AKAL
“AKAL, ILMU DAN AMAL”
Mata Kuliah :
Hadits
Tarbawi II
Disusun Oleh :
Fasikhatun Nisa (2021112177)
Kelas F
JURUSAN TARBIYAH/ PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015
PENDAHULUAN
akal adalah sesuatu yang dimiliki
manusia. Yang menjadi perbedaan antara manusia dengan binatang. Oleh karena
itu, akal tidak boleh disia-siakan dan disalahgunakan dan haruslah didasarkan
kepada wahyu Allah SWT agar tetap terarah dan tidak sesat juga tidak akan
terombang ambing oleh zaman. Dan dengan akal manusia dapat menuntut ilmu untuk
mengetahui berbagai hal yang belum mereka ketahui kemudian mengamalkannya
kepada orang lain agar lebih bermanfaat.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ilmu secara harfiah
diartikan sebagai pengetahuan, ia merupakan lawan kata dari jahlun yang berarti
ketidaktahuan atau kebodohan. Ilmu sepadan dengan kata bahasa arab lainnya,
yaitu makrifat (pengetahuan), fiqh (pemahaman) hikmah (kebijaksanaan) dan syu’ur
(perasaan).
Al-Ilmu itu sendiri dikenal
sebagai sifat utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda, Allah SWT
disebut juga sebagai al-‘Alim dan ‘Aliim, yang artinya: “Yang Mengetahui”
atau “Yang Maha Tahu”. Ketika seseorang menginginkan ilmu, ia harus
mengupayakannya dengan cara mempelajarinya. Dan alat utama untuk mempelajari
ilmu adalah akal.[1]
Ilmu
pada dasarnya adalah manusia. Ia lahir dari manusia dan untuk manusia, ilmu
merupakan proses manusia menjawab ketidaktahuannya mengenai berbagai hal dalam
hidupnya. Sebagai jawaban manusia, ilmu adalah produk manusia.[2]
Dan dalam konsep filsafat islam, ilmu bisa diperoleh melalui dua jalan, yaitu
1. Jalan kasbi (khushuli ) adalah
cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan
bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan.
2. Jalan ladunni (hudhuri) adalah
ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu
pada umumnya. Tetapi oleh proses pencerahan oleh hadirnya cahaya Ilahi. Dengan
hadirnya cahaya Ilahi itu semua ilmu terbuka menerangi kebenaran, terbaca
dengan jelas dan terserap dalam kesadaran intelek, seakan-akan orang tersebut
memperoleh ilmu dari Tuhan secara langsung. Disini Tuhan bertindak sebagai
pengajarnya[3]
Sedangkan kata
akal berasal dari bahasa arab yaitu al-Aqlu
yang berarti pikiran atau intelek (daya)
atau proses pikiran yang lebih tinggi berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Dimana
akal merupakan akal yang menampung akidah, syariah serta ahlak dan
menjelaskannya. Dan dengan menggunakan akal secara baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah SWT, kemudian akal tersebut
akan menghasilkan ilmu dan akan berkembang.[4]
Akal bukan hanya kerja otak
fisik, melainkan juga kerja otak batin. Akal bukan hanya kerja hati fisik yang
bermakna getaran didalam dada (jantung), melainkan juga hati batin yang
bersumber pada jiwa di balik otak.
Selain itu kualitas akal
juga sangat bergantung kepada indera (yang fisik maupun batin). Akal tersambung
dengan mata kepala, sekaligus mata batin. Juga tersambung dengan telinga fisik
dan telinga batin, penciuman fisik dan penciuman batin, serta perasa fisik dan
perasa batin.
Karena itu, akal bisa
mendengar tanpa telinga fisik, melihat tanpa mata kepala, mencium tanpa mata
hidung, dan merasa tanpa kulit. Yaitu, ketika indera batinnya cukup tajam untuk
melampaui indera fisiknya.[5]
B. Teori Pendukung
Seseorang yang berpikir akan
sangat paham akan rahasia-rahasia ciptaan Allah SWT, kebenaran tentang
kehidupan didunia, keberadaan neraka dan surga, dan kebenaran hakiki dari
segala sesuatu. Ia akan sampai kepada pemahaman yang mendalam akan pentingnya
menjadi seseorang yang dicintai Allah SWT, melaksanakan dan mengamalkan ajaran
agama secara benar, menemukan sifat-sifat Allah SWT di segala sesuatu yang ia
lihat serta mulai berpikir.
C.
Materi Hadits
- عَنْ عَائِشة قَالَتْ:﴿
قُلْتُ
يَا رَسُوْلَ
اللهِ بِأَيِّ شَئٍ يَتَفَاضَلُ النَّاسُ فِى الدُّنْيَا ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ,
قَلَتْ فَفِى اْلأَخِرَةِ ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اِنَّمَا
يُجْزَوْنَ بِأَعْمَالِهِمْ ؟ قَالَ وَهَلْ عَمِلُوْا اِلاَّ بِقَدْرِمَا
أَعْطَاهُمْ اللهُ مِنَ الْعَقْلِ فَبِقَدْرِمَا أُعْطُوْا مِنَ الْعَقْلِ كَانَتْ
أَعْمَالُهُمْ وَبِقَدْرِمَا عَمِلُوْا يُجْزَوِنَ﴾ ( رَاوَهُ الحَارِث فِى الْمُسْنَدِ : 823)
Dari ‘Aisyah RA ia berkata : saya bertanya kepada
Rasulullah, dengan apakah manusia bisa utama di dunia. Rasulullah berkata :
dengan akal. ‘Aisyah bertanya lagi : kalau di akhirat?. Rasulullah menjawab :
dengan akal. Maka ‘Aisyah bertanya lagi : (bukankah) sesungguhnya manusia itu
dibalas hanya karena amal-amalnya. Rasulullah menjawab : dan tidaklah
manusia-manusia beramal kecuali dengan sekedar yang Allah SWT berikan yaitu
akal. Maka dengan sekedar apa yang telah diberikan kepada mereka (akal) itulah
amal-amal mereka. Dan atas sekedar apa yang mereka kerjakan, maka mereka
mendapat balasan.
Keterangan
hadist:
Hadits di atas menjelaskan
keterkaitan Akal, Ilmu dan Amal. Dan seruan terhadap manusia untuk berfikir.
Dan juga menjelaskan tentang kedudukan seseorang tertinggi baik di dunia maupun
di akhirat adalah orang yang berakal.
Akal merupakan daya atau
kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia sebagai alat untuk berfikir
dan alat untuk mempertimbangkan serta memikirkan baik buruknya sesuatu yang
mereka lihat dan dengar. Akal adalah potensi yang diberikan Allah SWT kepada
manusia di samping nafsu. Sebaik-baiknya pembantu ilmu adalah akal.[6]
Dan sebaik-baiknya ilmu
adalah ilmu yang diamalkan, sedangkan beramal sendiri diperlukan akal agar
pengamalan ilmunya tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan demikian
menjadikannya ilmu yang bermanfaat.[7]
D. Refleksi Hadits dalam Kehidupan
Kita sering menjumpai banyak
orang sudah menggunakan akalnya untuk mencapai ilmu, namun setelah mereka memperolehnya
sangat jarang dari mereka yang mau mengamalkannya.
Mengenai ilmu, akal yang
telah berproses menghasilkan ilmu. Dimana ilmu adalah salah satu cara untuk menolong
manusia dalam perjalanannya menuju Allah SWT. Dengan ilmu seorang muslim dapat
bertaqorub kepada Allah SWT. Dan kriteria ilmu yang berguna adalah ilmu yang
dijadikan alat untuk pengetahuan tentang Allah SWT keridhoan dan kedekatan
kepada-Nya.
Kemudian amal ilmu yang
telah didapat di aplikasikan kedalam perbuatan.
Jadi amal merupakan aplikasi ilmu didalam kehidupan dan setiap amal yang
dikerjakan seseorang hendaknya bermanfaat bagi orang lain. Tetapi baik dan
tidaknya suatu amal ditentukan oleh niat orang yang beramal.
Beramal secara ikhlas
bukanlah pekerjaan yang mudah, karena sifat manusia yang terkadang ingin
diketahui, ingin dianggap dan lain sebagainya. Beramal bukan karena hati,
melainkan karena gengsi dan mencari sensasi. Itu adalah hal-hal yang bersikap
riya’ yang kita tau merupakan salah satu dari perbuatan dosa.
Pada dasarnya manusia
melakukan suatu amalan di dasari dengan akal, kemudian dengan akal manusia
mampu menyerap ilmu-ilmu pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan manusia mampu
melakukan suatu amalan.
E. Aspek Tarbawi
1.
Seorang pendidik hendaknya menuntut ilmu dan setelah mendapatkannya
kemudian mengamalkan ilmunya tersebut di jalan yang dibenarkan oleh agama
supaya bermanfaat.
2.
Sebagai seorang pelajar kita harus memaksimalkan fungsi akal dengan
berfikir dalam menuntut ilmu.
PENUTUP
Setiap insan di dunia
diwajibkan untuk berfikir untuk mengembangkan potensi akalnya. Karena orang
yang berakal memiliki kedudukan yang tinggi baik di dunia maupun akhirat. Ilmu
tanpa akal tak pernah ada karena tak ada pedoman yang untuk memahami ilmu itu.
Dan ilmu yang baik adalah ilmu yang diamalkan, dan pengamalannya itupun
memerlukan akal karena amal tanpa akal takkan terlaksana.
Oleh karena itu gunakan akal sebaik mungkin agar kita bisa menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang lain.
Demikian makalah ini saya buat. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan di
dalamnya. Semoga bisa memberi manfaat
DAFTAR
PUSTAKA
Ali Daud Moh. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Al-Qardhowy
Yusuf. 1999. As-Sunnah Sebagai Sumber Iptek dan Peradapan.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Asy’arie Musa, Prof. Dr. 2002. filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir.
Yogyakarta: LESFI
Djamaludin
Al Qasyimi Ad Dimsyaqi Muhammad. 1992. Bimbingan
Orang-orang Mukmin, Semarang: CV Asy Syifa’
Mustofa Agus. 2009. Beragama
dengan Akal Sehat. Surabaya : PADMA Press
Suradji Imam. 2006. Etika Dalam
Prespektif Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru
[1] Imam Suradji, Etika Dalam
Prespektif Al-Qur’an dan Al-Hadits. (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2006), hlm. 179
[2] Prof. Dr. Musa Asy’arie, filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. (Yogyakarta:
LESFI, 2002) hlm 80
[6] Yusuf Al-Qardhowy, As-Sunnah
Sebagai Sumber Iptek dan Peradapan. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), hlm 97
[7] Muhammad Djamaludin Al Qasyimi Ad Dimsyaqi, Bimbingan Orang-orang Mukmin, (Semarang:
CV Asy Syifa’, 1992), Hlm. 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar