Kewajiban Belajar “Global”
(Paket Ulul Albab)
Qs.Al-Imran ayat 190-191
Ani Sofiyatun (2021115069)
Pendidikan Agama Islam (kelas C)
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan
2016/2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah
, Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat serta Inayah-Nya kepada penulis sehingga kami dipermudahkan dalam
menyelesaikan makalah yang bejudul “Paket Ulul Albab” guna memenuhi tugas
tafsir tarbawi.
Tidak
lupa ucapan terima kasih kepada orang tua, dosen, Yayasan IAIN Pekalongan serta
teman-teman yang telah mendukung ,sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Dengan
adanya makalah ini kami berharap semoga menambah pengetahuan serta wawasan yang
lebih luas lagi khususnya mahasiswa atau mahasiswi IAIN Pekalongan . Kami sadar
betul bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
segi penulisan serta bahasa .Untuk itu , memohon kritik serta saran yang
membangun dari para pembaca khususnya dari dosen mata kuliah.
Pekalongan,September
2016
Penulis,
DAFTAR ISI
COVER JUDUL............................................................................................... i
KATA
PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ............................................................................... 1
B.
Judul
Makalah................................................................................. 1
C.
Nash Al-Qur’an.............................................................................. 2
D.
Arti Penting
Pengkajian Materi ..................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ulul Albab................................................................... 3
B.
Tafsir
Qs.Al-Imran Ayat 190-191................................................ 4
1. Tafsir Al-Qurthubi................................................................. 4
2. Tafsir Al-Maraghi.................................................................. 5
3. Tafsir Al-Lubab..................................................................... 7
C. Aplikasi Dalam Kehidupan ........................................................... 7
D. Aspek Tarbawi (Nilai Pendidikan) .............................................. 8
BAB III.....
PENUTUP
A.
Simpulan...................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................................................... 10
PROFIL
PENULIS........................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ulul albab atau Ulil Albab terulang dalam al qur’an sebanyak 16
kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam al qur’an maki dan tujuh lainnya
terdapat dalam al qur’an madani. Di antara delapan yang Madaniyah, empat diantaranya
dengan redaksi memanggil.
Menurut al
Baqa’i berkata, “yaa ulil albab yaitu akal-akal yang bersih, serta
pemahaman yang cemerlang, yang terlepas dari semua ikatan fisik sehingga ia
mampu menangkap ketinggian takwa dan ia pun menjaga ketakwaan itu”.
Dalam surat Al Imran, Ulul Albab disebut sebanyak dua kali.
Pertama, dalam
pembicaraan tentang ayat-ayat tidak terjerumus dalam kecelakaan seperti yang
terjadi pada orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya, mereka yang
mengikuti apa yang tersamar dari ayat Al Qur’an.
Kedua , pada
bagian akhir surat, ulul albab kembali disebut dalam kerangka
pembicaraan tentang ayat-ayat Allah pada alam semesta yang kasat mata ini. Di
dalamnya terdapat banyak objek untuk dijadikan kajian berpikir dan merenung, kemudian
dijelaskan pula bahwa alam semesta ini tidak diciptakan sia-sia, namun
diciptakan karena suatu hikmah yang dapat ditangkap oleh kaum ulul albab .
B.
Judul Makalah
Makalah ini
berjudul “Ulul Albab”, sesuai dengan tugas yang diberikan kepada penulis.
C.
Nash dan Arti Qs.Al-Imran ayat 190-191
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ
وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا
وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ
ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱﴾
Artinya: “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan
bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab
neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
D. Arti penting
Penafsiran Qs. Al-Imran ayat 190-191 adalah
orang-orang yang mau menggunakan pikirannya dengan jalan yang benar,orang-orang
yang tidak melalaikan Allah swt, dalam sebagian waktunya.mereka merasa tenang
dengan mengingat Allah dan tenggelam, dalam kesibukan mengoreksi diri secara
sadar bahwa Allah selalu mengawasi mereka.
Kita sebagai manusia yang beriman harus senantiasa
melakukan hal yang benar dan selalu ingat kepada Allah .dalam keadaan sesibuk
apapun kita harus menyempatkan waktu untuk berdzikir kepadanya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori
Ulul albab atau Ulil Albab terulang dalam al qur’an sebanyak 16
kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam al qur’an maki dan tujuh lainnya
terdapat dalam al qur’an madani. Di antara delapan yang Madaniyah, empat
diantaranya dengan redaksi memanggil.[1]
Kata
(ا
لالباب)
al albab adalah bentuk jamak dari (لب)
lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi
isinya. Isi kacang dinamani lubb. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki
akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang
dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena
alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan
kekuasaan Allah swt.[2]
Menurut
al-Biqa’i berkata, “yaa ulil-albab yaitu akal-akal yang bersih, serta
pemahaman yang cemerlang, yang terlepas dari semua ikatan fisik sehingga ia
mampu menangkap ketinggian takwa dan ia pun menjaga ketakwaan itu. Karena,
banyak manusia yang memberi perhatian terhadap kuantitas dan jumlah sesuatu,
namun mereka melupakan bagaimana hal itu diperoleh dan bagaimana kualitasnya.
Kaum ulul albab lah yang memberi perhatian pada kualitas sesuatu. Oleh
karena itu, mereka akan memberikan perhatian pada sesuatu yang baik, meskipun
sesuatu itu sedikit. Karenanya, di sini Allah memerintahkan kepada mereka untuk
bertakwa dengan harapan agar mendapatkan kemenangan dunia dan akhirat.
Redaksi
pertama yang ditunjukkan kepada ulul albab ini dimaksudkan untuk
menjelaskan kepada mereka nilai tuntunan dan petunjuk yang diturunkan kepada
mereka. Hal ini terwujud dalam diri rasul saw. Yang menjadi bentuk perwujudan
keimanan yang hidup dalam sunnah dan sirahnya, dan ia mengeluarkan mereka dari
kegelapan menuju cahaya.
Dalam
surat Al Imran, Ulul Albab disebut sebanyak dua kali.
Pertama,
dalam pembicaraan tentang ayat-ayat tidak terjerumus dalam kecelakaan seperti
yang terjadi pada orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya, mereka yang
mengikuti apa yang tersamar dari ayat Al Qur’an.
Kedua , pada bagian akhir surat, ulul albab kembali disebut
dalam kerangka pembicaraan tentang ayat-ayat Allah pada alam semesta yang kasat
mata ini. Di dalamnya terdapat banyak objek untuk dijadikan kajian berpikir dan
merenung, kemudian dijelaskan pula bahwa alam semesta ini tidak diciptakan sia-sia,
namun diciptakan karena suatu hikmah yang dapat ditangkap oleh kaum ulul
albab.[3]
B. Tafsir Qs. Al-Imran ayat 190-191
1. Tafsir Al Qurthubi
Diriwayatkan,
dari aisyah, ia berkata: ketika ayat ini diturunkan kepada Nabi SAW, beliau
segera bangkit dan sembahyang. Dan ketika waktu shalat fardhu telah tiba, Bilal
pun datang untuk mengumandangkan adzan. Namun sebelum ia sempat
melantungkannya, ia mendengarkan Nabi SAW sedang menangis, lalu bilal pun
menghampirinya, bilal bertanya : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis,
padahal engkau telah dijamin oleh Allah untuk menghapuskan segala dosa-dosamu,
yang telah berlalu ataupun yang akan datang.” Nabi SAW menjawab : “ya bilal,
tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur. Pada malam ini
Allah SWT menurunkan sebuah ayat kepadaku. Yaitu:
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ
وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾
Artinya : sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang membacanya namun tidak bertafakur
(merenunginya).
ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا
وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ
ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱﴾
Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari
azab neraka.
Diriwayatkan dari aisyah RA, ia berkata : “Rasulullah
SAW selalu berdzikir kepada allah pada setiap keadaannya”.dengan melihat hadist
ini maka dapat disimpulkan bahwa Nabi SAW berdzikir kepada allah walaupun
beliau berada dikamar mandi atau ditempat-tempat yang kurang baik lainnya.
Namun para ulama berlain pendapat mengenai hal ini, ada yang membolehkannya dan
ada yang kurang setuju dengan hal itu. Beberapa ulama yang membolehkannya
diantara lain Abdullah bin amru, ibnu sirin, dan An-Nakha’i. Sedangkan para
ulama yang berpendapat lebih baik untuk tidak berdzikir pada tempat-tempat
seperti itu antara lain adalah ibnu abbas, atha’, dan Asy-Sya’bi.[4]
2.
Tafsir
Al-Maraghi
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ
وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Sesungguhnya, dalam tatanan langit dan bumi serta
keindahan pemikiran dan keajaiban ciptaan-Nya, juga dalam si;ih bergantinya
siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung
pengaruhnya pada tubuh kita dan cara berpikir kita karena pengaruh panas
matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna,
dan sebagainya, merupakan tanda dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah,
kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.
ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا
وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
Ulul albab adalah orang-orang yang mau menggunakan
pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya, menggambarkan
keagungan Allah dan mau menginggat hikmah akal dan keutamaannya, disamping
keagungan karunia-Nya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka
bisa berdiri, duduk, berjalan, berbaring dan sebagainya.
وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلْأَرْضِ
Mereka mau memikirkan tentang kejaian langit dan bumi
beserta rahasia-rahasia dan manfaat-manfaat yang terkandung didalamnya yang
menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikmah yang tinggi dan kemampuan yang
utuh.
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا
سُبْحَٰنَكَ
Orang-orang yang berdzikir lagi
berpikir mengatakan, “ya, Tuhan kami, tidak sekali-kali engkau menciptakan alam
yang ada di atas dan yang ada dibumi yang kami saksikan tanpa arti, dan Engkau,
wahi Tuhan kami, dari segala yang tidak berarti dan sia-sia, bahkan semua
ciptaan-Mu itu adalah hak, yang mengandung hikmah-hikmah yang agung dan
maslahat-maslahat yang besar.
فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Berilah kami taufik dengan
pertolongan-Mu untuk bisa melakukan amal saleh melalui pemahaman kami tentang
bukti-bukti sehingga hal itu bisa menjadi pemeliharaan kami dari siksaan
neraka.[5]
3. Tafsir Al-Lubab
Ayat 190 berbicara tentang
penciptaan benda-benda angkasa, seperti matahari, bulan, dan gugusan
bintang-bintang. Atau berbicara tentang pengaturan sistem kerja benda-benda langit itu, demikian juga kejadian dan
perputaran bumi, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang atau
perbedaannya dalam panjang dan pendeknya masa masing-masing. Semua fenomena
itu, menurut ayat tersebut, merupakan tanda-tanda tentang wujud dan
kemahakuasaan Allah swt. Bagi Ulul Albab, yakni orang-orang yang menyukai akal
dan jiwa yang idak diselubungi oleh keracunan.
Ayat 191 menjelaskan sifat-sifat
Ulul Albab itu yakni mereka baik lelaki maupun perempuan yang mengingat Allah
swt dalam seluruh situasi dan kondisinya : berdiri, duduk, atau dalam keadaan
beraring. Mereka memikirkan tentang penciptaan dan sistem kerja langit dan
bumi, dan setelah itu berkesimpulan bahwa : Tuhan tidak menciptakan alam raya
dan segala isinya dengan sia-sia atau tanpa tujuan yang hak. Mereka juga
menciptakan Allah swt. Dari segala kekurangan dan keburukan yang mereka dengar
atau terlintas sesekali dalam benak mereka. Di samping itu, mereka selalu
bermohon kiranya dilindungi dari azab neraka.[6]
C. Aplikasi Dalam kehidupan
1. Selalu mengingat Allah dan berdzikir
kepadanya dimana pun tempatnya.
2. Meluangkan waktunya sedikit untuk
melaksanakan kewajibannya walau dalam keadaan yang sibuk
3. Merenungi ciptaanya yang begitu indah
sehingga kita selalu bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan kepada kita.
4. Selalu berfikir positif dengan Tuhan-Nya
karena semua yang diberikannya adalah yang terbaik baginya.
D. Aspek Tarbawi
1. Perlunya mempelajari dan merenungkan
ciptaan Allah swt. Dan fenomena alam, buka hanya untuk mengetahui
rahasia-rahasianya, tetapi juga dapat mengantar kepada kesadaran tentang
keesaan Allah swt. Dan tujuan hidup, yakni mengabdi kepada-Nya.
2. Berpikir saja tidak cukup, tetapi harus
disertai dengan zikir, yakni mengingat Allah swt. Dengan mengaitkan segala sesuatu
kepada-Nya itu dapat dilakukan dengan segala cara dan dalam semua situasi.
3. objek pikir yang merupakan kerja akal
adalah alam raya dengan segala fenomenanya, sedang objek zikir yang merupakan
kerja hati adalah Allah swt.
4. Berdoa menghindar dari neraka saja tidak
akan cukup, kecuali jika diikuti oleh usaha berbuat baik disertai kesadaran
bahwa betapa pun kebaikan telah dilakukan, namun kekurangan dan kesalahan masih
tetap saja tidak dapat dihindari.
5. Malu dihina dan dipermalukan adalah
sifat Ulul Albab. Ini berarti budaya malu adalah sifat yang sangat terpuji.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Kata
(ا
لالباب)
al albab adalah bentuk jamak dari (لب)
lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi
isinya. Isi kacang dinamani lubb. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki
akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang
dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena
alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan
kekuasaan Allah swt.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maraghi,Ahmad
Mustafa. 1986. Tafsir Al-Maraghi.Semarang: PT. Toha Putra.
Qardhawi,Yusuf.1998.Al-Qur’an
Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan.jakarta: Gema Insani
Al-Qurthubi,
Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi.Jakarta:Pustaka Azzam
Shihab,
Muhammad Quraish.2012. Al-Lubab.Tangerang: PT. Lentera Hati
Shihab,
Muhammad Quraish.2002.Tafsir Al-Mishbah. Tangerang: PT. Lentera Hati
[1] M. Yusuf Qardhawi, Al Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu
Pengetahuan,(Jakarta: Gema Insani) hlm. 30.
[2] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,(Tangerang:PT.Lentera Hati)
hlm.307.
[3] M. Yusuf Qardhawi, Op. Cit.,hlm.31-33
[4] Syekh Imam Al-Qurthubi,(jakarta:Pustaka Azzam, 2008).hlm.768-771.
[5] Ahmad Mustafa Al-Marghari, Tafsir Al-Marghari juz IV,(Semarang:PT Toha
Putra, 1986)hlm. 289-293.
[6] M. Quraish Shihab, Al-Lubab,(Tangerang: PT Lentera Hati,2012)hlm. 157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar