TUJUAN
PENDIDIKAN GENERAL
(CARI
RIDHA ALLAH)
QS.
Al-BAYYINAH,98:8
DIAN RISTANTI
NIM. (2117120)
Kelas : D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAM ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji
syukur atas kehadirat Allah Swt. atas segala nikmat dan rahmat-Nya, sehingga
makalah yang berjudul “” ini dapat terselesaikan. Taklupa sholawat serta
salam tercyrah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Yang kita
nantikan syafaatnya di yaumul kiamat.
Pembuata nmakalah ini bertujuan guna memenuhi mata kuliah
Tafsir Tarbawi makalah ini berisi tentang. Dengan makalh ini diharapkan menambah
wawasan dan pengetahuan manusia.
Penulis telah berupaya menyajikan makalh ini dengan
sebaik-aiknya, meskipun masih jauh dari kata sempurna. Disamping itu apabila
dalam penulisan makalah ini didapati kekurangan dan kesalahan baik dalam
penulisan maupun isinya, penulis dengan senang hati menerima kritikan dan saran
guna penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Seiring
berjalannya waktu pengertian dan pemahaman orang tentang ridho itu sangat
beraneka ragam, ada juga yang bahkan tidak tahu makna dari rido itu sendiri
apa, dan ada pula yang tahu makna rido sebenarnya, tetapi tidak mengamalkannya
dalam kehidupan sehrai-hari. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ridho
diartikan rela, suka, dan senang hati. Sedangkan menurut istilah, ridho adalah
ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan dan ridho
merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik.
- Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian
ridho?
b.
Sebutkan dalil
yang menerangkan Ridha Allah?
c.
Sebutkan tafsir
yang menjelaskan dalil ridho Allah?
d.
Bagaimana
perjuangan manusia dunia akhirat?
- Tujuan
a.
Untuk
mengetahui pengertian ridho.
b.
Untuk mengenal
dalil tentang ridho Allah.
c.
Untuk
mengetahui dalil ridho Allah.
d.
Untuk
mengetahui perjuangan manusia di dunia dan akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
- Hakikat
Ridha
Ridha adalah menjernihkan hati dan berlapang dada atau ikhlas ketika menerima ketentuan Allah SWT. Al-Ghazali mengatakan bahwa ridha adalah pintu Allah SWT terbesar. Barang siapa
yang menemukan jalan ridha dan mampu memandang dengan mata hatinya, maka
ia akan mendapatkan karomah (keistimewaan) serta kedudukan yang
tinggi disisi Allah SWT. Seseorang yang telah
mencapai maqam ini, hatinya senantiasa berada dalam ketenangan karena tidak diguncang oleh apapun. Sebab segala yang terjadi di alam ini bergantung dari qadar Allah SWT.
Seseorang
bisa melaksanakan ridha apabila ia telah berlatih sabar dan syukur. Artinya ia senantiasa sabar manakala
mendapatkan cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Tanpa dua hal itu, ridha tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna. Melatih hati ridha dalam berbagai hal, menjadikan
seseorang memiliki mental baja dalam
menghadapi kehidupan di dunia.
Jika ia diterpa cobaan,
maka tetap sabar. Jika mendapatkan kenikmatan tidak lupa diri. Sedangkan jika
berbuat baik, tidak ingin dipuji.
Ridha
merupakan suatu maqam yang erat kaitannya dengan tawakkal, dan
yang berhubungan dengannya Oleh sebab itu menampakkan keluh kesah dari cobaan
Allah SWT, dalam bentuk mengadu dan mengingkarinya dengan kalbu pada Allah SWT
adalah berlawanan dengan sikap ridha. Sebaliknya, menampakkan diri dari coban
Allah SWT atas cara bersyukur dan penyingkapan dari qudrat Allah SWT itu tidaklah berlawanan dengan
qadha Allah SWT. Ucapan dari seseorang yang mengatakan, bahwa
kemiskinan itu adalah cobaan dan ujian.Maka, ucapan yang demikian itu, bisa
menghilangkan sikap ridha. Akan tetapi, seseorang bisa melaksanakan sikap ridha jika
semua itu diserahkan pengaturannya kepada Allah SWT, sebagaimana yang dikatakatan oleh sayyidina ‘Umar ra, “aku tidak memperdulikan,
aku menjadikan orang kaya
atau orang miskin. Aku tidak tahu, mana diantara kedua itu yang lebih baik
untukku.” [1]
- Dalil
Dan Tafsir Cari Ridha Allah SWT
QS. Al-Bayyinah, 98: 8
جَزَآؤُهُمۡ
عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ
فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ
خَشِيَ رَبَّهُۥ
Terjemah
“Balasan
bagi mereka di sisi Tuhan adalah surga ‘Adn yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai; mereka akan hidup kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah
berkenan kepada mereka dan merekapun berkenan kepada-Nya. Hal seperti itu ialah
(balasan) terhadap orang-orang yang takut terhadap Tuhannya.”
1.
Tafsir Al-Azhar
Balasan mereka disisi Tuhan mereka ialah surga-surga tempat
menetap. Itulah
perhentian dan penetapan terakhir, tempat istirahat menerima hasil dan ganjaran
dari kepayahan berjuang pada hidup yang pertama didunia. "Yang mengalir
padanya sungai-sungai", sebagai lambang kiasan dari kesuburan dan
kesejukan, tepung tawar untuk ketenteraman (muthmainnah), kesuburan yang tiada
pernah kering, " Kekal mereka padanya selama-lamanya", nikmat
yang tiada pernah kering rahmat yang tiada pernah terhenti, tidak akan keluar
lagi dari dalak nikmat itu dan tidak lagi akan merasakan mati. Sebab mati itu
hanya sekali yang dahulu saja, dan yang menjadi punca dan puncak dari nikmat
itu ialah; Allah ridha kepada mereka, Allah senang, Allah menerima
mereka dengan tangan terbuka dan penuh Rahman, sebab tatkala didunia mereka
thaat dan setia, Dan merekapun ridha kepada-Nya, ridha yang seimbang,
balas membalas, kontak mengontak, bukan laksana bertepuk sebelah tangan. Karena
Iman dan keyakinan jugalah yang mendorong mereka memikul beban perintah Allah
seketika mereka hidup dahulu, tidak ada yang dirasa berat dan tidak pernah
merasa bosan. "Yang demikian itulah untuk orang yang takut kepada
Tuhannya". (Ujung ayat 8).
Dengan
ujung ayat ini diperkuatlah kembali tujuan hidup seseorang muslim. Tuhan
meridhai mereka, dan merekapun meridhai Tuhan tetapi betapapun akrab hubunganya
dengan Tuhan, namun rasa takutnya kepada tuhan tetap ada. Oleh sebab itu maka
rasa sayang dan cinta kepada Tuhan, ridha meridhai dan kasih mengasihi tidaklah
sampai menghilangkan wibawa, kekuasaan, bahkan keangkuhan Tuhan didalam sifat
keagungan dan ketinggiannya. Sebab itulah maka si Muslim mengerjakan perintah
dan meninggalkan larangan. Dia sangat mengharapkan dumasukkan kedalam surga,
namun disamping itu diapun takut akan diazab Tuhan dan dimasukkan kedalam
neraka.[2]
2.
Tafsir Al-Maroghi
Balasan mereka disisi Tuhan mereka Surga 'Adn, yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Mereka
bakal dibalas oleh Tuhan mereka dengan dutempatkan disurga yang ditempati untuk
selama-lamanya. Disurga terdapat kelezatan-kelezatan yang lebih sempurna dan
melimpah ketimbang kelezatan di dunia.
Kita
wajib mengimani adanya surga, tanpa kita perlu membicarakan hakikatnya, dimana
tempatnya dan bagaimana cara kita bersenang-senang nanti didalamnya.
Pengetahuan tentang surga ini hanya ada pada Allah. Karena hal ini tergolong
pengetahuan goib yang hanya jadi monopoliNya sendiri.
Kemudia
Allah menerangkan sebab-sebab adanya pembalasan ini. Firmannya:
Allah rela kepada mereka dan merekapun rela kepadaNya.
Mereka
memperoleh keridhaan Allah karena mereka menjalankan ketentuan-ketentuan
syaria'atNya. Lalu mereka memuji pembalasan baik atas amal-amal mereka dan
memperoleh sesuatu yang membuat kepuasa mereka di dunia dan di akhirat.
Yang demikian itu hanya untuk orang yang takut kepada
Tuhannya.
Pembalasan
yang baik itu hanya diberikan kepada orang yang jiwanya penuh ketakutan
Tuhannya.
Ayat
ini menjadi peringatan, agar jangan takut kepada selain Allah dan jangan
menyekutukanNya dengan selainNya dalam segala perbuatan. Selain itu, ia
mengandung sugesti agar gemar mengingat Allah demi setiap gerak langkah amal
kebaikan hingga amal itu ikhlas untukNya saja. Semwntara itu juga memberi
isyarat bahwa melaksanakan sebagian ibadah, seperti shalat dan puasa dan gerak
dan ketenangan tanpa rasa takut kepada Allah, tidak cukup untuk memperoleh apa
yang dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih. Karena rasa
takut yang tidak bersemayam di dalam hati dan memdidik akhlak mereka tidaklah
ada gunanya.
Kita
memohon kepada Allah agar dibersihkan hati kita, dan disinari matahari kita, sehingga
kita tidak takut selain hanya kepadaNya saja. Dan segala puji hanya bagi Allah.[3]
C. Akhir
Perjuangan Manusia Dunia Akhirat
- Alam Dunia
Di
dunia perjalanan manusia melalui proses panjang. Dari mulai bayi yang hanya minum air susu ibu lalu tubuh menjadi anak-anak,
remaja dan baligh. Selanjutnya menjadi dewasa,
tua dan diakhiri dengan meninggal. Proses ini tidak berjalan sama
antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang kapan saja menjemput manusia dan tidak
mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih bayi, sebagian
lagi saat masa anak-anak, sebagian
yang lain ketika sudah remaja
dan dewasa, sebagian lainnya ketika sudah tua bahkan pikun.
Di
dunia inilah manusia bersama dengan jin mendapat taklif (tugas) dari Allah, yaitu ibadah. Dan dalam menjalani
taklifnya di dunia, manusia dibatasi
oleh empat dimensi. Dimensi tempat, yaitu bumi sebagai tempat beribadah,
dimensi waktu, yaitu umur sebagai sebuah kesempatan atau target waktu
beribadah, dimensi potensi diri sebagai modal dalam beribadah, dan dimensi
pedoman hidup, yaitu ajaran Islam yang menjadi landasan amal. Allah Ta’ala telah melengkapi
manusia dengan perangkat pedoman hidup agar dalam menjalani hidupnya di muka bumi tidak tersesat. Allah telah mengutus rasulNya, menurunkan wahyu
Al-Qur’an dan hadits sebagai penjelas, agar manusia dapat
mengaplikasikan pedoman itu secara jelas tanpa keraguan. Sayangnya, banyak yang menolak dan ingkar terhadap
pedoman hidup tersebut. Banyak manusia lebih memperturutkan hawa nafsunya ketimbang menjadikan Al-Qur’an
sebagai petunjuk hidup, akhirnya
mereka sesat dan menyesatkan.[4]
- Alam Akhirat (Hari Akhir)
Manusia akan mengalami kematian, lalu manusia akan
dibangkitkan yang disebut hari kebangkitan atau al-ba’ts adalah saat dimana
segala (manusia) hidup kembali. Mereka dikeluarkan dari alam kubur untuk
di-hisab (dihitung seluruh amalnya). Setelah kehidupan ada kematian. Setelah
alam kubur ada kebangkitan, dan setelah kebangkitan ada perhitungan. Di hari kiamat, diterangkan dari sebuah
hadis, Allah mengumpulkan seluruh manusia mulai dari pertama yang diciptakan
hingga manusia terakhir disebuah tempat. Lalu, matahari di dekatkan ke kepala
mereka dan ditambah kadar panasnya. Pada hari itu akan keluar seekor hewan dari
tengah kobaran api sehingga tampak seperti sebuah bayangan yang bisa meneduhkan
mereka. Kemudian terdengar suara, kemudian menyerulah zat penyeru: “Wahai
seluruh makhluk, berteduhlah kalian di bawah bayang-bayang itu”, maka seluruh
makhluk pun berjalan kearah tepat teduh itu. Maka seluruh makhuk pun berjalan
kearah tempat teduh itu. Mereka ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :
- Kelompok orang-orang mukmin
- Kelompok orang-orang munafik
- Kelompok orang-orang kafir.
Ketika kelompok-kelompok ini telah berteduh di bawah,
bayang- bayang tempat mereka berteduh dan mereka pun terbagi menjadi tiga
yaitu:
- Bagian Panas
- Bagian Asap
- Bagian
Cahaya.[5]
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Ridha
adalah menerima dengan senang hati atas segala yang telah diberikan oleh Allah
SWT, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang
tela diberikan-Nya. Sikap ridha harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat
maupun tatkala ditimpa musibah.
- Saran
Untuk
membantu kita dalam memahami pengertian Ridha yang sebenarnya kita harus
pelajari terlebih dahulu lalu kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad
Musthafa.
1986. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Yogakaerta:
SUMBER ILMU.
Hamka. 1973. Tafsir
Al-Azhar juz XXX. Surabaya : Yayasan Ltimojong.
[1] http://www.Pustakauinib.ac.id/repository/files/original/eff4f1d2dbfe49cdb5399d9b8309f06.pdf
(diakses tanggal 4 Oktober 2018 10:06).
[3] Ahmad
Musthafa Al-Maraghi,Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Yogakaerta: SUMBER ILMU,
1986), hlm. 263.
[4] http://repository.uin-suska.ac.id
(diakses tanggal 4 Oktober 2018, 14:50).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar