MAKALAH
SUNNAH SEBAGAI
SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu: Muhammad Hufron, M.S.I
Disusun
Oleh:
Khasan
Fauzi
NIM.
2021 111 067
Kelas
B
JURUSAN
TARBIYAH PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2013
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang
paling sempurna dibandingkan makhluk Allah SWT yang lainnya, manusia dibekali
dengan akal/pikiran yang dapat dijadikan sebagai wadah ilmu pengetahuan yang pada
dasarnya sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Dengan kondisi yang
demikian, manusia seharusnya bisa memanfaatkan karunia yang diberikan oleh
Allah SWT berupa akal/pikiran dengan sebaik-baiknya. Salah satunya dengan cara
mengembangkan ilmu pengetahuan melalui petunjuk-petunjuk dari Allah SWT, yang
disampaikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Generasi Islam yang pertama banyak
menghasilkan kreativitas dalam bidang ilmu pengetahuan dan telah memelopori
banyak hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Sehingga, mereka dapat
membangun peradaban yang besar dan tangguh yang menyatukan antara ilmu
pengetahuan dan keimanan, antara agama dan dunia. Ilmu-ilmu Islam yang
dihasilkan pada masa itu, seperti ilmu alam, matematika, kedokteran, astronomi,
dan sebagainya menjadi ilmu-ilmu yang dipelajari di seluruh dunia dan
masyarakat dunia belajar tentang ilmu-ilmu tersebut dari kaum muslimin.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu tidak lepas dari petunjuk yang
tersurat maupun tersirat dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Petunjuk wahyu dapat memberikan berbagai
macam informasi yang benar dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, Sunnah sebagai
salah satu wahyu Allah SWT yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW dapat
dijadikan sebagai sumber informasi yang benar (Revealed Knowledge) atas ilmu pengetahuan yang meliputi
perkataan, perbuatan, dan ketetapan atau persetujuan dari Nabi Muhammad SAW.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan
memaparkan suatu hadits yang dapat memberikan informasi tentang ilmu
pengetahuan yang meliputi hadits, terjemah, keterangan hadits, berikut dengan biografi
rawi dan nilai tarbawinya.
PEMBAHASAN
A. Hadits
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَشْعَثُ بْنُ شُعْبَةَ، حَدَّثَنَا أَرْطَاةُ
بْنُ الْمُنْذِرِ، قَالَ: سَمِعْتُ حَكِيمَ بْنَ عُمَيْرٍ أَبَا
الْأَحْوَصِ يُحَدِّثُ، عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ السُّلَمِيِّ، قَالَ:
نَزَلْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ وَمَعَهُ
مَنْ مَعَهُ مِنْ أَصْحَابِهِ، وَكَانَ صَاحِبُ خَيْبَرَ رَجُلًا مَارِدًا
مُنْكَرًا، فَأَقْبَلَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا
مُحَمَّدُ، أَلَكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا حُمُرَنَا، وَتَأْكُلُوا ثَمَرَنَا،
وَتَضْرِبُوا نِسَاءَنَا، فَغَضِبَ - يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - وَقَالَ: ' يَا ابْنَ عَوْفٍ ارْكَبْ فَرَسَكَ ثُمَّ نَادِ: أَلَا
إِنَّ الْجَنَّةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِمُؤْمِنٍ، وَأَنِ
اجْتَمِعُوا لِلصَّلَاةِ '، قَالَ: فَاجْتَمَعُوا، ثُمَّ صَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ، فَقَالَ: أَيَحْسَبُ أَحَدُكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى
أَرِيكَتِهِ، قَدْ يَظُنُّ أَنَّ اللَّهَ لَمْ يُحَرِّمْ شَيْئًا إِلَّا مَا فِي
هَذَا الْقُرْآنِ، أَلَا وَإِنِّي وَاللَّهِ قَدْ وَعَظْتُ، وَأَمَرْتُ،
وَنَهَيْتُ، عَنْ أَشْيَاءَ إِنَّهَا لَمِثْلُ الْقُرْآنِ، أَوْ أَكْثَرُ، وَإِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُحِلَّ لَكُمْ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتَ أَهْلِ
الْكِتَابِ إِلَّا بِإِذْنٍ، وَلَا ضَرْبَ نِسَائِهِمْ، وَلَا أَكْلَ ثِمَارِهِمْ،
إِذَا أَعْطَوْكُمُ الَّذِي عَلَيْهِمْ. ( رواه ابو داود في
السنن كتاب الخراج والامارة والفيء باب في تعشير اهل الذمة اذا اختلفوا بالتجارات
)[1]
B. Terjemah Hadits
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa, telah menceritakan kepada kami Asy'ats ibn Syu’bah, telah menceritakan kepada kami Arthoh bin Al Mundzir, ia berkata; saya mendengar Hakim bin 'Umair Abu Al Ahwash menceritakan Dari ‘Irbadh bin Sariyah As Sulaimi RA dia berkata: “ kami pergi ke Khaibar. Beliau disertai sahabat yang menyertainya. Tokoh Khaibar adalah seorang laki-laki durhaka yang cerdik. Dia datang menghadap Nabi SAW, berkata:” Wahai Muhammad, apakah kalian hendak menyembelih keledai-keledai kami, memakan buah-buahan kami dan memukuli kaum wanita kami? Mendengar itu Nabi SAW marah dan bersabda: “Wahai Ibnu ‘Auf, naikilah kudamu lalu berserulah: Sesungguhnya surga tidak halal, kecuali untuk orang mu’min. Dan hendaklah kamu berkumpul untuk shalat !” kata ‘Irbadh: “Maka mereka berkumpul, kemudian Nabi SAW mengerjakan shalat bersama mereka, lalu berdiri. Setelah itu Beliau bersabda: “Apakah seseorang diantara kamu mengira seraya duduk-duduk diatas singgasananya, bahwa Allah tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang terdapat di dalam Al-Qur’an ini ? Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku telah memerintahkan dan memberi peringatan, dan aku melarang beberapa perkara! Sesungguhnya hal itu adalah seperti Al-Qur’an, atau lebih banyak. Dan sesungguhnya Allah AWJ belum pernah menghalalkan untuk kamu memasuki rumah-rumah Ahlul Kitab, kecuali dengan meminta izin. Tidak pula memukul wanita mereka, dan tidak pula memakan buah-buahan mereka, apabila mereka telah memberi kewajiban mereka kepadamu (berupa upeti).”[2]
C. Mufradat (Kata-kata Penting)
وَعَظْتُ : Memberi peringatan
وَأَمَرْتُ :
Memerintahkan
وَنَهَيْتُ : Melarang
مَارِدًا : Cerdik
أَرِيْكَتِهِ : Keledai-keledai milik kami
D. Biografi Rawi Hadits
Al-Irbadh bin Sariyah
Irbadh Ibnu Sariyah As-Salami atau dikenal
dengan nama Abu Najih. Beliau adalah salah seorang sahabat yang berasal dari
Suffah dan dia salah satu sebab turunnya ayat:
وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ
لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ
“dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku
tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." ”QS. At-Taubah: 93.
Ada yang mengatakan bahwa beliau termasuk
dari ahli Suffah yang kemudian tinggal di negri Syam. Julukan beliau
adalah Abu Najih. Sedangkan periwayat dari beliau diantaranya
Abduarrahman Bin Amr, Jubair Bin Nufair, Kholid Bin Ma’bad dan lain-lain. Dari
kalangan sahabat yang meriwayatkan dari beliau adalah Abu Rohm dan Abu
Amamah sedangkan dari kalangan tabiin yaitu orang-orang syam. Guru beliau
adalah Abu Ubaidah Ibnu Jaroh
Periwayat dari beliau yaitu Abu Rohn
As-Sama’i. Abu Muhammad berkata “periwayat dari beliau adalah Habib Bin Ubaid,
Hubair Bin Nufair, Abdurrahman Bin Amr As-Salami, Abdullah Bin Abi Bilal, Suaid
Bin Jablah dan Abdul Al-A’la Bin Hilal.” Irbad Bin Sariyah
As-Salami dikenal sebagai Abu Najih dari ahli Sufah. Derajatnya adalah
sebagai sahabat. Yang meriwayatkan dari beliau adalah Abu Dawud,
At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah. Tingkatan beliau menurut Ibnu Hajar adalah
sebagai sahabat.
Al-Irbad meninggal pada tahun 75 H, sa’at fitnah Ibnu Az-Zubair muncul.
Muammad Bin Auf berkata beliau termasuk orang yang masuk islam terdahulu. Kholifah berkata : menginggal pada saat finah Ibnu Az-zubair muncul. Abu Ashar berkata beliau meninggal setelah itu pada tahun 75 H.[3]
Muammad Bin Auf berkata beliau termasuk orang yang masuk islam terdahulu. Kholifah berkata : menginggal pada saat finah Ibnu Az-zubair muncul. Abu Ashar berkata beliau meninggal setelah itu pada tahun 75 H.[3]
Abu Dawud
Nama lengkap Abu Dawud adalah Sulayman bin
al-Asy’as bin Ishaq bin Bisyri bin Syaddad bin ‘Amr bin ‘Imron al-Azdi
al-Sijistani. Ia dilahirkan tahun 202 H dan wafat dalam usia 73 tahun di kota
Basrah. Ia dipandang sebagai sosok ulama’ yang memiliki tingkat hafalan dan
pemahaman hadits cukup tinggi, di samping kepribadiannya yang wara’,
ta’at beribadah dan sangat mendalam pemahaman agamanya.
Pengakuan ulama tentang keahlianya di bidang
hadits sangat beralasan untuk menempatkan Abu Dawud sebagai Imam muhaddis (ahli
hadits) yang besar dan terpercaya. Kesuggguhannya dalam melacak hadits dapat
dilihat dari perjalannya menempuh jarak jauh dari Basrah ke al-Jazair,
Khurasan, Syam, Hijaz, Mesir dan lain-lainnya, juga usahanya menggali hadits
dari para Syaykh-nya.
Menurut penilaian Ibnu Mandah, Abu Dawud
termasuk tokoh hadits yang berhasil menyaring hadits-hadits sehingga ia dapat
memisahkan antara hadits yang sabit atau tetap keabsahannya dengan yang ma’lul
atau yang ada cacatnya dan antara yang benar dan yang keliru, disamping
al-Bukhari, Muslim dan al-Nasa’i.
Dari segi metodologis, Abu Dawud telah
melakukan penyaringan dari sekitar 500.000 hadits atau sanad. Hasil penyaringan
ini menghasilkan 4.800 hadits hokum, artinya hanya diambil kurang dari satu
persen jumlah hadits yang dikumpulkan. Dari kenyataan ini memberikan petunjuk
bahwa Abu Dawud dangat teliti dalam menyaring hadits.[4]
Sebagaimana Imam Bukhari dan Imam Muslim,
Imam Abu Dawud pun melahirkan sejumlah karya, antara lain:
1.
Al-Marasil
2.
Masa’il Al-Imam Ahmad
3.
Al-Nasikh wa Al-Mansukh
4.
Risalah fi Washf Kitab Al-Sunan
5.
Al-Zuhd
6.
Ijabat ‘an Sawalat Al-‘Ajuri
7.
As’ilah’an Ahmad ibn Hanbal
8.
Tasmiyat Al-Akhwan
9.
Qaul Qadr
10. Al-Ba’ts wa Al-Nusyur
11. Al-Masa’il allati Halafa Al-Anshar
12. A’lam Al-Nubuwwat
13. Sunan Abu Dawud.
Sunan Abu Dawud ini merupakan karyanya yang
terbesar.[5]
Ketelitian itu juga tampak bahwa dalam
menyaring hadits, selalu menolak hadits –hadits yang disepakati para ahli
tentang nilainya yang matruk, yakni hadits dha’if yang karena periwayatnya
tertuduh dusta. Tetapi kalau tidak disepakati maka penilaian Abu Dawud beralih
pada kesinambungan sanad. Selanjutnya, hadits yang diambil adalah hadits-hadits
yang tidak munqati’, yakni hadits yang sanadnya gugur tidak berurutan
dan tidak mursal, yakni hadits yang sanad terakhir (sahabat) digugurkan.
Dengan demikian catatan pribadi Abu Dawud
dalam studi hadits memberikan petunjuk akan ketelitiannya. Upaya selektif
terhadap berbagai sanad untuk menentukan nilai hadits merupakan
kehati-hatiannya. Karena itu hadits yang diriwayatkannya, dari sudut sanad
sangatlah berarti untuk saling menunjang terhadap hadits yang bertema sama.[6]
E. Keterangan Hadits
)سَمِعْت حَكِيْم (بِفَتْحِ
الْحَاء (ابْنَ عُمَيْر): بِضَمِّ
الْعَيْن مُصَغَّرًا (رَجُلًا مَارِدًا): أَيْ عَاتِيًا (حُمُرنَا): بِضَمَّتَيْنِ جَمْع حِمَار(وَأَنْ
اِجْتَمِعُوا): بِصِيغَةِ الْأَمْر (مُتَّكِئًا عَلَى
أَرِيكَة): وَفِي
بَعْض النُّسَخ عَلَى أَرِيكَته بِالْإِضَافَةِ إِلَى الضَّمِير أَيْ عَلَى
سَرِيره أَشَارَ إِلَى مَنْشَأ جَهْله وَعَدَم اِطِّلَاعه عَلَى السُّنَن
وَرَدَّهُ هُوَ قِلَّة نَظَره وَدَوَام غَفْلَته بِتَعَهُّدِ الِاتِّكَاء
وَالرُّقَاد . كَذَا فِي فَتْح الْوَدُود . وَقَالَ الْقَارِي : عَلَى
أَرِيكَته أَيْ سَرِيره الْمُزَيَّن بِالْحُلَلِ وَالْأَثْوَاب فِي قُبَّة أَوْ
بَيْت كَمَا لِلْعَرُوسِ ، يَعْنِي الَّذِي لَزِمَ الْبَيْت وَقَعَدَ عَنْ طَلَب
الْعِلْم . قِيلَ الْمُرَاد بِهَذِهِ الصِّفَة لِلتَّرَفُّهِ وَالدَّعَة كَمَا
هُوَ عَادَة الْمُتَكَبِّر الْمُتَجَبِّر الْقَلِيل الِاهْتِمَام بِأَمْرِ الدِّين
اِنْتَهَى(أَلَا): لِلتَّنْبِيهِ(وَإِنِّي): الْوَاو لِلْحَالِ(عَنْ أَشْيَاء): مُتَعَلِّق
بِالنَّهْيِ فَحَسْب وَمُتَعَلِّق الْوَعْظ وَالْأَمْر مَحْذُوف أَيْ
بِأَشْيَاء(إِنَّهَا): أَيْ الْأَشْيَاء الْمَأْمُورَة
وَالْمَنْهِيَّة عَلَى لِسَانِي بِالْوَحْيِ الْخَفِيّ . قَالَ تَعَالَى { وَمَا
يَنْطِق عَنْ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْي يُوحَى:(لَمِثْل الْقُرْآن): أَيْ
فِي الْمِقْدَار(أَوْ أَكْثَر): أَيْ بَلْ أَكْثَر . قَالَ الْمُظْهِر أَوْ فِي
قَوْله أَوْ أَكْثَر لَيْسَ لِلشَّكِّ بَلْ إِنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاة
وَالسَّلَام لَا يَزَال يَزْدَاد عِلْمًا طَوْرًا بَعْد طَوْر إِلْهَامًا مِنْ
قِبَل اللَّه وَمُكَاشَفَة لَحْظَة فَلَحْظَة ، فَكُوشِفَ لَهُ أَنَّ مَا أُوتِيَ
مِنْ الْأَحْكَام غَيْر الْقُرْآن مِثْله ثُمَّ كُوشِفَتْ لَهُ بِالزِّيَادَةِ
مُفَصَّلًا بِهِ ذَكَرَهُ الْأَبْهَرِيّ وَفِيهِ تَأَمُّل كَذَا فِي الْمِرْقَاة
لِلْقَارِي (لَمْ
يُحِلّ): مِنْ
الْإِحْلَال(بُيُوت أَهْل الْكِتَاب): يَعْنِي أَهْل الذِّمَّة الَّذِينَ قَبِلُوا
الْجِزْيَة(إِلَّا بِإِذْنٍ): أَيْ إِلَّا أَنْ يَأْذَنُوا لَكُمْ
بِالطَّوْعِ وَالرَّغْبَة (إِذَا أَعْطَوْكُمْ الَّذِي عَلَيْهِمْ): أَيْ
مِنْ الْجِزْيَة . وَالْحَاصِل عَدَم التَّعَرُّض لَهُمْ بِإِيذَائِهِمْ فِي
الْمَسْكَن وَالْأَهْل وَالْمَال إِذَا أَعْطَوْا الْجِزْيَة، وَإِذَا أَبَوْا
عَنْهَا اِنْتَقَضَتْ ذِمَّتهمْ وَحَلَّ دَمهمْ وَمَالهمْ وَنِسَاؤُهُمْ وَصَارُوا
كَأَهْلِ الْحَرْب فِي قَوْل صَحِيح كَذَا ذَكَرَهُ اِبْن الْمَلَك .
قَالَ الْمُنْذِرِيُّ : فِي إِسْنَاده أَشْعَث
بْن شُعْبَة الْمِصِّيصِيّ وَفِيهِ مَقَال[7]
(سَمِعْت
حَكِيم) dengan dibaca fathah huruf kha’nya (اِبْنَ عُمَيْرِ) dengan dibaca dhommah ‘ainnya serta
dengan dikecilkan (رَجُلاً مَارِدًا) maksudnya orang yang durhaka (حُمُرَنَا) dengan dibaca dhomah huruf kha
dan mimnya. Lafadz حُمُرَنَا merupakan bentuk jamak dari
mufrod حِمَارٍ .
(وَاَنِ اجْتَمِعُوْا) dengan kalimat perintah (مُتَّكِئًا عَلَى
أَرِيْكَتِهِ) pada sebagian redaksi menggunakan
“diatas kasurnya” dengan dimudhofkan kepada dhomir maksudnya di atas kasur,
lafadz isyarat nabi terhadap lafadzمُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ ialah tempat timbulnya kebodohan dan enggannya
terhadap sunah-sunah atau hadits. Penjelasan di atas sebagaimana tertera dalam
kitab Fathu al-Wadud. Imam Al-Qori berkata lafadz عَلَى أَرِيْكَتِهِ maksudnya bersandar
di atas kasur yang berhiaskan dengan intan. Permata, pakaian-pakaian yang ada
dalam rumah. Maksudnya orang-orang yang selalu di dalam rumah dan enggan untuk
mencari ilmu. Sebagaimana kebiasaan orang-orang yang sombong yang sedikit perhatiannya
terhadap urusan agama sudah selesai (أّلاَ) kalimat untuk memperingatkan (وَإِنِّى) wawunya berfidah khal (عَنْ اَشْيَاءَ) berhubungan dengan larangan saja
hubungan lafadz اَلْوَعْظِ dan اَلاَمْرِ yaitu dibuang
maksudnya lafadz بِأَشْيَاءِ .
(اِنَّهَا) maksudnya sesuatu yang
diperintah dan dilarang atas lisanku (nabi) yang wahyu yang samar. Sebagaimana
Allah berfirman (Dan setiap sesuatu yang Nabi Muhammad SAW ucapkan itu jauh
dari hawa nafsu dan melainkan sesuatu itu ialah wahyu yang diwahyukan
kepadanya) (لِمَثْلُ الْقُرْآنِ), maksudnya dalam ukurannya (اَوْ اَكْثَرُ) maksudnya bahkan lebih banyak. اَلْمُظْهِرْ berkata atau
perkataan lebih banyak itu bukan suatu kergauan bahkan sesungguhnya Nabi
Muhammad SAW selalu bertambah ilmunya setelah menerima ilham dari Allah SWT dan
terbukanya sesuatu yang tertutup sedikit demi sedikit, maka dibuka untuk Nabi SAW
sesuatu yang diberikan padanya pada hukum-hukum selain Al-Qur’an kemudian
dibuka baginya dengan tambahan-tambahan yang menyangkut dengannya. Penjelasan
ini telah diterangkan oleh Imam Al-Abhari dan didalamnya terdapat perenungan
sebagaimana dalam kitan Al-Mirqoh milik Imam A-Qori’, (لَمْ يَحِلَّ) dari hal-hal yang dihalalkan (بُيُاتَ اَهْلِ
الْكِتَابِ) yaitu ahli dhimmah atau kafir
dhimmi yang menyerahkan atau membayar pajak (إِلاَّ بِإِذْنِ) maksudnya kecuali mereka
memberikan izin kepada mereka semua dengan lapang (إِذَا اَعْطُوْ كُمْ
الَّذِى عَلَيْهِمْ) maksudnya berupa pajak. Hasil
dari penjelasan hadits ini adalah tidak adanya pertentangan kepada mereka (ahli
dhimmah) dengan menyakitinya di dalam rumahnya dan keluarganya juga hartanya
hal tersebut apabila mereka membayar pajak, dan apabila mereka membangkang
terhadap pajak tersebut maka batallah tanggungannya dan halal darah, hartanya,
juga perempuan-perempuannya dan jadilah mereka seperti kafir harbi yang harus
diperangi, penjelasan ini menurut Qori’ yang shahih dan telah dijelaskan juga
oleh Ibnu Mulki.
Mundhir
berkata: dalam Isnadnya Asy’ats ibn Syu’bah al-Mushishi dalam tulisannya.
F.
Aspek Tarbawi
Berdasarkan hadits di atas, dapat diambil
nilai atau aspek tarbawi, diantaranya yakni kita diajarkan untuk saling
menghormati satu sama lain, termasuk dengan orang yang tidak seiman dengan
kita. Selain itu kita tidak boleh berbuat dzalim kepada siapapun, walaupun
terhadap orang berbeda keyakinan sekalipun. Di dalam hadits, Nabi SAW tidak
menghendaki memukul perempuan-perempuan ahli kitab, dalam hal ini menggambarkan
bahwa kita tidak boleh berlaku semena-mena terhadap orang lain, termasuk
terhadap orang yang lain akidah.
Selain hal di atas, dari hadits tersebut
dapat diambil pelajaran bahwa ketika seseorang memasuki rumah atau memakan
makanan orang lain hendaknya meminta izin terlebih dahulu. Hal tersebut
berkaitan dengan masalah etika ketika bertamu serta etika dalam berhubungan
dengan orang yang berbeda akidah.
Dan yang paling berkaitan dengan dunia
pendidikan yakni, dalam hadits disinggung
penjelasan tentang istilah “katak dalam tempurung”, dalam arti orang-orang yang selalu di dalam
rumah dan enggan untuk keluar mencari ilmu. Sebagaimana kebiasaan orang-orang
yang sombong yang sedikit perhatiannya terhadap urusan agama. Dari hal ini,
kita bisa mengambil pelajaran bahwa mencari ilmu itu luas jangkauannya, tidak
sebatas dengan ilmu tertentu saja, tetapi harus melihat ilmu-ilmu yang lainnya.
Sehingga ilmu pengetahuan yang didapatkan tidak membuat orang tersebut sombong
dan lupa akan luas dan besarnya ilmu Allah SWT.
Dari penjelasan di atas,
membuktikan bahwa Sunnah dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Informasi yang tersurat maupun yang tersirat di dalam Sunnah dapat dijadikan
sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam Sunnah terdapat banyak
berita yang berkaitan denga alam gaib, alam yang tidak terlihat oleh kita, dan
tidak dapat ditangkap oleh indera manusia, yang hanya dapat diketahui melalui
wahyu Ilahi.
Dalam Sunnah pula terdapat
berita-berita tentang masa lalu, tentang awal penciptaan manusia, tentang
rasul-rasul dan nabi-nabi, yang tidak tercatat dalam sejarah biasa, dan hanya
dapat diketahui melalui wahyu.
Dalam Sunnah juga terdapat
berita-berita tentang kejadian-kejadian yang berkaitan dengan masa mendatang,
yang akan terjadi sebelum hari kiamat. Yang dikenal oleh kaum muslimin sebagai
tanda-tanda hari kiamat. Juga apa yang akan terjadi setelah hari kiamat.[8] Semuanya itu merupakan bukti
bahwa Sunnah dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang benar (Revealed
Knowledge).
KESIMPULAN
Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan mampu
memberikan informasi yang benar (Revealed Knowledge). Dalam hadits Nabi SAW di atas dijelaskan
bahwa Sunnah mengajarkan ilmu pengetahuan berupa informasi yang meliputi kita
diajarkan untuk saling menghormati satu sama lain, termasuk dengan orang yang
tidak seiman dengan kita. Selain itu kita tidak boleh berbuat semena-mena
kepada siapapun, walaupun terhadap orang berbeda keyakinan sekalipun, kemudian
ketika seseorang memasuki rumah atau memakan makanan orang lain hendaknya
meminta izin terlebih dahulu, dan mencari ilmu itu luas jangkauannya, tidak sebatas dengan ilmu tertentu
saja, tetapi harus mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Bey. 1992. Tarjamah Sunan Abu Daud. Semarang: CV. Asy Syifa’.
Assa’idi, Sa’dullah.
1996. Hadis-hadis Sekte. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abadi, Imam Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al Adzim. Aun Al Ma’bud Syarah Sunan
Abi Daud. Jilid. 8.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Sunnah Rasul Sumber
Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. Jakarta: Gema Insani Press.
Suparta, Munzier.
2002. Ilmu Hadis. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
[1] Imam Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al Adzim Abadi, Aun Al Ma’bud Syarah
Sunan Abi Daud. Jilid.8, hlm. 302-303.
[2] Bey Arifin, Tarjamah Sunan Abu Daud,
(Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992), hlm. 674-675.
[7] Imam Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al Adzim Abadi, op.cit.,
hlm. 301-303.
[8] Yusuf Qardhawi, Sunnah Rasul
Sumber Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998),
hlm. 149-150.
assalmualaikm,,,,,,,,
BalasHapussaya mau tnya mz.... Di judul maklalh " sunnah sebagai sumber pengetahuan" apakah semua sunnah rosul bisa di jadikan sumber pengetahuan???
mksih
Wa'alaikumussalam....
Hapusmenurut saya bisa mas, baik itu berupa perkataan, perbuatan ataupun ketetapan dari Nabi SAW, itu semua bisa dijadikan sumber ilmu pengetahuan yang benar.
mksih...
Khoirun Ikrom
BalasHapus2021111072
kls B
apa kesamaan IP dlm Al-Qur'an dan IP As-Sunah?ilmu pengetahuan dalam Al-Qur'an yang di perjelas dalm As-Sunah itu apa saja?
kesamaannya yakni baik IP yang ada dalam al-Qur'an maupun yang ada dalam As-Sunnah keduanya merupakan wahyu. dalam arti keduanya datang dari Allah. jadi keduanya sama-sama dapat dijadikan sumber IP yang dapat dipercaya kebenarannya. untuk IP dalam al-Qur'an yang diperjelas dalam as-Sunnah, saya tidak bisa menjelaskan semuanya, Diantara contoh IP Al-Qur’an yg diperjelas dalam sunnah misalnya :
Hapus“Artinya : Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan“. (An-Nisaa : 11)
Ayat ini diperjelas oleh As-Sunnah :
para nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya dan apa yang mereka tinggalkan adalah sebagai sadaqah. tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim atau sebaliknya, dan.. pembunuh tidak mewariskan apa-apa (Hadits Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)
“Pencuri laki-laki & perempuan, hendaklah dipotong kedua tangannya. . . ” [Al-Maa-idah: 38]
ayat tersebut diperjelas dalam sunnah:
Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih." (Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim).
khashinah amalia
BalasHapus2021 111 074
assalamu`alaikum,
Kita tahu bahwa Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan setelah al-Qur`an. Namun, pada praktiknya kita sering meninggalkan kedua sumber utama tersebut. Misalkan saja pada bidang ilmu sains, didalamnya banyak terdapat bahasan mengenai sains. Tapi waktu itu nash tersebut hanya bisa diimani begitu saja karena belum adanya bukti ilmiah yang mana kini telah terbukti. Yang ingin saya tanyakan, mengapa orang-orang lebih mengutamakan penelitian dulu baru ketika sudah terbukti mereka baru mengimani kebenaran sunnah?
Wa'alaikumussalam...
Hapusmakasih mba', pertnyaan yg bagus.
perlu diingat bahwa tidak semua orang terutama ilmuan melakukan penelitian dulu kemudian baru mengimaninya, kebanyakan dari para ilmuan Islam terlebih dahulu Iman, kemudian memperkuat keimanannya dengan melakukan pembuktian/penelitian terhadap al-Qur'an & as-Sunnah. tetapi juga ada ilmuan yang baru beriman setelah berhasil membuktikannya, dan kebanyakan ilmuan tersebut adalah ilmuan-ilmuan barat atau dari kalangan non-muslim. mereka baru bisa beriman setelah pembuktian karena pada dasarnya mereka belum mengenal Islam secara mendalam, dan juga mereka masih menganut kepercayaan mereka masing-masing. sehingga untuk mengubah kepercayaan/keimanan dari satu kepercayaan ke kepercayaan yang lain itu butuh proses, dan penelitian itulah salah satu prosesnya. lepas dari ilmuan non-muslim, kalau ada muslim yang baru beriman setelah pembuktian, bisa jadi ia memiliki kadar keimanan yang masih lemah, atau ia belum memahami Islam secara mendalam.
Nama: Eni Mun Holifah
BalasHapusNIM: 2021111064
Assalamualaikum
Apabila meminjam barang kepada teman yang sudah akrab, tetapi pada waktu meminjam tidak ada si pemiliknya, dalam keadaan darurat. Dan meminta ijinnya setelah barang tersebut digunakan. Bagaimana menurut pendapat anda..........
wa'alaikumussalam....
Hapusmenurut saya, seharusnya izin terlebih dahulu pada pemilik barang. karena kita tidak tau, mungkin barang tersebut akan digunakan oleh pemilik untuk urusan yang lebih penting. jaman sekarang kan komunikasi mudah, jika kamu mau pinjam barang, tetapi pemiliknya ga ada, kan bisa sms/telfon. yang penting izin terlebih dahulu seperti yang dijelaskan oleh hadits Nabi SAW di atas.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIda Syarifah R.
BalasHapus2021110015
Seperti yang dijelaskan dlm keterangan hadits di atas, Mohon penjelasannya dari pemakalah,,, Apa kelebihan dan manfaat adanya sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat muslim?
Maturnuwun,,,
kelebihan dan manfaat sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi umat muslim ada banyak sekali, kalau dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya, Sunnah merupakan sumber Ilmu Pengetahuan kedua setelah al-Qur'an yang dapat dipercaya kebenarannya. sehingga informasi yang diperoleh bukan informasi yang keliru. di antara manfaatnya yakni dengan sunnah kehidupan umat muslim menjadi rukun dan damai, karena Nabi SAW mengajarkan agar umat Islam tetap menjaga ukhuwah Islamiah. kemudian yang sangat berhubungan dengan ilmu pengetahuan yakni Nabi SAW memerintahkan agar umat Islam senantiasa mencari ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat. dengan sunnah juga umat Islam dapat mengerti penjelasan dari al-Qur'an secara lebih rinci. kalau kita melihat sejarah kejayaan umat Islam, pada waktu itu ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat karena adanya isyarat-isyarat atau petunjuk dari Al-Qur'an dan Sunnah.
HapusNursalim, 202111217
BalasHapusDi dalam hadits, Nabi SAW tidak menghendaki memukul perempuan-perempuan ahli kitab, yang saya yanyakan apa , siapa yang dimaksud perempuan ahli kitab?
menurut saya, yang dimaksud perempuan ahli kitab yakni kaum perempuan dari kalangan ahli kitab (Ahli Kitab yakni kaum kafir yang menyembunyikan kabar tentang kenabian Muhammad di dalam Kitab Suci mereka, Taurat dan Injil. Menyembunyikan kenabian Muhammad berarti menyembunyikan datangnya agama Islam. Menurut al-Thabary, inilah yang menyebabkan mereka disebut kafir).
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusassalamualaikum,,,
BalasHapussaya ingin bertanya, bagaiman pendapat pemakalah mengenai penggunaan hadits maudhu' dalam proses pendidikan ?
di bolehkan atau tidak? mohon dijelaskan! dan fungsi dari sunnah sebagai ilmu pengetahuan sendiri itu seperti apa? tlg beriakan contohnya..!
terimakasih
wa'alaikum salam,..
BalasHapusmenurt sya, hadits maudhu' boleh2 saja dgunkan dlm proses pendidikan, akan tetapi sekedar menjadi plajran/pengetahuan.
untuk fungsi sunnah sebagai ilmu pengetahuan, bisa dilihat dari jawaban pertanyaannya mba idasyarifah rahmawati.
terima kasih, semoga bisa memuaskan,.. hehehehehehe,..
assalamu'alaikum...
BalasHapusmas hasan, dari masalah yang saya temukan bahwasannya ada sklompok organisasi yang memandang sebelah mata tentang pondok pesantren, mrka mengatakan apa gunanya mondok, untuk apa mondok toh cuma bisanya membaca kitab gundul, sedangkan QUR'AN dan SUNNAHnya tidak di dalami, orang tau SUNNAH, orang tau ilmunya, tapi justru yang mengatakan seprti itu y orang2 itu sendiri, bagaimana menurut pandangan pemakalah mengenai maslah seperti ini jika dipandang dari segi judul makalah?
terimakasih.
Wa'alaikumussalam.....
Hapusmenurut saya, jika masalah tsb dikaitkan dengan judul makalah ini, berarti orang tersebut hanya mengerti tanpa memahami secara benar Sunnah yang diketahuinya. seharusnya Sunnah tidak hanya untuk diketahui dan dipahami, tetapi juga harus diaplikasikan/diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. orang-orang yang dimaksud mas Fihan di atas merupakan contoh orang yang tidak bisa mengaplikasikan Sunnah dengan baik.
Trims....