MAKALAH
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN DIRINYA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Hadits
Tarbawi II
Dosen Pengampu : Ghufron
Dimyati, M.S.I
Disusun Oleh
:
FATKHU
ROHMAH
NIM. 2021 111 307
Kelas F
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk yang di
ciptakan Allah mempunyai kewajiban berhubungan terhadap Tuhannya. Dalam
agama islam tidak hanya mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya
saja, akan tetapi juga mengajarkan tentang hubungan manusia dengan orang lain juga
dengan dirinya sendiri. Disini akan dijelaskan bagaimana hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, tetapi bukan berarti manusia hanya disibukkan dengan kehidupannya sendiri tanpa memikirkan hal lain.
dengan dirinya sendiri, tetapi bukan berarti manusia hanya disibukkan dengan kehidupannya sendiri tanpa memikirkan hal lain.
Dan di sini di jelaskan bahwa
Rosulullah saw menyuruh kepada seluruh umat islam untuk melaksanakan kewajiban
dan sunnahnya.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan
lenbih lanjut antara hubungan manusia dengan dirinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Materi
Hadits
عَنْ عَا ئِشَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ
إِلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ فَجَهُ فَقَالَ يَا عُشْمَانُ أَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِي قَالَ لَا
وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَكِنْ سُنَّتَكَ أَطْلُبُ قَالَ فَإِنِّي أَنَامُ
وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتَّقِ اللهَ يَا
عُثْمَانُ فَإِ نَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقَّا وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقَّ
وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقَّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَضَلِّ وَنَمْ . (رواه أبو
داود فى السنن, كتاب الصلاة, باب ما يؤمر به من القصد في الصلاة)
B.
Terjemah Hadits
Dari Aisyah r.a: “ Bahwa Nabi pernah mengutus seorang kepada usman bin
madz’un melalui utusan itu beliau bertanya: “Hai usman, apakah engkau tidak
menyukai sunnahku?” jawabnya: “tidak, Demi Allah hai Rosulullah, sunnah
engkaulah yang saya cari”. Sabda beliau: “sesungguhnya aku tidur, aku shalat,
aku berpuasa, aku berbuka dan aku menikahi wanita”.Bertakwalah kepada Allah hai
usman, karena kamu punya kewajiban terhadap keluargamu, tamumu, dan punya kewajiban
terhadap dirimu. Sebab itu berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah.[1]
C.
Mufrodat
Cari : أَطْلُبُ
Tidur : أَنَامُ
Berbuka : وَأُفْطِرُ
Mengutus : بَعَثَ
Keluargamu لِاَهْلِك :
Tamumu
لِضَيْفِكَ
:
Hak/kewajiban حَقَّأ :
Dirimu sendiri لِنَفْسِك :
Perempuan :
النِّسَاءَ
D.
Biografi
Rowi
Aisyah nama
lengkapnya adalah Aisyah Abu Bakar Abdillah bin Abu Qunafah Ustman Akair bin Amr
bin Ka’ab bin Said bin Tam bin murrah bin Kaib lu’ay al-Quraisyiyah At-taimiyah
Al-malikiyah. Aisyah adalah isteri Nabi saw puteri Abu Bakar Ash Sidik, ibunya
bernama Ummu Ruman Amr Ibn Umaimir Al Kinayah. Nabi Muhammad saw menikahi Aisyah
ketika usia 6 tahun. dan berkumpul dengannya di Madinah pada bulan Syawal
sekembali dari perang Badar tahun 2 Hijriyah, ketika dia berumur 9 tahun. Nabi
meninggal ketika Aisyah berumur 18 tahun. Aisyah adalah seorang wanita yang
paling luas ilmunya dan paling ahli di bidang fiqh. Diriwayatkan darinya
sebanyak 120 hadits.[2]
Beliau meriwayatkan
2.210 hadits Al Bukhari dan Muslim menyepakati sejumlah 140 hadits. Beliau
menerima hadits dari nabi saw dan dari pada sahabat. Diantaranya ialah ayahanda
beliau sendiri, Umar bin Hamzah Ibn Al-Aslam, Sa’ad Ibn Abi Waqqash, Fatimah
Az-Zahrah. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh banyak sahabat dan tabi’in. Sanadnya
yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id dan Ubaidullah
bin Umar bin Hafshir, dan Al-Qasim bin Muhammad. Menurut Az-Zuhry, Aisyah
memiliki ilmu yang lebih unggul dibanding dengan istri rosul yang lain.
Aisyah
adalah orang yang keempat diantara tujuh orang sahabat yang banyak meriwayatkan
hadits. Beliau wafat pada bulan ramadhan sesudah malakukan sholat witir pada
tahun 58 H atau 688 M.[3]
E.
Keterangan
Hadits
Apabila
engkau menginginkan melakukan sunnahnya maka lakukanlah menurut kemampuanmu.
Apabila engkau mampu untuk mengerjakannya maka wajib bagimu di antaranya
melakukan puasa apabila kita tidak mampu melakukannya maka berbukalah dan
makanlah. Karena itu semua akan menambah kecintaan kita dan menunjukkan
kesayangannya kepadanya dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir maka akan dimulyakan dari kekurangannya. Dan sunah rosullah yang kita
cari agar mendapatkan syafaatnya. Dan perintah – perintahnya itu yang harus
kita jalankan.
F.
Aspek
Tarbawi
Rosulullah
SAW melarang kita untuk berlebih-lebihan dalam bekerja sampai-sampai lupa
kepada diri sendiri, keluarga, maupun orang lain seperti tamu, kerabat,
saudara dan lain-lain. Seharusnya kita memperhatikan mereka semua karena
sesungguhnya dari merekalah bantuan terdekat apabila mendapat musibah. Akan
tetapi yang terjadi saat ini justru malah sebaliknya. Orang-orang sudah terlalu
sibuk bekerja mencari nafkah sehingga lupa kalau sebenarnya masih punya keluarga,
kerabat, saudara, dan tetangga. Seperti yang terjadi di kota-kota metropolitan,
banyak sekali orang-orang yang brkerja dari pagi hari sampai larut malam
sehingga waktu untuk keluarga dan sekitar hampir semua tersita untuk bekerja.
Rosulullah
juga menganjurkan kita untuk bersikap adil dalam memanfaatkan waktu. Bekerja
sesuai dengan waktunya, berinteraksi dengan keluarga sesuai kebutuhannya, dan
menggunakan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan
kebutuhannya. Karena waktu yang sudah terlewatkan tidak akan kembali lagi. Alangkah
baiknya dimulai dari sekarang kita manfaatkan waktu sebaik-baiknya agar lebih
adil antara waktu untuk diri sendiri, waktu untuk keluarga maupun waktu untuk
kerabat atau orang lain di sekitar. Dan untuk menambah keimanan kita
supaya lebih bertakwa kepada allah.
PENUTUP
Di dalam hadits ini mengajarkan manusia agar bisa
membagi waktu dan kegiatannya sebaik mungkin. Boleh saja memenuhi kebutuhan
diri sendiri asalkan tidak melupakan kebutuhan orang-orang disekitarkan,
seperti keluarga, tamu, anak, istri, suami, tetangga, dan orang lain yang ada
hubungannya dengan kehidupan manusia tersebut.
Rasulullah juga mengajarkan untuk tidak
berlebihan dalam melakukan sesuatu, begitu pula dalam hal ibadah. Walaupun
ibadah itu sangat dianjurkan, tapi bila tidak sesuai dengan kebutuhan dan menjadikan
lupa terhadap orang-orang disekitarnya itu juga kurang baik.
Pada intinya hubungan manusia dengan
dirinya itu memang sangat penting akan tetapi harus tetap melihat hal-hal
disekitarnya, harus proporsional dalam melakukan kegiatan tanpa mengabaikan
orang-orang yang berhubungan dengan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Hafidz Bey
Arifin. 1992. Tarjamah Sunan Abu Daud.
Semarang: CV. Asy Syifa
Musthafa
Al-Bugha dan Syikh Muhyiddin Mistu. 2007. Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam
Nawawi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Teungku
Muhammad Hasby ash-Shiddieqi. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Riski
Putra