah. Adapun guru menurut pengertian kedua lebih menekankan pada kedudukan guru sebagai pengajar sekaligus pendidik.Guru bukan saja yang memberikan pengajaran di sekolah, dia juga merupakan pendidik yang menjadi pembimbing dan panutan.
Pendidik pada masa kliasik (1-3 H/7-9 M) bukan merupakan profesi untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan sebagai panggilan agama, mengembangkan seruannya dan menggantikan peran Rasulullah Saw dalam memperbaiki umat. Pendidik dalam era modern mempresepsikan dirinya sebagai seorang petugas semata yang mendapatkan gaji, baik dari Negara maupun dari organisasi swasta dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus dilaksanakan.[1]
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusu, pendidik dalam prespektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengannilai-nilai ajaran islam.[2]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat nabi?
2.      Bagaimana dalil nabi sebagai pendidik?
3.      Bagaiman Nabi Muhammad SAW mengajarkan syariat?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hahikat Nabi
Secara etimologis, kata nabi berasal dari bahasa Arab, naba’ warta (al khabar, news), berita, informasi, lapran. Dalam bentuk trasitif (anba’ ‘an) ia berarti memberi informasi, meramal, menceritakan masa depan, dan istanba’a (meminta untuk diceritakan. Kata nabi ini bentuk jamaknya nabiyyun dan anbiya’. Sedangkan nabuwwah adalah bentuk masdar (kara kerja) dari naba’ bermakna kenabian , ramalan, kenabian, sifat (hal) nabi yang berkenaan dengan nabi.
Dalam bahasa inggris, nabi bias disebut dengan prophet berarti seseorang yang mengajarkan agama, dan mengklaim, mendapat inspirasi ataupun petunjuk dari Tuhan, dan dalam bahasa Yunani  prophetes yang berarti orang yang beerbicara atas orang lain. Dalam hal ini, beratri “orang yang mengomunikasikan wahyu Tuhan”. Menurut Mawlana Muhammad ‘Ali, kata nabi berasal dari kata naba’a (jamaknya anbiya’) yang artinya adalah “memberitahuakan sesuatu yang besar faedanya,” menyebabkan orang-orang mengetahui sesuatu.
Secara istilah, kata nabi memiliki banyak definisi. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu dari Allah SWT melalui perantara malaikat atau ilham maupun mimpi yang besar. Mereka juga mubasysyir ( pembawa berita baik, yaitu mengenai ridha Allah dan kebahagiaan hidup di dunia serta di akhirat bagi orang-orang yang mengikutinya) dan mundzir (pemberi peringatan, yaitu pembelasan bagi mereka serta kesengsaraan terhadap orang-orang yang ingkar) (QS. Al-Baqarah [2]:213).
Secara umum, nabi dan rasul adalah manusia yang dipilih Allah untuk menerima dan menyampaikan wahyu Allah. Secara tradisional, penulis-penulis Muslim mengenai Al-qur’an membuat perbedaan antara nabi dan rasul. Nabi adalah utusan Allah yang tidak membawa hokum (syari’at) dan mungkin pula kitab Allah kepada manusia; sedangkan rasul dalam pengertian bahasa berarti utusan, dan menurut istilah ialah utusan Allah yang membawa hokum dan kitab Allah sebagai pedoman manusia. Atau menurut pendapat yang mashur, nabi adalah orang yang menerima wahyu dari Allah SWT tanpa kewajiban menyampaikan kepada orang lain, sedangkan rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah yang mempunyai kewajiban menyampaikan kepada manusia.
Allah menurunkan wahyu untuk disebarluaskan, bukan untuk disimpan untuk diri sendiri. Sabda Nabi SAW:
Telah diperlihatkan kepadaku  umat-umat di mana kulihat seorang nabi yang disertai banyak pengikut, nabi yang diikuti oleh satu dua orang serta nabi yang tidak ada pengikutnya”. Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa para nabi itu diperintahkan untuk menyampaikan wahyu-Nya. Selanjutnya dia mengemukakan definii yang cukup bagus bahwa rasul adalah orang yang mendapat wahyu dari Allah berupa syari’at yang baru; sedangkan nabi adalah seorang yang diutus untuk meneguhkan dan menyampaikan syari’at sebelumnya. Sedangkan dalam QS. At-Taubah [9]:94,
 Yang artinya “ Mereka mengemukakan uzur nya kepadamu, jika Telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah :” Janganlah kamu mengemukakan (alasan) ‘uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) Allah serta rasulnya akan telah memberitahukan kepada kami informasi yang sebenarnya. Allah serta rasulnya akan melihat pekerjaanmua, Kemudian kamu dikembalikan kepada yang Maha Mengetahui lagi ghaib serta yang nyata, lalu dia memberitahukan kepadamu apa yang Telah dikerjakan.” Berdasarkan ayat tersebut, maka nabi mempunyai tugas menyampaikan apa saja yang diwahyukan kepadanya. Oleh karena itu, setiap nabi wajib menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya berupa syari’at. Jika Tabligh (penyampaian) merupakan buah dari kenabian, maka tidak ada dalam hokum Allah orang yang diberi wahyu tapi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya.
Nabi mempunyai kriteria. Pertama, menerima wahyu yang selanjutnya terhimpun dalam satu kitab. Kedua, membawa syariat atau hokum untuk pedoman hidup, karena itu teladan nabi dan rasul itu merupakan sumber hokum. Ketiga, memprediksi berbagai hal di masa yang akan datang, hal tersebut dapat dilihat Pada Nabi Nuh , Ibrahim, Luth yang telah memperingatkan umatnya, sekalipun telah didustakan.
Salah satu pendapat Al-Musayyar yang menjelaskan syarat-syarat seorang nabi atau rasul yakni : (1) manusia, (2) laki-laki, (3) merdeka (bukan budak), (4) terhindar dari aib (cacat) maksum dari perbuatan dosadan salah, (5) Allah mewahyukan syari’at kepadanya. Adapun ciri utama nabi ialah mendapat wahyu dari Allah, baik melalui malaikat Jibril, atau lainnya. Ciri lain nabi ialah mendapatkan mukjizat sebagai perbuatan luar biasa yang muncul pada seorang nabi (yang telah mendapatkan wahyu.)
 Sedangkan menurut Murtadha Muthahhari memiiki beberapa karakteristik diantaranya:
1.      Wahyu (yaitu nabi merupakan seseorang yang telah diberi wahyu oleh Allah)
2.      Mu’jizat.
3.      Ishamah.
4.      Kecerdasan.
5.      Kepemimpinan.
6.      Ketulusan niat.
7.      Konstuktivitas.
8.      Konflik dan perjuangan.
Adapun tugas pokok seorang nabi sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an adalah memberikan kabar gembira (at-tabsyir) sekaligus memberikan peringatan (al-inzar).
1.      Mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.
2.      Menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT.
3.      Membimbing manusia dan menunjukkan ke jalan yang lurus.
4.      Memberkan teladan bagi umanya.
5.      Menerangkan adanya kebangkitan dari kubur.
6.      Mengubah kehidupan manusia dari kehidupan yang fana kepada kehidupan yang kekal[3]

B.     Dalil Nabi Sebagai Pendidik
tulisan arab alquran surat an nahl ayat 43-44
Artinya:
(43)Dan kami tiidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.(44)Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab, dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Tafsir Ibn Kasir
Maksudnya, bertanyalah kamu kepada ahli kitab yang terdahulu, apakah rasul yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah malaikat? Jika rasulrasul yang diutus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya. Jika ternyata par a rasul itu adalah manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila Nabi Muhammad Saw. adalah seorang rasul.
Maksudnya, agar mereka merenungkannya buat diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapat petunjuk dan akhirnya mereka peroleh keberuntungan di dunia dan akhirat (berkat Al-Qur'an).[4]
Menurut Jalaludin, maksud ayat ini adalah kami telah mengutus sebelum kamu seorang lelaki yang diberi wahyu kepadanya. Bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan, yakni ulama yang ahli tentang kitab Taurat dan Injil jika kamu tidak mengetahui  hal itu. Para rasul iti membawa keterangan-keterangan atau dalil-daliyang jelas. (al-bayyinat), dan kitab-kitab suci (al-Zabur), agar kamu menerangkan kepada umat manusia yang diturunkan kepada mereka yang di dibedakan dalamnya antara halal dan haram.
Menurut riwayat al-Dahak dari Ibn Abas, ketika Allah mengutus Muhammad Saw, orang-orang Arab mengingkarinya. Merekan mengatakan bahwa Allah Maha Agung dari menjadikannya utusan-Nya seorang manusia. Lalu Allah memyuruh mereka untuk menanyakan kepada ahl al-Kitab (orang-orang Yahudi dan Nasrani),apakah para utusan Allah itu seorang manusia atau malaikat? Jika mereka malaikat, silahkan ingkari Muhammad Saw. Jika mereka manusia, jangan kalian mengingkari Muhammad Saw.
Sememtara menurut Ahmad Mushthafa al-Maragi, maksud ayat diatas adalah Kami telah mengutus para lelaki sebagai rasul-rasul dengan membawa dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang membuktikan kebenaran kenabian mereka, serta kitab-kitab yang berisi sebagai pembebanan (taklif) dan syariat. Kami juga menurunkan kepadamu al-Qur’an sebagai peringatan bagi manusia, agar kamu dapat memberi tahu mereka tentang syariat dan keadaan umat-umat yang telah dihancurkan sebagai azab bagi mereka yang membangkang, agar kamu menjelaskan hulum-hukum yang terasa sulit bagi mereka, serta menguraikan apa yang diturunkan secara garis besar, sesuai tingkat kesiapan dan pemahaman mereka terhadap rahasia syariat.
Kalau ayat dia atas dikaitkan dengan pendidikan, ayat ini memberikan gambaran bahwa Nabi Muhammad Saw dan para ulama berperan sebagai subyek (guru). Mereka memberikan bimbingan atau penjelasan kepada umat atau mereka yang memerlukan tuntunan atau penjelasan. Sebagai guru, mereka menyampaikan apa saja yang mereka ketahui. Mereka adalah orang-orang yang dapat menunaikan amanah yang diberikan Allah.[5]
Rasul merupakan sosok yang sangat bijak dalam menjalani kehidupan sosialnya, beliau senantiasa menghargai orang-rang disekitarnya. Rasullulah senantiasa bekerja sama dengan masyarakat disekitarnya., selama mendapatkan yang baik, maka dia mau bekekerja sama dan ikut serta di dalammya.  Keberadaan Nabi Muhammad Saw. Sebagai seorang pendidik sekaligus materi pendidikannya yang merupakan tugas kerasulan beliau sudah dirancang dan dipersiapkan oleh Allah SWT.seperti dalam firmannya dalam Qs. Ali Imran ayat 164.
Yang artinya: “ Sesungguhnya Allah telah memberi kanunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa Rasullulah adalah seorang pendidik. Banyak para ahli pendidikan yang mengatakan bahwa Rasullulah adalah pendidik professional, karena keberhasilan beliau dalam menyampaikan risalah islam, mengajak kepada ketauhidan, memperbaiki ibadah dan ahklak manusia pada waktu itu.[6]
C.    Nabi Muhammad SAW Mengajarkan Syariat
Metode pengejaran yang diterapkan Rasullulah adalah (1) metode ceramah, (2) dialog, (3) diskusi atau tanya jawab, (4) metode diskusi, (5) metode demonstrasi, (6) metode eksperimen, metode sosio-drama, dan bermain peran. Selanjutnya metode pendidikan ahklak disampaikan Nabi dengan cara membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat dahulu kala, supaya diambil pelajaran dan I’tibar dari kisah itu.
Dalam buku Tarbiyat Islamiyat yang ditulis oleh Najib Khalid Al-Anwar, mengatakan bahwa metode pendidikan islam yang dilakaukan Nabi Muhammad Saw pada periode Makkah dan Madinah, adalah (1) melalui teguran langsung, (2) melalui sindira, (3) pemutusan dari jama’ah, (4) melalui pemukulan, (5) melelui perbandingan kisah-kisah orang terdahulu, (6) menggunakan kata isyarat, (7) keteladanan.[7]
Rasullulah Saw adalah orang yang paling  banyak mendapatkan hidayah dari Allah  SWT sehingga beliau menjadi orang yang paling berakhlak mulia. Sebagai contoh dalam hadits yang diriwayatkan oleh  Ibn ‘Abbas bahwa diantara akhlak mulia Rasullulah Saw adalah kedermawanan, dan akhlak mulia beliau ini bertambah  kualitasnya pada bulan Ramadhan ketika Jibril dating setiap malam bulan Ramadhan untuk mengajarkan kembali al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw.[8]
Rasullulah menjadikan dirinya sebagai model dan teladan terbaik bagi umatnya. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua laranagan-Nya. Oleh karena itu, para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran islam yaitu dengan  meniru dan mneladani perilaku Rasullulah Saw.
Dalam mengajar, beliau memiliki sifat mulia sehingga maksud ajarannya dapat dismpaikan dan diamalkan oleh murid-muridnya. Aadapun beberapa sifat mulia yang patut diamalkan oleh para pendidik dalam meneladani Rasullulah Saw antara lain:
1. Ikhlas dan jujur
2. Adil
3. Ahklak mulia dan tawadhu
4. Berani
5. Sabar dan menahan amarah
6. Menjaga lisan
           

















BAB III
PENUTUP

Simpulan
Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu dari Allah SWT melalui perantara malaikat atau ilham maupun mimpi yang besar. Nabi juga memiliki ciri dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Dalil tentang nabi sebagai pendidik terdapat pada QS. An-Nahl ayat 43-44. Menurut Ahmad Mushthafa al-Maragi, maksud ayat diatas adalah Kami telah mengutus para lelaki sebagai rasul-rasul dengan membawa dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang membuktikan kebenaran kenabian mereka, serta kitab-kitab yang berisi sebagai pembebanan (taklif) dan syariat. Kami juga menurunkan kepadamu al-Qur’an sebagai peringatan bagi manusia, agar kamu dapat memberi tahu mereka tentang syariat dan keadaan umat-umat yang telah dihancurkan sebagai azab bagi mereka yang membangkang, agar kamu menjelaskan hulum-hukum yang terasa sulit bagi mereka, serta menguraikan apa yang diturunkan secara garis besar, sesuai tingkat kesiapan dan pemahaman mereka terhadap rahasia syariat. Nabi mengajarkan syariat dengan metode ceramah terutama kepada keluarga terdekat dan para sahabatnya, kemudian kepada kerabat yang jauh. Selain itu beliau juga menjadi model dan teladan bagi umatnya












DAFTAR PUSTAKA
Ali Maulida. 2013. Konsep dan Desain Pendidikan Ahklak dalam islamisasi Pribadi dan Masyarakat, Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2
Bukhari Umar. 2014. Hadis Trbawi, Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Eni Zulaiha.2016. Fenomena Nabi dan Kenabian dalam Prespektif Al-Qur’an, Jurnal Stidi Al-Qur’an dan Tafsir 1,2.
Mahyudin Barni. 2011. Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Prisma
Nafizah Anas, Rasullulah Sebagai Pendidik Profesional.
Zaenal Efendi.2014. Profil Rasullulah sebagai Pendidik Ideal dan Kontribusinya terhadap perngembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Fitrah. Vol. 8. No. 2.

Biodata Penulis
Nama   Lengkap             : Chusni Dwi Yulianti
TTL                             :Pekalongan, 22 Juli 1997
Alamat                        : Jl. Sidomukti 19 No.17 Panjang Indah Pekalongan Utara
Riwayat Pendidikan   : TK Kuasuma Bangsa
                                     SDI 7 Panjang Wetan
                                     SMP Salafiyah Pekalongan
                                     SMA N 2 Pekalongan



[1]Mahyudin Barni, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur’an, (Yogyakarta:Pustaka Prisma,2011). Hlm, 47-55
[2] Bukhari Umar, Hadis Trbawi, (Jakarta:Sinar Grafika Offset,2014), hlm., 68
[3]Eni Zulaiha, Fenomena Nabi dan Kenabian dalam Prespektif Al-Qur’an, Jurnal Stidi Al-Qur’an dan Tafsir 1,2 (Desember 2016), hlm., 150-160
[4] Ibid.,Mahyudin Bami, hlm, 162-166
[5]OP.Cit., Bukhari Umar hlm, 53-55
[6] Nafizah Anas, Rasullulah Sebagai Pendidik Profesional., Hlm., 143-144
[7]Zaenal Efendi, Profil Rasullulah sebagai Pendidik Ideal dan Kontribusinya terhadap perngembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Fitrah. Vol. 8. No. 2. Juli –desember 2014, hlm 211-212
[8]Ali Maulida, Konsep dan Desain Pendidikan Ahklak dalam islamisasi Pribadi dan Masyarakat,Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2, Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar