Laman

Jumat, 26 Oktober 2018

TT L H1 SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI "Nabi sebagai Pendidik"


SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
"Nabi sebagai Pendidik"
QS. An-Nahl 16:43-44
Moh Fuad Hasan
NIM. (2117332)
Kelas “L”

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018


KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Tuhan yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad Sawdan kepada keluarga, sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
            Alhamdulillahirabbilalamin makalah ini berhasil kami buat walaupun dengan penuh kesadaran bahwa dalam makalah ini masih  banyak terdapat kekurangan. Namun, kami berharap kepada dosen pembimbing untuk bersedia menerima dan mengoreksi makalah ini agar kiranya akan lebih baik lagi kedepannya dalam pembuatan makalah ini.
            Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman  isi makalah ini kalau ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat.
            Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfa’at kepada siapa saja yang membacanya dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.



Pekalonagan 25 oktober 2018
                            

 



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Alquran adalah kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw., sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (way of life). Alquran mengandung beberapa aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen-komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik maka pendidik tidak akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan.antara pendidik dan peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana tafsir surah An-Nahl ayat 43 dan 44?
2.      hakikat nabi
3.      dalil nabi sebagai pendidik
4.      Nabi Muhammad SAW mengajarkan syariat





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bagaimana tafsir surah An-Nahl ayat 43 dan 44?
1.      Lafal dan Terjemah QS. An-Nahl/16 : 43-44

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ -٤٣-
 بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ -٤٤
43. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[1] jika kamu tidak mengetahui.
44. Dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[2] dan supaya mereka memikirkan.

2.      Mufradat
رِجَالٌ                   : orang-orang lelaki.
أَهْلُ الذِّكْرِ              : para pemuka agama Yahudi dan Nasrani.[3]
إِنْ                       : jika
اَلزُّبُرُ                    : tulisan/kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil,                        Zabur, dan Shuhuf Ibrahim As.
اَلذِّكْرُ                    : salah satu nama Alquran. Dari segi bahasa adalah               antonim kata 
3.      Tafsir surat An-Nahl ayat 43 dan 44:
a)      Ayat 43
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita tentang ayat ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak di antara orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu, maka turunlah ayat:

أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَباً أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِّنْهُمْ أَنْ أَنذِرِ النَّاسَ
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: untuk memberi peringatan kepada manusia” QS. Yunus : 2).
            Dan dalam ayat di atas Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu melainkan orang-orang laki yang Kami beri wahyu kepadanya sebagai Rasul, maka jika kamu tidak mengetahui tanyalah kepada orang-orang yang mengetahui yaitu ahli-ahli kitab, apakah yang Kami utus kepada mereka itu malaikat atau manusia biasa?
            Jika Rasul-rasul yang Kami utus sebelum kamu itu malaikat, maka patut kamu mengingkari kenabian Muhammad, tetapi jika mereka itu terdiri dari manusia-manusia biasa, maka tidaklah patut kamu saksikan bahwa Muhammad adalah benar-benar seorang Rasul yang kami utus. Allah berfirman:

قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنتُ إَلاَّ بَشَراً رَّسُولاً -٩٣
Katakanlah wahai Muhammad: "Maha suci Tuhanku, Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang diutus menjadi rasul?"(QS. Al-Isra : 93).
Dan dalam ayat yang lain:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ  -١١٠



Katakanlah wahai Muhammad : “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang kepadaku diberikan wahyu”.(QS. Al-Kahfi : 110).
            Para ulama menjadikan kata (رجال) rijal sebagai alasan untuk menyatakan bahwa semua manusia yang diangkat oleh Allah sebagai rasul adalah pria, dan tidak satu pun yang wanita dan dari segi bahasa kata rijal yang merupakan bentuk jamak dari kata (رجل)  rajul sering kali dipahami dalam arti lelaki.[6]
            Kata (أَهْل الذِّكْرِ) ini difahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran Nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beri tahukan hal yang sebenarnya itu. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi Alquran sebab mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui.
            Ahl-dzikr ditafsirkan dengan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab. Penulis tidak membatasi kepada pengetahuan tentang nabi-nabi dan kitab, melainkan meliputi detail-detail Alquran dan Islam secara keseluruhannya. Orang yang memiliki pengetahuan tersebut adalah Rasulullah dan para ulama dari berbagai kurun. Penafsiran ini tampaknya relevan dengan tafsir al-dzikr pada ayat berikutnya, bahwa yang dimaksudkannya adalah Alquran itu sendiri. Itu pula sebabnya, Alquran dinamai Al-Dzikr.
            Walaupun panggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia dapat difahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapa pun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.
            Pengertian yang lain tentang فاسألوا أهل الذكر“Bertanyalah kalian kepada ahli Alquran”secara eksplisit menjelaskan bahwa yang menjadi subyek pendidikan bukan hanya pendidik atau guru, melainkan juga anak didik. Karena itu ayat ini dapat menjadi dasar bagi pengembangan teori belajar siswa aktif dan metode tanya jawab dalam proses belajar mengajar. Pada saat guru tengah memberikan bimbingan dan pendidikan kepada siswa, posisi siswa adalah obyek, tetapi pada saat yang sama, ia juga berperan sebagai subyek. Sebab, tugas guru tidak hanya menyampaikan bahan-bahan ajar kepada siswa, tetapi ia juga bertanggung jawab untuk sedapat mungkin membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa agar mereka dapat melakukan pembelajaran sendiri.
b)      Ayat 44
        Para rasul yang Kami utus sebelummu itu semua membawa  keterangan-keterangan, yakni mukjizat-mukjizat nyata yang membuktikan kebenaran mereka sebagai rasul dan sebagian membawa pula zubur, yakni kitab-kitab yang mengandung ketetapan-ketetapan hukum dan nasihat-nasihat yang seharusnya menyentuh hati dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr,yakni Alquran, agar engkau menerangkan kepada seluruh manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka,yakni Alquran itu, mudah-mudahan dengan penjelasanmu mereka mengetahui dan sadardan supaya mereka senantiasa berfikir lalu menarik pelajaran untuk kemaslahatan hidup duniawi dan ukhrawi mereka.
Kata الزُّبُر adalah jamak dari kata زَبُور yakni tulisan. Yang dimaksud di sini adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama berpendapat bahwa zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung syari’at, tetapi sekedar nasihat-nasihat.
Salah satu nama Alquran adalah الذِّكْرُ dari segi bahasa adalah antonim kata lupa. Pengulangan kata turun dua kali, yakni أنزلنا إليك Kami turunkan kepadamu dan ما نُزِّلَ إليهمapa yang telah diturunkan kepada mereka mengisyaratkan perbedaan penurunan yang dimaksud. Yang pertama adalah penurunan Alquran kepada Nabi yang bersifat langusung dari Allah, sedangkan yang kedua adalah yang ditujukan kepada manusia seluruhnya yang mengandung makna turun berangsur-angsur. Hal ini agaknya untuk mengisyaratkan bahwa manusia secara umum mempelajari dan melaksanakan tuntunan Alquran secara bertahap sedikit demi sedikit dan dari saat ke saat. Adapun Nabi Muhammad Saw., maka kata diturunkan yang dimaksud di sini bukan melihat pada turunnya ayat-ayat itu sedikit demi sedikit, tetapi melihat kepada pribadi Nabi Saw. yang menghafal dan memahaminya secara langsung, karena diajar langsung oleh Allah Swt., melalui malaikat Jibril As.[12] Dan juga melaksanakannya secara langsung begitu ayat turun, berbeda dengan manusia yang lain.[13]
Pada akhir ayat di atas dijelaskan tentang fungsi Rasulullah Saw., sebagai penjelas (mubayyin) kepada manusia tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran. Hal ini dimaksudkan agar manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan dapat berfikir. Ini mengisyaratkan bahwa siswa perlu memikirkan, menganalisis dan bahkan mengkritisi materi pendidikan yang disampaikan guru. Di lain pihak, dengan ini juga menunjukkan bahwa Alquran selalu mengajak berfikir kepada manusia agar dalam menunaikan kewaiban-kewajiban agama dilaksanakan dengan hati yang mantap karena didukung ilmu yang cukup.

B.     Hakikat Nabi
Yang menjadi masalah sekarang, masih banyak orang muslim yang keliru memahami hakikat Nabi Muhammad. Mungkin karena cintanya kepada rasul berlebih-lebihan, atau karena tidak merasakan terkontaminasi filsafat Yunani yang diterima oleh sebagian filsuf Islam. Akibatnya, ada yang memahami bahwa Muhammad itu pancaran (faidh) atau emanasi dari Tuhan. Muncullah istilah “Insan al Kamil”. Padahal istilah itu, tidak ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah sahih
Hakikat Nabi sebagai berikut :
1.      Manusia biasa:
Meyakini “ Muhammad Rasulullah”, adalah syahadat kedua. Wajib diyakini seorang muslim, sesudah syahadat pertama Lailaha illa Allah. Tidak ada diantara kita, yang meragukan kerasulannya. Diabadikan Al-Quran dengan “ Nasyhadu innaka larasul Allah ( Kami mengakui bahwa engkau, benar-benar Rasul Allah (QS.63:1).
 Demikian keistimewaannya, tidak ada yang meragui sebagai “ Khatam wa asyraf al-anbiya’ wa al-mursalin”. ( Penutup dan termulia dari segala Nabi dan Rasul ). Namun, Al-Quran juga dengan tegas menyatakan “ Qul Innama ana basyarun mislukum” (Katakan, sesungguhnya saya ini adalah manusia biasa, seperti anda )(QS.18 :11O)
Menurut ahli Tafsir Ali Al-Shabuni, bahwa Muhammad sebagai manusia biasa.. berlaku juga sifat biasa pada dirinya. Hanya perbedaannya karena Allah memuliakan dengan wahyu bertugas, mengabarkan tentang keesaan Allah dan memkanjikan pahala besar bagi mereka yang beramal dengan ikhlas.
Ahli Tafsir Al-Jazairi menambahkan bahwa ayat tersebut, merupakan jawaban kepada kaum musyrikin yang memintanya memperlihatkan mu’jizat semacam yang diberikan kepada Musa dan Isa, lalu nabi mengakui bahwa ada yang tidak mampu dilakukan, karena diluar mu’jizat yang diberikan Allah. Misalnya, mengubah tongkat jadi ular atau dapat menghidupkan orang mati, sehingga nabi berkata “Ana basyarun mislukum”.
Mufasir Ibnu Abbas, sebenarnya “ Ana basyarun mislukum” yang dilontarkan Rasul itu, adalah pelajaran tawadu’ yang hendaknya dimiliki seseorang, bahwa jika ada keistimewaan, bukan segalanya. Maklum, tetap seperti hamba Allah yang lain.
Untuk lebih meyakini, ayat lain lebih tegas menyatakan “Wawajadaka dhallan fahada, wawajadaka ‘ailan fa aghna “ ( Bukankah Tuhan mendapatimu seorang yang bingun, lalu Dia (Tuhan) memberikan petunjuk ?.Dia mendapatimu seorang yang penuh kekurangan, lalu Dia memberikan kepadamu kecukupan ?” (QS.93 : 7-8)
Namun, para ulama Tafsir mengakui pula, dibalik ayat yang menyatakan punya keterbatasan sebagai “ basyarun mislukum ” sambungan ayat itu menyatakan “Yuha ilayya annama ilahukum ilahun wahid… ( Diwahyukan kepadaku, bahwa sesungguhnya Tuhan itu adalah Tuhan Yang Esa…) (QS.Al-Kahfi (18) :11O).
2.      Manusia istimewa:
Apa artinya ?. Dalam satu ayat diatas, sesudah dinyatakan manusia biasa, kemudian dinyatakan ada keistimewaan ( keluar biasaannya ). Misalnya dari lebih seribu Nabi, yang dipilih menjadi rasul, hanya 25 orang. Dan dari 25 rasul, hanya nabi Muhammad SAW yang disebut “ Asyraful mursalin “( Rasul termulia). Dengan demikian betapa istimewanya nabi SAW. Laksana rembulan dikelilingi bintang. Keistimewaan itu terlihat juga, jika Tuhan memanggilnya dalam Al-Quran. Tuhan tidak menyebut namanya secara langsung, seperti “ Ya Muhammad ! ”. Tapi, Tuhan memanggilanya dengan sebutan mesra “Ya ayyuha al-nabiy - Ya ayuha al-rasul - Ya ayyuha al-muddatsir,” .( Wahai para nabi, Wahai para rasul -Wahai para yang berselimut). Menurut mufasir, semua panggilan dengan kata jamak, seperti itu, padahal ditujukan hanya satu orang yaitu Muhammad sendiri, itu adalah penghormatan yang tinggi. Sama juga dalam salam “ Assalamu Alaikum “ ( Mudah-mudahan kamu semua selamat dan sejahtera ), padahal pemberi salam itu hanya dia tujukan kepada satu orang saja.
Penghormatan lain Tuhan kepada nabi Muhammad, , yaitu diperintahkan “ Innallaha wamalaikatahu, yushallun ‘ala al- nabiy, ya ayyuha ladzina amanu shallu ‘alayh… ( Tuhan dan malaikatnya bersalawat kepada nabi, maka hai orang-orang mukmin, bersalawatlah kepadanya. (QS.33:65). Dan masih banyak lagi penghormatan lain, seperti menjadi rahmat seluruh alam.
Menurut Tafsir Al-Qurthubi, yang dimaksud salawat dari Tuhan kepada nabi pada ayat diatas yaitu Tuhan selalu mencurahkan rahmat dan ridha kepadanya. Mengenai salawat malaikat berarti melaikat selalu mendoakan dan istigfarkan. Sedang salawat orang mukmin berarti selalu medoakan dan ta’zhimkan.
Akan tetapi kita semua hendaknya sadar, bahwa bagaimanapun istimewanya nabi kita, tetap tidak boleh disamakan dengan Tuhan atau bahagian dari Tuhan. Seperti mempercayai bahwa emanasi dari Tuhan. Paham itu pernah dianut sebagian kecil filsuf Islam. Sebab itu, untuk memurnikan akidah, kita harus kembali kepada ayat diatas “Ana Basyarun mislukum” ( saya manusia biasa seperti anda ) dan pada surah Al-Ikhlas “ Walam yakun lahu kufwan ahad”( Dan tidak ada seorangpun yang setara atau mirip dengan Allah).
Adapun sifat-sifat Tuhan yang ada pada manusia misalnya rahman atau rahmat ( kasih sayang) perbandingannya 1OO berbandung 1. Artinya kasih sayang Tuhan dikurangi 1 = 99 . Jadi, yang satu itulah dibagi-bagikan kepada seluruh makhluk, sehingga seekor binatang tahu mengangkat kakinya, sehingga tidak sampai menginjak-injak anaknya yang baru dilahirkan sampai mati.
3.      Insan al-Kamil ?
Falsafah “ Insan al-Kamil ” ( manusia sempurna ), dipahami sebagian sufi, bahwa kesempurnaan itu adalah copy Tuhan dalam diri Muhammad. Diorbitkan oleh sufi, Abd. Karim Al-Jili (w.1428 M) . (Astagfirullah).
Menurut Prof. DR.M.Rasjidi (Dosen “Filsafat Islam”), waktu penulis masih kuliah di Purnasarjana IAIN Yogya (1978), menerangkan, bahwa “ Istilah Hakikatul Muhammadiyah atau Nur Muhammad atau Insan al-Kamil yang dianut sebagian Sufi, adalah hasil dari meresapnya faham Neo Platonisme, yang dianut oleh Al-Kindi dan Al-Farabi”. Teori “emanasi” itu berasal dari pandangan, bahwa semua yang ada ini, memancar dari zat Tuhan melalui akal-akal ke sepuluh. Akal menurut pemikiran, mempunyai 3 tingkatan: Al-hayulani (material), bi al-fi’il (actual) dan al-mustafad (adeptus), dan tingkatan terakhir inilah yang menerima pancaran (emanasi) dari Tuhan. ( Dapat dilihat juga pada:” Koreksi terhadap DR.Harun Nasution, 1977:128).
Mengenai makna “Ahsani taqwin “ dalam Al-Quran, itu berlaku untuk seluruh manusia yang diciptakan Tuhan. Diakui pakar Tafsir, Prof. DR. M.Quraish Shihab, bahwa makna “ Ahsani taqwin” dalam Al-Quran, berarti bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ia mengutip pendapat mufasir Ragib Al-Asfahani, bahwa kata “taqwin” pada ayat tersebut, hanya mengisyaratkan bentuk pisik manusia lebih baik, dari binatang, serta mempunyai keistimewaan, karena dilengkapi akal. (Lihat : Tafsir Al-Quran,1997:741). Artinya, Insan al-Kamil, bukan istilah Al-Quran.
Satu-satunya yang dijadikan alasan sebagian sufi adalah Hadis Jabir, yang bukan bersumber dari “Kutubussittah“ ( 6 kitab Hadis yang diakui ). Jabir berkata, “ Yang pertama diciptakan Tuhanmu adalah Nur nabimu ”, ternyata ahli Hadis sendiri, menilainya hadis Dha’if. Imam Syafei yang pernah membolehkan penggunaan Hadis dha’if, hanya menyangkut masalah ibadah ( Fadilah. Amal) .Tapi masalah Akidah dan Syari’ah, Imam Syafei sendiri tidak mau menggunakannya. Adapun Tasawuf yang dikembangkan Imam Besar Al-Ghazali, seluruhnya adalah Tasawwuf Sunni (Akhlak). Dan beliau dikenal menolak Tasawuf filsafat, seperti yang dianut Al-Kindi, dkk).
Alhasil, memahami “Muhammad Rasulullah SAW ” dengan benar, sederhana saja.Tidak perlu berbisik-bisik dan mengeluarkan biaya. Cukup mentaati dan meniru akhlaknya, seperti tertulis dalam Al-Quran dengan “Uswah al-Hasanah” ( Teladan terbaik). Metodenya, “ Qul in kuntum tuhibbun Allah, Fattabi’uni, yuhbib kum Allah wa yaghfir lakum dzunubakum “ ( Kalau kamu betul-betul mencintai Allah, ikutilah saya, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu ) ( QS. 3:41 ).
Menurut Tafsir Al-Bayan, akhlak Nabi yang harus diikuti, terutama pada Sural Al-Mu’minun 1-1O. Diantaranya, selalu siap menunggu waktu salat, sangat khusyu’ dalam salat, menjauhi perkataan dan perbuatan sia-sia, suka bersedekah, memenuhi amanah dan menepati janji serta tidak suka berdusta.(Juz V :137).
Akhirnya, memahami nabi Muhammad dengan benar berdasarkan Al-Quran, ialah meyakini kerasulannya, mentaati perintahnya, meneladani akhlaknya, meyakini disamping manusia biasa, juga manusia istimewa dan rasul termulia, mempunyai misi utama pembawa rahmat bagi manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta mempunyai rahmat khusus kepada orang mukmin, dengan syafaatnya. Sebagian ulama berpendapat terutama yang suka memberi salawat dan mengikuti sunnahnya. .Semoga kita semua memperoleh kontribusi syafaatnya

C.    Nabi Sebagai Pendidik
Rasulullah Saw adalah tokoh yang memiliki banyak peran. Ia adalah seorang pemimpin umat, komandan perang, referensi bagi umat dan hakim dalam menyelesaikan berbagai masalah. Tapi dari sekian banyak peran beliau, peran paling utama dan esensial adalah peran sebagai seorang pendidik atau guru.
Ayat yang pertama turun kepada Nabi Muhamad Saw yaitu ayat 1-5 Surat Al-‘Alaq:
1.      Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
2.      Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.      Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4.      Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5.      Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat ini menegaskan bahwa Islam dibangun di atas pondasi Ilmu dan pengetahuan. Dan menjadi tujuan diutusnya Nabi adalah menunjukkan manusia kepada kebenaran dan mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya ilmu dan pengetahuan.
Maka tidak heran jika Nabi Muhammad Saw mengutamakan ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Nabi mengutamakan ilmu dari shalat nafilah.
Dalam riwayat Ath-Thayalisi disebutkan Nabi bersabda “wainnama bu’itstu mu’alliman wa hadzaa afdhal” sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru dan ini lebih utama. Maka Rasulullah duduk dan memilih kelompok yang sedang belajar mengajar.
Rasulullah Saw bahkan menjadikan ilmu dan belajar sebagai hak dalam bertetangga, maka seorang tetangga wajib menghilangkan buta huruf dari tetangga yang lain.
DS. nabi muhammad mengajarkan syariat
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman.[1] Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al Qur'an disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama syara'.
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
Allah Ta’ala berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 21 dan 22,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (21). Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.(22)

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan tentang keesaan uluhiyah-Nya bahwa Dia yang memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan mengeluarkan mereka dari tiada kepada ada serta menyempurnakan bagi mereka nikmat lahiriyah dan batiniyah, yaitu Dia menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan seperti tikar yang dapat ditempati dan didiami, yang di kokohkan dengan gunung-gunung yang menjulang, dan dibangunkan langit sebagai atap, sebagaimana firman-Nya:
Strategi Rasulullah SAW
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw ketika manusia berada dalam kegelapan, kezaliman dan kejahiliyahan. Rasulullah SAW datang ke dunia ini dengan membawa agama Islam yang inti ajarannya dapat kita ringkas atas tiga hal, yaitu akidah, ibadah dan sistem.
Akidah dapat tegak dengan mentauhidkan Allah dalam uluhiyah, rububiyah dan asma wa sifat. Uluhiyah adalah beribadah hanya kepada Allah saja, rububiyah adalah mengesakan Allah dalam penciptaan dan pengaturan semua urusan jagat raya, sedangkan asma wa sifat adalah meyakini bahwa semua sifat Allah Esa dan Sempurna. Ibadah menyangkut semua aktivitas, ucapan dan pikiran yang ditujukan hanya untuk mencari ridha Allah.
Dalam hal sistem, selain mengajarkan akidah tauhid, Islam datang membawa sistem untuk mengatur semua aspek kehidupan meliputi bidang agama, ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikandan lain-lain.
Rasulullah Saw telah meletakkan pondasi negara Islam sejak awal turunnya wahyu Islam. Bahkan, beliau juga telah meletakkan urusan dalam negeri, luar negeri dan militer untuk penerapan syariat Islam. Strategi berikut ini dibuat sebelum dan setelah hijrah.
Rasulullah Saw memberikan motivasi kepada kaum Quraisy agar dapat memimpin dunia jika mau mengucapkan dan mengamalkan la ilaha illallah.
Peristiwa Baitul Aqabah, sekelompok orang dari Madinah yang terdiri dari 73 laki-laki dan 2 wanita. Mereka berbai’at siap membela Rasul Saw sebagaimana membela anak, istri dan keluarganya.
Hijrah ke Habasyah. Ini adalah strategi politik yang diambil oleh Rasul Saw , yaitu memerintahkan beberapa sahabat hijrah ke Habasyah untuk menghindari siksaan dan intimidasi.
Persaudaraan. Rasulullah Saw mengadakan sistem persaudaraan antar sahabat muhajirin sebelum hijrah di Mekah. Hal itu tiada lain kecuali dalam rangka program keagamaan, politik dan sosial yang bertujuan melenyapkan kesukuan dan perbedaan status sosial. Hasilnya, terjadilah persaudaraan antara Paman Hamzah dan Zaid bin Haritsah, antara Ubaidah bin Harits dan Bilal dan lain-lain. Langkah ini merupakan fenomena yang sangat indah untuk persamaan manusia dalam pandangan Islam.
Minta bantuan dari kabilah, sebagaimana yang terjadi ketika Rasul Saw pulang dari Taif dengan jaminan Al-Muthim bin Adi.
Hijrah ke Madinah bagi para sahabat untuk bergabung dengan sahabat Anshar adalah persiapan untuk menghadapi serangan musuh.
Rasulullah Saw Hijrah setelah Allah mengizinkan Rasul Saw hijrah karena situasi dan kondisi telah memungkinkan. Dan di Madinah Munawarah banyak orang masuk Islam termasuk orang-orang Yahudi.
Dengan kejelian Rasul Saw , beliau sangat menyadari bahwa masyarakat ini memerlukan sistem yang mengatur kehidupan mereka lalu beliau mengeluarkan Piagam Madinah yang mengatur hak dan kewajiban, tanggung jawab, prinsip-prinsip umum dan urusan yang harus diselesaikan segera. Dengan piagam ini semua lapisan masyarakat dapat diayomi.
Prinsip-prinsip Penerapan Hukum pada masa Rasulullah SAW
Rasulullah Saw memberikan contoh dalam penerapan hukum. Jika kita mengacu pada penerapan hukum di masa Rasulullah Saw, maka terdapat lima prinsip yang melandasinya, yaitu kebebasan, musyawarah, persamaan, keadilan dan kontrol.
Allah pun telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana ia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS An-Nur: 55)


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari surat An-Nahl ayat : 43 dan 44 antara lain:
1.      Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu.
2.      Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum tahu.
3.      Dalam mendidik sebaiknya menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan pemahaman peserta didik.
4.      Pendidik sebaiknya menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahani.
5.      Pendidikan dilakukan secara bertahab.
6.      Pendidik atau guru sebaiknya menguasai bahan ajar.














DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish., 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

H. Salim Bahreisy dan  H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, (Cet, I; Surabaya: PT Bina Ilmu, 1988),

Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Juz 14; Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1988),
.
Departemen Agama RI, Tafsir dan Terjemahnya, (Jakarta : Depag RI, 1984), h. 408.
 Drs. Nanang Gojali, M.Ag, Manusia, Pendidikan dan Sains Tafsir Hermeneutik, (cet, h. 235.



















NAMA            : MOH. FUAD HASAN
NIM                : 2117332       
KELAS           : PAI (L) REGULER SORE
ALAMAT       :JL. PR’AN LOR SALAK BROJO RT/RW 03/04     KEDUNGWUNI PEKALONGAN
MOTO            :TAK ADA KATA SULIT JIKA SEMUA ITU MUDAH
EMAIL           : fuadcaknyos212@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN  :SD (MIWS SALAKBROJO)
                                                SMP (MTS AL- HIKMAH PROTO)
                                                SMA (MASS PROTO)
                                                UNIVERSITAS (IAIN PEKALONGAN)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar