"HATI PUSAT OTORITAS JATI DIRI
MANUSIA"
UMI
LATIFAH
2021214443
KELAS M
JURUSAN TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji
rasa syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah
memberikan kenikmatan kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Hati Pusat Otoitas Jati Diri Manusia”.
Sholawat
serta Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhamad SAW.
Yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman Islamiah.
Makalah
ini berisi mengenai penjelasan hati pusat otoritas jati diri manusia, dipandang
dari segi pengertian, kemudian dihubungkan dengan ayat Al-Qur’an atau hadits
yang berkaitan, dijelaskan dengan teori pengembangan, dan bagaimana
pengaplikasian dalam khidupan serta nilai pendidikan yang dapat diambil dri
hadits.
kami
dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan
ilmu yang kami miliki. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini.
Akhirnya kepada Illahi kita berharap
dan berdo’a, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
bagi pembaca. Amin.
Pekalongan, Maret 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang
sempurna, kesempurnaannya dapat mengantarkan manusia pada posisi terhormat
bahkan melebihi malaikat. Kesempurnaan hanya terwujud jika manusia mampu tanduk
pada kebenaran yang terletak pada kalbu manusia.
Hati sangat berperan dalam kehidupan manusia, baik secara fisik maupun
psikis. Hati memiliki fungsi utama yang mnggerakkan dan mengarahkan kehidupan
seseorang. Selamatnya jasad tergantung kepada selamatnya hati karena hati
(jantung) merupakan organ terpenting di dalam tubuh manusia. Selamatnya gerakan
hati akan melahirkan keselamatan dalam gerakan anggota badan. Jika hati
selamat, maka tidak ada di dalamnya selain kehendak Allah dan keinginan-Nya. Jika
ia cenderung baik maka seseorang akan baik, begit pula sebaliknya. Untuk
membuatnya cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu
mengarahkannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hati (qalb), yakni secara jasmaniyyah adalah
segumpal darah atau daging bulat panjang berada di dada kiri atas. Secara
ruhaniyyah adalah hakikat manusia yang halus, yang mengetahui dan mengenal,
yang merasa secara mendalam.[1]
Hati sangat berperan dalam kehidupan manusia setiap saat, baik secara fisik
maupun psikis. Hati memiliki fungsi utama yang mnggerakkan dan mengarahkan
kehidupan seseorang. Hati mememiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan
yang batil, yang halal dan haram, bahkan sesuatu yang berada pada keduanya
yaitu syubhat (tidak jelas). Namun hati harus ditata, ia adalah potensi dasar
manusaia yang mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Jika ia
cenderung baik maka seseorang akan baik, begit pula sebaliknya. Untuk
membuatnya cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu
mengarahkannya.[2]
B. Hadits
/ ayat pendukung
Ayat pendukung terdapat dalam surat Al-Hajj: 46 yang
artinya “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan
itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46).[3]
Sangat disayangkan apabila hati yang potensial harus
terhalang dan hilang kemampuannya, apalagi jika sampai menjadi buta. Buta hati
jauh lebih berbahaya daripada buta mata, karena orang yang buta hatinya dapat
merusak siapa saja dan apa saja yang ada, termasuk dirinya sendiri.
C. Teori
pengembangan
Manusia di bekali oleh sang khaliq, dua sifat yang
bersebrangan, yakni baik dan buruk (fujur dan taqwa) dalam ruhaninya. Kedua
sifat ini tidak bisa hilang dari hati/jiwa seseorang. Yang bisa terjadi adalah
terkena dampak dari perbuaan-perbuatan yang dilakukan oleh dirinya. Misalnya,
jika seseorang berbuat baik maka akan dapat menekan sifat buruknya, sebaliknya,
jika dia berbuat buruk maka akan semakin memperparah sifat buruknya. Selain
itu, sifat-sifat jiwa /hati tersebut juga mendorong untuk melakukan suatu
perbuatan. Sifat baik akan mendorong melakukan perbuatan baik, dan juga sifat
buruk mendorong melakukan perbuatan buruk. Berarti ada faktor saling
mempengaruhi antara keberadaan sifat-sifat dengan perbuatan seseorang.[4]
Menurut
imam Al-Ghazali, ada tiga macam kondisi qalb (hati) manusia:
1. Hati
yang shahih (sehat) yang bisa menjadi salim (selamat), ini yang dijanjikan akan
dapat ‘bertemu’ Allah. Ia memiliki tanda-tanda antara lain: imannya kokoh,
mensyukuri nikmat, tidak serakah, hidupnya tentram, khusyu’ dalam ibadah,
banyak berdzikir, kebaikannnya selalu meningkat, segera sadar jika lalai atau
berbuat salah, suka bertobat dan sebagainya.
2. Hati
yang maridh (sakit), yang di dalamnya ada iman, ada ibadah, tetapi juga ada
kemaksiatan dan dosa-dosa (kecil/besar). Tanda-tandanya antara lain: hatinya
gelisah (tidak tenang), suka marah, tidak pernah punya rasa puas, susah
menghargai orang lain, serba tidak enak/tidak nyaman, penderitaan lahir batin,
tidak bahagia dan sebagainya.
3. Hati
yang mayyit (mati), yang telah mengeras dan membatu karena banyak kerak akibat
dosa-dosa yang dilakukan sehingga menghalangi datangnya petunjuk Allah.
Tanda-tandanya antara lain: tidak ada/tipis iman, mengingkari nikmat Allah,
dikuasai hawa nafsu, pikirannya negatif/buruk sangka, tak berperikemanusiaan,
egois, keras kepala, tak pernah merasa bersalah, dan sebagainya.[5]
Untuk mengarahkan hati menuju kebaikan dapat
dilakukan dengan sebagai berikut :
1. Mengurangi
makan. Secara fisik dalam perut manusia terdapat banyak komponen yang
berdesak-desakan, diantaranya jantung, lambung, usus, dan hati. Ketika salah
satu komponen terlalu dominan, maka yang lain akan terhimpit dan sulit
berfungsi. Dalam istilah tasawuf, ada ungkapan “makan sedikit akan membuat hati
tercerahkan”.
2. Bergaul
dengan orang shalih. Dengan sendirinya, kita akan terpengaruh oleh ketulusan
hatinya yang selalu ingin dekat dengan Allah.
3. Selalu
ingat dengan Allah (berdzikir), baik pikiran maupun hati. Pikiran, berarti
dapat menyanfarkan segala sesuatu yang ada kepada kebesaran dan kekuasaan Allah.
Sedangkan hati, merasakan apa yang diucapkan dan dipikirkan.[6]
D. Aplikasi
hadits dalam kehidupan
Bekerja dengan hati nurani adalah bekerja dengan berlandaskan pada pusat
kesadaran manusia, yaitu kalbu. Hati nurani atau kalbu digunakan sebagai alat pertimbangan
yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja. Kalbu pada
hakikatnya cenderung merujuk pada kebaikan, karena itu, dengan hati nurani
niai-nilai kebaikan akan ditampilkan sebagai sikap kerja sehingga muncullah
perilaku-perilaku positif dalam pekerjaan.
Bekerja dengan hati nurani dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Mengawali kerja dengan niat baik dan
benar
2.
Menjaga agama Allah SWT dalam
bekerja
3.
Menghadirkan Allah SWT dalam setiap
pekerjaan
4.
Menggunakan hati nurani dalam menentukan
sikap saat bekerja
5.
Menampilkan sikap takwa dalam
bekerja
6.
Ikhlas dalam bekerja
7.
Menampilkan cara kerja yang terbaik
8.
Memunculkan syukur prestatif
9.
Menjalin silaturrahmi dan merajut
ukhuwh (kerja sama)
10. Menampilkan
pelayanan prima.[7]
E.
Nilai Tarbawi
Aspek
tarbawi yang dapat kita ambil dari hadits adalah:
1.
Memerintahkan untuk mengerjakan
perbuatan yang halal, menjauhi yang haram, dan meninggalkan yang subhat.
2.
mengamalkan
dan mengajarkan ilmu kepada orang lain dengan niat yang baik dan ikhlas.
3.
Mewujudkan
sikap takwa dalam mendidik dengan selalu menghadirkan Allah dalam setiap
langkah yang dilakukan.
4.
Mendidik
dengan sepenuh hati, dan selalu menghadirkan suasana yang baik dalam mendidik.
5.
Menjalin
kerja sama yang baik antar pendidik maupun antar peserta didik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hati sangat berperan dalam kehidupan manusia setiap saat, baik secara fisik
maupun psikis. Hati memiliki fungsi utama yang mnggerakkan dan mengarahkan
kehidupan seseorang. Hati mememiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan
yang batil, yang halal dan haram, bahkan sesuatu yang berada pada keduanya
yaitu syubhat (tidak jelas). Namun hati harus ditata, ia adalah potensi dasar
manusaia yang mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Jika ia
cenderung baik maka seseorang akan baik, begit pula sebaliknya. Untuk
membuatnya cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu
mengarahkannya.
Sangat disayangkan apabila hati yang potensial harus
terhalang dan hilang kemampuannya, apalagi jika sampai menjadi buta. Buta hati
jauh lebih berbahaya daripada buta mata, karena orang yang buta hatinya dapat
merusak siapa saja dan apa saja yang ada, termasuk dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, Amin dan Fathimah Usman. 2009. Terapi Hati Dalam Seni Menata Hati. Semarang:
Pustaka Nuun.
Al-Bugha, Musthafa dan Muhyiddin Mistu. 2002. AL-WAFI : Syarah Hadits Arbai’in Imam
Nawawi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Muwafik, Saleh. 2009. Bekerja dengan Hati Nurani. Semarang: Erlangga.
TENTANG PENULIS
Nama : Umi latifah
Tempat Tanggal lahir : Batang, 7 januari 1996
Alamat : Dk.
Kebonagung, Ds. Kambangan,
Kec. Blado, Kab. Batang.
Riwayat Pendidikan : 1. MI Islamiyah Kambangan (2001-2007)
2. MTs Agung Alim Blado (2007-2010)
3. MA Darussalam Subah (2010-2013)
4. STAIN Pekalongan (2014-sekarang)
TEKS HADITS
Hadits no.22
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ، عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: " الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ، أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْب
(رواه البخاري في الصحيح, كتاب الإيمان , باب فضل من استحب
الدين)
Artinya:
“Nu’man bin Basyir bercerita bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw
bersabda, “Perkara yang halal telah jelas dan yang diragukan yang tidak
diketahui hukumnya oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menjauhi
perkara-perkara yang diragukan itu berarti dia memelihara agama dan
kesopanannya. Barangsiapa mengerjakan perkara yang diragukan, sama saja dengan
penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang, dikhawatirkan dia
terjatuh ke dalamnya. Ketahuilah, semua raja mempunyai larangan dan ketahuilah
pula larangan Allah swt adalah segala yang di haharamkan-Nya. Ketahuilah dalam
tubuh itu semuanya. Apabila daging itu rusak, maka binasalah tubuh itu
seluruhnya. Ketahuilah, daging tersebut ialah hati.”
(HR. Al-Bukhori)
[1] Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA
dan Dra. Hj. Fathimah Usman, Msi, Terapi
Hati Dalam Seni Menata Hati, (Semarang: Pustaka Nuun, 2009), Hlm. 24
[2]Dr. Musthafa Al-Bugha dan
Muhyiddin Mistu, AL-WAFI : Syarah Hadits
Arbai’in Imam Nawawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hlm. 39-41
[3]
Prof. Dr. H. M. Amin
Syukur, MA dan Dra. Hj. Fathimah Usman, Msi, Op. Cit, hlm. 34
[6] Ibid, hlm. 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar