TUJUAN PENDIDIKAN MAJAZI
(Nabi Sebagai Pendidik)
QS. An-Nahl, 16: 43-44
Chusni Dwi Yulianti
NIM (2117169)
Kelas C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISALAM NEGERI
PEKALONGAN
2018
KATA PENGNTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
saya kemudahan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nnya tentunya saya tidak bisa menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah
Tafsir Tarbawi.
Dan harapan saya makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depan dapat memperbaiki bentuk
maupun menambahkan isi makalah agar menjadi lebih naik. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman saya, saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pekalongan, Oktokber 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu unsur pendidikan adalah
pendidik atau guru. Pendidik dalam prespektif islam ialah orang yang
bertanggungjawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
agar mencapai kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiaannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Guru adalah pendidik yang
memberikan pelajaran kepada murid. Menurut Zakiyah Drajat, guru adalah
“pendidik professional, karena secara emplisit ia telah merelakan dirinya menerima
dan memikul sebagai tanggung jawab pendidikan yang dipindahkan para orang tua.
Kata guru sebanarnya bukan saja mengandung arti pengajardi sekolah. Adapun guru
menurut pengertian kedua lebih menekankan pada kedudukan guru sebagai pengajar
sekaligus pendidik.Guru bukan saja yang memberikan pengajaran di sekolah, dia
juga merupakan pendidik yang menjadi pembimbing dan panutan.
Pendidik pada masa kliasik
(1-3 H/7-9 M) bukan merupakan profesi untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang
dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan sebagai panggilan agama, mengembangkan
seruannya dan menggantikan peran Rasulullah Saw dalam memperbaiki umat.
Pendidik dalam era modern mempresepsikan dirinya sebagai seorang petugas semata
yang mendapatkan gaji, baik dari Negara maupun dari organisasi swasta dan
mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus dilaksanakan.[1]
Secara umum, pendidik adalah
orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusu,
pendidik dalam prespektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan
seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai
dengannilai-nilai ajaran islam.[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa hakikat nabi?
2.
Bagaimana dalil nabi sebagai pendidik?
3.
Bagaiman Nabi Muhammad SAW mengajarkan syariat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hahikat Nabi
Secara etimologis, kata nabi
berasal dari bahasa Arab, naba’ warta
(al khabar, news), berita,
informasi, lapran. Dalam bentuk trasitif (anba’
‘an) ia berarti memberi informasi, meramal, menceritakan masa depan, dan istanba’a (meminta untuk diceritakan.
Kata nabi ini bentuk jamaknya nabiyyun dan anbiya’. Sedangkan nabuwwah adalah bentuk masdar (kara
kerja) dari naba’ bermakna kenabian ,
ramalan, kenabian, sifat (hal) nabi yang berkenaan dengan nabi.
Dalam bahasa inggris, nabi
bias disebut dengan prophet berarti
seseorang yang mengajarkan agama, dan mengklaim, mendapat inspirasi ataupun
petunjuk dari Tuhan, dan dalam bahasa Yunani prophetes yang berarti orang
yang beerbicara atas orang lain. Dalam hal ini, beratri “orang yang
mengomunikasikan wahyu Tuhan”. Menurut Mawlana Muhammad ‘Ali, kata nabi berasal
dari kata naba’a (jamaknya anbiya’) yang artinya adalah
“memberitahuakan sesuatu yang besar faedanya,” menyebabkan orang-orang
mengetahui sesuatu.
Secara istilah, kata nabi
memiliki banyak definisi. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu dari Allah
SWT melalui perantara malaikat atau ilham maupun mimpi yang besar. Mereka juga mubasysyir
( pembawa berita baik, yaitu mengenai ridha Allah dan kebahagiaan hidup di
dunia serta di akhirat bagi orang-orang yang mengikutinya) dan mundzir
(pemberi peringatan, yaitu pembelasan bagi mereka serta kesengsaraan terhadap
orang-orang yang ingkar) (QS. Al-Baqarah [2]:213).
Secara umum, nabi dan rasul
adalah manusia yang dipilih Allah untuk menerima dan menyampaikan wahyu Allah.
Secara tradisional, penulis-penulis Muslim mengenai Al-qur’an membuat perbedaan
antara nabi dan rasul. Nabi adalah utusan Allah yang tidak membawa hokum
(syari’at) dan mungkin pula kitab Allah kepada manusia; sedangkan rasul dalam
pengertian bahasa berarti utusan, dan menurut istilah ialah utusan Allah yang
membawa hokum dan kitab Allah sebagai pedoman manusia. Atau menurut pendapat
yang mashur, nabi adalah orang yang menerima wahyu dari Allah SWT tanpa
kewajiban menyampaikan kepada orang lain, sedangkan rasul adalah orang yang
mendapatkan wahyu dari Allah yang mempunyai kewajiban menyampaikan kepada
manusia.
Allah menurunkan wahyu untuk
disebarluaskan, bukan untuk disimpan untuk diri sendiri. Sabda Nabi SAW:
“ Telah diperlihatkan
kepadaku umat-umat di mana kulihat
seorang nabi yang disertai banyak pengikut, nabi yang diikuti oleh satu dua
orang serta nabi yang tidak ada pengikutnya”. Hadis tersebut juga
menunjukkan bahwa para nabi itu diperintahkan untuk menyampaikan wahyu-Nya.
Selanjutnya dia mengemukakan definii yang cukup bagus bahwa rasul adalah orang
yang mendapat wahyu dari Allah berupa syari’at yang baru; sedangkan nabi adalah
seorang yang diutus untuk meneguhkan dan menyampaikan syari’at sebelumnya.
Sedangkan dalam QS. At-Taubah [9]:94,
Yang artinya “ Mereka mengemukakan uzur nya
kepadamu, jika Telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah
:” Janganlah kamu mengemukakan (alasan) ‘uzur; kami tidak percaya lagi
kepadamu, (karena) Allah serta rasulnya akan telah memberitahukan kepada kami
informasi yang sebenarnya. Allah serta rasulnya akan melihat pekerjaanmua,
Kemudian kamu dikembalikan kepada yang Maha Mengetahui lagi ghaib serta yang
nyata, lalu dia memberitahukan kepadamu apa yang Telah dikerjakan.” Berdasarkan
ayat tersebut, maka nabi mempunyai tugas menyampaikan apa saja yang diwahyukan
kepadanya. Oleh karena itu, setiap nabi wajib menyampaikan apa yang diwahyukan
kepadanya berupa syari’at. Jika Tabligh (penyampaian) merupakan buah dari kenabian,
maka tidak ada dalam hokum Allah orang yang diberi wahyu tapi tidak
diperintahkan untuk menyampaikannya.
Nabi mempunyai kriteria. Pertama,
menerima wahyu yang selanjutnya terhimpun dalam satu kitab. Kedua,
membawa syariat atau hokum untuk pedoman hidup, karena itu teladan nabi dan
rasul itu merupakan sumber hokum. Ketiga, memprediksi berbagai hal di
masa yang akan datang, hal tersebut dapat dilihat Pada Nabi Nuh , Ibrahim, Luth
yang telah memperingatkan umatnya, sekalipun telah didustakan.
Salah satu pendapat Al-Musayyar
yang menjelaskan syarat-syarat seorang nabi atau rasul yakni : (1) manusia, (2)
laki-laki, (3) merdeka (bukan budak), (4) terhindar dari aib (cacat) maksum
dari perbuatan dosadan salah, (5) Allah mewahyukan syari’at kepadanya. Adapun
ciri utama nabi ialah mendapat wahyu dari Allah, baik melalui malaikat Jibril,
atau lainnya. Ciri lain nabi ialah mendapatkan mukjizat sebagai perbuatan luar
biasa yang muncul pada seorang nabi (yang telah mendapatkan wahyu.)
Sedangkan menurut Murtadha Muthahhari memiiki
beberapa karakteristik diantaranya:
1.
Wahyu (yaitu nabi merupakan seseorang yang telah
diberi wahyu oleh Allah)
2.
Mu’jizat.
3.
Ishamah.
4.
Kecerdasan.
5.
Kepemimpinan.
6.
Ketulusan niat.
7.
Konstuktivitas.
8.
Konflik dan perjuangan.
Adapun tugas pokok seorang
nabi sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an adalah memberikan kabar gembira (at-tabsyir)
sekaligus memberikan peringatan (al-inzar).
1.
Mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.
2.
Menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT.
3.
Membimbing manusia dan menunjukkan ke jalan yang
lurus.
4.
Memberkan teladan bagi umanya.
5.
Menerangkan adanya kebangkitan dari kubur.
6.
Mengubah kehidupan manusia dari kehidupan yang fana
kepada kehidupan yang kekal[3]
B.
Dalil Nabi Sebagai Pendidik
Artinya:
(43)Dan kami tiidak mengutus
sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka;
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.(44)Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab, dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.
Tafsir Ibn Kasir
Maksudnya, bertanyalah kamu
kepada ahli kitab yang terdahulu, apakah rasul yang diutus kepada mereka itu manusia
ataukah malaikat? Jika rasulrasul yang diutus kepada mereka adalah malaikat,
maka kalian boleh mengingkarinya. Jika ternyata par a rasul itu adalah manusia,
maka janganlah kalian mengingkari bila Nabi Muhammad Saw. adalah seorang rasul.
Maksudnya, agar mereka
merenungkannya buat diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapat petunjuk dan
akhirnya mereka peroleh keberuntungan di dunia dan akhirat (berkat Al-Qur'an).[4]
Menurut Jalaludin, maksud ayat
ini adalah kami telah mengutus sebelum kamu seorang lelaki yang diberi wahyu
kepadanya. Bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan, yakni
ulama yang ahli tentang kitab Taurat dan Injil jika kamu tidak mengetahui hal itu. Para rasul iti membawa keterangan-keterangan
atau dalil-daliyang jelas. (al-bayyinat),
dan kitab-kitab suci (al-Zabur), agar
kamu menerangkan kepada umat manusia yang diturunkan kepada mereka yang di
dibedakan dalamnya antara halal dan haram.
Menurut riwayat al-Dahak dari
Ibn Abas, ketika Allah mengutus Muhammad Saw, orang-orang Arab mengingkarinya.
Merekan mengatakan bahwa Allah Maha Agung dari menjadikannya utusan-Nya seorang
manusia. Lalu Allah memyuruh mereka untuk menanyakan kepada ahl al-Kitab
(orang-orang Yahudi dan Nasrani),apakah para utusan Allah itu seorang manusia
atau malaikat? Jika mereka malaikat, silahkan ingkari Muhammad Saw. Jika mereka
manusia, jangan kalian mengingkari Muhammad Saw.
Sememtara menurut Ahmad
Mushthafa al-Maragi, maksud ayat diatas adalah Kami telah mengutus para lelaki
sebagai rasul-rasul dengan membawa dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang
membuktikan kebenaran kenabian mereka, serta kitab-kitab yang berisi sebagai
pembebanan (taklif) dan syariat. Kami
juga menurunkan kepadamu al-Qur’an sebagai peringatan bagi manusia, agar kamu
dapat memberi tahu mereka tentang syariat dan keadaan umat-umat yang telah
dihancurkan sebagai azab bagi mereka yang membangkang, agar kamu menjelaskan
hulum-hukum yang terasa sulit bagi mereka, serta menguraikan apa yang
diturunkan secara garis besar, sesuai tingkat kesiapan dan pemahaman mereka
terhadap rahasia syariat.
Kalau ayat dia atas dikaitkan
dengan pendidikan, ayat ini memberikan gambaran bahwa Nabi Muhammad Saw dan
para ulama berperan sebagai subyek (guru). Mereka memberikan bimbingan atau
penjelasan kepada umat atau mereka yang memerlukan tuntunan atau penjelasan.
Sebagai guru, mereka menyampaikan apa saja yang mereka ketahui. Mereka adalah
orang-orang yang dapat menunaikan amanah yang diberikan Allah.[5]
Rasul merupakan sosok yang
sangat bijak dalam menjalani kehidupan sosialnya, beliau senantiasa menghargai
orang-rang disekitarnya. Rasullulah senantiasa bekerja sama dengan masyarakat
disekitarnya., selama mendapatkan yang baik, maka dia mau bekekerja sama dan
ikut serta di dalammya. Keberadaan Nabi
Muhammad Saw. Sebagai seorang pendidik sekaligus materi pendidikannya yang
merupakan tugas kerasulan beliau sudah dirancang dan dipersiapkan oleh Allah
SWT.seperti dalam firmannya dalam Qs. Ali Imran ayat 164.
Yang artinya: “ Sesungguhnya Allah telah memberi
kanunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka
seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan
Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
Berdasarkan ayat di
atas, jelas bahwa Rasullulah adalah seorang pendidik. Banyak para ahli
pendidikan yang mengatakan bahwa Rasullulah adalah pendidik professional,
karena keberhasilan beliau dalam menyampaikan risalah islam, mengajak kepada
ketauhidan, memperbaiki ibadah dan ahklak manusia pada waktu itu.[6]
C.
Nabi Muhammad SAW Mengajarkan Syariat
Metode pengejaran yang
diterapkan Rasullulah adalah (1) metode ceramah, (2) dialog, (3) diskusi atau
tanya jawab, (4) metode diskusi, (5) metode demonstrasi, (6) metode eksperimen,
metode sosio-drama, dan bermain peran. Selanjutnya metode pendidikan ahklak
disampaikan Nabi dengan cara membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang berisi
kisah-kisah umat dahulu kala, supaya diambil pelajaran dan I’tibar dari kisah
itu.
Dalam buku Tarbiyat Islamiyat
yang ditulis oleh Najib Khalid Al-Anwar, mengatakan bahwa metode pendidikan
islam yang dilakaukan Nabi Muhammad Saw pada periode Makkah dan Madinah, adalah
(1) melalui teguran langsung, (2) melalui sindira, (3) pemutusan dari jama’ah,
(4) melalui pemukulan, (5) melelui perbandingan kisah-kisah orang terdahulu,
(6) menggunakan kata isyarat, (7) keteladanan.[7]
Rasullulah Saw adalah orang yang paling banyak mendapatkan hidayah dari Allah SWT sehingga beliau menjadi orang yang paling
berakhlak mulia. Sebagai contoh dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas bahwa diantara akhlak mulia
Rasullulah Saw adalah kedermawanan, dan akhlak mulia beliau ini bertambah kualitasnya pada bulan Ramadhan ketika Jibril
dating setiap malam bulan Ramadhan untuk mengajarkan kembali al-Qur’an kepada
Nabi Muhammad Saw.[8]
Rasullulah menjadikan dirinya sebagai model dan
teladan terbaik bagi umatnya. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah
Allah dan meninggalkan semua laranagan-Nya. Oleh karena itu, para sahabat
dimudahkan dalam mengamalkan ajaran islam yaitu dengan meniru dan mneladani perilaku Rasullulah Saw.
Dalam mengajar, beliau memiliki sifat mulia sehingga
maksud ajarannya dapat dismpaikan dan diamalkan oleh murid-muridnya. Aadapun
beberapa sifat mulia yang patut diamalkan oleh para pendidik dalam meneladani
Rasullulah Saw antara lain:
1. Ikhlas dan jujur
2. Adil
3. Ahklak mulia dan tawadhu
4. Berani
5. Sabar dan menahan amarah
6. Menjaga lisan
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Nabi adalah seseorang yang
menerima wahyu dari Allah SWT melalui perantara malaikat atau ilham maupun
mimpi yang besar. Nabi juga memiliki ciri dan tugas-tugas yang harus
dilaksanakan. Dalil tentang nabi sebagai pendidik terdapat pada QS. An-Nahl
ayat 43-44. Menurut Ahmad Mushthafa al-Maragi, maksud ayat diatas adalah Kami
telah mengutus para lelaki sebagai rasul-rasul dengan membawa dalil-dalil dan
hujjah-hujjah yang membuktikan kebenaran kenabian mereka, serta kitab-kitab
yang berisi sebagai pembebanan (taklif)
dan syariat. Kami juga menurunkan kepadamu al-Qur’an sebagai peringatan bagi
manusia, agar kamu dapat memberi tahu mereka tentang syariat dan keadaan
umat-umat yang telah dihancurkan sebagai azab bagi mereka yang membangkang,
agar kamu menjelaskan hulum-hukum yang terasa sulit bagi mereka, serta
menguraikan apa yang diturunkan secara garis besar, sesuai tingkat kesiapan dan
pemahaman mereka terhadap rahasia syariat. Nabi mengajarkan syariat dengan
metode ceramah terutama kepada keluarga terdekat dan para sahabatnya, kemudian
kepada kerabat yang jauh. Selain itu beliau juga menjadi model dan teladan bagi
umatnya
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Maulida. 2013. Konsep dan Desain Pendidikan Ahklak dalam islamisasi Pribadi
dan Masyarakat, Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2
Bukhari Umar.
2014. Hadis Trbawi, Jakarta: Sinar
Grafika Offset.
Eni
Zulaiha.2016. Fenomena Nabi dan Kenabian dalam Prespektif Al-Qur’an,
Jurnal Stidi Al-Qur’an dan Tafsir 1,2.
Mahyudin Barni.
2011. Pendidikan Dalam Persfektif
Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Prisma
Nafizah
Anas, Rasullulah Sebagai Pendidik Profesional.
Zaenal Efendi.2014. Profil
Rasullulah sebagai Pendidik Ideal dan Kontribusinya terhadap perngembangan
Pendidikan Islam di Indonesia, Fitrah. Vol. 8. No. 2.
Biodata
Penulis
Nama Lengkap :
Chusni Dwi
Yulianti
TTL :Pekalongan, 22
Juli 1997
Alamat : Jl. Sidomukti 19 No.17
Panjang Indah Pekalongan Utara
Riwayat
Pendidikan : TK Kuasuma Bangsa
SDI 7 Panjang Wetan
SMP Salafiyah Pekalongan
SMA N 2 Pekalongan
[1]Mahyudin Barni, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur’an,
(Yogyakarta:Pustaka Prisma,2011). Hlm, 47-55
[3]Eni Zulaiha,
Fenomena Nabi dan Kenabian dalam Prespektif Al-Qur’an, Jurnal Stidi
Al-Qur’an dan Tafsir 1,2 (Desember 2016), hlm., 150-160
[6]
Nafizah Anas,
Rasullulah Sebagai Pendidik Profesional., Hlm., 143-144
[7]Zaenal
Efendi, Profil Rasullulah sebagai Pendidik Ideal dan Kontribusinya terhadap
perngembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Fitrah. Vol. 8. No. 2. Juli
–desember 2014, hlm 211-212
[8]Ali Maulida, Konsep dan Desain
Pendidikan Ahklak dalam islamisasi Pribadi dan Masyarakat,Edukasi Islami
Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2, Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar