PERADABAN ISLAM DI INDONESIA DAN
ORGANISASI-ORGANISASI
ISLAM DI INDONESIA
Disusun
guna memenuhi tugas:
Mata
Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun oleh:
Umi fatkhurrohmah (2021113211)
Anik
mufidah (2021113212)
Hanifatunnisa (2021113216)
Kelas
PAI G
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam bukan
hanya sekedar agama atau keyakinan, tetapi merupakan asas dari sebuah
peradaban. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam kurun waktu 23, Nabi Muhammad
SAW mampu membangun peradaban Islam di jazirah Arabia yang berdasarkan pada
prinsip-prinsip persamaan dan keadilan. Dalam waktu yang singkat, pengaruh
peradaban Islam tersebut segera menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk ke
wilayah Indonesia.
Ada berbagai
macam teori yang menyatakan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Beberapa teori
tersebut ada yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7,
abad ke-11, dan sebagainya. Dari teori tersebut, proses sentuhan awal
masyarakat Indonesia dengan Islam terjadi pada abad ke-7 melalui proses
perdagangan , kemudian pada abad selanjutnya Islam mulai tumbuh dan berkembang.
Selanjutnya melahirkan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Seperti
kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, maupun
di NTB.
Semua
kerajaan tersebut memiliki andil dalam mengembangkan khazanah peradaban Islam
di Indonesia, khususnya peradaban Islam di wilayah kekuasaan kerajaan tersebut.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih spesifik dari uraian tersebut
yaitu mengenai proses masuknya islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEDATANGAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA
Sejak abad ke-16
di perairan Nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik
pelayaran, menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu mampu berlayar dengan
menggunakan kapal sampai di perairan Indonesia.
Orang-orang Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Kedatangan mereka ke Indonesia, disebabkan beberapa faktor yaitu dorongan ekonomi, mereka ingin membeli rempah-rempah di Maluku dengan harga rendah dan menjualnya di Eropa dengan harga tinggi. Faktor lainnya yaitu hasrat untuk menyebarkan agama Kristen dan melawan orang Islam.
Orang-orang Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Kedatangan mereka ke Indonesia, disebabkan beberapa faktor yaitu dorongan ekonomi, mereka ingin membeli rempah-rempah di Maluku dengan harga rendah dan menjualnya di Eropa dengan harga tinggi. Faktor lainnya yaitu hasrat untuk menyebarkan agama Kristen dan melawan orang Islam.
Perang agama dan perang ekonomi menjadi satu karena kaum muslimin
di Timur Tengah menghalang-halangi masuknya rempah-rempah dari Indonesia ke
negara-negara yang dianggap musuhnya. Pihak Kristen dengan dipelopori oleh
Portugis berusaha mematahkan halangan itu dengan mencari rute pelayaran ke Asia
dan di sana langsung mengadakan konfrontasi terhadap musuh mereka, para pdagang
Islam.
Faktor lainnya yaitu hasrat berpetualang yang timbul karena sikap
hidup yang dinamis. Pelaut-pelaut Portugis itu ingin melihat dunia di luar
tanah airnya.
Dengan faktor-faktor dorongan tersebut itulah, orang Portugis berlayar menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan dan melingkari Tanjung Harapan (Cope Town), dan menuju ke India. Di sana mereka mendirikan pangkalan, dari sana mereka meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.
Dengan faktor-faktor dorongan tersebut itulah, orang Portugis berlayar menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan dan melingkari Tanjung Harapan (Cope Town), dan menuju ke India. Di sana mereka mendirikan pangkalan, dari sana mereka meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.
Pimpinan orang Portugis, yaitu Alfonso de Albuquerque. Pada abad
ke-16, perairan Indonesia kedatangan orang Eropa lainnya, yaitu orang Belanda,
Inggris, Denmark, dan Prancis. Pelaut Inggris mengikuti jejak Belanda. Maksud
kedatangan orang Belanda dan Inggris ke tanah air Indonesia tidak berbeda
dengan orang Portugis dan Spanyol, yakni ingin memperoleh rempah-rempah dengan murah.
Setelah Kompeni dikepalai oleh Gubernur Jendral J.P. Coen, maka
tujuan mereka makin jelas, yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di
Indonesia, secara sendirian atau monopoli. Dalam upaya melaksanakan monopoli,
mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Praktk sedemikian itu sudah
tentu merugikan kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga di mana-mana mulai
timbul perlawanan terhadap kompeni.
Sekitar tahun 1618-1619, Belanda menyerang Pangeran Wijakrama dan
dapat merebut Jayakarta, diatas runtuhan kota tersebut dibangun sebuah kota
baru yang diberi nama batavia.
B. KEBERADAAN KERAJAAN-KERJAAN ISLAM DI INDONESIA KETIKA BELANDA
DATANG
Pada bulan april
1595 berlayarlah empat buah kapal Belanda menuju kepulauan Melayu dibawah
pimpinan Cornelis de Houtman. Kapal itu kecil belum sebesar kapal milik
Portugis. Tujuan utama perjalan itu adalah ke Jawa Barat, karena disana tidak
ada pengaruh Portugis. Pada bulan Juni 1596, setelah berlayar lebih dari satu
tahun, keempat kapal ekspedisi yang dipimpin Cornelis de Houtman tersebut,
sampailah di pelabuhan Banten. Tujuan mereka adalah hendak mencari
rempah-rempah dan berdagang, namun melihat kenyataan bangsa Indonesia yang
berlimpah ruah, mereka akhirnya bertujuan untuk menjajah Indonesia.
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam d kerajaan-kerjaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung.
Di Sumatra, setelah Malaka telah jatuh ke tangan Portugis, percaturan politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis dan Johor yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka Islam. Pada abad ke-16, tampaknya aceh menjadi lebih yang dominan, terutama karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antar kepulauan Nusantara. Kemenangan Aceh atas Johor, membuat kerajaan terakhir ini pada tahun 1564 menjadi daerah vassal dari Aceh.
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam d kerajaan-kerjaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung.
Di Sumatra, setelah Malaka telah jatuh ke tangan Portugis, percaturan politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis dan Johor yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka Islam. Pada abad ke-16, tampaknya aceh menjadi lebih yang dominan, terutama karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antar kepulauan Nusantara. Kemenangan Aceh atas Johor, membuat kerajaan terakhir ini pada tahun 1564 menjadi daerah vassal dari Aceh.
Ketika itu Aceh memang sedang berada pada masa kejayaannya, di
bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sultan ini masih mampu memepertahankan
kebesaran Aceh. Akan tetapi, setelah ia meninggal dunia, 15 februari 1641, Aceh
secara berturut-berturut dipimpin oleh tiga orang wanita selama 50 tahun. Pada
masa itulah Aceh mulai mengalami kemunduran.
Di Jawa, pusat
kerajaan Islam sudah pindah dari pesisir kepedalaman, yaitu dari Demak ke
Pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa
pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan Islam di Jawa.
Pada tahun 1619,
seluruh Jawa Timur praktis sudah berada di bawah kekuasaan Mataram, yang ketika
itu di bawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa pemerinahan Sultan Agung
inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai
terjadi. Meskipun ekspansi Mataram telah menghancurkan kota-kota pesisir dan
mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil
utama dan pengekspor beras, posisi Mataram dalam jaringan perdagangan di
Nusantara masih berpengaruh.
Banten di pantai
Jawa Barat muncul sebagai simpul penting antara lain karena perdagangan ladanya
dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Disamping itu, Banten juga menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan
Palembang. Produksi ladanya sendiri sebenarnya kurang berarti. Merosotnya peran
pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makassar
sebagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran
dagang di Indonesia bergeser.
Di Sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang
dengan pesat. Letaknya memang strategis yaitu tempat persinggahan ke Maluku,
Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan Indonesia bagiab
Barat. Akan tetapi, ada faktor-faktor historis lain yang mempercepat
perkembangan itu. Pertama, pendudukan Malaka oleh Portugis mengakibatkan
terjadinya migrasi pedagang Melayu. Kedua, arus migrasi Melayu bertambah besar
setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus menerus ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan
di semenanjung Melayu. Ketiga, blokade Belanda terhadap Malaka dihindari oleh
pedagang- pedagang, baik Indonesia maupun India, Asia barat dan Asia timur.
Keempat, merosotnya pelabuhan Jawa Timur mengakibatkan fungsinya diambil oleh pelabuhan
Makassar. Kelima, usaha Belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku
membuat Makassar mempunyai kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan
Maluku. Itu semua membuat pasar berbagai macam barang berkembang disana.
Sementara itu Maluku, Banda, Seram dan Ambon sebagai pangkal atau
ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran. Pedagang Barat yang ingin
menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan Tidore dapat terus dan
berhasil mengelakkan dominasi total dari Portugis dan Spanyol, namun ia
mendapat ancaman dari Belanda yang
datang kesana.
C.
MAKSUD DAN TUJUAN KEDATANGAN BELANDA
Tujuan
Belanda masuk ke Indonesia, pertama-tama adalah untuk mengembangkan usaha
perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.
Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal
dagangnya yang pertama ke Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat
kapal, dibawah pimpinan Cornelis de Houtman. Menyusul kemudian angkatan kedua
tahun 1598 di bawah pimpinan Van Nede, Van Heemskerck, dan Van Warwijck. Selain
dari Amsterdam juga dating beberapa kapal dari Belanda. Angkatan ketiga berangkat tahun 1599 dibawah
pimpinan Van der Hagen, dan angkatan keempat tahun 1600 dibawah pimpinan Van
Neck.
Melihat
hasil yang diperoleh Perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain berdiri
yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. Pada bulan maret 1602
perseroan-perseroan itu bergabung dan di pisahkan oleh Staten-General Republik
dengan satu piagam yang member hak khusus kepada perseroan gabungan tersebut
untuk berdagang, berlayar, dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung
Harapan dan Kepulauan Solomon, termasuk kepulauan Nusantara. Perseroan itu
bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Melihat
isis piagam tersebut, jelas bahwa VOC dismping berdagang dan berlayar, juga
diberi hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam rangka menunjang
usaha perdagangannya. Sangat boleh jadi, hak politik itu diberikan karena hal
yang sama juga berlaku bagi Negara-negara Eropa lainnya, seperti portugis yang
dating ke kepulauan Indonesia hamper seabad sebelum Belanda. Sebelum itu
Belanda sudah berhasil mendirikan faktotai di Aceh (1601), pathani (1601), dan
Gresik (1602).
VOC yang berpusat di Amsterdam itu
merumuskan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kompeni
belanda itu boleh membuat atau mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Hindia
Timur atas nama Kerajaan belanda.
2. Kompeni
Belanda boleh membangun kota, benteng dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat
yang dipandang perlu.
3. Kompeni
Belanda boleh mengadakan serdadu sendiri, gubernur dan pegawai-pegawai sendiri,
sehingga menjadi serupa pemerintahan.
Dalam
pelayaran pertama, VOC sudah mencapai Banten dan selat Bali. Pada pelayaran
kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan
ketiga, mereka sudah terlibat perang melawan portugis di Ambon, tetapi gagal,
yang memaksa mereka untuk mendirikan benteng tersendiri. Dalam angkatan
keempat, mereka berhasil membuka perdagangan dengan Banten, Ternate, tetapi
mereka gagal merebut benteng Portugis di Tidore.
Dalam usaha mengembangkan perdagangannya,
VOC Nampak ingin melakukan monopoli. Karena itu aktivitasnya yang ingin
menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawanan pedagang-pedagang
pribumi yang merasa kepentingannya terancam. System monopoli itu bertentanagn
dengan system tradisional yang dianut masyarakat. Sikap belanda yang memaksakan
kehendak dengan kekerasan makin memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut.
Namun secara politis VOC dapat menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dalam
waktu yang cepat.
Pada
tahun 1798, VOC dibubarkan dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden.
Dengan bubarnya VOC pada pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia pindah ke
tanagan Belanda. Pemerintahan Belanda ini berlangsung sampai tahun 1942.
Pemerintahan Hindia Belanda tidak mengadakan perubahan yang berarti. Bahkan
pada tahun 1816, Belanda justru memanfaatkan daerah jajahan untuk member
keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negeri induk, guna menanggulangimasalah
ekonomi Belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat perang.
D.
STRATEGI POLITIK BELANDA
VOC sejak semula memang diberi izin
oleh pemerintahan Belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka
mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia. Oleh karena itu VOC dibantu oleh
kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan
memiliki wilayah, mengadakan perjanjian politik, dan sebagainya. Dengan
perlengkapan yang lebih maju, Voc melakukan politik ekspansi dan monopoli dalam
sejarah colonial di Indonesia.
Raja Matarm (jawa) Sultan Agung
sejak semula sudah melihat bahwa Belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan
1629, Matram dua kali melakukan serangan
ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram
adalah karena Amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan
pemberontakan Trunojoyo, adipati Madura, dan pemberontakan Kajoaran. Pada masa
Amangkurat III Mataram mengalami krisis, sementara Belanda telah menggerogoti
wilayah dan kekuasaannya.
Sejak awal Belanda melihat bahwa
dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat, kedudukan Malaka, Johor,
dan Banten adalah sangat penting. Mereka berpendapat, pelabuhan-pelabuhan itu
harus dikuasai. Akhirnya mereka memilih Jakarta, daerah yang paling lemah,
sebagai basis kegiatannya.
Sebagai tetangga terdekat dari basis
VOC di Batavia (Jakarta), banten segera mengalami kemunduran disebabakan oleh
politik monopoli VOC. Hubungan dagang antara Banten dan Malaka sebelumnya
sangat baik. Rempah-rempah dan lada diperoleh Portugis dari Banten dan Portugis
menjual bahan pakaian di Bnaten. Namun ketika Ambon dan Banda diblokade
Belanda, perdagangan rempah-rempah di Banten menyusut drastic karena
perdagangan beralih ke Makassar.
Hubungan
Banten dengan Belanda menjadi meruncing, ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik
tahta tahun 1651. Sultan Ageng Tirtayasa sangat memusuhi Belanada karena
Belanda dipandang menghalangi usaha Banten memajukan dunia perdagangan. Sultan
Haji anak dari Sultan Ageng Tirtayasa yang diangkat sebagai kerajaan muda tidak
menyenangi sikap politik ayahnya yang memusuhi Belanda. Pada 27 Februari 1682,
Sultan Ageng Tirtayasa menyerang Surosawan, istana sultan Haji, yang ketika itu
sudah menjadi pimpinan kerajaan Banten. Serangan ini dapat dipatahkan berkat
bantuan Belanda, tetapi dengan demikian , Banten praktis berada dibawah
kekuasaan Belanda.
Di Silawesi, Gowa –Tallo melakukan
ekspedisi ke daerah-daerah sekitar, terutama dalam rangka menghadapi ekspansi
Belanda yang mulai besar disana. Menurut Belanda kerajaan Makassar (Gowa-Tallo)
menjadi rintangan baginya dalam menerapkan monopoli. Sementara itu, sebagai dua
kerajaan yang selalu bersaing, Gowa-Tallo dan Bone terus terlibat konflik.
Ketika terjadi pertentangan mengenai monopoli antara Gowa-Tallo dan VOC, sultan
Gowa, Sultan Hasanuddin mengambil langkah mengadakan pengawasan ketat terhadap
Bone dan mengarahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar.
Kemudian pada tahun berikutnya peperangan antara Makassar di satu pihak VOC dan
Bugis di pihak lain berkobar lagi. Makassar kembali dilanda kekalahan. Bahkan
istananya mendapat seranagn pada tahun 1669. Sultan Hasanuddin turun dari tahta
dan diganti oleh putra I Mappasomba, Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini
membuatnya berada dibawah kekuasaan Bone.
Penetrasi politik Belanda juga
terjadi di Kerajaan Banjarmasin. Belanda dating pertama kali ke kerajaan ini
pada awal abad ke-11 M. Mereka dengan
susah payah mendapatka izin untuk berdagang. Karena dipandang merugikan
pedagang Banjar sendiri, pada akhirnya Belanda diusir dari sana. Posisi mereka kemudian diisi para
pedagang asal inggris, namun pada akhirnya mereka pun juga diusir dengan alas
an yang sama. Kemudian pada abad ke-18 pedagang Belanda dating lagi ke
Banjarmasin. Mereka mendekati sultan Tahliliyah dan pada tahun 1734 mereka
berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di
kerajaan tersebit. Pada mulanya mereka masih tergantung pada kebijakan sultan.
Kesempatan untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka peroleh
ketika terjadi konflik antara pangeran Amir dan pangeran Nata. Pangeran Amir
yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan tahta
kerajaan dengan pangeran Nata yang mendapat
bantuan Belanda . setelah pangeran ini mendapat bantuan tersebut, paneeran Amir
akhirnya dapat ditangkap dan dibuang ke Ceylon. Sejak kemenangan pangeran Nata
terhadap pangeran Amir , sedikit demi sedikit kekuasaan Belanda semakin besar
dan kokoh. Setiap kali perjanjian yang diadakan Belanda dan Sultan, kekuasaan
sultan semakin bertambah. Hal ini berlangsung terus dan hanya diselingi oleh Inggris antara tahun 1816-1817 M.
seluruh kesultanan Banjarmasin kecuali
daerah Hulu sungai, Martapura, dan Banjarmasin sudah masuk ke wilayah
Belanda.
Di Sumatra, kecuali Aceh,
kerajaan-kerajaan islam dengan cepat jatuh ketangan Belanda. Setelah Malak
dikuasai Portugis, Jambi menjadi pelabuhan penting, sebagaimana halnya Aceh.
Karena Aceh melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain, terbentuklah aliansi antara
Jambi, Johor, Palembang, dan Banten. Setelah Malaka jatuh ke Belanda tahun
1641, terbentuk aliansi baru antara Jambi, Palembang, dan Makassar. Akan tetapi
Alainsi tersebut menjadi berantakan karena satu per satu para anggotanya
terpaksa menandatangani kontrak dengan VOC. Johor sudah menandatangani pada
tahun 1606, Palembang tahun 1641, dan Jambi pada tahun 1643.
Indonesia merupakan negeri
berpenduduk mayoritas muslim. Agama islam secara terus menerus menyadarkan
pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintahan
kafir. Perlawanan dari raja-raja islam terhadap pemerintahan colonial seakan
tidak pernah henti. Ketika perlawanan disuatu tempat telah padam, akan muncul
perlawanan di tempat lain. Belanda menyadari bahwa perlawanan tersebut
diinspirasi oleh ajaran islam.
Oleh karena itu agama islam
dipelajari secara ilmiah di negeri Belanda. Seiring dengan itu, di Belanda juga
diselenggarakan indologie, ilmu untuk mengenal lebih jauh seluk-beluk penduduk
Indonesia. Upaya tersebut dimaksudkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di
Indonesia. Hasil dari pengkajian itu, lahirlah apa yang dikenal dengan “politik
islam”.
Oleh karena itu, untuk membendung
pengaruh islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa
Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus ditarik ke arah
westernisasi. Dalam pandangan Snouck Hurgronje, Indonesia harus melangkah kea
rah dunia modern sehingga secara perlahan Indonesia menjadi bagian dari dunia
modern. Para lulusan sekolah ini diharapakan dapat menjadi patner dalam
kehidupan social dan budaya. Snouck Hurgronje memang mendambakan kesatuan
Indonesia dan Belanda dalam suatu ikatan pax-Neerlandica. Oleh karena
itu dalam lembaga pendidikan Belanda tersebut bangsa Indonesia harus dituntun
untuk bisa bersosiasi dengan kebudayaan belanda. Menurtnya pendidikan barat
adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan
pengaruh islam di Indonesia.
E.
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP IMPERIALISME BELANDA
Penjajahan
Belanda terhadap Bangsa Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan
Bangsa Indonesia pada umumnya. Perlawanan terhadap penjajahan selalu berkobar dari
Bangsa Indonesia dalam setiap waktu. Pada abad ke-17 perlawanan terhadap
pnjajahan antara lain dilakukan oleh:
1. Sultan
Agung Mataram
2. Sultan
Iskandar Muda Mahkota Alam Aceh
3. Sultan
Hasanudin Makasar
4. Sultan
Ageng Tirtayasa
5. Raja
Iskandar Minangkabau
6. Trunojoyo
Madura
7. Karaeng
Galesong dari Makasar
8. Untung
Suropati, Adipati Aria Jayanegara, dan lain-lain.
Disamping
itu perlawanan-perlawanan rakyat terhadap penjajahan juga berlangsung terus
menerus saling berkesinambungan di satu wilayah dan wilayah lainnya.
Perlawan-perlawanan itu antara lain sebagai berikut:
1.
Perang Padri di Minangkabau
Perang
Padri terjadi di Minangkabau Sumatera Barat antara tahun 1821-1837. Perang ini
dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol dan dibantu Ulama yang lain. Pada mulanya
gerakan yang dikenal dengan nama Pederi ini dilakukan melalui ceramah di Surau
dan Masjid. Konflik terbuka dengan penantang baru terjadi ketika golongan adat
mengadakan pesta menyabung ayam dikampung Batabuh. Pesta maksiat itu diperangi
oleh golongan Paderi, sejak itulah perang antara kaum Paderi mlawan kaum Adat
mulai berlangsung.
2.
Perang Diponegoro di Jawa
Perang
ini disebut juga dengan perang Jawa. Perang Diponegoro berlangsung hampir
diseluruh jawa antara tahun 1825-1830. Perang ini merupakan perang erbesar yang
dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa.
Pangeran
Diponegoro adalah putra tertua Hamengkubuwono III yang dijanjikan ayahnya untuk
menduduki tahta kerjaan sepeninggalnya, tetapi Ia menolak. Setelam Hamengkubowo
III meninggal tahun 1814 yang naik tahta adalah adek Pangeran Diponegoro,
Jarot, yang bergelar Hamengkubowon IV, seorang Sultan yang bergaya hidup serba
mewah dan suka kepada berbagaihal baru di Keraton.
Peristiwa
yang memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk membuat
jalan yang menerobos panah milik pangeran Diponegoro dan harus membongkar makam
keramat.
3.
Perang Aceh
Perang
Aceh berlangsung selam 31 tahun, antara tahun 1873-1904. Mengingat perang ini
melibatkan seluruh rakyat Aceh, semangat perjuangan rakyat Aceh diperkuat oleh
penghayatan keagamaan. Perang melawan belanda adalah oerng Sabil sehingga
rakyat bersedia bertempur ssmpai titik darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh
juga dikarenakan perangan para Uleebalang (Hulubalang) dan Ulama. Kewibawaan
mereka disambut loyalitas yang tinggi dari rakyat.
4.
Perang Banjar di Kalimantan
Perang
Banjar berlangsung antara tahun 1854-1864, berawal adri ketidak senangan rakyat
Banjar terhadap tindakan campur tangan pemerintah kolonial dalam urusan interen
kerajaan. Ketidak senangan itu memuncak saat pemerintah mengakui pangeran
Tanjidillah sebagai Sultan Banjar. Seltan baru itu idak disenangi rakyat.
Timbullah pemerintahan yang dimotori oleh pangeran Prabu Anom dan pangeran
Hidayat. Meskipun kemudian pangeran Prabu Anom dapat di tangkap, perlawanan
berlanjut terus di seluruh Banjar.
5.
Pemberontakan Rakyat di Cilegon Banten
Pemberontakan
ini terjadi pada tahun 1888, dipimpin oleh KH. Wasit bernama H. Ismail, dan
para ulama lain, menyusun perlwanan terhadap penjajah. Kemurkaan rakya Cilegon
karena kelaparan, kematian ternak yang ditembaki Belanda dengan semena-mena,
dan kebencian yang telah berkumpul karena melihat keangkuhan pegawai pemerinta
belanda, pengekangan penjajahan terhadap pengamalan ajaran Islam serta,
berbagai sebab lain menjadi pemicu perlawanan rakyat Cilegon terhadap Belanda. Para pemimpin
pemberontakan rakyat terhadap Belanda di Celigon sebagian besar adalah
murid-murid yang pernah belajar kepada Syekh Nawawi Al-Bantani seorang ulama
besar di Arab yang berasal dari Banten.
6.
Perang Makasar
Raja
ke 12 adalah Daeng Mattawang yang bergelar sultan Hasanudin. Perang makasar
bermula akibat sikap Belanda yang mau menguasai perdagangan rempah-rempah
dimaluku. Belanda tidak senang rakyat makasar berdagang rempah-rempah di
Maluku, karena kegiatan ini merugikan perdagangan Belanda. Oleh karena itu
untuk melaksanakan keinginan tersebut, belanda mau menaklukan kerajaan Gowa dan
kerajaan Bone di sulawesi selatan. Langkah pertama VOC menduduki Buton yang
merupakan daerah kekuasaan Gowa.
Perang
pertama kali terjadi pada bulan april 1655, dalam hal ini angkatan laut Gowa menyerang
belanda di pulau Buton di bawah pimpinan Sultan Hasanudin dan berhasil memukul
mundur Belanda.
7.
Perang Jambi (1858-1907)
Perang
Jambi terjadi di jambi antara belanda
dengan pihak kesultanan jambi. Awalnya hubungan kesultanan jambi dengan belanda
di mulai sejak Sultan Abdul Kohar (1615-1643 M). Sultan ini mengixinkan belanda
membuka perwakilan dagangnya di Jambi.
E. PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1. System Birokrasi Keagamaan
Penyebaran islam
di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas
islam bermula di berbagai pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya.
Kerajaan-kerajaan islam yang pertama berdiri juga di daerah pesisir. Demikian
halnya dengan kerajaan Samudra pasai, aceh, demak, banten dan Cirebon, ternate,
dan tidore.
Ibu kota kerajaan
selain merupakan pusat politik dan perdagangan, juga merupakan tempat berkumpul
para ulama dan mubaligh islam. Ibnu Batutah menceritakan, sultan kerajaan
samudra pasai sultan Al-Malik Az-Zahir, dikelilingi oleh ulama dan mubaligh
islam, dan raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah
keagamaan. Raja-raja Aceh mengangkat para ulama menjadi penasehat dan pejabat
di bidang keagamaan. Sultan iskandar muda (1607-1636 M) mengangkat syaikh
Syamsuddin As-sumatrani menjadi mufti (qadhi
malikul adil) kerajaan Aceh, sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) mengangkat
syaikh Nuruddin Ar-Raniri menjadi mufti kerajaan, dan sultanah Syafiatuddin
Syah mengangkat Syaikh Abdur Rauf
Singkel.
Keberadaan ulama
sebagai penasihat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat di
kerajaan-karajaan islam lainnya. Di Demak, penasehat Raden Fatah, raja pertama
Demak adalah para wali, pertama sunan Ampel dan sunan Kalijaga. Bahkan
disamping berperan sebagai guru agama
dan mubalig, sunan Gunungjati ( Syarif Hidayatullah) juga langsung berperan
sebagai kepala pemerintahan. Di Ternate, sultan dibantu oleh sebuah badan
penasehat atau lembaga adat.
Adapun disamping
sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk dalam jabatan-jabatan keagamaan
yang memiliki tingkat dan istilah berbeda-beda antara satu daerah dan daerah
lainnya. Meskipun dengan istilah berbeda, tetapi penerapan hukum islam di satu kerajaan lebih
jelas dibandingkan dengan kerajaan lain. Kedudukan kerajaan ulama yang terkuat
adalah di Aceh dan di Banten.
Di kesultanan
Cirebon, Sultan Chaeruddin I mengangkat kyai Muqayyim pendiri pesantren Buntet,
sebagai mufti di kesultanan Cirebon. Selanjutnya kyai Anwaruddin yang dikenal
dengan kyai Kriani juga dari pesantren Buntet, pernah menjadi mufti di
kesultanan Cirebon. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan keagamaan di
kesultanan merujuk kepada tatanan system keagamaan yang berlaku di kitab-kitab
fiqh salaf (kitab kuning) sebagaimana dikaji di pesantren.
Birokrasi
keagamaan juga berlangsung di beberapa kerajaan islam seperti di kesesultanan
Demak di Jawa. Semasa menjadi raja Sultan Fatah diangkat oleh para walisongo
sebagai raja Demak dengan gelar Senopati
Jimbun Ngabdurrahman panembahan Palembang Sayyiddin Panatagama. Demikian
pula yang berlaku di kerajaan Mataram islam, sultan Agung bergelar Sultan Agung Hanyakrakusumo sayyidin Panata
Agama Khalifatullah ing Tanah Jawi. Sultan Agung bahkan memberlakukan
kebijakan perpaduan tahun Jawa saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah. Hal ini
menunjukkan perpaduan akulturasi budaya setempat (Jawa) dengan tradisi hokum
islam yang di tuangkan dalam system birokrasi keagamaan. Demikian pula yang
berlaku di beberapa kerajaan lain di Indonesia pada umumnya.
2. Peran Ulama dan Kaya-karyanya
Penyebaran dan
pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak di pundak para
ulama. Paling tidak ada dua cara yang dilakukan, pertama, membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai
mubaligh ke berbagai daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan dalam
lembaga-lembaga pendidikan islam yang dikenal dengan pesantren di Jawa, dayah di
Aceh, dan surau di Minangkabau. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar
dan dibaca di berbagai tempat yang jauh.
Para tokoh-tokoh
ulama pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, seorang tokoh sufi terkemuka
yang berasal dari fansur, Sumatra Utara. Karyanya yang terkenal berjudul Asarul Arifin fi Bayan ila Suluk wa At-Tauhid,suatu
uraian singkat tentang sifat-sifat dan inti ilmu kalam menurut teologi ilmu
islam. Syamsudin As-Sumatrani adalah murid Hamzah Fansuri mengarang buku yang
berjudul Mir’atul Mu’minin (cermin
orang beriman). Ulama Aceh lainnya yang banyak menulis buku adalah Nuruddin
Ar-Raniri, karyanya yang sudah diketahui dengan pasti berjumlah 29 buah,
diantaranya Ash-shirath Al-mustaqim
(tentang hokum), Bustan Ash-salathin (tentang sejarah dan tuntutan bagi para
penguasa dan raja), Asrar Al-Insan fi Ma’rifati Al-Adyan(perdebatan dengan kaum
wujudiyah), dan Al-Lama’ah fi Takfir man Qala bi khalq Alqur’an(bantahan
terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa Alqur’an makhluk). Penulis lainnya
yang juga berasal dari kerajaan Aceh adalah Abdurrauf Singkel yang mendalami
ilmu pengetahuan islam di Mekah dan Madinah.
Disamping itu mereka yang disebutkan diatas, masih banyak para
ulama lain yang sangat berjasa dalam pengembangan agama islam di Indonesia
melalui karya-karyanya.
3. Corak Bangunan Arsitek
Oleh karenanya perbedaan latar belakang budaya, arsitektur
bangunan-bangunan islam berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainnya.
Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan islam di
Indonesia antara lain, masjid kuno Demak, masjid Agung Ciptarasa Kesepuhan di
Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, masjid Ampel di Surabaya
dan daerah-daerah lainnya. Beberapa bangunan arsitektur islam di
Indonesia,memiliki ciri khas tersendiri dengan mengadaptasi budaya sebelumnya.
4. Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga-lembaga
pendidikan islam di Indonesia sudah berkembang dalam beberapa bentuk sejak
zaman penjajahan belanda. Salah satu bentuk pendidikan islam tertua di
Indonesia adalah pesantren yang terbesar di berbagai pelosok. Lembaga pesantren
dipimpin oleh seorang ulama atau kyai.[1]
F. ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA
1. Jami’at khair
Jami’at khair
didirikan pada tanggal 17 juli 1905 di Jakarta. Keanggotan organisasi ini
mayoritas orang Arab dengan tidak menutup kemungkinan kepada orang-orang Islam
Indonesia lainnya untuk bergabung ke organisasi ini, tanpa ada diskriminasi di
dalamnya. Umumnya orang-orang yang bergabung dalam organisasi ini terdiri dari
orang-orang yang berada, sehingga memungkinkan penggunaan waktu mereka untuk
mengembangkan organisasi tanpa mengorbankan usaha ekonomi mereka. Usaha dari
organisasi ini dipusatkan pada pendidikan, dakwah dan penerbitan surat kabar.[2]
2. Syarikat Islam(SI)
Syarikat Islam
(SI), mula-mula awalnya adalah serikat dagang islam (SDI) yang didirikan oleh
KH. Samanhudi pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan bahwa SDI
mula-mula didirikan pada tahun 1911 M. kemudian pada tahun 1912 M, SDI berubah
menjadi SI yang di prakarsai oleh HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H. Agus Salim
dan lain-lain. Awalnya SI merupakan organisasi yang bergerak di bidang
keagamaan, tetapi kemudian menjadi
gerakan politik.[3]
3. Muhammadiyah
Salah sebuah
organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum perang dunia II
dan mungkon juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organaisasi ini
didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 desember 1912 bertepatan dalam tanggsl
18 Dzulhijjah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan.[4]
4.Nahdlatul Ulama(NU)
Nahdlatul Ulama
artinya kebangkitan ulama, adalah organisasi masa islam yang didirikan oleh
para ulama pesantren di bawah pimpinan KH.Hasyim Asy’ari, di Surabaya pada
tanggal 31 Januari 1926. Diantara para tokoh ulama yang ikut mendirikan NU
adalah KH.Hasyim Asy’ari, KH.Wahab Hasbullah, KH.BIsri Syamsuri, KH.Ma’sum
Lasem, dan beberapa kyai lainnya. Lapangan usaha NU meliputi bidang-bidang
pendidikan, dakwah,dan social.
5. Jam’iyatul Washilah
Jam’iyatul
Washilah adalah suatu organisasi islam yang diresmikan pendiriannya pada
tanggal 30 November 1930 M didirikan di Medan yang dipelopori oleh para ulama
terkemuka di Medan. Para ulama yang ikut mendirikan jam’iyatul washilah yaitu
diantaranya: Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis, Adnan
Nur, H.Syamsudin, H.Yusuf Ahmad Lubis,H.A.Malik, dan A.Aziz Efendi
6. Al-Irsyad Al- Islamiyah
Al-Irsyad adalah
organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh orang-prang keturunan
Arab, dibawah pimpinan syaikh Ahmad Syurkati, seorang ulama asal sundan.
7. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
PERTI didirikan
pada 20 mei1930 di Bukittinggi Sumatra Baratoleh sejumlah para ulamaterkemuka
di Minangkabau, di bawah pimpinan syaikh Sulaiman Ar-Rasuli.
8. Persatuan Umat Islam (PUI)
PUI didirikan oleh
KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh pondok pesantren di Majalengka Jawa
Barat pada tahun1911 M. dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak
sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa Barat.
9. Mathlaul Anwar (MA)
MA adalah
organisasi Islam yang didirikan di Menes Banten, pada 9 Agustus 1916. Didirikan
oleh para tokoh Islam di daerah Banten yang dimotori oleh KH.Mas Abdrrahman.
Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan keluarga dan masyarakat
Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu
pengetahuan,cakap dan terampil serta berkepribadian Indonesia.
10. Persatuan Islam (PERSIS)
PERSIS adalah
organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama yang beraliran pembaharu
di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama pendiri persis yaitu KH.Zamzam,
dan A.Hasan.
11. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Dewan Dakwah)
Dewan Dakwah Islam Indonesia didirikan oleh
M.Natsir dan beberapa tokoh Islam berhaluan pembaharudi Jakarta. Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia merupakan
organisasi dakwah yang banyak berjasa
dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui dakwah-dakwah pengajian, buku
ataupun majalah.
12. Majlis Dakwah Islamiyah (MDI)
MDI didirikan oleh para tokoh Islam yang tergabung dalam golongan
karya pada masa pemerintahan orde baru di bawah pemerintahan soeharto.
13. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
MUI didirikan pada
26 juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan nasihat seputar masalah
keagamaan dan kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan pemerintahan dalam
menjalankan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari beberapa tokoh Islam dari
berbagai organisasi yang ada.
14. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
ICMI adalah
organisasi para cendekiawan muslim di Indonesia yang didirikan oleh para
cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara lain:
Prof .DR.Ing.BJ.Habibi yang waktu itu menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi
pada pemerintahan era orde baru.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masuknya Islam di Indonesia, telah
memberikan sebuah warna baru dalam peradabannya. Islam tidak hanya dianggap
sebagai sebuah agama saja, akan tetapi lebih jauh daripada itu, telah mampu
memasuki aspek-aspek kehidupan manusia, salah satunya dalam bidang politik dan
budaya. Hal ini menyebabkan akulturasi antara peradaban dengan Islam, dan salah
satu hasilnya adalah berupa kerajaan-kerajaan. Pada tahap selanjutnya,
kerajaan-kerajaan inilah yang berperan penting dalam pembentukan budaya
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hisbullah. 1999. Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munir Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Kresindo Media Cita.
Zuhairi, dkk. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
[1] Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 372-406
[2]
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999). Hlm. 92
[3] Samsul
Munir Amin, Op., Cit.,423
[4]
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997).
Hlm.17
[5] Samsul
Munir Amin, Op., Cit., 425-428
Tidak ada komentar:
Posting Komentar