Nama Majelis Ta’lim : Pentashih Pengajar dan Pembimbing buku
Qiroati
Pengasuh / Pembicara : Drs. H.M
Chumaidi ZM
Hari /
Tanggal : Minggu, 15 April 2012
Waktu : 06.30-09.00 WIB
Alamat : Jl. Yudha bhakti, Medono, Pekalongan.
Tema Pengajian : “Menuntut Ilmu dari ayunan
sampai liang lahat dan lupa adalah bencana ilmu”
Ringkasan
Pengajian
Yang saya dapat dari majelis ta’lim yang saya hadiri tersebut adalah manusia
seyogyanya dibimbing dan diarahkan sejak awal pertumbuhan agar kehidupannya
berjalan mulus. Bimbingan yang dilakukan sejak ini mempunyai pengaruh amat
besar bagi kehidupan di masa dewasa. Oleh karena itu Nabi memerintahkan agar
manusia belajar sejak kecil. Sepert sabda Nabi Saw:
اُطْلُبُ الْعِلْمَ
مِنَ الْمَهْدِ اِلَى لَلحْدِى (رواه إبن عبد البر)
“Belajarlah
(carilah ilmu) sejak engkau dalam ayunan sampai ke liang lahat”
Kewajban manusia terhadap diri sendiri yang sangat penting yaitu belajar.
Belajar adalah jalan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baru atau jalan
untuk memperdalam ilmu yang dimilikinya.
Selanjutnya yaitu mengenai hadits tentang “lupa adalah bencana ilmu”
seperti sabda Nabi Saw:
آفَةً الْعِلْمَ
النِّسْيَانِ,وَإِظاعَتُهُ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ غَيْرَ اَهْلِهِ (رواه أ بى شيبة)
“Bencana ilmu adalah lupa dan menyia-nyiakannya ialah bila engkau
membicarakannya dengan orang yang bukan ahlinya”
Ilmu merupakan suatu sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu yang
tertuntut bisa terungkap dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ilmu merupakan sarana untuk mengungkap,
mengatasi, menyelesaikan dan menjawab persoalan yang sedang dihadapi dalam
hidup dan kehidupan manusia.
Analisa Isi Pengajian
Dari ringkasan isi pengajian
tersebut penulis menganalisis bahwa ada aspek tarbawi yang sangat penting dapat
kita ambil. Semua yang dipelajari anak diwaktu kecil mempunyai pesan atau
pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan. Kesan yang
diterima di waktu kecil itu telah merasuk dalam jantung hatinya sehingga telah
mendarah daging bagi dirinya. Karena itu bagi orang tua dianjurkan untuk
membimbing anaknya sedini mungkin dan dengan penuh kesungguhan.
Diwajibkan mencari ilmu
kepada setiap manusia dengan tujuan agar manusia dapat meningkatkan ilmu yang
dimiliki. Dengan kemampuan ilmu yang dimiliki itu manusia diharapka dapat
memiliki cakrawala pemikiran yang luas, sehingga ia tidak terpengaruh sesuatu
oleh pertimbangan yang matang. Selain itu manusia juga duharapkan mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dengan memiliki kemampuan tersebut diharapkan manusia akan selalu
memikirkan dan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh semua keputusan dan
tindakan yang diambilnya.
Islam sangat menghargai
sekali orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan untuk menuntut ilmu dari
ayunan samapai liang lahat.[1]
Keterangan selanjutnya
tentang hadits lupa adalah bencana ilmu.
Ilmu dapat membedakan nilai manusia dihadapan Allah Swt, yaitu antara orang
yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu. Karena dengan ilmunya orang
dapat memikirkan semesta dengan segala ke-Maha Kuasaan pencipta. Ilmu juga
merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akherat.
Ilmu juga adakalanya dapat
menjadikan dekat dengan Allah, akan tetapi juga menjadikannya jauh dari-Nya.
Ilmu tanpa iman justru dapat mendatangakan petaka baik bagi pemiliknya maupun
bagi kemanusiaan, namun juga sebaliknya iman tanpa ilmu akan membawa kepada
kejumudan. Orang yang bertambah ilmunya tetapi tidak mendapatkan petunjuk dari
Allah maka ilmunya hanya akan menambah jauh antara dirinya dengan Allah.[2]
Lupa ialah hilangnya
kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya kita
telah pelajari. Lupa dialami oleh manusia karena pernah mengingat sesuatu.
Artinya pada suatu waktu sudah pernah lupa merupakan gejala psikis yang dialami
oleh manusia normal. Lupa menyimpan informasi didalam memorinya, tetapi
informasi yang dimaksud jarang dibangkitkan dan dikomukasikan sementara setiap
hari terjadi pemasukan informasi didalam memori, ada informasi yang hilang yang
sudah mampu tidak diingat kembali yaitu lupa. Misalnya, ketika sudah
mempelajari banyak kitab kuning namun karena jarang di mutala’ah akhirnya ilmu
yang kita peroleh menjadi berkurang bahkan sampai hilang. [3]
Dan apabila kita hendak
memberikan ilmu kepada orang lain, maka berikanlah kepada ahlinya atau orang
yang menginginkannya, agar ilmu itu terpelihara dengan baik. Ilmu itu akan
sia-sia jika diberikan bukan kepada
ahlinya ataupun orang yang membutuhkannya.
Dan orang yang menempatkan
ilmu tidak pada ahlinya seperti seseorang yang mengikuti babi dikalungi
permata, mutiara dan emas. Karena dia mengetahui bahwa ilmu itu di khususkan
dengan persiapan dan mempunyai keahlian karena menempatkan ilmu tidak pada
tempatnya sungguh dia telah berbuat
dhalim.[4]