Laman

Jumat, 26 Oktober 2018

TT A H3 SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI “NABI SEBAGAI SURI TAULADAN”


SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
“NABI SEBAGAI SURI TAULADAN”
Surat Al-Ahzab ayat 21
Ikhsanur Rizqy Ulha
NIM. (2117268)
 Kelas: A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2018



 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga makalah ini dapat terseleslaikan dengan lancar. Shalawat serta  salam senantiasa kita curahkan kepada nabi kita, baginda nabi agung Muhammad saw. semoga kita semua termasuk umat beliau yang akan mendapat syafa’atnya di yaumul akhir.
Tidak lupa, pemakalah juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah sepenuhnya memfasilitasi pembuatan makalah ini, kemudian bapak dosen yang telah memberikan bimbingan, serta tema-teman semua yang telah berpartisipasi memberi arahan dan masukan.
Disusunnya makalah ini guna memenuhi tugas Tafsir Tarbawi. Yang mana dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ataupun kata yang kurang sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik senantiasa kita harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
                                                                                      
Pekalongan, 23 Oktober 2018



       Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang      
Suatu pendidikan tidak akan sukses melainkan harus disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Dalam pendidikan, sebuah keteladanan sangat berpengaruh besar dalam penanaman pendidikan karakter peserta didik yang berjangka panjang.  Cara yang demikian telah dilakukan oleh Rasulullah saw. .
Namun fenomena yang terjadi saat ini sangatlah bertolak belakang dengan firman Allah SWT. Banyak generasi muda yang melupakan keteladanan Rosul dan justru meneladani budaya Barat. Dimana kelabilan dan kelemahan iman semakin memperkuat mereka untuk condong pada budaya yang disuguhkan oleh era globalisasi dari pada keteladanan dari Rosulullah saw.
Untuk itu, sebagai mahasiswa khususnya, harus mampu memberikan solusi yang dimaksudkan supaya generasi muda mampu menumbuhkan kembali atau memutar arah kembali dalam meneladani Rosul dalam segala urusan, agar mendapat rahmat dari Allah baik di dunia maupun di akhirat.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa hakikat suri tauladan atau uswatun khasanah
2.      Bagaimana dalil nabi Muhammad sebagai suri tauladan atau uswatun khasanah
3.      Apakah pendidik merupakan suri tauladan dan idola bagi peserta didik
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa hakikat suri tauladan atau uswatun khasanah
2.      Untuk mengetahui bagaimana dalil nabi Muhammad sebagai suri tauladan atau uswatun khasanah
3.      Untuk mengetahui pakah pendidik merupakan suri tauladan dan idola bagi peserta didik



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian suri tauladan atau  Uswatun Hasanah
Uswatun Hasanah berasal dari dua kata yaitu uswah yang berarti teladan, dan hasanah, berasal dari kata hasuna, yahsunu, husnan wa hasanatan,yang berarti sesuatu yang baik, pantas dan kebaikan. Menurut Raghib al-Asfahani (seorang pakar bahasa),hasanah adalah segala sesuatu kebaikan atau kenikmatan yang diperoleh manusia bagi jiwa, fisik, dan kondisi perasaannya. Maka Uswatun Hasanahadalah suatu perilaku yang mulia yang menjadi teladan bagi umat manusia.[1]
Uswatun Hasanah diterjemahkan dengan panutan yang baik. Uswah bisa dibaca dengan men-dammah-kan hamzah, bisa juga dibaca iswah dengan membaca kasrah hamzahnya. Keduanya qira’at yang mutawatir. Kata ini bisa jadi merupakan kata jadian (masdar) dari asa-ya’su-aswan-asan, yang artinya mengikuti (iqtida’) atau nama dari sesuatu yang diikuti. Akar katanya alif-sin-waw yang mempunyai arti menyembuhkan, memperbaiki dan mendamaikan. Seorang dokter disebut al-asi. Ungkapan “asautu al-jurh” artinya aku mengobati kamu. Asautu baina qaum artinya aku mendamaikan dua kelompok itu.Bagaimana hubungan antara arti memperbaiki, mengobati, mendamaikan dangan 1Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2005), 303.17arti panutan yang merupakan arti dari dua kata uswah, barangkali karena orang yang pekerjaannya mendamaikan, mengobati patut untuk menjadi panutan.[2]
Kata uswah ada juga yang membacanya iswah atau suri teladan digunakan untuk menunjukkan sifat dan juga kepribadian seseorang.[3]
Uswatun hasanah terdiri dari dua rangkaian kalimat, uswah dan hasanah. Uswah (أُسْوَةٌ ) berarti قدوة, ikutan, panutan. Hasanah bermakna “yang baik”. Uswatun Hasanah adalah contoh suri teladan yang baik.
2.      Dalil nabi Muhammad sebagai suri tauladan atau uswatun khasanah
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةُ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ وَذَكَرَاللّهَ كَثِيْرًا
Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Tafsir Al-Misbah
Surat Al-Ahzab ayat 21 satu ini mengarah kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi saw. Ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi Muhammad saw. suri tauladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengaharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak baik dalam suasana susah maupun senang.
Bisa juga ayat ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk Islam, tetapi tidak  mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu dikesankan oleh kata laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan: “Kamu telah melakukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad yang mestinya kamu teladani”.
Kata ((أسوة uswah atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat diatas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasulullah. Pertama, dalam arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan. Kedua, dalam arti terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut  diteladani. Pendapat pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama’.
‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad dalam bukunya ‘Abqariyat Muhammad menjelaskan: Ada empat tipe manusia, yaitu Pemikir,  Pekerja, Seniman, dan yang jiwanya larut dalam ibadah. Jarang ditemukan satu pribadi yang berkumpul dalam dirinya dan dalam tingkat yang tinggi  dua dari keempat tipe tersebut, dan mustahil keempatnya berkumpul pada diri sesorang. Namun yang mempelajari pribadi Rasul akan menemukan bahwa keempatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi pada kepribadian beliau. Berkumpulnya  keempat tipe dalam kepribadian Rasul ini, dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani sifat-sifat terpuji Rasul.[4]
     Tafsir Al-Qurthubi
Dalam ayat ini dibahas tiga masalah, yaitu:
Pertama, Firman Allah SWT, لَقَدْ كاَنَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rassulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” Ayat ini juga termasuk sindiran terhadap orang-orang yang absen dari peperangan. Maksudnya adalah, mengapa kalian tidak ikut berperang padahal kalian telah diberiakn contuh yang baik dari Nabi saw, dimana beliau telah berusaha dengan keras untuk memperjuangkan agama Allah dengan cara ikut berperang dalam perang khandak. Sedang menurut Aqabah bin Hassan Al Hijri teladan yang dimaksud pada ayat ini adalah kelaparan yang dirasakan oleh Nabi saw.
Kedua, Firman Allah أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ  “Suri teladan yang baik” adalah perbuatan Nabi saw dan teladan yang baik yang harus diikuti oleh seorang muslim pada setaip perbuatannya dan pada setiap keadaannya. Para ulama berlainan pendapat mengenai hukum meneladani Nabi Muhammad saw yang tertera pada ayat ini, apakah diwajibkan ataukan hanya disunnahkan saja ? Ada dua pendapat yang berkembang mengenai permasalahan ini, yaitu:
a.      Perintah ini bersifat wajib, kecuali jika ada dalil lain yang mengatakan bahwa perintah inihanya sunah.
b.     Perintah ini hanya bersifat sunah saja, kecuali ada dalil lain yang menyebutkan bahwa perintah ini wajib.
Namun besar kemungkinan bahwa perintah pada ayat ini diwajibkan pada permasalahan keagamaan, sedangkan untuk masalah keduniaan perintah ini bersifat sunah saja.
Ketiga, firman Allah لِمَنْ كاَنَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ وَذَكَرَاللّهَ كَثِيْرَا  “(Yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Sa’id bin Jubair berkata, “Makna firman ini adalah, bagi siapa saja yang mengharapkan bertemu dengan membawa keimanan, meyakini hari kebangkitan dimana seluruh amal perbuatan manusia akan diberi ganjarannya.
Lalu para ulama berbeda pendapat mengenai orang0orang yang dimaksud dari firman ini. ada dua pendapat yang berkembang dikalangan mereka, yaitu:
a.      Mereka yang dimaksud adalah orang-orang munafik, karena ayat ini terhubung dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang mereka.
b.     Orang-orang yang dimaksud untuk mengambil teladan dari Nabi saw adalah orang-orang yang beriman, karena pada firman selanjutnya disebutkan, لِمَنْ كاَنَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ “(Yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat.[5]
     Tafsir Al-Maraghi
Sesudah Allah menrinci keadaan orang-orang munafik dan membeberkan kerendahan sifat pengecut mereka yang besar itu, lalu Dia mencela mereka dengan sangat. Celaan itu diungkapkan oleh Allah dengan cara memberikan penjelasan kepada mereka, bahwa telah ada di dalam diri Rasulullah pelajaran yang baik, senadainya mereka mau mengambil pelajaran, dan teladan yang baik seandainya mereka mau mencontohnya.
Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 ini menunjukkan bahwa sesungguhnya norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah dihadapan kalian, seandainya kalian menghendakinya. Yaitu hendaknya kalian mencontoh Rasulullah saw. Didalam amal perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, sendainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan azab-Nya di hari semua orang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong ditiadakan, kecuali amal shaleh yang telah dilakukan seseorang (pada hari kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dengan ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatan-perbuatan Rasul-Nya.[6]
3.      Pendidik merupakan suri tauladan dan idola bagi peserta didik
Guru adalah guru profesional, karenanya secara implisit dia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.[7]Guru adalah suri tauladan, tempat bertanya, dan guru merupakan motor penggerak kearah kemajuan di dalam lingkungannya.[8]
secara terminologi, para pakar menyebutkan makna pengertian tentang guru secara berbeda-beda, antara lain-lain:
a.       Moh. Fadhil al-Djamil menyebutkan,bahwa guru adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.24
b.      Marimba mengartikan guru sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai guru, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c.       Sutari Imam Barnadib mengemukakan, bahwa guru adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
d.      Zakiah Daradjat berpendapat bahwa guru adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
e.       Ahmad Tafsir mengatakan bahwa guru dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
Guru adalah suri tauladan yang mengajarkan kepada peserta didik apa yang belum di ketahui oleh mereka dan seorang yang memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua untuk memberikan ilmu pengetahuan, mempengaruhi peserta didik untuk mencapai suatu kedewasaan, bertingkah laku yang baik dalam kehidupan. Dari seorang guru yang telah mengarahkan peserta didik kepada kehidupan yang baik maka Allah SWT telah berjanji dalam firman-Nya yang telah di sebutkan di atas akan meninggikan derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dia hingga beberapa derajat di mata Allah SWT.



Peran guru sebagai model dan teladan
 Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta  didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya
Pandangan Tentang Guru Idola
Guru Idola dalam sajian ini dimaknai sama dengan konsep guru efektif. Alasnnya adalah guru idola dapat dikenali melalui kinerja mengelola pembelajaran yang efektif. Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh aspek potensi siswa. Terkait dengan guru efektif Davis & Thomas (dalam Sukamto, dkk. 1999), menjelaskan ciri-cirinya, yaitu:
1.   mampu melaksanakan pembelajaran secara benar
2.   menghasilkan iklim kelas yang kondusif, cirinya:
a.  kemampuan hubungan interpersonal
b.mempunyai hubungan yang baik dengan siswa, kemampuan mengekspresikan minat dan antosiasme
c. memiliki kepedulian dengan siswa,
d.      kemampuan menciptakan kerjasama,melibatkan siswa dalam perencanaan kegiatan belajar,
e.  menghargai dan memperhatikan sungguh-sungguh jawaban siswa,meminimalkan konflik
3.      menekankan pada tujuan akademik dan afektif
4.       mengorganisasi diri dengan baik
5.       menguasai bidang ilmu yang diajarkan
6.      memberikan pengalaman belajar siswa dengan baik
7.      mengajar “Tidak asal siswa sibuk”tetapi dengan tugas yang jelas dan menguntungkan siswa
8.      memaksimalkan waktu belajar
9.      melakukan monitoring pelaksanaan dan aktivitas belajar.


BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dalam agama Islam, keteladanan akhlak berpusat pada Rasuluallah SAW.  dalam setiap perkataan yang berkenaan dengan pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh perbuatan dan kepribadiannya. Nabi Muhammad saw. Tercatat dalam tinta emas sejarah sebagai pembawa perubahan dunia yang paling spektakuler, sebagai suri tauladan umat manusia.
Orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi Muhammad saw. dua syarat mutlak bagi yang meneladani Rasul saw. yaitu: Pertama, Keyakinan tentang keniscayaan kiamat sambil mengharap ganjaran-Nya yang tidak dapat diperoleh kecuali menyesuaikan diri dengan tuntunan Nabi-Nya. Kedua,  Banyak berdzikir dengan mengaitkan setiap aktivitas dengan Allah swt.
Dari tiga tafsir (Al-Misbah, Al-Qurthubi, dan Al-Maraghi) berintikan mengenai perintah untuk menjadikan Nabi saw sebagai pusat rujukan utama dalam ke-suri-tauladan-an. Baik itu dari segi agama, akhlak, cara hidup, semangat, maupun kearifan Beliau. Selain itu juga agar kita banyak berdzikir kepada Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA

Ahsin. 2005. Kamus Ilmu Al-qur’an. Jakarta: Amzah
Kementrian Republik Indonesia. 2011. Al-qur’an dan Tafsir Jilid VII. Jakarta: Widya Cahya
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an). Jakarta: Lentera Hati.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 21.  Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Daradjat Zakiyah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Burhanudin Yusak. 1998. Administrasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia


BIODATA PRIBADI
     NAMA: IKHSANUR RIZQY ULHAQ
     NIM    : 2117268
     FAKULTAS/JURUSAN: FTIK/ PAI
     MATA KULIAH: TAFSIR TARBAWI
     KELAS: A     
     ALAMAT: DESA JUWAH RT 02 RW 02 KUTOSARI KARANGANYAR  PEKALONGAN 
     Riwayat Pendidikan:
-          SDI ISLAM kutosari karanganyar
-          MTS YAPIK kutosari karanganyar
-          MASS PROTO kedungwuni pekalongan
-          IAIN PEKALONGAN








[1] Ahsin, Kamus Ilmu Al-qu’an, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 303
[2] Kementrian Republik Indonesia, Al-qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, (Jakarta: Widya Cahya, 2011), hlm. 639
[3] Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah:  Pesan Kesan Keserasian Al-qur’an Vol  XXI, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 163
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 242-244
[5] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm.  387-390
[6] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 21, (Semarang, PT: Karya Toha Putra Semarang, 1992),hlm. 277
[7] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 39
[8] Yusak Burhanudin, Administrasi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar