Laman

Jumat, 26 Oktober 2018

TT E H1 SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI "NABI SEBAGAI PENDIDIK"


SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
"NABI SEBAGAI PENDIDIK"
(Surah An-Nahl ayat 43-44)
Muhammad Ali Kahfi
NIM. (2117267) 
Kelas : E 

JURUSAN PAI
 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018



KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Tuhan yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Shalawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad Saw. dan kepada keluarga, sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
            Alhamdulillahirabbil’alamin makalah ini berhasil kami buat walaupun dengan penuh kesadaran bahwa dalam makalah ini masih  banyak terdapat kekurangan. Namun, kami berharap kepada dosen pembimbing untuk bersedia menerima dan mengoreksi makalah ini agar kiranya akan lebih baik lagi kedepannya dalam pembuatan makalah ini.
            Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman  isi makalah ini kalau ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat.
            Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfa’at kepada siapa saja yang membacanya dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Pekalongan,25 Oktober 2018


Penulis








DAFTAR ISI



























BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Alquran adalah kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw., sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (way of life). Alquran mengandung beberapa aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen-komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik maka pendidik tidak akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan.antara pendidik dan peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

B.     Rumusan masalah

1.      Bagaimana hakikat Nabi sebagai pendidik?
2.      Bagaimana dalil  Nabi sebagau pendidik?
3.      Bagaimana Nabi muhammad Mengajarkan Syariat?

C.    Tujuan Masalah

1.      Agar mengetahui hakikat Nabi sebagai pendidik?
2.      Agar mengetahuiNabi sebagau pendidik?
3.      Agar mengetahui Nabi muhammad Mengajarkan Syariat?







BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hakikat Nabi

Bila kita sepakat bahwa pendidik yaitu orang yang sengaja mengantarkan murid untuk menjadikannya manusia terdidik yang mampu menjalankan tugas kemanusiaan dan tugas ketuhanan.[1]
Sedangkan pendidikan diartikan sebagai sebuah ilmu yang membahas tentang tujuan pengembaraan individu dari segi jasmaniah, pikiran, moral, metode-metode, dan media lainnya yang digunakan untuk merealisasikan tersebut.[2]
Maka dalam konteks pengertian ini Nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai sosok pendidik agung bagi umat manusia. Meskipun pendidik pertama diyakini dalam umat Islam langsung dari Allah SWT. sedangkan para rasul merupakan manusia sempurna, insan kamil, yang dipilih Allah SWT. menyampikan wahyu melalui bimbngan dan pendidikan.
Praktik kehidupan Nabi Muhammad saw. sarat dengan muatan pendidikan, karena pada dasarnya diutusnya Nabi Muhammad saw. Untuk membimbing manusia yang ini berarti beliau berperan sebagai pendidik.
Nabi Muhammad saw. memberikan dorongan kepada para sahabat dalam menuntut ilmu. Beliau juga menjelaskan keutamaan mengembangkan ilmu,  Muhammad telah mengangkat kelas derajat ilmu ke tingkat yang tertinggi dan menjadikannya sebagai kewajiban pertama bagi kaum muslimin untuk memilikinya.
Nabi Muhammad saw. bangkit dari tengah-tengah kaumnya dan mengajarkan mereka supaya manuntut ilmu yang pada hakikatnya adalah merupakan tolok ukur peradaban dan kemajuan. Beliau menanamkan semangat supaya mereka, termasuk keluarga dan para sahabat menuntut ilmu dalam berbagai aspeknya sesuai kemampuan yang dimiliki.
Anjuran Nabi Muhammad terhadap ilmu pengetahuan, khususnya tulis menulis menjadi penting pada saat itu. Ini dikarenakan wahyu yang diturunkan Allah tidak hanya dihapalkan saja, tetapi perlu ditulis agar dapat dipelajari oleh generasi dan umat berikutnya.
Allah SWT. memang memberi kemampuan yang sempurna kepada Rasul-Nya untuk mengajarkan kepada kaumnya seluruh pengetahuan yang diajarkan Allah kepadanya, meskipun dia seorang ummi, tidak bisa membaca dan menulis.
Athiyah al-Abrasyi menyebut Nabi Muhammad saw. sebagai guru pertama dan pendidik umat manusia yang mengajarkan kebenaran dan keadilan sejati[3]yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin, pendidik dan utusan Allah sebagai tugas utamanya. Dalam segala hal Nabi Muhammad saw. merupakan seorang guru, pemberi nasihat, penunjuk jalan kebenaran dan pengajar.
Bahkan Nabi memandang bahwa pelajar dan pengajar di dalam masjid digolongkan seperti orang yang jihad di jalan Allah.[4] Bagi Nabi Muhammad saw. masjid merupakan madrasah dan sekaligus kampus tempat beliau duduk di kelilingi sahabat dalam khalaqah menyampaikan pelajaran membaca al-Quran, dzikir, dan aktivitas lain.
Pendidikan al-Quran menjadi prioritas utama pendidikan yang diberikan Nabi kepada para sahabat di masjid. Pendidikan al-Quran mencakup bacaan, pemahaman, dan penafsiran. Sedangkan pendidikan membaca al-Quran bagi anak-anak, oleh Nabi menyediakan tempat khusus yang disebut Kuttab. Bahkan Nabi mensyaratkan kepada orang-orang Badui setelah masuk Islam untuk membaca al-Quran.[5] Meskipun di dalam khalaqah Nabi mengajarkan ilmu-ilmu lain, pengajaran al-Quran tetap menempati posisi terpentng karena sumber ilmu pengetahuan yaitu al-Quran. Tradisi tulis-menulis juga menjadi perhatian lain dari Nabi. Beliau memerintahkan Abdullah ibn Sa’id ibn Ash untuk mengajar keterampilan menulis kepada penduduk Madinah. Ubadah ibn Shamit telah mendidik para penghuni Suffah (emperan masjid Nabawi) tulis-menulis dan membaca.
Nabi juga menjadikan pengajaran tulis menulis dan membaca sebagai persyaratan tebusan tawanan perang Badar. Kiranya dari gambaran di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. merupakan sosok pendidik, guru dan pemimpin umatnya.

B.     Lafal dan Terjemah QS. An-Nahl/16 : 43-44


وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ -٤٣-
 بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ -٤٤
43. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[6] jika kamu tidak mengetahui.
44. Dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[7] dan supaya mereka memikirkan.
C.    Tafsir Surat An- Nahl ayat 43-44
1.      Tafsir Ibnu Kasir
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”[8]
Maksudnya, bertanyalah kepada ahli kitab terdahulu, apakah Rasul yang di utus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya. Jika para rasul itu manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila nabi Muhammad saw adalah seorang Rasul.
Didalam penafsiran Ibnu Katsir disini telah menjelaskan beberapa hal. Pertama, ahlu zikr dalam penafsiran ini adalah ahli kitab. Peneliti menilai bahwa ahlu kitab yang dimaksud adalah nabi Muhammad, karena pada waktu itu beliaulah yang diutus dengan membawa mu‟jizat berupa al- Qur‟an. Kedua, jika dalam persoalan agama tidak mengetahui hukum yang pasti, maka disuruh untuk melihat pada kitab-kitab (az-Zubur). Dan kitab yang diturunkan untuk umat nabi Muhammad disini berupa az-Zikr yaitu al-Qur‟an.
2.      Tafsir al-maraghi
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ
Tidaklah kami mengutus para Rasul sebelummu kepada umat-umat, untuk mengajak mereka agar mentauhidkan Aku dan melaksanakan perintah-Ku, kecuali mereka itu adalah anak laki-laki dari bani Adam yang kami wahyukan kepada mereka bukan para Malaikat.[9]
Ringkasan: Sesungguhnya kami tidak mengutus kepada kaummu, kecuali seperti orang-orang yang pernah kami utus kepada umat-umat sebelum mereka, yakni para Rasul dari jenis mereka dan berbuat seperti mereka berbuat. Adh-Dhahhak meriwayatkan ketika Allah mengutus Muhammad saw, orang-orang arab mengingkari pengutusan itu dan berkata, “Allah maha agung dari menjadikan utusan-Nya seorang manusia” maka Allah menurunkan ayat:
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَآ إِلَى رَجُلٍ مِّنْهُم أَنْ أَنذِرِ النَّاسِ
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: Berilah peringatan kepada manusia.”.
Dalam tafsir al-maraghi ini lebih fokus terhadap pengingkaran orang musyrik terhadap nabi Muhammad yang diutus sebagai rasul. Mereka menilai bahwa, Allah tidak akan mengutus manusia sebagai rasul, sebab Allah maha tinggi sedangkan manusia hanya makhluk kecil dan mereka menganggap bahwa yang pantas jadi rasul adalah malikat.
3.      Tafsir al-Misbah
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang- orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
Thabathaba‟i berpendapat bahwa ayat ini menginformasikan bahwa dakwah keagamaan dan risalah kenabian adalah dakwah yang disampaikan oleh manusia biasa yang mendapat wahyu dan bertugas mengajak manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak seorang Rasul pun, tidak juga kitab suci yang menyatakan bahwa risalah keagamaan berarti nampaknya kekuasaan Allah yang goib lagi mutlak atas segala sesuatu. Tidak pernah ada pernyataan semacam itu, sehingga kaum musyrikin tidak wajar berkata: jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak menyembah sesuatu apapun selain Dia.

D.    Nabi Muhammad saw mengajarkan syariat

Mengenai risalah islam semua sepakat bahwa akidah adalah pondasi yang membangun amal-amal ibadah lainnya. Umat Islam tidak pernah berselisih bahwa yang menjadi seruan pertama kali dalam berdakwah adalah ajakan tauhid, yaitu mengajak umat untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata. Dakwah tauhid ini juga merupakan inti dari dakwah yang diserukan oleh para nabi dan rasul. Allah ta’ala berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)
Karena itu, dalam menyampaikan risalah islam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berpesan kepada para sahabatnya untuk menyerukan umat kepada tauhid terlebih dahulu. Setelah nilai-nilai tauhid tersebut diterima, baru kemudian diajak untuk mengamalkan ajaran Islam secara pelan-pelan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi kepada Muadz bin Jabbal sebelum mengutusnya ke Yaman.
Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Jika mereka mentaatimu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap siang dan malam…” (HR. Bukhari-Muslim)
Selama dua puluh tiga tahun Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah mengajak umatnya untuk memurnikan tauhid kepada Allah. Kesantunan dan kelembutan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengundang simpati dari banyak kalangan. Namun demikian permusuhan dari kafir Quraisy pun cukup keras. Beragam cara disusun untuk menghadang dakwah yang mulai bersinar itu. Mulai dari bentuk ancaman, intimidasi, siksaan, hingga diembargo bertahun-tahun lamanya.
Di sela-sela dakwah tauhid yang terus mengalami tekanan tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mulai mengatur sejumlah strategi agar entitas Islam tidak lenyap di tengah-tengah umat manusia. Langkah beliau tidak kaku, namun selalu dinamis sesuai dengan problematika yang sedang dihadapi.
Menanamkan prinsip tauhid hanya sebagai langkah awal sebagai dasar untuk menegakkan syariat secara kaffah. Ketika prinsip tersebut berhasil ditanamkan dalam diri para sahabat, maka beliau memerintahkan mereka untuk menyampaikan Islam secara bertahap.
Lalu ketika kondisi kaum muslimin mengalami tekanan dari kafir Quraisy, Rasulullah  perintahkan untuk bersabar, tidak melawan, hingga berhijrah untuk mencari perlindungan di tempat yang lebih aman. Diawali dengan perintah hijrah ke negeri Habasyah hingga akhirnya berhasil menegakkan syariat di bawah negara Islam di Madinah.[10]























BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari surat An-Nahl ayat : 43 dan 44 antara lain:
1.      Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu.
2.      Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum tahu.
3.      Dalam mendidik sebaiknya menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan pemahaman peserta didik.
4.      Pendidik sebaiknya menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahani.
5.      Pendidikan dilakukan secara bertahab.
6.      Pendidik atau guru sebaiknya menguasai bahan ajar.




















DAFTAR PUSTAKA


Abdul Halim Mahmud,Ali.2000. Pendidikan Ruhani, Jakarta: Gema Insani Press.
Departemen Agama RI.2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Bina Ilmu.
https://m.kiblat.net/2017/04/20/dakwah-tauhid-dan-upaya-penegakkan-syariat-islam/
Ibnu Rusn,Abidin.1998. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zuhairini dkk.,1995. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.


















BIODATA


Nama : Muhammad Ali Kahfi
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 14 November 1998
Alamat: Jl. Garuda 5 proyonanggan selatan Batang
Hobby : Futsal
Riwayat pendidikan:
1.       SD Serang 11
2.       Smp Cokro Aminoto Batang
3.       SMk Muhammadiyah Batang




[1] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 64
[2] Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hm. 20


[4] Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 35
[5] Ibid., 57
[6] Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab.
[7]Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
[8] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Bina Ilmu, 2009), h. 408.
[9] [9] Departemen Agama RI., op. cit. h. 408.
[10] https://m.kiblat.net/2017/04/20/dakwah-tauhid-dan-upaya-penegakkan-syariat-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar