SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
“NABI
SEBAGAI SURI TAULADAN”
Surat Al-Ahzab ayat 21
Ikhsanur
Rizqy Ulha
NIM. (2117268)
Kelas: A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada
kita semua, sehingga makalah ini dapat terseleslaikan dengan lancar. Shalawat
serta salam senantiasa kita curahkan kepada nabi kita, baginda nabi agung
Muhammad saw. semoga kita semua termasuk umat beliau yang akan mendapat
syafa’atnya di yaumul akhir.
Tidak
lupa, pemakalah juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua yang telah sepenuhnya memfasilitasi pembuatan makalah ini,
kemudian bapak dosen yang telah memberikan bimbingan, serta tema-teman semua
yang telah berpartisipasi memberi arahan dan masukan.
Disusunnya
makalah ini guna memenuhi tugas Tafsir Tarbawi. Yang mana dalam penyusunan
makalah ini tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ataupun
kata yang kurang sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik senantiasa kita
harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pekalongan, 23 Oktober 2018
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Suatu
pendidikan tidak akan sukses melainkan harus disertai dengan pemberian contoh
teladan yang baik dan nyata. Dalam
pendidikan, sebuah keteladanan sangat berpengaruh besar dalam penanaman
pendidikan karakter peserta didik yang berjangka panjang. Cara yang
demikian telah dilakukan oleh Rasulullah saw. .
Namun fenomena yang terjadi saat ini sangatlah
bertolak belakang dengan firman Allah SWT. Banyak generasi
muda yang melupakan keteladanan Rosul dan justru meneladani budaya Barat.
Dimana kelabilan dan kelemahan iman semakin memperkuat mereka untuk condong
pada budaya yang disuguhkan oleh era globalisasi dari pada keteladanan dari
Rosulullah saw.
Untuk
itu, sebagai mahasiswa khususnya, harus mampu memberikan solusi yang
dimaksudkan supaya generasi muda mampu menumbuhkan kembali atau memutar arah
kembali dalam meneladani Rosul dalam segala urusan, agar mendapat rahmat dari
Allah baik di dunia maupun di akhirat.
B. Rumusan masalah
1.
Apa hakikat suri tauladan atau
uswatun khasanah
2.
Bagaimana dalil nabi Muhammad sebagai
suri tauladan atau uswatun khasanah
3.
Apakah pendidik merupakan suri
tauladan dan idola bagi peserta didik
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa hakikat suri
tauladan atau uswatun khasanah
2.
Untuk mengetahui bagaimana dalil
nabi Muhammad sebagai suri tauladan atau uswatun khasanah
3.
Untuk mengetahui pakah pendidik
merupakan suri tauladan dan idola bagi peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian suri tauladan atau Uswatun Hasanah
Uswatun Hasanah
berasal dari dua kata yaitu uswah yang berarti teladan, dan hasanah, berasal
dari kata hasuna, yahsunu, husnan wa hasanatan,yang berarti sesuatu yang baik,
pantas dan kebaikan. Menurut Raghib al-Asfahani (seorang pakar bahasa),hasanah
adalah segala sesuatu kebaikan atau kenikmatan yang diperoleh manusia bagi jiwa,
fisik, dan kondisi perasaannya. Maka Uswatun Hasanahadalah suatu perilaku yang
mulia yang menjadi teladan bagi umat manusia.[1]
Uswatun Hasanah diterjemahkan dengan panutan yang baik. Uswah bisa
dibaca dengan men-dammah-kan hamzah, bisa juga dibaca iswah dengan membaca
kasrah hamzahnya. Keduanya qira’at yang mutawatir. Kata ini bisa jadi merupakan
kata jadian (masdar) dari asa-ya’su-aswan-asan, yang artinya mengikuti
(iqtida’) atau nama dari sesuatu yang diikuti. Akar katanya alif-sin-waw yang
mempunyai arti menyembuhkan, memperbaiki dan mendamaikan. Seorang dokter
disebut al-asi. Ungkapan “asautu al-jurh” artinya aku mengobati kamu. Asautu
baina qaum artinya aku mendamaikan dua kelompok itu.Bagaimana hubungan antara
arti memperbaiki, mengobati, mendamaikan dangan 1Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu
al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2005), 303.17arti panutan yang merupakan arti dari
dua kata uswah, barangkali karena orang yang pekerjaannya mendamaikan,
mengobati patut untuk menjadi panutan.[2]
Kata uswah ada juga yang membacanya iswah atau suri teladan digunakan
untuk menunjukkan sifat dan juga kepribadian seseorang.[3]
Uswatun hasanah terdiri dari dua rangkaian kalimat, uswah dan hasanah.
Uswah (أُسْوَةٌ ) berarti قدوة, ikutan, panutan. Hasanah bermakna “yang
baik”. Uswatun Hasanah adalah contoh suri teladan yang baik.
2.
Dalil nabi
Muhammad sebagai suri tauladan atau uswatun khasanah
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةُ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللّهَ
وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ وَذَكَرَاللّهَ كَثِيْرًا
Artinya: “
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”
Tafsir
Al-Misbah
Surat Al-Ahzab
ayat 21 satu ini mengarah kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang
meneladani Nabi saw. Ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi
kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi Muhammad saw. suri tauladan
yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengaharap
rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta
teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan
menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak baik dalam suasana susah maupun
senang.
Bisa juga ayat
ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk
Islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu dikesankan
oleh kata laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan: “Kamu telah melakukan
aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad
yang mestinya kamu teladani”.
Kata ((أسوة uswah atau
iswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat
diatas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat
pada diri Rasulullah. Pertama, dalam arti kepribadian beliau secara
totalitasnya adalah teladan. Kedua, dalam arti terdapat dalam
kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani. Pendapat pertama lebih
kuat dan merupakan pilihan banyak ulama’.
‘Abbas Mahmud
al-‘Aqqad dalam bukunya ‘Abqariyat Muhammad menjelaskan: Ada empat tipe
manusia, yaitu Pemikir, Pekerja, Seniman, dan yang jiwanya larut dalam
ibadah. Jarang ditemukan satu pribadi yang berkumpul dalam dirinya dan dalam
tingkat yang tinggi dua dari keempat tipe tersebut, dan mustahil
keempatnya berkumpul pada diri sesorang. Namun yang mempelajari pribadi Rasul
akan menemukan bahwa keempatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi
pada kepribadian beliau. Berkumpulnya
keempat tipe dalam kepribadian Rasul ini, dimaksudkan agar seluruh manusia
dapat meneladani sifat-sifat terpuji Rasul.[4]
Tafsir
Al-Qurthubi
Dalam ayat ini
dibahas tiga masalah, yaitu:
Pertama, Firman Allah
SWT, لَقَدْ كاَنَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rassulullah itu suri teladan
yang baik bagimu.” Ayat ini juga termasuk sindiran terhadap orang-orang yang
absen dari peperangan. Maksudnya adalah, mengapa kalian tidak ikut berperang
padahal kalian telah diberiakn contuh yang baik dari Nabi saw, dimana beliau
telah berusaha dengan keras untuk memperjuangkan agama Allah dengan cara ikut
berperang dalam perang khandak. Sedang menurut Aqabah bin Hassan Al Hijri
teladan yang dimaksud pada ayat ini adalah kelaparan yang dirasakan oleh Nabi
saw.
Kedua, Firman Allah أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ “Suri teladan yang baik” adalah
perbuatan Nabi saw dan teladan yang baik yang harus diikuti oleh seorang muslim
pada setaip perbuatannya dan pada setiap keadaannya. Para ulama berlainan
pendapat mengenai hukum meneladani Nabi Muhammad saw yang tertera pada ayat
ini, apakah diwajibkan ataukan hanya disunnahkan saja ? Ada dua pendapat yang
berkembang mengenai permasalahan ini, yaitu:
a. Perintah ini
bersifat wajib, kecuali jika ada dalil lain yang mengatakan bahwa perintah
inihanya sunah.
b. Perintah ini
hanya bersifat sunah saja, kecuali ada dalil lain yang menyebutkan bahwa
perintah ini wajib.
Namun besar kemungkinan bahwa perintah pada
ayat ini diwajibkan pada permasalahan keagamaan, sedangkan untuk masalah
keduniaan perintah ini bersifat sunah saja.
Ketiga, firman Allah لِمَنْ كاَنَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ وَذَكَرَاللّهَ
كَثِيْرَا “(Yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Sa’id bin Jubair berkata, “Makna firman ini adalah, bagi siapa saja yang
mengharapkan bertemu dengan membawa keimanan, meyakini hari kebangkitan dimana
seluruh amal perbuatan manusia akan diberi ganjarannya.
Lalu para ulama berbeda pendapat mengenai
orang0orang yang dimaksud dari firman ini. ada dua pendapat yang berkembang
dikalangan mereka, yaitu:
a. Mereka yang
dimaksud adalah orang-orang munafik, karena ayat ini terhubung dengan ayat-ayat
sebelumnya yang berbicara tentang mereka.
b. Orang-orang
yang dimaksud untuk mengambil teladan dari Nabi saw adalah orang-orang yang
beriman, karena pada firman selanjutnya disebutkan, لِمَنْ كاَنَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ “(Yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat.[5]
Tafsir
Al-Maraghi
Sesudah Allah
menrinci keadaan orang-orang munafik dan membeberkan kerendahan sifat pengecut
mereka yang besar itu, lalu Dia mencela mereka dengan sangat. Celaan itu
diungkapkan oleh Allah dengan cara memberikan penjelasan kepada mereka, bahwa
telah ada di dalam diri Rasulullah pelajaran yang baik, senadainya mereka mau
mengambil pelajaran, dan teladan yang baik seandainya mereka mau mencontohnya.
Firman Allah
dalam surat al-Ahzab ayat 21 ini menunjukkan bahwa sesungguhnya norma-norma
yang tinggi dan teladan yang baik itu telah dihadapan kalian, seandainya kalian
menghendakinya. Yaitu hendaknya kalian mencontoh Rasulullah saw. Didalam amal
perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, sendainya
kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan azab-Nya di
hari semua orang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong
ditiadakan, kecuali amal shaleh yang telah dilakukan seseorang (pada hari
kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dengan
ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya
membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatan-perbuatan
Rasul-Nya.[6]
3. Pendidik merupakan suri tauladan dan
idola bagi peserta didik
Guru adalah guru profesional, karenanya secara
implisit dia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab
pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.[7]Guru
adalah suri tauladan, tempat bertanya, dan guru merupakan motor penggerak
kearah kemajuan di dalam lingkungannya.[8]
secara terminologi, para pakar menyebutkan makna
pengertian tentang guru secara berbeda-beda, antara lain-lain:
a.
Moh. Fadhil al-Djamil
menyebutkan,bahwa guru adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan
yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan
dasar yang dimiliki oleh manusia.24
b.
Marimba mengartikan guru sebagai
orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai guru, yaitu manusia dewasa yang karena
hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c.
Sutari Imam Barnadib mengemukakan,
bahwa guru adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain
untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
d.
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa
guru adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan
tingkah laku peserta didik.
e.
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa guru
dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik.
Guru adalah
suri tauladan yang mengajarkan kepada peserta didik apa yang belum di ketahui
oleh mereka dan seorang yang memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di
pundak para orang tua untuk memberikan ilmu pengetahuan, mempengaruhi peserta
didik untuk mencapai suatu kedewasaan, bertingkah laku yang baik dalam
kehidupan. Dari seorang guru yang telah mengarahkan peserta didik kepada
kehidupan yang baik maka Allah SWT telah berjanji dalam firman-Nya yang telah
di sebutkan di atas akan meninggikan derajat kemanusiaannya sesuai dengan
kemampuan dia hingga beberapa derajat di mata Allah SWT.
Peran guru
sebagai model dan teladan
Guru merupakan
model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia
sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran
ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja
pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya
yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan
bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan,
Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup
secara umum perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta
didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik
adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada
pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan
harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya
Pandangan
Tentang Guru Idola
Guru Idola
dalam sajian ini dimaknai sama dengan konsep guru efektif. Alasnnya adalah guru
idola dapat dikenali melalui kinerja mengelola pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh aspek
potensi siswa. Terkait dengan guru efektif Davis & Thomas (dalam Sukamto,
dkk. 1999), menjelaskan ciri-cirinya, yaitu:
1. mampu
melaksanakan pembelajaran secara benar
2. menghasilkan
iklim kelas yang kondusif, cirinya:
a. kemampuan hubungan interpersonal
b.mempunyai
hubungan yang baik dengan siswa, kemampuan mengekspresikan minat dan antosiasme
c. memiliki
kepedulian dengan siswa,
d.
kemampuan menciptakan
kerjasama,melibatkan siswa dalam perencanaan kegiatan belajar,
e. menghargai dan memperhatikan sungguh-sungguh
jawaban siswa,meminimalkan konflik
3. menekankan
pada tujuan akademik dan afektif
4. mengorganisasi diri dengan baik
5. menguasai bidang ilmu yang diajarkan
6. memberikan
pengalaman belajar siswa dengan baik
7. mengajar
“Tidak asal siswa sibuk”tetapi dengan tugas yang jelas dan menguntungkan siswa
8. memaksimalkan
waktu belajar
9. melakukan
monitoring pelaksanaan dan aktivitas belajar.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dalam agama Islam, keteladanan akhlak berpusat
pada Rasuluallah SAW. dalam setiap perkataan yang berkenaan dengan
pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh perbuatan dan kepribadiannya. Nabi
Muhammad saw. Tercatat dalam tinta emas sejarah sebagai pembawa perubahan dunia
yang paling spektakuler, sebagai suri tauladan umat manusia.
Orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang
meneladani Nabi Muhammad saw. dua syarat mutlak bagi yang meneladani Rasul saw.
yaitu: Pertama, Keyakinan tentang keniscayaan kiamat sambil mengharap
ganjaran-Nya yang tidak dapat diperoleh kecuali menyesuaikan diri dengan
tuntunan Nabi-Nya. Kedua, Banyak berdzikir dengan mengaitkan
setiap aktivitas dengan Allah swt.
Dari tiga tafsir (Al-Misbah, Al-Qurthubi, dan
Al-Maraghi) berintikan mengenai perintah untuk menjadikan Nabi saw sebagai
pusat rujukan utama dalam ke-suri-tauladan-an. Baik itu dari segi agama,
akhlak, cara hidup, semangat, maupun kearifan Beliau. Selain itu juga agar kita
banyak berdzikir kepada Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahsin. 2005. Kamus
Ilmu Al-qur’an. Jakarta: Amzah
Kementrian Republik Indonesia. 2011. Al-qur’an dan Tafsir Jilid VII. Jakarta:
Widya Cahya
Shihab, M. Quraish. 2002.
Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an). Jakarta:
Lentera Hati.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi.
Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1992. Terjemah Tafsir
Al-Maraghi 21. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Daradjat Zakiyah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Burhanudin Yusak. 1998. Administrasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
BIODATA PRIBADI
NAMA: IKHSANUR RIZQY ULHAQ
NIM
: 2117268
FAKULTAS/JURUSAN: FTIK/ PAI
MATA KULIAH: TAFSIR TARBAWI
KELAS: A
ALAMAT: DESA JUWAH RT 02 RW 02 KUTOSARI
KARANGANYAR PEKALONGAN
Riwayat Pendidikan:
-
SDI ISLAM kutosari karanganyar
-
MTS YAPIK kutosari karanganyar
-
MASS PROTO kedungwuni pekalongan
-
IAIN PEKALONGAN
[2] Kementrian Republik
Indonesia, Al-qur’an dan Tafsirnya Jilid
VII, (Jakarta: Widya Cahya, 2011), hlm. 639
[3] Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah: Pesan Kesan Keserasian Al-qur’an Vol XXI, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm.
163
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 242-244
[6] Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 21, (Semarang, PT: Karya Toha Putra
Semarang, 1992),hlm. 277
Tidak ada komentar:
Posting Komentar