MAKALAH
MENGGUGAT KEOTENTIKAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA
HADITS MENGENAI PENAFSIRAN DAN
PEMAHAMAN YANG KELIRU”
Tugas Disusun Guna Memenuhi
Mata Kuliah
: Hadits Tarbawi 2
Dosen Pengampu : Ghufron dimyati, M.S.I
Disusun Oleh:
Nama :
Amat Zaenodin
Nim : 2021111230
Kelas : F
JURUSAN TARBIYAH (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Sumber
hukum islam sudah dikenal oleh
umatnya, yaitu al-qur’an yang dijamin kebenaran dan keutuhannya. Sedang
as-sunnah tidak diragukan lagi merupakan sumber hukum kedua.
Al-qur’an mengandung kaidah-kaidah umum syariat
islm dn hukum-hukum yang universal, sebab as-sunnah menafsirkan kaidah-kaidah
tersebut, merumuskannya secara bmempelajari dan mendalaminya.
Sejak dahulu sampai sekarang al-qur’an dn
as-sunnah telah dirongrong oleh segolongan yang mengingkarinya. Perbuatan
tersebut dimaksudkan menfitnah dan menghancurkan sendi-sendi islam yang kokoh
dan kuat. Banyak buku-buku yang diterbitkan mereka guna mempengaruhi pendirian
kaum muslimin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadist
حد ثنا سعيد بن
أبى مريم: حدثنا أبوغسان قال: حدثنى زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار,عن أبى سعيد رضي
الله عنه :أن النبى صلى الله عليه وسلم قال: (( لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبر,
وذراعابذراع حتى لو سلكوا جحرضب لسلكتموه )). قلنا: يارسولوالله اليهودوالنصارى؟
قال النبى صلى الله عليه وسلم((فمن؟))
B.
Terjemahan
Sa’id
bin Abi Maryam menceritakan kepada kami: Abu Ghasan menceritakan kepada kami
dan berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku (Abu Ghasan) dari ‘Atho bin
Yasar dari Abu Sa’id ra, : Nabi saw,
pernah bersabda,” tentu kalian akan mengikuti kebiasaan bangsa-bangsa sebelum
kalian setahap demi setahap, bahkan ketika mereka masuk ke liang kadal, kalian
pun akan mengikuti mereka.”Kami berkata,”Ya Rasulullah! Apakah yang engkau
maksud, orang-orang Yahudi dan Nsrani?”Rasulullah saw, menjawab,”Siapa lagi?”[1]
C.
Mufrodat
تَبِعَ :
mengikuti
شِبْرٌ :
sejengkal
سَلَكَ :
melalui
جُحْرَ: masuk lubang
ضَبِّ:
kadal
D. Biografi
Perawi
Nama lengkap
Abu Sa’id Al Khudri ialah Sa’ad bin malik bin Sinan Al Khunri Al Khazraji Al
Anshori. Beliau masih sangat kecil pada waktu perang uhud. Perang yang pertama
kali di ikutinya adadalah perang khandaq. Beliau ikut 13 kali perang bersama
rosul. Beliau wafat tahun 74 H.
Abu Sa’id termasuk salah seorang sahabat yng banyak
meriwayatkan hadist nabi SAW. ia menerima hadist dari nabi 1170 hadist, 43
hadist disepakati Bukhari dan Muslim, 26 hadits diriwayatkan Bukhari sendiri
dan 52 hadits oleh Muslim sendiri.
Beliau
meriwayatkan hadits dari Nabi saw sendiri dan dari para sahabat, diantaranya
ialah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Hadits Abu
Said diriwayatkan oleh banyak sahabat, diantaranya ialah Ibnu Abbas, Ibnu Umar,
Zabir, Mahmud, Labid, Abu Umamah bin Shal, dan Abu at- Tufail.
Diantara tabiin
senior adalah Ibnu Al Musayyab, Abu Utsman al Nahdy, Thoriq bin Syihab, Ubaid
bin Sa’ad, Atha bin Abdillah, dan lain-lain.[2]
E. Keterangan Hadits
1. Keontetikan
al Quran
Al-Quran
adalah kitab yang mulia yang diturunkan karena suatu rahmat dari Allah. Al
Quran membawa kebenaran dan tidak ada yang dapat mengubahnya, karena dijaga
oleh Allah dari segala kebathilan yang datang dari segala penjuru arah.[3]
انّا نحن نزّلنا
لذّكروانّ له لحا فظون
“sesungguhnya
Kami yang menurunkan al Quran dan Kamilah pemelihara-pemelihara-Nya”. (QS. al-
Hijr: 9).
Demikianlah Allah menjamin
keontetikan Al Quran, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan
Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh
makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat diatas, setiap
muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al Quran tidak
berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw dan yang
didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.
Bukti-bukti dari Al-Qur’an sendiri:
huruf-huruf hijaiyah yang terdapat pada awal
beberapa surah dalam al-Qur’an adalah jaminan keutuhan Al-Qur’an sebagaimana
diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan berkurang satu huruf pun dari
kata-kata yang digunakan oleh Al-Qur’an.kesemuanya habis terbagi 19, sesuai
dengan jumlah huruf-huruf
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Huruf qaf yang merupakan awal dari surah
ke-50,ditemukan terulang sebanyak 57=3x19. Huruf ka, ha’, ya’ ‘ain dan shad
dalam surah maryam ditemukan sebanyak 798=42x19.
Bilangan-bilangan
tersebut yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Qur’an oleh Rasyad
Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Qur’an.[4]
2. Keontetikan
Hadist
Barang siapa yang mempelajari pendirian ulama
dalam rangka menyelidiki hadist niscaya ia akan optimal. Perjuangan mereka
ditujukan menjaga kemurnian hadist palsu serta untuk memberantas pembuat dan
pembuatannya.
Dibawah ini akan dikemukakan langkah-langkah
yang di tempuh ulama dalam meneliti as sunnah yaitu:[5]
a.
Penelitian Sanad
Penelitian
ini dimaksudkan untuk mendukung penelitian hadist dengan tujuan utamanya
menilai dan membuktikannya secara historis bahwa apa yang disebut hadist itu
memang benar dari Rosulullah. Objek penelitian kritik sanad adalah hadist yang
masuk kategori hadist ahd dan bukan yang mutawatir.[6]
b.
Mengukuhkan hadist-hadist
Pengukuhan
ini dilakukan dengan jalan meneliti dan mencocokan kembali kepada para sahabat,
tabi’in dan ulam ahli hadist.
c.
Meneliti rawi hadist dalam menetapkan status
kejujurannya.
Dengan
demikian dapat disisihkan mana hadist shahih dan mana yang palsu serta mana
yang kuat dan mana yang dhaif.[7]
F. Aspek
Tarbawi
Adanya kecermatan dan ketelitian dalam membaca
atau mendengarkan Al Qur’an dan As Sunnah yang diterima.
Ø Al Qur’an
merupakan sumber hukum islam pertama.
Ø As Sunnah
merupakan sumber hukum islam ke dua.
Ø Percaya akan
apa yang dibaca dan di dengar dalam Al Qur’an.
Ø Mendalami
metode yang dilakukan muhaditsin menghasilkan ilmu yang komplit.
G. MATERI HADITS
عن عبد الرحمن العذري قال قال رسول
الله صلى الله عليه و سلم : يرث هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تأويل
الجاهلين وانتحال المبطلين وتحريف الغالين ( رواه البيهقي
في السنن الكبيري )[8]
H. TERJEMAHAN
Dari Abdirahman
al Adzari berkata, Rasulullah SAW berkata: “ Akan mewarisi ilmu ini dari setiap
generasi, orang- orang yang terpercaya dari padanya. Mereka itu melakukan upaya
membantah segala penafsiran orang- orang bodoh dan kebohongan orang- orang
sesat, serta membantah penyimpangan orang- orang yang melampaui batas. (HR.
Baihaqi).[9]
I.
MUFRODAT
Mewariskan : يرث
Ilmu :
العلم
Orang-orang
terpercaya (adil) : كل خلف عدوله
Menafikan
(membantah) : ينفون
Pendapat
orang-orang bodoh : تأويل الجاهلين
Kebohongan
orang-orang sesat : وانتحال المبطلين
Penyimpangan
orang-orang ghulu’. : وتحريف الغالين
J. BIOGRAFI
PERAWI
Abdirrahman al Adzari adalah ayah dari Ibrahim
yang termasuk golongn dari tabi’in yang menyendiri (terakhir). Saya (Mualik)
tidak melihat beliau seorang yang lemah. Beliau memursalkan hadits yang
berbunyi:
يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله
“Akan membawa ilmu ini dari setiap orang akhir
zaman”
Tidak hanya
satu orang yang meriwayatkan hadits tersebut, diantaranya Mu’an ibn Rifa’ah.[10]
K. KETERANGAN
HADITS
Hadits tersebut diatas merupakan hadits yang
menjelaskan mengenai sebab terjadinya penafsiran dan pemahaman yang keliru
mengenai Al Quran dan hadits, diantaranya yaitu penafsiran orang- orang bodoh, orang- orang batil dan orang- orang
ghulu.
Pada
kata “kholafin” berarti yang dibebani berlebihan, selain itu juga
berarti setiap orang yang datang setelah orang terdahulu, dapat juga diartikan
suatu masa dari manusia. Selain itu pada kata “Takhrifa” berarti merubah
huruf dan kalimat dari makna yang sebenarnya seperti yang dilakukan oleh orang
Yahudi terhadap Taurat.[11]
Penafsiran
Al Quran pada dasarnya merupakan otoritas Nabi Muhammad SAW, karena hanya
beliaulah yang memahami apa yang dimaksud oleh wahyu. Akan tetapi karena nabi
tidak menjelaskan secara keseluruhan ayat- ayat Al Quran, maka setelah wafat
para shahabat memahami Al Quran dengan cara bertanya kepada shahabat yang
dikenal sebagai penafsir Al Quran ataupun dengan cara mengintepretasikan secara
luas ayat- ayat Al Quran. Sehingga hal ini menimbulkan terjadinya kekeliruan
dalam penafsiran wahyu bagi mereka yang
kurang berkompeten.
Dalam
hadits tersebut secara tidak langsung menyeru orang- orang berilmu disetiap
generasi untuk berupaya membantah tafsiran orang- orang bodoh, kebohongan
orang- orang sesat dan penyimpangan orang- orang yang melampaui batas terhadap
AlQuran dan Hadits. Apalagi dalam era globalisasi seperti sekarang, seseorang
atau suatu kelompok tertentu dapat dengan mudah memanipulasi tafsiran sehingga
menimbulkan pemahaman yang salah untuk kepentingan- kepentingan tertentu.
Agar
tidak terjadi kekeliruan dalam penfsiran ayat- ayat Al Quraan maka ada baiknya
para mufasir memperhatikan adab dalam mentafsirkan Al Quran. Adapun etikanya
adalah sebagai berikut:
1.
Memiliki niat dan perilaku baik.
2.
Jujur dan teliti dalam penukilan.
3.
Bersikap independen.
4.
Mempersiapkan dan menempuh langkah- langkah
penafsiran secara sistematis.[12]
L.
ASPEK
TARBAWI
Dari uraian diatas mengenai hadits tentang
Penafsiran dan Pemahaman yang Keliru, maka dapat diambil aspek tarbawi sebagai
berikut:
1.
Kita sebagai orang yang berilmu hendaknya mengupayakan pembendungan
dan pembantahan terhadap penafsiran- penafsiran yang keliru dari orang- oarng
yang tidak bertanggungjawab.
2.
Hendaknya kita tidak mengambil fatwa atau
keterangan Al Quran maupun hadits dari orang- orang yang bodoh karena akan
meniadakan penafsiran- penafsiran yang
sebenarnya.
3.
Dari orang- orang yang batil serta orang- orang
ghulu tedapat pemalsuan- pemalsuan tafsir yang merubah makna tafsiran yang
sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
Dengan demikian
Allah menjamin
keontetikan Al Qur’an sesuai dengan QS.Al Hijr:9. Yang mana terdapat jaminan
keutuhan Al Qur’an dari kata-kata yang digunakan oleh Al Qur’an. Kesemuanya
habis terbagi 19. Sesuai dengan jumlah huruf-huruf
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Langkah-langkah ulama dalam meneliti As Sunnah:
penelitian sanad, mengukuhkan hadist-hadist, meneliti rawi hadist dalam
menetapakan status kejujuran.
Tafsir berarti terang, nyata, dan memberi
penjelasan. Dalam hubunganya dengan Al Quran, tafsir diartikan sebagai
penjelasan maksud yang sukar dari suatu lafadh. Dalam menafsirkan ayat- ayat Al
Quran maupun hadits banyak terjadi silang pendapat antara mufasir satu dengan
mufasir yang lain.
Orang- orang bodoh dapat memberi penafsiran secara
keliru mengenai apa yang ditafsirnya karena kurangnya pemahaman mengenai suatu
ilmu tertentu. Orang- orang sesat dan ghulu dapat memberikan pemahaman yang
keliru mengenai suatu yang ditafsirkannya karena mungkin memiliki kepentingan-
kepentingan tertentu yang dapat berdampak negatif bagi integritas agama.
Oleh sebab itu, tugas orang- orang berilmu
adalah membantah segala bentuk penafsiran dari orang- orang bodoh, orang- orang
batil dan orang- orang yang melampaui batas agar tidak menyesatkan orang- orang
yang mencari ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Adh Dhihabi, Al Imam Hafidz Syamsyuddin Muhammad bin
Ahmad. 1995. Mizanul ‘Itidal. Baairut: Dai Al Kotob Al Ilmiyah.
Al Baihaqi, Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa Abu Bakri.
1994. Sunan Baihaqi Al Kubra. Makah: Maktabah Darul Bar.
Assiba’I,Musthafa.1979.
Al Hadist sebagai Sunber Hukum. Bandung: CV. Diponegoro
Hadhiri,Choiruddin.2002. Klasifikasi Al
Qur’an. Jakarta:Gema Insani Press
http://
alghuroba.org/para.php
Mandur, Ibnu. 1990. Lisan Al Arab. Bairut: Dar
Sander.
Rosadisastra, Andi. 2007. Metode Tafsir Ayat- Ayat
Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah.
Shihab,Quraish.2000. Membumikan Al Qur’an.
Bandung:Mizan
Sumbullah,Ummi.2010.
Kajian kritis Ilmu Hadist. Malang:UIN Maliki Press 2000. Al kuttub Al
Shittah. Riyadh:Darussalam