PAKET ULUL ALBAB
QS. Ali Imran: 190-191
Dimas
Wijaya Adi S
(2021115033)
Kelas
B
TARBIYAH/PAI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kekuatan dan
kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Paket Ulul Albab” ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir
zaman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.SI selaku dosen pengampu mata
kuliah Tafsir Tarbawi I yang telah memberikan tugas ini serta membantu
memberikan motivasi dan masukan dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan
makalah ini, mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penyusun
berharap adanya kritik dan saran demi kesempurnaan. Semoga makalah ini
bermanfaat. Aamiin.
Pekalongan, 18 September 2016
Penyusun
Dimas wijaya
adi saputro
(2021115033)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
QS Al-imron yang terdiri dari 200 ayat
ini adalah termasuk dalam golongan surah Madaniyah. Dinamakan 'Āli `Imrān
karena memuat kisah keluarga `Imrān yang didalam kisah itu disebutkan kelahiran
Nabi ‘Isā as persamaan kejadian dengan Nabi Adām as, kenabian dan beberapa
mukjizatnya, serta disebut pula kelahiran Maryam puteri `Imrān, ibu dari Nabi
‘Isā as.
QS. Al Baqarah dan QS. Al-imron ini
dinamakan Az Zahrawāni (dua yang cemerlang), karena kedua surat ini
menyikapkan hal–hal yang disembunyikan oleh para Ahli Kitab, seperti kejadian
dan kelahiran Nabi ‘Isā as, kedatangan Nabi Muhammad SAW dan sebagainya.
Pokok pembahasan dalam QS. 'Āli `Imrān
ini memuat tentang dalil–dalil yang berkaitan dengan keimanan, hukum–hukum,
kisah–kisah, dan yang lain sebagainya. Namun catatan terpenting dalam QS. 'Āli
`Imrān ini tentang bahwa Islām adalah satu–satunya agama yang diridhai oleh Allāh
SWT, sebagaimana firman–Nya
إِنَّ
الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ ...
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allāh hanyalah Islam...”[1]
QS. 'Āli `Imrān mengandung dalil–dalil
dan alasan–alasan untuk membantah kaum Nashrani yang mempertuhankan Nabi ‘Isā.,
menerangkan peperangan Badar dan Uhud, agar kemenangan di peperangan Badar dan
kekalahan di perang Uhud yang dialami kaum Muslimin itu, dapat dijadikan pembelajaran.
Dalam QS. 'Āli `Imrān banyak terdapat
ayat–ayat yang menyeru kepada manusia untuk merenungi, memperhatikan dan
memikirkan penciptaan Allāh SWT baik yang berada di langit, bumi maupun
diantara keduanya. Diantara ayat–ayat yang menerangkan tentang hal tersebut
yaitu ayat 190–191.
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ
لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٠﴾ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ
هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda–tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang–orang yang
mengingat Allāh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia–sia, Maha Suci Engkau,
peliharalah kami dari siksa neraka”.”
Salah satu cara untuk mengenal,
mendekat, dan selalu bersama dengan Allāh SWT adalah dengan membaca,
memikirkan, merenungkan, memahami terhadap ayat–ayat yang terkandung didalam Al
Qur’ān dan juga melalui berbagai fenomena–fenomena yang dapat dirasakan secara
nyata, dengan begitu kita lebih dapat menyakinkan diri kita, berpasrah,
bersandar kepada Allāh SWT, Rabbul 'Ālamīn.
Oleh karena ini, penulis mencoba untuk
memaparkan tafsir yang berkaitan dengan QS Al-imron 190-191 dan pengaplikasian
dalam kehidupan serta aspek tarbawi dalam ayat tersebut. Karena begitu
pentingnya nilai–nilai yang terkandung dalam ayat itu, guna menjadikan kita
sebagai orang yang menggunakan akal kita untuk memikirkan, merenungi,
mengingatkan betapa besarnya ciptaan Allāh SWT (melalui alam semesta) sebagai
salah cara untuk mendekatkan diri kepada Allāh SWT agar menjadikan kita sebagai
orang yang bertaqwa dalam keadaan apapun itu, baik dalam keadaan berdiri, duduk
atau keadaan berbaring.
Penulis juga menyadari dalam makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan makalah yang akan datang.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
uraian diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa
terjemahan QS Al-imron 190-191 ?
2. Bagaimana
para mufassir mentafsirkan QS Al-imron 190-191 ?
3. Bagaimana
pengaplikasian QS Al-imron 190-191 dalam kehidupan?
4. Apa
yang dapat kita pelajari dari QS Al-imron 190-191 ?
C. TUJUAN
PENULISAN
Berdasarkan uraian diatas, penulis
merumuskan tujuan penulisan makalah ini dengan tujuan antara lain :
1. Mengetahui
pembahasan yang terdapat QS Al-imron 190-191
2. Mengetahui
tafsir QS Al-imron 190-191
3. Mengetahui
nilai pendidikan yang terkandung dalam QS Al-imron 190-191
4. Menerapkan
aspek muhasabah diri menjalani kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A. TERJEMAHAN
QS AL-IMRON 190-191
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٠﴾ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ
هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda–tanda bagi orang–orang yang berakal. (Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia–sia, Maha Suci Engkau, peliharalah kami dari
siksa neraka”.”
1. Makna
Mufrodat
إِنَّ فِي خَلْقِ
|
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
|
وَاخْتِلَافِ
|
Sesungguhnya
dalam penciptaan
|
Langit dan
bumi
|
Dan silih
berganti
|
اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ
|
لَآيَاتٍ
|
لِّأُوْلِي
الْأَلْبَابِ
|
Malam
dan siang
|
Terdapat
tanda–tanda
|
Bagi
orang–orang yang berakal
|
اَلَّذِيْنَ
|
يَذْكُرُوْنَ
اللهَ
|
قِيَامًا
وَقُعُودًا
|
Orang–orang
yang
|
Mengingat
Allāh
|
Berdiri
dan duduk
|
وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
|
وَيَتَفَكَّرُوْنَ
|
فِي خَلْقِ
|
Dan
atas pembaringan mereka
|
Dan
mereka memikirkan
|
Dalam
penciptaan
|
السَّمٰوَاتِ
وَالْأَرْضِ
|
رَبَّنَا
|
مَا خَلَقْتَ
|
Langit
dan bumi
|
Tuhan
kami
|
Tidaklah
Engkau
|
هَذَا بَاطِلًا
|
سُبْحَانَكَ
|
فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ
|
Ini
sia–sia
|
Maha
Suci Engkau
|
Periharalah
kami dari siksa Neraka
|
2. Asbābun
Nuzūl
Ath–Thabrāni dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbās ra, dia
berkata, “Orang–orang Quraisy mendatangi orang–orang Yahudi dan bertanya kepada
mereka, ‘Apa tanda–tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ Orang–orang Yahudi
itu menjawab, ‘Tongkat dan tangan yang putih bagi orang–orang yang melihatnya.’
Lalu orang–orang Quraisy itu mendatangi orang–orang Nashrani, lalu bertanya
kepada mereka, ‘Apa tanda–tanda yang diperlihatkan Isa?’ Mereka menjawab, ‘Isa
dulu menyembuhkan orang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang
mati.’ Lalu mereka mendatangi Nabi Muhammad SAW kemudian mereka berkata kepada
beliau, ‘Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit Şafā dan Marwah menjadi emas untuk kami’.
Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman Allāh SWT : “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam siang terdapat
tanda–tanda (kebesaran Allāh) bagi orang–orang berakal”.”[2]
B. TAFSIR
AYAT BERDASARKAN KITAB TAFSIR
1. TAFSIR
AL MARAGHI
Imam thabrani dan ibnu abu hatim
meriwayatkan sebuah hadits dari ibnu abbas, bahwa orang-orang quraisy pernah
datang kepada orang yahudi, lalu mereka bertanya, “ mukjizat-mukjizat apakah
yang dimiliki oleh nabi musa sewaktu datang kepadamu?” orang-orang yahudi
menjawab, “tongkat dan tangannya yang tampak putih bercahaya bagi orang-orang
yang melihatnya”.
Kemudian, mereka mendatangi
orang-orang nasrani dan bertanya kepada mereka, “bagaimana (mukjizat) nabi isa
itu?” jawab mereka, “ia dapat menyembuhkan orang buta,menyembuhkan orang yang
berpenyakit supak, dan dapat menghidupkan orang mati.”
Selanjutnya orang-orang quraisy itu
mendatangi nabi SAW seraya bertanya, “doakanlah kepada tuhanmu untuk kami, agar
dai mengubah bukit shafa menjadi emas.” Nabi SAW pun berdoa kepada allah swt,
kemudian turunlah ayat, inna fi khalqi ‘s-samawati, dan seteusnya.
Karenanya, hendaklah kalian memikirkan kejadian tersebut.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta
keindahaan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya, juga dalam silih bergantinya
siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung
pengaruhnya pada tubuh kita dan cara berpikir kita karena pengaruh panas
matahari, dinginnya malam dan penaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna,
dan sebagainya, merupakan tanda dan bukti yang menunjukan keesaan allah,
kesempurnaan pengetahuan, dan kekuasaan-Nya.
اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
Ulul
albab adalah orang-orang yang mau menggunakan pikirannya,mengambil faedah
darinya, mengambil hidayah darinya, menggambarkan keagunggan Allah, dan mau
mengingat hikmah akal dan keutamaannya, disamping keagungan karunia-Nya dalam
segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk,
berjalan, berbaring, dan sebagainya.
وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
Mereka mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi
beserta rahasia-rahasia dan manfaat-manfaat yang terkandung didalamnya yang
menunjukan pada ilmu yag sempurna, hikmah yang tinggi dan kemampuan yang utuh.
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا
بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Orang-orang yang berdzikir lagi berpikir mengatakan,”ya
tuhan kami, tidak sekali-kali engkau menciptakan alam yang ada diatas dan yang
dibumi yang kami saksikan tanpa arti, dan engkau tidak menciptakan semua dengan
sia-sia.mahasuci engkau,wahai tuhan kami, dari segala yang tidak berarti dan
sia-sia, bahkan semua ciptaan-Mu itu adalah hak, yang mengandung hikmah-hikmah
yang agung dan maslahat-maslahat yang besar”.”berilah kami taufik dengan
pertolongan-Mu untuk bisa melakukan amal shaleh melalui pemahaman kami tentang
bukti-bukti sehingga hal itu bisa menjadi pemelihara kami dari siksaan neraka.
Kesimpulannya,bahwa seorang mukmin yang mau menggunakan
akal pikirannya, selalu menghadap kepada Allah dengan pujian doa dan ibtihal
semacam ini, sesudah ia melihat, bukt-bukti yang menunjukan kepada keindahan hikmah. Ia pun luas
pengetahuannya tentang detail-detail alam semesta yang menghubungkan antara
manusia dengan tuhan.[3]
2.
TAFSIR AL AHZAR
“Sesungguhnya
dalam kejadian langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan malam,
terdapat beberapa tanda bagi oang-orang yang berakal”. (ayat 190)
Berkata
Imam Ar Razi dalam tafsirnya: “ketahuilah olehmu, bahwa yang dimaksud dalam
kitab yang mulia ini ialah menjemput hati dan
ruh sesudah bising membicarakan soal makhluk-makhluk yang dijadikan,
supaya mulai tenggelam memperhatikan ma’rifat terhadap Al-Haq (Tuhan). Karena
sejak tadi sudah banyak pembicaraan tentang hukum-hukum dan menjawab beberapa
keraguan yang dibawakan oleh orang yang tidak mau percaya, sekarang kembali
membicarakan penerang hati, dengan menyebutkan soal-soal tauhid, keteguhan,
kebesaran dan kemuliaan Allah. Maka mulailah disebutkan ayat ini”demikian
ar-Razi.
Langit
dan bumi dijadikan oleh kholik, dengan tersusun terjangkau, dengan
sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat tampak hidup
semua, bergerak menurut aturan. Silih berganti perjalanan malam dengan siang,
yang betapa besar pengaruhnya atas hidup kita ini dan hidup segala yang
bernyawa.kadang-kadang musim dingin, musim panas, musim gugur dan musim
semi.semua ini menjadi ayat-ayat, menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir,
bahwa tidaklah semuanya ini terjadi sendirinya. Sempurna buatannya tandanya
menjadikannya indah. Mulia belaka, tanda yang melindunginya mulia adanya.
Mengapa
kita berkesimpulan sampai demikian karena kita manusia, kita berpikir. Ulul
al-bab mempunyai intisari, mempunyai pikiran.mempunyai biji akal yang bisa
ditanam akan tumbuh.
Orang
yang berpikiran itu:(yaitu)orang-orang yang mengingat allah sewaktu
berdiri,duduk atau berbaring.”(pangkal ayat 191).
Dan
disebutkan puladisebutkan pula,bahwasanya zikir itu hendaklah bertali(
hubungan) di antara sebutan dengan ingatan. Kita sebut nama Allah dengan mulut
karena dia telah terlebih dahulu teringat dalam hati. Maka teringatlah dia
sewaktu berdiri, duduk termenung atau tidur berbaring.
Sesudah penglihatan atas kejadian langit dan bumi, atau
pergantian siang dan malam, langsungkan ingatan kepada yang
menciptakannya, karena jelaslah dengan sebab ilmu pengetahuan bahwa semuanya
itu tidaklah ada yang terjadi dengan sia-sia atau secara kebetulan. Ingat atau zikir
kepada allah itu, sekali lagi
bertali dengan memikirkan.[4]
3.
TAFSIR IBNU KATSIR
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan Siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(QS. Ali ‘Imraan: 190). (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa Neraka. (QS. Ali ‘Imraan: 191). Ya Rabb kami,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
(“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi.”)
Artinya, yaitu pada ketinggian dan keluasan langit dan juga
pada kerendahan bumi serta kepadatannya. Dan juga tanda-tanda kekuasaan-Nya
yang terdapat pada ciptaan-Nya yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada
keduanya (langit dan bumi), baik yang berupa bintang-bintang, komet, daratan
dan lautan, pegunungan, dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan,
binatang, barang tambang, serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan
dan bebauan,
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَار
(“Dan silih bergantinya malam
dan siang.”)
Yakni, silih ber-gantinya, susul menyusulnya, panjang dan
pendeknya. Terkadang ada malam yang lebih panjang dan siang yang pendek. Lalu
masing-masing menjadi seimbang. Setelah itu, salah satunya mengambil masa dari
yang lainnya sehingga yang terjadi pendek menjadi lebih panjang, dan yang
diambil menjadi pendek yang sebelumnya panjang. Semuanya itu merupakan
ketetapan Allah yang Mahaperkasa lagi Maha-mengetahui.
Oleh karena itu
Allah berfirman:
لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ
(“Terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal [Uulul Albaab].”)
Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih,
yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata. Mereka bukan
orang-orang tuli dan bisu yang tidak berakal.
Allah berfirman tentang mereka yang artinya, “Dan banyak sekali
tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya,
sedang mereka berpaling dari padanya. Dan sebahagian besar dan mereka tidak
beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan
sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 105-106)
Kemudian Allah menyifatkan tentang Uulul Albaab, firman-Nya
اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
(“[Yaitu] orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.”)
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan
Imam Muslim dari ‘Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Shalatlah
dengan berdiri, jika kamu tidak mampu, maka lakukanlah sambil duduk, jika kamu
tidak mampu, maka lakukanlah sambil berbaring.”
Maksudnya, mereka tidak putus-putus berdzikir dalam semua
keadaan, baik dengan hati maupun dengan lisan mereka.
وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
(“Dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi.”) Maksudnya, mereka memahami apa yang terdapat pada
keduanya (langit dan bumi) dari kandungan hikmah yang menunjukkan keagungan
“al-Khaliq” (Allah), ke-kuasaan-Nya, keluasan ilmu-Nya, hikmah-Nya,
pilihan-Nya, juga rahmat-Nya.
Syaikh Abu Sulaiman ad-Darani berkata: “Sesungguhnya aku
keluar dari rumahku, lalu setiap sesuatu yang aku lihat, merupakan nikmat Allah
dan ada pelajaran bagi diriku.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dun-ya
dalam “Kitab at-Tawakkul wal I’tibar.”
Al-Hasan al-Bashri berkata: “Berfikir sejenak lebih baik
dari bangun shalat malam.”
Al-Fudhail mengatakan bahwa al-Hasan berkata, “Berfikir
adalah cermin yang menunjukkan kebaikan dan kejelekan-kejelekanmu.”
Dan di sisi lain Allah memuji hamba-hamba-Nya yang beriman: (“[yaitu]
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.”) Yang mana
mereka berkata,
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا
بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
(“Ya Rabb kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia.”)
Artinya, Engkau tidak menciptakan semuanya ini dengan
sia-sia, tetapi dengan penuh kebenaran, agar Engkau memberikan balasan kepada
orang-orang yang beramal buruk terhadap apa-apa yang telah mereka kerjakan dan
juga memberikan balasan orang-orang yang beramal baik dengan balasan yang lebih
baik (Surga). Kemudian mereka menyucikan Allah dari perbuatan sia-sia dan penciptaan
yang bathil seraya berkata, subhaanaka (“Mahasuci Engkau.”) Yakni dari
menciptakan sesuatu yang sia-sia.
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(“Maka peliharalah kami dari siksa Neraka.”)
Maksudnya, wahai
Rabb yang menciptakan makhluk ini dengan sungguh-sungguh dan adil. Wahai Dzat
yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia-siaan, peliharalah kami dari adzab
Neraka dengan daya dan kekuatan-Mu. Dan berikanlah taufik kepada kami dalam
menjalankan amal shalih yang dapat mengantarkan kami ke Surga serta menyelamatkan
kami dari adzab-Mu yang sangat pedih.
Imam al-Bukhari pernah meriwayatkan dari Kuraib, bahwa Ibnu
‘Abbas memberitahukan kepadanya, ia pernah menginap di rumah Maimunah isteri
Nabi, sekaligus bibinya (Ibnu ‘Abbas) sendiri, ia berkata, lalu aku membaringkan
diri di bagian pinggir tempat tidur, sedangkan Rasulullah saw. dan keluarganya
membaringkan diri di bagian tengahnya. Maka beliau pun tidur. Dan pada
pertengahan malam, tak lama sebelum atau sesudah pertengahan malam, Rasulullah
bangun dari tidurnya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan tangan beliau.
Kemudian beliau membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Ali-‘Imran.
Selanjutnya beliau menuju ke tempat air yang tergantung didinding dan beliau
berwudhu’ dan menyempurnakannya. Setelah itu beliau mengerjakan shalat.[5]
C. APLIKASI
QS AL-IMRON 190-191 DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Berdasarkan dari
penjelasan-penjelasandari beberapa tafsir diatas maka dapat diambil pelajaran
untuk dapat diterapkan dalam kehidupan.yakni hendaknya kita bersyukur kepada
Allah SWT yang telah memberi kita akal untuk berpikir tentang keesaan dan
keagungan tuhan serta supaya kita dapat mengetahui cara beribadah kepada Allah
SWT.
Tafsir ayat ini juga menyuruh kita untuk
selalu mengingat akan kebesaran sang pencipta, yang maha agung, yang telah
menciptakan langit dan bumi beserta isinya untuk tempat tinggal kita dan
pemandangan yang indah yang mengingatkan kita akan kebesaran Allah yang maha
esa.
D. ASPEK
TARBAWI
Dari penjelasan-penjelasan diatas maka
dapat diambil hikmah pendidikan yang terkandung didalamnya, yaitu antara lain :
1. Alam
Semesta adalah Objek Tafakkur
Al
Qur’ān mengajak untuk berpikir dengan beragam bentuk redaksi tentang segala
hal, kecuali tentang zat Allāh SWT karena mencurahkan akal untuk memikirkan
zat–Nya adalah pemborosan energi akal, mengingat pengetahuan tentang zat Allāh
SWT tidak mungkin dicapai oleh akal manusia.
Maka,
hendaklah kaum ulul–albab mencurahkan segenap potensi mereka untuk
memikirkan penciptaan langit dan bumi beserta isinya dengan seluruh keteraturan
dan ketelitian penciptaannya, sehingga Allāh SWT akan menunjukkan kepada mereka
suatu kesimpulan bahwa penciptaan keduanya adalah untuk suatu hikmah, bukan
untuk kesia–siaan.[6]
2. Ajakan
untuk ber–tadzakkur
3. Belajar
melalui alam
4. Selalu
bersyukur kepada allah atas kenikmatan yang telah diberikan
5. Menggunakan
akal dan pikiran untuk hal-hal yang positif
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari tafsir ayat diatas bahwa
seorang mukmin hendaknya bisa selalu mengingat allah swt yang telah menciptakan
alam dan seisinya juga yang telah memberi akal untuk berpikir akan keindahan
kuasa sang pencipta, dahsyatnya kebesaran sang ilahi, tuhan seluruh alam. Allah
memberikan akal untuk berpikir cara menghaturkan/menyampaikan rasa syukur kita
kepada allah swt seperti dengan melakukan sholat,berdoa, beramal, membantu
orang lain dan lain sebagainya yang termasuk kedalam ibadah. Selain itu seorang
mukmin juga harus mempunyai sifat ulul albab yaitu orang yang bisa
menggunakan akal dan pikiranya untuk selalu mengingat allah swt, mengambi
hikmah dari suatu peristiwa baik atau buruk supaya bisa bersyukur kepada sang
ilahi.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’ānul Karīm
As Sunnah
Karim Amrullah, Abdul Malik. 2004.Tafsir Al Azhar.Jakarta:Pustaka
Panjimas
Mustofa Al Maraghi,Ahmad.
1986.Tafsir Al Maraghi.Semarang:Toha Putra Semarang
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat–Ayat
Pendidikan (Tafsir Al–Ayat Al–Tarbawiy). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Qardhawi, Yusuf. 1996. Al Qur’ān
berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Al–‘Aqlu wal–‘Ilmu fil Qur’ānil–Karīm).
Cet I. Diterjemahkan oleh Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani Press
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/03/19/tafsir-ibnu-katsir-surah-ali-imraan-ayat-190-194/
CURICULUM VITAE
CURICULUM VITAE
A. Biodata
Pribadi
Nama Lengkap : Dimas
wijaya adi saputro
Tempat, Tanggal Lahir : Pemalang,04
agustus 1996
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islām
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Citarum no 51 kebondalem ,pemalang
No Hp : 082324070586
Email : dimasw121@gmail.com
B. Riwayat
Pendidikan
SD/MI : SD N O4 Mulyoharjo 2002-2008
SMP/MTs : SMP N 08 Pemalang 2009-2011
SMA/SMK/MA : MAN Pemalang 2012-2014
PERGURUAN
TINGGI : STAIN/IAIN
Pekalongan 2015 – sekarang
[1] QS.
'Āli `Imrān [003] : 019
[2] Jalaluddin
As–Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al Qur’ān, penj., Tim Abdul Hayyie, Cet.
I (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 148–149
[3] Ahmad mustofa al maraghi,Tafsir Al Maraghi,(semarang:toha putra
semarang,1986) hlm.289-293
[4] Abdul malik karim amrullah,Tafsir Al Azhar,(Jakarta:Pustaka
Panjimas,2004) hlm.246-250
[5] https://alquranmulia.wordpress.com/2015/03/19/tafsir-ibnu-katsir-surah-ali-imraan-ayat-190-194/
(dikutip pada Minggu, 18 September 2016,jam 20.56 WIB)
[6] Yusuf
Qardhawi, Al Qur’ān berbicara dengan Akal dan Ilmu Pengetahuan (Al–‘Aqlu
wal–‘Ilmu fil–Qur’ānil–Karīm, Tim Abdul Hayyie, Cet. I (Jakarta: Gema
Insani Press, 1998), hlm. 42–43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar