MAKALAH
DISTRIBUSI BAHAN POKOK
HARUS LANCAR
Disusun untuk memenuhi tugas:
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : M. Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun Oleh :
Nama : GUNAWAN
NIM : 202109209
Kelas : F
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui banyak umat islam, hadits membahas tentang salah satu dasar dari agama. Setiap orang ingin mendalami dan memyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari ilmu hadits yang di dalamnya terdapat sunah-sunah agama. Mempelajari ilmu hadits akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman. Maka dari itu kita membutuhkan aturan-aturan dalam mendistribusikan bahan pokok harus laancar sebagai tanggung jawab kita.
PEMBAHASAN
A. Hadist
اَنَّ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِرُالْمُؤْمِنِيْنَ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَأَى طَعَامًا مَنْثُورًا فَقَالَ مَا هَذَا الطَّعَامُ فَقَالُوا طَعَامٌ جُلِبَ إِلَيْنَا قَالَ بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ قِيلَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنَّهُ قَدْ احْتُكِرَ قَالَ وَمَنْ احْتَكَرَهُ قَالُوا فَرُّوخُ مَوْلَى عُثْمَانَ وَفُلَانٌ مَوْلَى عُمَرَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَدَعَاهُمَا فَقَالَ مَا حَمَلَكُمَا عَلَى احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ قَالَا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ فَقَالَ عُمَرُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ فَقَالَ فَرُّوخُ عِنْدَ ذَلِكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أُعَاهِدُ اللَّهَ وَأُعَاهِدُكَ أَنْ لَا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ فَقَالَ إِنَّمَا نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ قَالَ أَبُو يَحْيَى فَلَقَدْ رَأَيْتُ مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُومًا
B. Terjemahan
Sesungguhnya Umar ra. pada pada waktu itu menjabat amirul mu’minin yang keluar hendak kemasjid, kemudian umar r.a melihat makanan tersebar/terserak, umar berkata : makanan apa ini, mereka menjawab : makanan yang kami ambil untuk dimakan, Umar berkata : semoga Allah memberkati makanan dan orang yang mengambilnya (untuk dimakan). Dikatakan ya amirul mu’minin, sesungguhnya dia telah memonopoli (menimbun makanan), lalu umar berkata lagi, dan siapa yang memonopolinya, kemudian Farrukh budak Usman r.a dan Fulaan budak umar diperintahkan kepada mereka untuk meninggalkan (timbunan), lalu umar r.a berkata : apa yang terpikir olehmu sampai tega memonopoli makanan orang muslim, keduanya menjawab : kami membeli (makanan) dan menjual dengan uang kami, kemudian di jawab : sesungguhnya Umar telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda : Barang siapa memonopoli (menimbun) makanan umat islam, mereka akan mendapatkan balasan Allah dengan kebangkrutan atau hilangnya barokah, Farrukh berkata : ya amirul mu’minin aku telah jahat pada Allah dan jahat kepadamu, sesungguhnya aku tidak akan mengulangimemonopoli (menimbun) makanan selamanya, kemudian budak Umar menjawab : Sesungguhnya kami membeli dan menjual dengan uang kami, Abu Yahya berkata : saya benar-benar melihatnya, bahwa budak Umar r.a sedah kehilangan barokah dalam hidupnya.
C. Mufrodat
احْتَكَرَ = monopoli
طَعَامِ = Makanan
بِالْإِفْلَاسِ = Kebangkrutan
بِجُذَامٍ = Penyakit
D. Biografi Perawi
Umar bin Khattab satu dari khulafaurasyidin yang memimpin kekhalifahan Islam pasca wafatnya Baginda Rosulullah SAW. Umar menjadi khalifah kedua menggantikan Abu Bakar Shidiq. Sosok Umar bin Khatab sangat berpengaruh di kalangan bangsa Arab karena keberanian, ketegasan, dan keteguhan jiwanya. Ia adalah pendukung, pengikut utama dakwah Nabi Muhammad SAW. Khalifah Umar berasal dari bani Adi, salah satu bagian suku Quraisy. Nama lengkapnya Umar Bin Khatab Bin Nafiel bin abdul Uzza. Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Beliau lahir di Makkah tahun 581 Masehi.
Setelah Umar Masuk Islam, posisi Nabi Muhammad makin kuat. Umar adalah seorang panglima perang dan terlibat langsung dalam berbagai peperangan seperti perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Setelah Umar menjadi khalifah, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat mencakup wilayah Mesopotamia (Iraq) dan sebagian Persia Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara. Pengaruh Islam juga melebar ke Armenia setelah merebutnya dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah salah seorang warga Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.[1]
E. Keterangan Hadits
Perbuatan memonopoli bahan pokok adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Monopoli bahan pokok sepeti gula, beras, minyak dan seumpamanya biasanya dibuat para peniaga agar barangan keperluan berkurangan dipasaran dan hasilnya harga barangan tersebut dapat dinaikkan dan boleh dijual dengan lebih mahal. Dengan itu, perniaga akan mendapat keuntungan yang berlipat kali ganda. Perbuatan terkutuk ini adalah dilarang dalam Islam kerena ia menyebabkan kemudharatan dan kesulitan kepada masyarakat awam, khususnya golongan miskin dan mereka yang berpendapatan rendah. Dalam satu hadis Rasullah SAW bersabda;
عن معمر أن النبي (ص) قال: " من احتكر فهو خاطئ" . أى: فهو بعيد عن الحق والعدل. رواه مسلم.
Maksudnya:
Dari Ma’mar bahawa Rasulullah SAW bersabda; Barang siapa memonopoli barang (ihtikar) maka ia telah melakukan kesalahan. Yakni ia telah tersasar jauh dari perkara yang sebenar dan keadilan.
Menurut Ibn Taimiah dan muridnya Ibn Qayyim, antara bentuk monopoli yang diharamkan juga boleh berlaku dengan cara para perniaga bersepakat antara satu sama lain bagi menjual barangan dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran.
Hikmah diharamkan perbuatan monopoli ini adalah bagi menolak kemudaratan atau kesulitan terhadap masyarakat umum. Para fuqaha telah berijmak pendapat bahwa sekiranya seseorang mempunyai makanan yang tidak ada pada orang lain; sedangkan orang lain sangat memerlukannya, maka dalam situasi seumpama ini diharuskan bagi pemerintah untuk memaksa pemilik makanan tersebut supaya menjual makanan yang berada dalam simpanannya. Tujuannya adalah bagi menolak kemudaratan terhadap masyarakat.[2]
F. Aspek Tarbawi
Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.[3]
Para ulama membagi monopoli kedalam dua jenis:
Para ulama membagi monopoli kedalam dua jenis:
1. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat,
Sabda Rasulullah, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah:
أَنْ النبيُ صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا مَ.
Artinya:
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”
أَنْ النبيُ صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا مَ.
Artinya:
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”
Jenis inilah yang dimaksud dalam hadis bahwa pelakunya bersalah, maksudnya bermaksiat, dosa dan melakukan kesalahan.
2. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah disebutkan sejumlah hadis diantaranya:
- Hadits Umara dari Nabi SAW
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya:
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya:
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
- Diriwayatkan Ibnu Majah dengan Sanad Hasan
اَجَالْ لِبُ مَرْزُوْقُ وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
“orang yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”
- Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW
مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَُ
Artinya:
Artinya:
“Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa.”
- Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ
Artinya:
“Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari padanya”
“Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari padanya”
Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
1. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun
2. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
3. Menimbun itu dilakuakan saat manusia sangat membutuhkan
G. Penutup
Kandungan Hadis menetapkan harga hingga merugikan salah satu pihak, bagi Rasulullah merupakansuatu kedhaliman yang tidak sanggup dipikulnya. Oleh sebab itu Rasul tidak menetapkan harga pada waktu itu, selain itu juga dikatakan bahwa kenaikan harga pada waktu itu disebabkan karena pembelian barang dagangan di luar Madinah, bukan semata-mata mencari keuntungan yang banyak. Kandungan hadis ini juga dapat diartikan sebagai peringatan bahwa perbuatan menimbun barang (ihtikar) merupakan perbuatan yang tercela, sehingga Rasul sendiritakut melakukannya. Mengapa demikian, karena apabila mengamati tujuan dari ihtikar adalah melambungkan harga dengan cara menyimpan persediaan barang. Sebagaimana definisi ihtikar menurut Salim bin 'Ied al-Hilali yaitu “Ihtikar adalah membeli barang pada saat lapang lalu menimbunnya supaya barang tersebut langka di pasaran sehingga otomatis harga melambung naik”. Jika demikian maka perbuatan seperti ini sangat bertentangan dengan sabda Rasulullah saw, di atas yaitu “sesungguhnya Allahlah yang menetapkan harga, Dialah yang menahan, melepaskanharga, dan memberi rizki”. Melihat dari definisinya ihtikar juga merupakan perbuatan dhalim dan juga melanggar larangan Allah SWT.
Daftar Pustaka
Al-Banhawi, Mohd Abdul fattah, Fiqh al-Muamalat Dirasah al-Muqaranah, Jamiah al-Azhar, Tanta, 1999, hlm. 223
Muhammad Abdul Aziz al-Khuli, Al-Adabun Nabawi, Semarang: CV. Wijaksana, 1989.
Salim Banreisy, Tarjamah Al-Lu’lu wal Marjan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003.
Terjemah Sunan Abu Dawud Jilid IV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar