MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Disusun oleh:
Aulia Irfamayani (2021113013)
Vella Salmania Firda (2021113207)
M. Hufron Al-Afid (2021114074)
Nur Aini Sobah (2021114193)
Yunia Istiqomah (2021114209)
Kelas:H
JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tema
penulisan makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai akar-akar Sejarah
Peradaban Islam pada masa Khulafaur Rasyidin. Karena nialai-nilaipositif
sejarah peradaan Khulafaur Rasyidin tidak lagi dijadikan teladan oleh
orang-orang islam.
Khalifah
adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw(570-632). Khalifah juga sering disebut sebagai Ami al-Mu’minin atau
pemimpin orang yang beriman atau pemimpin orang-orang muknin yang kadang-kadang
disingkat menjadi “Amir”
Khalifah
berperan sebagai pemimpin ummat baik urusan negara maupun urusan agama.
Mekanisme pemilihan khalifah dilakukan baik dengan wasiatataupun majelis Syura
yang merupakan majelis Ahlul Halli wal Aqdi yakni para ahli ilmu
(khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat. Sedangkan mekanisme
pengangkatannya dilakukan dengan cara baiat yang merupakan perjanjian setia
antara Khalifah dengan ummat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Abu Bakar ash-shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu
bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin abi Quhafa At-Tamimi. Di zaman pra
islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah.
Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk
islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi
dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj. Seringkali mendampingi
rasulullah di saat-saat penting atau jika berhalangan, rasulullah
mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaaan dan
atau mengurusi persoalan-persoalan aktual dia Madinah.
Hal
menarik dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi yang diucapkan sehari setelah
pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar
terhadap nilai-nilai dalam islam dan strategi meraih keberhasilan tinggi bagi
umat sepeninggal Rasulullah.
Abu
Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang
dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang
muncul akibat wafatnya nabi. Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali
kesadaran dan tekad umat untuk bersatu melanjutkan tugas mulia nabi. Ia
menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu
ini, yang pertama kali menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan
keinginan nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke
perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk
membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat islam
dalam perang Mu’tah. Ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi
umat islam, khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan diri mereka yang
nyaris pudar.
Wafatnya
nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang arab
yang lemah imannya justru menyatakan murtad, yaitu keluar dari islam. Mereka
adalah orang yang baru memasuki islam. Belum cukup waktu bagi nabi dan para
sahabatnya untuk mangajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam.
Mereka melakukan Riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap islam. Riddah
berarti murtad, beralih agama dari islam ke kepercayaan yang semula, secara
politis merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lembaga khalifah.
Selama
tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi SAW, telah muncul nabi-nabi palsu di
wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku dirinya memegang
peran kenabian muncul di Yaman, ia bernama Aswad Ansi. Berikutnya ialah
Musailamah Kadzab, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkat dirinya
sebagai mitra (partner) didalam kenabian. Penganggap lainnya adalah Tulaihah
dan Sajjah Ibnu Haris, seorang wanita dari Arab Tengah.
Adapun
orang-orang yang tidak mau membayar zakat, diantaranya karena mereka mengira
bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke
perbendaharaan pusat di Madinah yang sma artinya dengan ‘penurunan kekuasaan’;
suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangandengan
karakter mereka yang independen. Mereka
mengira bahwa hanya Nabi yangberhak memungut zakat, yang dengan itu kesalahan
seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
Dalam
memerangi kaum Murtad, dari kalangan kaum muslimin banyak hafizh (penghafal
Alquran) yang tewas. Dikarenakan merupakan penghafal bagian-bagian Alquran,
Umar cemas jika angka kematian itu bertambah, yang berarti beberapa bagian lagi
dari Alquran akan musnah. Peperangan melawan para pengacau tersebut meneguhkan
kembali khalifah Abu bakar sebagai “Penyelamat Islam”, yang menyelamatkan islam
dari kekecauan dan kehancuran, dan membuat agama itu kembali memperoleh
kesetiaan dari seluruh Jazirah Arab.[1]
Kemenangan
yang dicapai oleh Abu Bakar r.a dan para sahabat setianya menunjukkan bahwa:
1.
Kebenaran
akan menang
2.
Kekuatan
moral lebih utama dari kekuatan material
3.
Islam
mempunyai cukup kekuatan untuk melawan dan menggetarkan musuh-musuhnya
4.
Umat
islam menjadi sangat yakin akan keunggulan islam dan kekuatan moral yang
menjadi sifatnya.
Begitulah usaha khalifah Abu Bakar r.a dengan perjuangan yang
gigih, penuh kesabaran, kebijakan dan penuh ketegasan, sehingga khalifah Abu
Bakar r.a berhasil memberantas kaum Riddah, maka berakhirlah gerakan kaum
riddah di belahan semenanjung Arabia, dan semuanya menyatakan diri kembali
sebagai pemeluk agama islam yang setia.[2]
Sesudah memulihkan ketertiban didalam negeri, Abu Bakar lalu
mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan
Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua
kekaisaran.
Tentara islam di bawah pimpiinanMusanna dan Khalid bin Walid
dikirim ke Irak dan menaklukkan Hirah. Sedangkan ke Syiria, suatu negara di utara
Arab yang dikuasai Romawi Timur (Bizantium), Abu Bakar mengutus empat panglima,
yaitu Abu Ubaidah, Yazid bi Abi Sufyan, Amr bin Ash dan Syurahbil. Ekspedisi ke
Syiria ini memang snagat besar artinya dalam konstalasi politik umat islam karena daerah protektorat itu
merupakan front terdepan wilayah kekuasaan islam dengan Romawi Timur. Dalam
peristiwa Mu’tah, bangsa Romawi bersekongkol dengan suku-suku Arab pedalaman
(Badui) dan orang persia memberikan dukungan yang aktif kepada mereka untuk
melawan kaum muslimin.
Ketika pasukan islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan
Hirah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka
beberapa kemungkinan besar bagi keberhasilan selanjutnya, khalifah Abu Bakar
meninggal dunia, pada hari Senin, 23 Agustus 624 M setelah lebih kurang selama
15 hari berbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya
berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.[3]
B.
Umar bin Khaththab (13-23 H/ 634-644 M)
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin
Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi, salah satu suku yang
terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi.
Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara
ternak ayahnya, dan berdagang hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku
bangsanya, Quraisy untuk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan dengan
suku-suku yang lain. Umar masuk Islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan
menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi serta dijadikan sebagai tempat rujukan
oleh Nabi mengenai hal-hal yang penting.
Umar bin Khaththab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulilah”
(pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga mendapat gelar Amir
Al-Mukminin (komandan orang-orang
beriman) sehubungan dengan penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada masa
pemerintahannya.
Ketika para pembangkang didalam negeri telah dikikis habis oleh
Khalifah Abu Bakar, dan era penaklukan militer telah dimulai maka Khalifah Umar
menganggap bahwa tugasnya yang pertama ialah mensukseskan ekspedisi yag
dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah
menorehan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan ini. Pada tahun
635 M, Damaskus yang merupakan ibu kota Syiria ditundukan, setahun kemudian
seluruh wilayah Syiria jatuh ke tangan kaum muslim, setelah pertempuran hebat
di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang
terkenal kuat itu tunduk kepada pasukan-pasukan Islam.[4]
Karena adanya perluasan yang pesat maka langkah yang diambil
selanjutnya adalah bagaimana untuk bisa mengatur administrasi negara denagn
mencontohkan administrasi yang sudah berkembang diPersia. Yakni dengan mengatur
sebuah wilayah propinsi dan mendirikan berbagai Departemen yang dianggap sangat
penting untuk kemajuan pemerintahannya.[5]
Hal-hal yang telah dicapai oleh Khalifah Umar bin Khattab, antara
lain:
1.
Memulai
perhitungan Hijriyah
2.
Mendirikan
baitul mal
3.
Mengembangkan
wilayah Islam, sehingga wilayah Islam sampai ke Damaskus, Siria, Irak, Mesir,
dan Palestina.[6]
Khalifah Umar
memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya berakhir
dengan kematian yang tragisyaitu seorang
budak bangsa Persia bernama Feroz atau Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerang
daribelakang, ketika Umar hendak berjamaah shalat Subuh di Masjid Nabawi. Umar
meninggal pada tanggal 25 Dzulhijjah 23 H. Dalam kepemimpinannya yang terakhir
beliau menunjuk 6 sahabat untuk di calonkan sengganti Mereka adalah Utsman ibn
Affan, Ali ibn Abi Thalib, Zubair ibn
al-Awwan, Sa’ad ibn Abi Waqas,
Abdurrahman ibn Auf Thalhah ibn
Ubaidillah.
Setelah Umar
wafat tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai Khalifah. Setelah
melalui persaingan yang ketat dengan Ali bin Abi Thalib. Sekalipun telah
kelihatan berat suara terletak pada dua orang sahabat, yaitu Utsman dan Ali,
namun akhirnya Utsman yang dipilih.
Mengapa demikian, karena Ali dikenal sebagai orang yang berpendidikan kerasdan
tegas, yang untuk suasana diwaktu itu mungkin belum tepat. Karena beliau tidak
terikat dengan alam pikiran kedua Khalifah sebelumnya.
C.
Utsman bin Affan (23-36 H/ 644-656 M)
Utsman bin Affan memiliki nama
lengkap Utsman bin Affan bin Abdillah bin Umayyah bin ‘Abdi Syams bin Abdi
Manaf bin Qushayi. Ia dilahirkan pada tahun 576 M di Thaif. Ibunya bernama
Urwah, putri Ummu Hakim al-Baidha, keturunan Abdul Mutholib. Ayahnya bernama
Affan, adalah seorang saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy Umayyah. Nasab
Utsman melalui garis ibunya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad Saw. Pada Abdi
Manaf bin Qusyayi, Utsman bersambung melalui Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi
Manaf.[7]
Utsman bin Affan mendapat julukan
zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri Nabi
Muhammad Saw. Yaitu Ruqayyah dan Ummu Kulsum secara berurutan setelah yang satu
meninggal.
Utsman selalu berjuang bersama
Rasulullah, hijrah kemana saja Nabi hijrah, atau disuruh hijrah oleh Nabi, dan
berperang pada setiap peperangan kecuali perang Badar, yang itupun atas
perintah Nabi untuk menunggui istrinya, Ruqayyah yang sedang sakit keras.
Sebagai seorang hartawan Utsman menghabiskan hartanya demi penyebaran dan
kehormatan agama Islam, serta kaum muslim. Selain menyumbang biaya-biaya perang
dengan angka yang sangat besar, juga untuk pembangunan kembali Masjid al-Haram
(Mekah) dan masjid al-Nabawi (Madinah). Utsman juga berperan aktif sebagai
perantara dalam perjanjian Hudaibiyah sebagai utusan Nabi (Watt, 1969:
186-187).[8]
a.
Utsman bin Affan diangkat menjadi Khalifah
Pada masa khalifah Umar bin Khattab,
telah dibentuk sebuah majelis khusus untuk pemilihan khalifah berikutnya.
Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri atas enam sahabat dari beberapa
kelompok yang ada saat itu. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Thalhah. Namun,
pada saat pemilihan berlangsung, Thalhah tidak sempat hadir, sehingga lima dari
enam anggota panitia yang melakukan pemilihan.[9]
Dalam pemilihan tersebut, akhirnya pada
sahabat sepakat untuk memilih Utsman bin Affan menjadi khalifah III dari
Khulafaur Rasyidin.
b.
Perkembangan Islam pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Masa pemerintahan Khalifah Utsman
bin Affan adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman al-Khulafa’
ar-Rasyidin yaitu 12 tahun. Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan
Utsman Bin Affan menjadi dua periode, enam tahun pertama merupakan masa
pemerintahan yang baik dan enam tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang
buruk.
Setelah melewati saat-saat yang
gemilang, pada paruh terakhir masa kekuasaannya, Khalifah Utsman menghadapi
berbagai pemberontakan dan pembangkangan di dalam negeri yang dilakukan oleh
orang-orang yang kecewa terhadap tabi’at khalifah dan beberapa kebijaksanaan
pemerintahannya.[10]
Dalam sejarah, Utsman sering
dikatakan sebagai khalifah yang nepotisme. Tuduhan ini didasarkan pada
orang-orang dekat dari keluarga Utsman diangkat menjadi pejabat penting.
Padahal tuduhan ini terbukti tidak benar karena tidak semuanya pejabat yang
diangkat merupakan kerabatnya. Masa pemerintahan Utsman, wilayah kekuasaan
Islam sudah bertambah luas. Oleh karena itu Utsman perlu mengangkat orang-orang
yang dapat dipercaya dan setia terhadap pemerintahan pusat.[11]
Sayangnya tuduhan nepotisme itu
terlalu kuat sehingga banyak yang beranggapan bahwa Utsman melakukan tindakan
yang salah. Hal ini diperkuat dengan adanya golongan Syi’ah, yaitu golongan
yang sangat fanatik terhadap Ali dan berharap Ali yang menjadi Khalifah, bukan
Utsman. Selain itu, ada sekelompok orang yang tidak suka kepada Utsman karena
Utsman suka memperhatikan dan mengontrol mereka, baik sahabat atau bukan
sahabat. Utsman selalu meminta pertanggungjawaban atas pekerjaan mereka dan
menanyai mereka mengenai masalah tersebut.[12]
Karya monumental Utsman lain yang
dipersembahkan kepada umat Islam ialah penyusunan kitab suci ai-Qur’an.
Penyusunan al-Qur’an dimaksudkan untuk mengahiri perbedaan-perbedaan serius
dalam bacaan al-Qur’an. Ketua dewan penyusunan al-Qur’an yaitu Zaid bin Tsabit,
sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’an antara lain adalah
Hafsah, salah seorang istri Nabi Muhammad SAW. Kemudian dewan itu membuat
beberapa salinan naskah al-Qur’an untuk dikirim ke berbagai wilayah
kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.[13]
c.
Berakhirnya Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan
Fitnah yang terus melanda Utsman
memicu kekacauan dan akhirnya menyebabkan Utsman terbunuh di rumahnya setelah
dimasuki oleh sekelompok orang yang berdemonstrasi di depan rumahnya. Utsman yang
saat itu sedang membaca al-Qur’an dan berpuasa, dibunuh oleh Hamron bin Sudan
as-Syaqy yang kemudian membuka pintu perpecahan antara kaum muslimin. Utsman
bin Affan terbunuh pada hari Jum’at tanggal 18 Dzuhijjah 35H. Ia kemudian
dimakamkan di Baqi’, Madinah.
Terbunuhnya Khalifah Utsman
menyisakan banyak teka-teki sejarah yang tak kunjung terjawab secara memuaskan.
Ketidakpastian jawaban terhadap persoalan-persoalan tersebut semakin menambah
keruhnya situasi politik di sepanjang masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang
dibaiat menggantikan Utsman.
D.
Ali Ibn Abi Thalib ( 36- 41
H/656-661 M)
Khalifah keempat adalah ali bin abi
thalib, Ali di lahirkan di mekkah, daerah hijaz, jazirah arab, pada tanggal 13
rajab. Ali bin abi thalib di lahirkan dari pasangan abu thalib bin abdul
mutthalib dengan fatimah binti As’ad. Keduanya masih keturunan bani hasyim.Ali
adalah keponakan dan menantu nabi. Ia adalah sepupu nabi yang telah ikut
bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota mekah. Demi untuk membantu
keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas paman nabi yang lain
membnatu abu thalib dengan memelihara jafar anak abu thalib yang lain. Ia telah
masuk islam pada usia sangat muda.ketika nabi menerima wahyu yang pertama,
menurut hasan ibrahim hasan ali berumur 13 tahun atau 9 tahun menurut
mahmudunnasir.ia menemani nabi dalam perjuangan menegakkan islam, baik di mekah
maupun madinah dan ia di ambil menantu oleh nabi dengan menikahkannya dengan
fatimah, salah seorang putri rasulullah, dan dari sisi inilah keturunan nabi
bekelanjutan.
Ali adalah seorang yang memiliki
banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Ia adalah pahalawan
yang gagah dan berani, penasihat yang bijaksana. Beberapa sepeninggal usman ibn
affan, masyarakat beramai ramai membaiat ali ibn abi thalib. Ali memerintah
selama 4 tahun.[14]
1. Kekhalifahan ali bin abi thalib
Pengangkatan
ali sebagai khalifah umat islam ini sedikit banyak masih menyisakan
masalah. Pertama, pemilihan ali sebagai
khalifah telah di ikuti oleh kaum pembangkang yang datang dari berbagai penjuru
untuk mengobarkan pemberontakan pada usman, sehingga keikutsertakan mereka
dalam pemilihan khalifah yang baru menyebabkan timbulnya kekacauan yang besar.
a.
Beberapa kebijakan khalifah ali ibn abi thalib
Selama
ali ibn abi thalib memerintah, ia membuat kebijakan kebijakan tertentu sesuai
dengan situasi yang mengiringinya atau situasi yang di hadapinya, sehingga
kebijakan ali ibn abi thalib sangat mungkin berbeda dengan kebijakan - kebijakan
sebelumnya.
1.
Munculnya gerakan oposisi
Di masa pemerintahan ali bin abi
thalib terdapat beberapa oposisi dan gerakan pemberontakan. Pemberontakan ini
lebih banyak di sebabkan oleh kebijkan ali yang mereka tidak sepakati. Yang
memprihatinkan adalah perlawanan itu justru di lakukan oleh para sahabat
sahabat terkemuka di zaman rasulullah.
a.
Gerakan thalhah, zubeir, dan aisyah
Sebenarnya
thalhah adalah nabi yang paling tua dan kerabat abu bakar. Ibn zubair adalah
bibi nabi. Dan saudara perempuannya ummu habibah, menikah dengan nabi. Zubeir sendiri
adalah kerabat usman dan menantu abu bakar. Thalhah dan zubeir merupakan dua
sahabat besar , dan sepuluh di antara orang yang di jamin nabi muhammad masuk
surga. Sedang aisyah merupakan bekas istri nabi yang sangat dicintai. Baik
thalhah maupun zubair pada mulanya menerima ali sebagai khalifah yang di
buktikan dengan pembai’atan. Namun belakangan mereka mencabut kembali baiatnya
bahkan memerangi ali, karena ali tidak memenuhi tuntutan mereka untuk segera
menghukum para pembunuh ustman.
b.
Pemberontakan mu’awiyah bin abu sufyan
Pasukan
ali ibn abi thalib tidak langsung kembali kemadinah setelah mampu menumpas
thalhah cs, tapi langsung berangkat menumpas pembangkangan muawiyah. Perlawanan
muawiyah terhadap ali ibn abi thalib di lakukan dengan alasan yang sama dengan
thalhah cs yaitu tuntutan untuk menghukum pembunuh usman yang tidak dapat di
penuhi ali.
c.
pemberotakan orang orang khawarij
Sejak
peristiwa tahkim pasukan ali terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang
setuju dengan tahkim, syiah dan kelompok yang menolak tahkim, yaitu kaum
khawarij, karenanya mereka sebenarnya merupakan bagian dari pasukan ali dalam
menumpas pemberontakan muawiyah. Mereka berkeyakinan bahwa ali adalah amirul
mukminin dan mereka yang setuju dengan tahkim, berarti mereka telah melanggar
ajaran agama. Ali dan sebagian pasukannya di nilai telah berani membuat
keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan.[15]
Berikut
beberapa pertikaian dan pemberontakan yang terjadi pada masa khalifah ali bin
abi thalib:
a.)
Perang jamal
Di
namakan perang jamal karena dalam perang itu, aisyah sebagai pemimpin
mengendarai unta(jamal). Perang jamal terjadi di sebabkan munculnya rasa tidak
puas di kalangan sahabat terhadap ali yang menunda pengusutan terhadap pembunuh
khalifah usman bin affan.
b.)
Perang siffin
Perang siffin terjadi pada tahun 37 H (656 M) antara khalifah ali
dengan gubernur syria, muawwiyah bin abu sufyan. Perang ini karena muawiyah
membalas dendam atas kematian usman. Ali mengutus jarir bin abdullah al bajali
untuk menemui muawiyah di damaskus dengan membawa sepucuk surat dengan
mengatakan bahwa kaum muhajirin dan ansar telah membaiat ali.
2.
Berakhirnya kepemimpinan khalifah ali bin abi thalib
Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, pemerintahan khalifah ali
banyak di penuhi dengan pemberontakan. Saat itu banyak kaum muslimin yang
membangkang, pelanggaran hukum dan berita perampasan, serta teror dan
pembunuhan terjadi di mana mana. Toleransi yang telah di berikan khalifah
kepada muawiyah dan khawarij telah melampaui batas.
Khalifah ali bin abi
thalib meninggal pada tanggal 20 ramadhan 40H atau 24 januari 661 M. Ia gugur
sebagai syahid pada usia 63 tahun. Jenazahnya oleh puteranya, hasan dan husein.
Dengan meninggalnya ali, maka berakhirnya kepemimpinannya yang memerintah
selama hampir 6 tahun.
Setelah meninggalnya
ali bin abi thalib, kekhalifahan islam di jabat oleh puteranya, yakni hasan.
Namun, kepemimpinan ini hanya bertahan beberapa bulan karena hasan lemah dalam
pemerintahannnya. Sementara saat itu kedudukan muawiyah semakin kuat. Akhirnya,
hasan membuat perjanjian damai dengan pihak muawiyahuntuk mempersatukan umat
islam dalam satu pemerintahan politik. Dengan ini muawiyah yang menjadi
penguasa absolut dalam islam. Maka pada tahun 41 H/661 M dengan persatuan
tersebut, kemudian di kenal dengan tahun jamaah (am-jamaah). Dengan demikian,
maka berakhirlah masa khulafaur rasyidin yang berlangsung selama kuraang lebih
30 tahun, dan di mulailah kekuasaan bani umayyah dalam sejarah politik dan
peradaban islam selanjutnya.
E.
Kemajuan Peradapan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masa kekuasaan Khulafaur Rasyidin
yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan
masa kekuasaan khalifah Islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam
lebih luas. Nabi Muhammad saw yang telah meletakkan dasar agama Islam di Arab,
setelah beliau wafat gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh para Khulafaur
Rosyidin.[16]
Meskipun hanya berlangsung 30 tahun , para khalifah tersebut menjalankan
pemerintahan dengan bijaksana. Khulafaur Rosyidin berhasil menyelamatkan Islam,
mengkonsolidasikan dan meletakkan dasar bagi keagungan umat Islam.[17]
Dari wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan Islam menembus keluar Arabia memasuki
wilayah Afrika, Syiria, Persia bahkan menembus ke Bizantium dan Hindia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
ekspansi itu demikian cepat, antara lain sebagai berikut:
1.
Islam,
disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga
agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2.
Dalam
dada para sahabat Nabi tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) keseluruh dunia. Disamping itu
suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperang
tersebut membentuk satu kesatuan yang terpadu dalam diri umat Islam.
3.
Bezantium
dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu mulai
memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan
antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4.
Pertentangan
aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama
bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksa aliran yang
dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya
peperangan melawan Persia.
5.
Islam
datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran,
tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6.
Bangsa
Sami di Syiria dan palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang Bangsa Arab
lebih dekat kepada mereka dari pada bangsa Eropa, Bizantium yang memerintah
mereka.
7.
Mesir,
Syiria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa
Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Pada
masa Khulafaur Rasyidin, banyak kemajuan peradaban telah dicapai. Diantaranya
munculnya gerakan pemikiran dalam Islam. Diantara gerakan pemikiran yang
menonjol pada masa Khulafaur Rosyidin adalah sebagai berikut:
2.
Memberlakukan
mushaf standar pada masa Ustman din Affan.
3.
Keseriusan
mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan berislam
pada penduduk negeri. Oleh sebab itu, para sahabat pada masa Ustman dikirim
kebeberapa pelosok untuk menyiarkan Islam. Mereka mengajarkan Alquran dan
As-sunah kepada banyak penduduk negeri yang sudah dibuka.
4.
Sebagian
orang yang tidak senang kepada Islam, terutama dari pihak orientalis abad ke-19
banyak yang mempelajari fenomena futuhat al-Islamiah dan menafsirkannya
dengan motif bendawi. Mereka mengatakan bahwa futuhat adalah perang
dengan motif ekonomi yaitu mencari dan mengeruk kekayaan negeri yang
ditundukkan. Interpretasi ini tidak sesuai dengan kenyataan sejarah yang
berbicara bahwa berperangnya sahabat adalah karena iman yang bersemayam di dada
mereka.
5.
Islam
pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara da’i
maupun panglima. Tidak dikenal orang yang berprofesi khusus sebagai da’i. Para
khalifah adalah penguasa, imam sholat, mengadili orang yang berselisih, da’i
dan panglima perang.
Organisasi-organisasi
atau lembaga-lembaga negara pada masa khulafaur rosyidin, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Lembaga
politik
Yang
termasuk kedalam lembaga politik adalah khilafah
(jabatan kepada negara), wizarah (kementrian negara) dan kitabah
(sekretaris negara).
2.
Lembaga
Tata Usaha Negara
Yang
termasuk kedalam urusan lembaga tata usaha negara adalah Idaratul Aqalim
(pengelolaan pemerintahan daerah) dan diwan (pengurusan departemen)
seperti diwan kharaj (kantor urusan keuangan), diwan rasail
(kantor urusan arsip), diwanul barid (kantor urusan pos), diwan
syurthah (kantor urusan kepolisian) dan depertemen-departemen lainnya.
3.
Lembaga
Keuangan Negara
Yang
termasuk kedalam lembaga keuangan negara adalah urusan-urusan keuangan dalam
masalah ketentaraan, baik angkatan perang maupun angkatan laut serta
perlengkapan dan persenjataannya.
4.
Lembaga
Kehakiman Negara
Yang
termasuk kedalam lembaga kehakiman negara adalah urusan mengenai Qadhi
(pengadilan negeri), Madhalim (pengadilan banding) dan Hisabah
(pengadilan perkara yang bersifat lurus dan terkadang juga perkara pidana yang
memerlukan pengurusan segera).
BAB III
KESIMPULAN
Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat
Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw(570-632). Khalifah juga sering disebut
sebagai Ami al-Mu’minin atau pemimpin orang yang beriman atau pemimpin
orang-orang mukmin yang kadang-kadang disingkat menjadi “Amir”. Di bawah ini
ada beberapa khalifah, diantaranya yaitu:
1. Abu bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin abi Quhafa At-Tamimi.
Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk
islam.
2. Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin
Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi, salah satu suku yang
terpandang mulia.
3. Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin
Abdillah bin Umayyah bin ‘Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushayi.
4. ali bin abi thalib, Ali di lahirkan di mekkah, daerah hijaz,
jazirah arab, pada tanggal 13 rajab.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul
Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Fatikhah.2011. Sejarah
Peradaban Islam cetakan pertama. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.
Syukur, Fatah.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Riski Putra.
Syamsudin, Entang . 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Intimedia Ciptanusantara.
Al-Azizi, Abdul Syukur. 2014. Kitab Sejarah Peradaban
Islam Terlengkap, cet.1. Jogjakarta: Saufa.
Karim, Abdul. 2007. Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 1. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:
Teras.
Sodikin, Ali , dkk. 2003. Sejarah
Peradaban Islam: Dari masa klasik hingga modern. Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga dan Lesfi Yogyakarta.
`
Aulia
Irfamayani Vella Salmania Firda
M. Hufron
al-Afid Nur Aini Sobah
Yunia
Istiqomah
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010) hal.93-97
[2]Fatikhah, Sejarah Peradaban Islam cetakan pertama, (Pekalongan, STAIN
Pekalongan Press, 2011) hal.110-111
[3] Samsul Munir Amin, Op Cit, hal.97-98
[4] Ibid, Samsul
Munir Amin, hal.98-99
[5] Fatah Syukur,
Sejarah Peradaban Islam (Semarang: Pustaka Riski Putra, 2009) hal.53
[6]Entang
Syamsudin dkk, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Intimedia Ciptanusantara,2006)
hal126-127
[7] Abdul Syukur
al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, cet.1, (Jogjakarta: Saufa,
2014), hlm. 94.
[8] Abdul Karim,
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2007), hlm. 89–90.
[9] Abdul Syukur
al-Azizi, op.cit., hlm. 96.
[10]Samsul Munir,
op. cit., hlm. 106.
[11] Fatah Syukur,
op. cit., hlm. 55.
[12] Abdul Syukur
al-Azizi, op.cit., hlm. 102.
[13] Samsul Munir
Amin, op.cit., hlm. 105–106.
[14]M.Abdul Karim, sejarah
pemiiran dan peradaban islam, (yogyakarta: Artika Maya,2007),hlm107
[15] Imam Fuadi, sejarah
peradaban islam, (yogyakarta: Teras,2011), hlm. 55-57
[16] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: PUSTAKA BOOK
PUBLISTIER, 2007). Hlm.113
[17]
Ali sodikin,
dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari masa klasik hingga modern, (Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga dan Lesfi Yogyakarta, 2003) hlm 51-52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar