“HAK
ASASI MANUSIA (HAK BERKEYAKINAN AGAMA)”
(QS
Al-Kafirun: 6)
Nok
Dzikriyah (2021115077)
Fakultas
Tarbiyah/PAI D
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
TAHUN
20017
PRAKATA
Puji syukur, alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT atas
rahmat, taufiq dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tafsir
tarbawi dengan tema hak berkeyakinan agama (tafsir QS.Al-Kafirun: 6) dengan
baik dan selesai tepat waktu. Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi
besar Rasullullah, Muhammad SAW Yang telah membawa kita pada cahaya Islam,
agama yang rahmatallil’alamin ini. Kamudian terimakasih kepada dosen pengampu
kuliah tafsir tarbawi II yakni Muhammad Hufron, M.S.I, yang selalu memberikan
motivasi, dan inspirasi yang menjadikan kami selalu antusias mengikuti kuliah
tafsir tarbawi di kelas dan kami selalu menantikan nasehat-nasehat beliau yang
mencerahkan. Semoga tenaga, waktu dan ilmu yang sudah diberikan untuk kami
menjadi amal ibadah yang akan dibalas oleh Allah SWT sebagai amal jariyah sehingga
menjadi manfaat bagi beliau sendiri juga bisa menghantarkan kami kepada
kemanfaatan pula. Dengan makalah ini diharapkan memudahkan mahasiswa/mahasiswi
mempelajari materi yang akan didiskusikan. Makalah ini berasal dari kami yang
tak luput dari kesalahan. Jadi, kami memohon kritik dan saran agar ke depan
kami bisa sesuai dengan yang diharapkan. Terimakasih kepada pembaca, kami
berharap kita selalu berada di dalam keridhaan Allah SWT dan tetap menjadi
hamba-hamba yang saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa.
Pekalongan,
Februari 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aqidah atau berkeyakinan agama adalah sesuatu yang sangat penting
bagi seseorang. Tanpa memiliki keyakinan kehidupan seseorang tidak akan terarah
serta tidak mengetahui tujuan hidup yang harus diraihnya. Keyakinanlah yang
akan membawa manusia kepada kemantapan melakukan sesuatu dengan tanpa imbalan
dan dengan keyakinan seseorang akan merasa tentram sebab merasa ada Dzat yang
selalu melindunginya. Agama Islam merupakan agama yang tidak memaksakan agar
manusia menjadi pengikutnya, akan tetapi keyakinan beragama Islam merupakan karunia
yang harus disyukuri lalu dipertahankan keberadaan agama ini ketika merasa ada
yang mengancam eksistensinya. Tidak perlu melepaskan keyakinan-keyakinan yang
sudah kita miliki demi mendapatkan kesenangan-kesenangan duniawi yang
diiming-imingkan kepada kita, tidak perlu pula melepas kepercayaan, keislaman
demi teman, atau siapa saja yang ingin mencampuradukan ajaran-ajaran yang
sangat mulia ini. Ajaran agama yang dibawa Rasulullah SAW, rahmat seluruh alam.
Berkeyakinan agama adalah hak asasi setiap individu. Hak manusia memiliki
batasan tertentu. Antar satu individu tidak boleh mengganggu keyakinan individu
yang lain. Non-muslim
tidak perlu mengupayakan gangguan kepada Islam, begitu juga sebaliknya. Sebagai
muslim memang perlu menyampaikan ajaran Islam kepada mereka yang belum
mendapatkan petunjuk, akan tetapi tidak perlu mamksakannya. Sebab dalam
berkeyakinan tidak bisa melalui sebuah negosiasi. Bertoleransi itu dianjurkan,
tapi juga tidak dengan cara mencampuradukkan agama yang berbeda, seseorang tidak
perlu menjalankan ibadah dari bermacam-macam agama yang berbeda, yang dianut
seseorang tersebut dengan orang lain.
Judul
Makalah ini berjudul “Hak Berkeyakinan Agama” yang mana tema ini berkaitan
dengan hak asasi manusia dan bertujuan untuk mengajarkan pendidikan aqidah
melalui Al-Qur’an surat Al-Kafirun:6.
Nash Al-Qur’an beserta Artinya (Al-Kafirun: 6)
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”
Pentingnya Membahas Tafsir QS Al-Kafirun:6
Belakangan ini muncul pengkotak-kotakan dalam kehidupan bermasyarakat.
Yang sedang hangat-hangatnya terjadi adalah diskriminasi karena perbedaan
agama. Terutama terhadap penganut Islam, orang-orang non-Muslim yang tidak
mengenal Islam mudah percaya pada sebuah opini yang mengatakan Islam adalah
teroris. Meskipun ada yang membela Islam dan banyak yang setuju dengan ajaran
Islam, tetap saja akhir-akhir ini Islam menjadi sebuah ketakutan dan harus
diasingkan. Hal-hal seperti ini tidak perlu menjadikan orang Islam sendiri
merasa goyah dan merasa takut pada orang yang menganggap Islam adalah agama
yang berbahaya dan patut dimusuhi. Hal ini sudah diajarkan Allah melalui QS.
Al-Kafirun, dimana ayat ini turun ketika Islam terancam oleh orang-orang kafir
yang tidak menyukai dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah saaat itu. Dari ayat
ini kita bisa mempelajari bahwa berkeyakinan agama adalah hak yang tidak bisa
diganggu oleh orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Hak Asasi Manusia
Hak asasi
manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Dalam
undang-undang tentang hak asasi manusia pasal 1 dinyatakan: “HAM adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”[1] Secara
garis besar, macam-macam hak asasi manusia (HAM) adalah hak asasi pribadi yang
meliputi hak kebebasan bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat, hak
kebebasan mengeluarkan pendapat, hak memilih dan aktif di organisasi atau
perkumpulan, hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama serta
kepercayaan yang diyakini masing-masing. Kemudian hak asasi politik, hak asasi
hukum, hak asasi ekonomi, hak asasi peradilan, dan hak asasi sosial budaya.[2]
Hak Berkeyakinan Agama
Hak
berkeyakinan agama merupakan hak asasi pribadi. Dalam Islam HAM telah lebih
dahulu diwacanakan. Dapat dibuktikan dengan adanya piagam Madinah yang terjadi
setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Saat itu Islam mengakui keberadaannya
sebagai satu bangsa dengan agama lain yang ada di Madinah saat itu.[3]
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam
piagam Madinah, yaitu:
1.
Semua pemeluk Islam adalah satu umat meskipun mereka berbeda suku
bangsa.
2.
Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-Muslim didasarkan pada
prinsip-prinsip:
a.
Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
b.
Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.
Membela mereka yang teraniaya
d.
Saling menasehati
e.
Menghormati kebebasan beragama
Dalam pendangan
negara-negara Islam HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran Islam yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berkaitan dengan itu, negara-negara Islam
yangtergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI) pada
tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan yang sesuai
syariat Islam di Kairo. Hak-hak asasi hasil rumusannya dikenal dengan Deklarasi
Kairo. Deklarasi ini terdiri dari 24 pasal tentang Hak Aasasi Manusia
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Dan hak kebebasan memilih agama terdapat pada
pasal 10 yang didasarkan pada surat Al-Baqarah: 256, surat Al-Kahfi: 29, dan
surat Al-Kafirun: 1-6.[4]
B.
Tafsir QS. Al-Kafirun:6
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
(Untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku). Din (دِينٌ) mempunyai
sekian banyak arti, secara umum kata tersebut diartikan agama. Bagi yang
berpendapat bahwa orang kafir Makkah itu tidak beragama ,aka kata “din” berarti
pembalasan, sedang yang mengartikannya sebagai agam, mengakui bahwa kata agama
di sini tidak dipahami dalam pengetian yang utuh, senagaimana halnya agama
dalam pandangan para pakar perbandingan agama. Sementara pakar Al-Qur’an
mengartikan kata lakum (لَكُمْ) sebagai
“khusus untuk kamu”, sehingga ayat yang terakhir ini seakan berpesan kepada
mereka bahwa agama yang kalian anut itu khusus untuk kalian, ia tidak
menyentuhku sedikitpun; dan agama yang saya anut, juga khusus untuku, tidak
akan menyentuh kalian sedikitpun. Karena itu tidak perlu kita campurbaurkan,
tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sesembahan kalian setahun agar kalian
menyembah pula Allah di tahun yang lain, sebagaimana yang mereka usulkan.
Sedangkan para mufassir yang enggan menamai anutan kaum kafir Makkah itu
sebagai agama, mangartikan diin dalam arti “pembalasan” sehingga ayat 6 surat
Al-Kafirun ini diartikan “pembalasan atau ganjaran perbuatan kalian khusus
untuk kalian, dan ganjaran atau balasan kami juga untuk kami.” Sehingga ini
mirip dengan ayat quran yang artinya “Kamu tidak dimintai pertanggung jawaban atas dosa-dosa kami, dan
kamipun tidak dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan-perbuatan kalian.”
(QS. Saba: 25)
Al-kafirun ayat
6 ini mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini. Apabila mereka
telah mengetahui ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras
menganut ajaran mereka, silahkan, karena tidak ada peksaan dalam memeluk
agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.
(QS.2: 256) Kelak mereka masing-masing akan mempertanggung jawabkan pilihannya.
Bisa dilihat seperti ketika kaum musyrikin bersikeras menolak ajaran Islam,
maka demi kemaslahatan bersama Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW
untuk menyampaikan Al-Qur’an surat saba ayat 24-26 yang maknanya adalah tentang
sesat atau kebenaran agama yang dianut seseorang, menjadi tanggung jawab
masing-masing orang tersebut, pendapat-pendapat yang berbeda tidak akan
mencapai pada persatuan. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku merupakan
pengakuan eksistensi secara timbal balik, sehingga masing-masing pihak dapat
melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan kepada
orang lain sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan msing-masing. Kemutlakan
ajaran agama adalah sikap jiwa ke dalam, tidak menuntut pernyataan atau
kenyataan di luar bagi yang tidak meyakininya.[5]
Tafsir Juz ‘Amma (Muhammad Abduh)
Ayat (لَكُمْ
دِينُكُمْ) “Bagimulah
agamamu” agamamu hanya khusus bagi kamu, tidak menjangkau diriku. Maka
janganlah kamu mengira bahwa aku berpegang kepadanya atau terlibat dalam
sebagian darinya. Kemudian ayat ( وَلِيَ دِينِ) dan
bagikulah agamaku! Yakni agamaku adalah agama yang menyangkut diriku secara
khusus. Yaitu yang kepadanya aku menyeru tidak ada sedikitpun persekutuanantara
aku dan kamu di dalamnya. Ayat ini jelas sekali
menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah penolakan adanya percampuran
dalam bentuk apapun. Seperti yang dinyatakan secara keliru oleh sebagian orang.
Makna yang dapat disimpulkan dari ayat ini sama seperti yang disimpulkan dari
firman Allah dalam QS. Al-An’am: 159 “Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agamanya dan mereka terpecah menjadi beberapa golongan, tidak ada
sediikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.” Yakni tidak ada kaitan apapun
antara kamu dan mereka, tidak dalam hal ma’bud (yang disembah) dan tidak pula
dalam hal ‘ibadah.[6]
C.
Implikasi / Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
Berkeyakinan agama dan mempertahankan keyakinan merupakan hak asasi
yang tidak diperbolehkan ada unsur pemaksaan dalam menyerukan ajarannya. Dari
asbabun nuzul surat Al-kafirun yang ayat penutupnya menegaskan bahwa “bagimu
agamamu, dan bagiku agamaku” dapat kita ambil pelajaran tentang toleransi antar
agama yang terbatas pada saling menghargai perbedaan yang ada, dengan tidak
saling mengganggu namun tidak berarti boleh saling bergantian dalam
melaksanakan ibadah yang berbeda (mencampur adukkan ajaran agama Islam dengan agama
lain dalam aqidah dan ibadah)
D.
Aspek Tarbawi
1.
Beriman kepada Allah dengan keimanan yang kuat dan ikhlas
2.
Perbedaan pemikiran dan pendapat tidak seharusnya membuat
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
3.
Meningkatkan keimanan yang benar dan pengetahuan agama yang
mendalam agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang berkaitan dengan
mencampuradukan keimanan dan dalam menjalankan ibadah.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang
dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian
manusia atau penguasa.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” merupakan ayat
penutup dari QS Al-Kafirun, yang menegaskan bahwa dalam berkeyakinan agama merupakan
Hak Asasi Manusia yang antara individu yang satu dengan individu yang lain
saling membatasi untuk tidak saling mengganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh,
Muhammad&hammad Bagir (Penerjemah). 1998. Tafsir Juz’amma Muhammad Abduh.
Bandung: Mizan.
A
Ubaidillah dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM &
Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN
Jakarta Press.
Shihab,
Muhammd Quraish. 1997. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Tafsir atas Surat-surat
Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu). Bandung: Pustaka Hidayah.
Yusuf,
Musfirotun. 2015. Manusia & Kebudayaan Perpektif Islam. Pekalongan:
Duta Media Utama.
PROFIL
NAMA : Nok
Dzikriyah
TEMPAT, TANGGAL LAHIR: Pekalongan, 14 April 1995
HOBI : Berkebun
ALAMAT : Bojong
Minggir rt:09, rw:05
RIWAYAT PENDIDIKAN : MII Wiroditan Bojong 2007, MTS Sunan Kalijaga Bojong (Lulus Tahun 2010), MAS
Simbang Kulon Buaran (Lulus Tahun 2013), dan saat ini masih menempuh studi,
sebagai mahasiswa di Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di
IAIN Pekalongan semenjak 2015.
[1] A Ubaidillah
dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,
Jakarta, IAIN Jakarta Press, 2000, hlm. 209.
[2] Musfirotun
Yusuf, Manusia & Kebudayaan Perpektif Islam, Pekalongan, Duta Media
Utama, 2015, hlm. 140-141.
[3] Musfirotun Yusuf.............hlm.148.
[4] A Ubaidillah
dkk..........hlm. 216-217.
[5] Muhammd
Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Tafsir atas Surat-surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung, Pustaka Hidayah, 1997, hlm.
641-643.
[6] Muhammad Abduh
, Muhammad Bagir (Penerjemah), Tafsir Juz’amma Muhammad Abduh, Bandung,
Mizan, 1998, hlm. 348-349
Tidak ada komentar:
Posting Komentar