“PAKET ŪLUL ALBĀB”
“QS. 'Āli `Imrān [003]
: 190–191”
Muhammad Son Haji
202 1115 084
Kelas D
TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allāh SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia–Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada Rasūlullāh SAW beserta keluarga, shahabat, tabi’in, tabi’ut
tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia kepada Al Qur’ān dan As Sunnah
sampai akhir zaman.
Penulis
menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena
usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag.,
selaku Rektor IAIN Pekalongan
2. Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag.,
selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Pekalongan
3. Bpk. Dr. H. Salafudin, M.Si., selaku
Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
4. Bpk. Muhammad Hufron, MSI, selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Tafsir Tarbawi I
5. Orang tua (Bapak dan Ibu) yang sudah
mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6. Dan semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang
berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik.
Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Terima kasih.
Pekalongan, 18 September 2016
Muhammad Son Haji
2021 1150 84
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... iii
BAB
I... PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 3
BAB
II.. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
A. Teori QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 ............................................... 4
1. Makna Mufrodat ............................................................................. 4
2. Asbābun Nuzūl ayat ........................................................................ 5
3. Kandungan QS. 'Āli `Imrān [003] :
190–191 ................................. 6
B. Tafsir QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 .............................................. 8
1. Tafsir Ibnu Mas’ūd ......................................................................... 8
2. Tafsir Ibnu Katsir ............................................................................ 8
3. Tafsir Jalalain ............................................................................... 10
4. Tafsir Al Lubāb.............................................................................. 11
C. Aplikasi QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
dalam kehidupan ............ 12
1. Niatkan hanya untuk Allāh SWT dan Rasūl–Nya......................... 12
2. Tadzakkur dalam segala kondisi................................................... 12
3. Tafakkur apa yang setiap apa yang dilakukan .............................. 13
D. Aspek Tarbawi QS. 'Āli `Imrān [003] :
190–191 .............................. 13
BAB
III. PENUTUP .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ........................................................................................ 17
B. Saran .................................................................................................. 18
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................ 19
BIODATA
PEMAKALAH ................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
QS. 'Āli `Imrān [003] yang terdiri dari
200 ayat ini adalah termasuk dalam golongan surah Madaniyah. Dinamakan 'Āli
`Imrān karena memuat kisah keluarga `Imrān yang didalam kisah itu disebutkan
kelahiran Nabi ‘Isā as persamaan kejadian dengan Nabi Adām as, kenabian dan
beberapa mukjizatnya, serta disebut pula kelahiran Maryam puteri `Imrān, ibu
dari Nabi ‘Isā as.
QS. Al Baqarah[1]
dan QS. 'Āli `Imrān [003] ini dinamakan Az Zahrawāni (dua yang
cemerlang), karena kedua surat ini menyikapkan hal–hal yang disembunyikan oleh
para Ahli Kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi ‘Isā as, kedatangan Nabi
Muḥammad SAW dan sebagainya.
Pokok pembahasan dalam QS. 'Āli `Imrān
ini memuat tentang dalil–dalil yang berkaitan dengan keimanan, hukum–hukum,
kisah–kisah, dan yang lain sebagainya. Namun catatan terpenting dalam QS. 'Āli
`Imrān ini tentang bahwa Islām adalah satu–satunya agama yang diridhai oleh Allāh
SWT, sebagaimana firman–Nya
إِنَّ
الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ ...
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allāh hanyalah Islam...”[2]
QS. 'Āli `Imrān [003] mengandung
dalil–dalil dan alasan–alasan untuk membantah kaum Nashrani yang mempertuhankan
Nabi ‘Isā., menerangkan peperangan Badar dan Uhud, agar kemenangan di
peperangan Badar dan kekalahan di perang Uhud yang dialami kaum Muslimin itu,
dapat dijadikan pembelajaran.
Dalam QS. 'Āli `Imrān [003] banyak
terdapat ayat–ayat yang menyeru kepada manusia untuk merenungi, memperhatikan
dan memikirkan penciptaan Allāh SWT baik yang berada di langit, bumi maupun
diantara keduanya. Diantara ayat–ayat yang menerangkan tentang hal tersebut
yaitu ayat 190–191.
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ
لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ﴿١٩٠﴾ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ
هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda–tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang–orang yang
mengingat Allāh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia–sia, Maha Suci Engkau,
lindungilah kami dari siksa neraka”.”
Salah satu cara untuk mengenal,
mendekat, dan selalu bersama dengan Allāh SWT adalah dengan membaca,
memikirkan, merenungkan, memahami terhadap ayat–ayat yang terkandung didalam Al
Qur’ān dan juga melalui berbagai fenomena–fenomena yang dapat dirasakan secara
nyata, dengan begitu kita lebih dapat menyakinkan diri kita, berpasrah,
bersandarkepada Allāh SWT, Rabbul 'Ālamīn.
Oleh karena ini, penulis mencoba untuk
memaparkan tafsir yang berkaitan dengan QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 dan
pengaplikasian dalam kehidupan serta aspek tarbawi dalam ayat tersebut. Karena
begitu pentingnya nilai–nilai yang terkandung dalam ayat itu, guna menjadikan
kita sebagai orang yang menggunakan akal kita untuk memikirkan, merenungi,
mengingatkan betapa besarnya ciptaan Allāh SWT (melalui alam semesta) sebagai
salah cara untuk mendekatkan diri kepada Allāh SWT agar menjadikan kita sebagai
orang yang bertaqwa dalam keadaan apapun itu, baik dalam keadaan berdiri, duduk
atau keadaan berbaring.
Penulis juga menyadari dalam makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan makalah yang akan datang.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa teori yang dibahas dalam QS. 'Āli
`Imrān [003] : 190–191 ?
2. Bagaimana para mufassir mentafsirkan QS.
'Āli `Imrān [003] : 190–191 ?
3. Bagaimana pengaplikasian QS. 'Āli `Imrān
[003] : 190–191 dalam kehidupan?
4. Apa yang dapat kita pelajari dari QS.
'Āli `Imrān [003] : 190–191 ?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan uraian diatas, penulis
merumuskan tujuan penulisan makalah ini dengan tujuan antara lain :
1. Mengetahui pembahasan yang terdapat QS.
'Āli `Imrān [003] : 190–191
2. Mengetahui tafsir QS. 'Āli `Imrān [003]
: 190–191
3. Mengetahui nilai pendidikan yang
terkandung dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
4. Menanamkan nilai pendidikan yang
terkandung didalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
5. Menerapkan aspek muhasabah diri
menjalani kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI QS. 'ĀLI `IMRĀN [003] : 190–191
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ﴿١٩٠﴾ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ
اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda–tanda bagi orang–orang yang berakal. (Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia–sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari
siksa neraka”.”
1. Makna Mufrodat
إِنَّ فِي خَلْقِ
|
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
|
وَاخْتِلَافِ
|
Sesungguhnya
dalam penciptaan
|
Langit dan
bumi
|
Dan silih
berganti
|
اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ
|
لَآيَاتٍ
|
لِّأُوْلِي
الْأَلْبَابِ
|
Malam
dan siang
|
Terdapat
tanda–tanda
|
Bagi
orang–orang yang berakal
|
اَلَّذِيْنَ
|
يَذْكُرُوْنَ
اللهَ
|
قِيَامًا
وَقُعُودًا
|
Orang–orang
yang
|
Mengingat
Allāh
|
Berdiri
dan duduk
|
وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
|
وَيَتَفَكَّرُوْنَ
|
فِي خَلْقِ
|
Dan
atas pembaringan mereka
|
Dan
mereka memikirkan
|
Dalam
penciptaan
|
السَّمٰوَاتِ
وَالْأَرْضِ
|
رَبَّنَا
|
مَا خَلَقْتَ
|
Langit
dan bumi
|
Tuhan
kami
|
Tidaklah
Engkau
|
هَذَا بَاطِلًا
|
سُبْحَانَكَ
|
فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ
|
Ini
sia–sia
|
Maha
Suci Engkau
|
Lindungilah
kami dari siksa Neraka
|
2. Asbābun Nuzūl[3]
Ath–Thabrāni dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbās ra, dia
berkata, “Orang–orang Quraisy mendatangi orang–orang Yahudi dan bertanya kepada
mereka, ‘Apa tanda–tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ Orang–orang Yahudi
itu menjawab, ‘Tongkat dan tangan yang putih bagi orang–orang yang melihatnya.’
Lalu orang–orang Quraisy itu mendatangi orang–orang Nashrani, lalu bertanya
kepada mereka, ‘Apa tanda–tanda yang diperlihatkan Isa?’ Mereka menjawab, ‘Isa
dulu menyembuhkan orang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang
mati.’ Lalu mereka mendatangi Nabi Muḥammad SAW kemudian mereka berkata kepada
beliau, ‘Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit Şafā dan Marwah menjadi emas untuk kami’.
Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman Allāh SWT : “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam siang terdapat
tanda–tanda (kebesaran Allāh) bagi orang–orang berakal”.”[4]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa “Dari
Ibnu ‘Umar ra: Saya dan beberapa shahabat datang kepada ‘Aisyah dan berkata:
“Ceritakanlah kepada kami hal yang menakjubkan pada diri Rasūlullāh SAW”. Maka ‘Aisyah menangis dan
berkata: Segala hal tentang diri beliau sangat menakjubkan. Suatu malam beliau
datang kepadaku, sehingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku, lalu beliau
bersabda, “Izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku”. Aku (‘Aisyah) berkata:
Demi Allāh! Aku sangat senang dekat dengan engkau, tapi aku lebih senang
jika engkau beribadah kepada Tuhanmu. Maka Nabi segera berwudhu dan shalat
hingga beliau meneterskan air mata, sehingga membasahi janggut dan tempat
sujudnya, hingga waktu shubuh tiba Bilal datang dan berkata, Wahai Rasūlullāh
SAW, apa yang menyebabkan paduka menangis? padahal Allāh telah
mengampuni dosa–dosa paduka. Maka Rasūlullāh SAW bersabda: “Wahai Bilal! Bagaimana aku tidak
menangis, sementara tadi malam Allāh menurunkan ayatإِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ lalu beliau bersabda “Sungguh celaka orang yang membacanya,
namun tidak memikirkannya.””[5]
3. KANDUNGAN QS. 'ĀLI `IMRĀN [003] :
190–191
Dalam
QS. 'Āli `Imrān [003] : 190 terdapat tanda–tanda kebesaran dari Allāh SWT
dengan diciptakannya langit, bumi (baik benda–benda yang terdapat diantara
keduanya) serta perubahan waktu dengan adanya malam dan siang. Namun, diakhir
ayat tertulis “bagi orang–orang yang berakal” muncul pemikiran, siapa
sebetulnya yang dimaksudkan itu.
Orang–orang
yang berakal tersebut disebutkan dengan kata Ūlul Albāb. Ūlul Albāb adalah orang–orang yang memiliki
pemikiran dan pemahaman yang benar. Mereka membuka pandangannya untuk menerima
ayat–ayat Allāh SWT pada alam semesta, tidak memasang penghalang–penghalang dan
tidak menutup jendela–jendela antara mereka dan ayat–ayat ini. Mereka menghadap
Allāh SWT dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk dan berbaring.[6]
Ūlul
Albāb yaitu orang–orang yang memiliki
kecerdasan intelektual dan spiritual secara seimbang, sehingga mampu mengungkap
“hikmah” dibalik fenomena alam, sekecil apapun, disertai sikap responsif
terhadap hukum dan ketentuan–Nya. Mereka memiliki ilmu dan wawasan luas, namun
tetap rendah hati, mereka mampu memilah dan memilih dengan sikap kritis tetapi
tetap menjunjung tinggi komitmen yang telah dibuat, baik dengan Allāh SWT
maupun dengan sesama manusia dan tetap menghubungkan apa–apa yang Allāh SWT
perhatikan untuk dihubungkan. Mereka takut kepada Allāh SWT dan hisab yang
buruk, sehingga mereka sangat cermat dalam berbuat dan bertindak, teguh
memegang prinsip, sabar dalam mencari keridhaan–Nya, mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian rezeki yang diberikan Allāh SWT kepada mereka baik secara
diam–diam maupun terang–terangan, serta menolak kejahat dengan kebaikan.[7]
Sedangkan
dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 191yang merupakan lanjutan dari QS. 'Āli `Imrān
[003] : 190 yang terlihat bahwa orang yang berakal adalah orang yang melakukan
dua hal yaitu tadzakkur (mengingat) dan tafakkur (memikirkan).
Dengan melakukan dua hal tersebut, ia sampai kepada hikmah yang berada dibalik
proses tadzakkur (mengingat) dan tafakkur (memikirkan) yaitu
mengetahui, memahami dan menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan segala
sesuatu yang ada didalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, yaitu Allāh SWT.
Muḥammad
Abduh mengatakan bahwa merenungkan penciptaan langit dan bumi, pergantian siang
dan malam akan membawa manusia menyaksikan tentang ke–Esa–an Allāh SWT, yaitu
adanya aturan yang dibuat–Nya serta karunia dan berbagai manfaat yang terdapat
didalamnya.[8]
B. TAFSIR AYAT BERDASARKAN KITAB TAFSIR
1. Tafsir Ibnu Mas’ud
Asy–Syuyuthi: Al
Firyabi, Ibnu Abu Hatim dan Ath–Thabrani meriwayatkan dari jalur Juwaibir dari
Adh–Dhahhak dari Ibnu Mas’ud : Tafsir firman Allāh SWT اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ ((yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh
SWT sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring) ia
berkata: “Ini berlaku ketika shalat. Jika memang tidak mampu berdiri, ia bisa
duduk dan jika tidak duduk, ia bisa berbaring.”[9]
2. Tafsir Ibnu Katsir
a. Ayat 190
Makna pada ayat ini yaitu
pada ketinggian dan keluasan langit dan juga pada kerendahan bumi serta
kepadatannya. Dan juga tanda–tanda kekuasaan–Nya yang terdapat pada ciptaan–Nya
yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya (langit dan bumi) baik
berupa bintang–bintang, komet, daratan dan lautan, pegunungan dan lain
sebagainya serta berbagai macam warna dan beragam makanan dan bebauan. Kemudian
dengan hal itu, dibalutlah dengan silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang
dan pendeknya malam dan siang. Semua itu merupakan ketetapan Allāh SWT yang
Maha Pengatur lagi Maha Menguasai segala sesuatu. Oleh karena itu diakhir ayat Allāh
SWT berfirman “Terdapat tanda–tanda bagi orang–orang yang berakal (Ūlul Albāb). Yaitu mereka
yang mempunyai akal sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal
secara jelas dan nyata.
b. Ayat 191
Dalam ayat ini Allāh
SWT menyifati tentang Ūlul
Albāb : “(Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh sambil berdiri, duduk atau
dalam keadaan berbaring.” Sebagaimana hadits yang disebutkan oleh Rasūlullāh
SAW
Maksudnya adalah mereka
tidak putus–putus berdzikir dalam semua keadaan, baik dengan hati maupun dengan
lisan. Mereka juga memahami apa yang terdapat diantara keduanya (langit dan
bumi) dari kandungan hikmah yang menunjukkan keagungan Allāh SWT,
kekuasaan–Nya, keluasan ilmu–Nya, hikmah–Nya, pilihan–Nya juga rahmat–Nya.
Allāh SWT memuji
hamba–hamba–Nya yang beriman “(Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh sambil
berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi.” Yang mana mereka berkata, “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia–sia.” Artinya, Engkau (Allāh SWT)
tidak menciptakan semuanya ini dengan sia–sia, tetapi dengan penuh kebenaran,
agar Engkau memberikan balasan kepada orang–orang yang beramal. Kemudian mereka
(Ūlul Albāb) menyucikan
Allāh SWT dari perbuatan sia–sia dan penciptaan yang bathil dengan menyebut “Maha
Suci Engkau. Lalu meminta perlindungan dari adzab Allāh SWT dengan
menyebutkan “Maka lindungilah kami dari siksa Neraka.” Maksudnya, wahai
Rabb yang menciptakan makhluk ini dengan sungguh–sungguh dan adil. Wahai Dzat
yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia–siaan, lindungilah kami dari adzab
Neraka. Dan berikanlah taufik kepada kami dalam menjalankan amal shalih yang
dapat mengantarkan kami ke Syurga serta menyelamatkan kami dari adzab–Mu yang
sangat pedih.[10]
3. Tafsir Jalalain
a. Ayat 190
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ (Sesungguhnya
pada penciptaan langit dan bumi) dan
kejadian yang terdapat pada keduanya
وَاخْتِلَافِ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ (Serta pergantian malam dan siang) dengan
datang dan pergi serta bertambah dan berkurang
لَآيَاتٍ (Menjadi tanda–tanda) atau
bukti atas kekuasaan Allāh SWT
لِّأُوْلِي
الْأَلْبَابِ
(Bagi orang–orang yang berakal) artinya yang
mempergunakan pikiran mereka
b. Ayat 191
اَلَّذِيْنَ (Yakni orang–orang
yang) menjadi pengganti bagi yang sebelumnya
يَذْكُرُوْنَ
اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ (Mengingat Allāh diwaktu
berdiri, duduk dan ketika berbaring) artinya
mengerjakan shalat dalam keadaan tersebut sesuai dengan kemampuan
وَيَتَفَكَّرُوْنَ
فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ (Dan mereka memikirkan tentang kejadian langit dan bumi) untuk
menyimpulkan dalil melalui keduanya akan kekuasaan Allāh SWT, kata mereka
رَبَّنَا
مَا خَلَقْتَ
(Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan ini)maksudnya
makhluk yang kami saksikan ini
هَذَا
بَاطِلًا
(Dengan sia–sia) menjadi hal, sebaliknya semua ini
menjadi bukti kesempurnaan kekuasaan Mu
سُبْحَانَكَ (Maha Suci Engkau)
artinya tidak mungkin Engkau akan berbuat sia–sia
4. Tafsir Al Lubāb
a.
Ayat
190
Berbicara tentang
penciptaan benda–benda angkasa, seperti matahari, bulan dan gugusan
bintang–bintang atau berbicara tentang pengaturan sistem kerja benda langit
itu, demikian juga kejadian dan perputaran bumi, yang melahirkan silih
bergantinya malam dan siang atau perbedaannya dalam panjang dan pendeknya masa
masing–masing. Semua fenomena itu, menurut ayat tersebut, merupakan tanda–tanda
tentang wujud dan kemahakuasaan Allāh SWT bagi Ūlul Albāb yakni orang–orang yang mempunyai akal
dan jiwa yang tidak diselubungi oleh kerancuan.
b.
Ayat
191
Ayat ini menjelaskan
sifat–sifat Ūlul Albāb itu,
yakni mereka (baik lelaki maupun perempuan) yang mengingat Allāh SWT dalam
seluruh situasi dan kondisinya; berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring.
Mereka memikirkan tentang penciptaan dan sistem kerja langit dan bumi dan
setelah itu berkesimpulan bahwa; Tuhan tidak menciptakan alam raya dan segala
isinya dengan sia–sia atau tanpa tujuan yang hak. Mereka juga menyucikan Allāh
SWT dari segala kekurangan dan keburukan yang mereka dengar atau terlintas
sesekali dalam benak mereka. Disamping itu, mereka selalu bermohon kiranya
dilindungi dari azab Neraka.[12]
C. PENGAPLIKASIAN QS. 'ĀLI `IMRĀN [003] :
190–191 DALAM KEHIDUPAN
Setiap manusia memiliki cara tersendiri
dalam mengaplikasi kandungan QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 dalam
kehidupannya, tetapi pemakalah mencoba untuk memaparkan hal yang mudah agar
makna yang terkandung dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 bisa diaplikasikan
dalam kehidupan, diantaranya :
1. Niatkan hanya untuk Allāh SWT dan Rasūl–Nya
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمِنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا
يُصِيْبُهَا أَوْ اِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَاهَاجَرَ إِلَيْهِ
“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap–tiap
orang (tergantung) apa yang diniatkan. Barangsiapa niat hijrahnya karena Allāh
dan Rasūl–Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allāh
dan Rasūl–Nya. Dan barangsiapa niat hijrahnya karena
dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang diniatkan.”[13]
2.
Tadzakkur dalam segala kondisi
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كَلِّ أَحْيَانِهِ
“Dari ‘Aisyah ra,
berkata: Rasūlullāh SAW berdzikir kepada Allāh SWT dalam segala
keadaan”[14]
Rasūlullāh SAW saja seorang Nabi dan Rasūl,
pendidik, pemimpin, yang sudah diampuni dosanya, sudah pasti masuk
syurga masih berdzikir kepada Allāh SWT dalam segala keadaan. Nah kita?, bukan
Nabi atau Rasūl, belum pasti diampuni dosanya, belum
pasti masuk syurga, tidak mau berdzikir kepada Allāh SWT padahal waktu
yang dikasihkan oleh Allāh SWT masih ada lantas tidak berdzikir. Sungguh
merugilah kita, kalau sampai hal itu terjadi.
3. Tafakkur apa yang setiap apa yang dilakukan
Syaikh Abu Sulaiman ad–Darani berkata:
“Sesungguhnya aku keluar dari rumahku, lalu setiap sesuatu yang aku lihat,
merupakan nikmat Allāh SWT dan ada pelajaran bagi
diriku.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dun–ya dalam “Kitab at–Tawakkul
wal I’tibar.”
Sungguh
beruntung sekali jika manusia selalu tafakkur(memikirkan) setiap sesuatu
yang akan dilakukannya dan setelah dilakukannya, maka dalam dirinya akan
terbentuk sikap kehati–hatian dalam melangkah dan bertindak, sehingga dalam
dalam dirinya muncullah sifat muhasabah.
Setelah
munculnya sifat muhasabah dalam dirinya, maka pasti dirinya akan bergantung
kepada Allāh SWT dalam segala kondisi dan bersyukur kepada–Nya terhadap apa
yang sudah diberikan.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيْدٌ ﴿٧﴾
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat–Ku), maka sesungguhnya adzab–Ku sangat pedih.”[15]
D. ASPEK TARBAWI
Dari penjelasan berbagai penafsiran oleh
para Mufassir diatas, penulis mencoba untuk menguraikan nilai–nilai pendidikan
yang terkandung didalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191, antara lain :
1. Alam Semesta adalah Objek Tafakkur
Al
Qur’ān mengajak untuk berpikir dengan beragam bentuk redaksi tentang segala
hal, kecuali tentang zat Allāh SWT karena mencurahkan akal untuk memikirkan
zat–Nya adalah pemborosan energi akal, mengingat pengetahuan tentang zat Allāh
SWT tidak mungkin dicapai oleh akal manusia.
Maka,
hendaklah kaum Ūlul
Albāb mencurahkan segenap potensi mereka untuk memikirkan penciptaan langit
dan bumi beserta isinya dengan seluruh keteraturan dan ketelitian
penciptaannya, sehingga Allāh SWT akan menunjukkan kepada mereka suatu
kesimpulan bahwa penciptaan keduanya adalah untuk suatu hikmah, bukan untuk
kesia–siaan.[16]
2. Ajakan untuk ber–tadzakkur
Ber–tadzakkur
adalah salah satu hal penting dalam terciptanya kedamaian dalam hati
manusia. Karena dengan melalukan hal tersebut, hidup kita terasa senang, karena
Allāh SWT yang selalu kita sebut, baik dalam hati, lisan, pikiran, maupun alat
indera yang lain. Dan kita akan selalu merasa diawasi oleh Allāh SWT, sehingga
untuk berbuat sesuatu yang diharamkan oleh Allāh SWT kita menjadi malu, karena
diawal melakukan aktivitas kita mengingat Allāh SWT, dalam melalukan aktivitas
kita mengingat Allāh SWT dan setelah selesai melakukan aktivitaspun kita
mengingat Allāh SWT.
3. Belajar melalui alam
Alam
ini menyediakan bahan pelajaran yang sangat dapat dilihat oleh indera manusia.
Belajar melalui alam ini sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran yang
bersifat umum, karena Allāh SWT telah menyediakannya melalui alam ini.
Ayat–ayat
yang menunjukkan Ūlul
Albāb mempunyai 16 ciri sesuai dengan urutan penyebutan dalam surat. Keenam
belas ciri Ūlul Albāb ini
dapat dijadikan sebagai aspek tarbawi, adalah sebagai berikut :
1. (QS. Al Baqarah [002] : 179) Bertakwa
dan menegakkan hak asasi manusia
2. (QS. Al Baqarah [002] :197) Menjalankan
ibadah haji dan menyiapkan bekal takwa dalam kehidupannya
3. (QS. Al Baqarah [002] : 269) Mengambil
pelajaran dan hikmah (pemikiran filosofis) dalam mencari kebaikan yang banyak
4. (QS. 'Āli `Imrān [003] : 007) Mengimani
Al Qur’ān dan memahami ayat–ayatnya, baik yang muhkamat maupun yang mutasyabihat
5. (QS. 'Āli `Imrān [003] : 190) Memiliki
pengetahuan tentang ruang angkasa, geografi, meteorologi dan geofisika
6. (QS. Al Mā'idah [005] : 100) Dapat
membedakan antara kebenaran dan keburukan, tidak tergoda oleh keburukan dan
selalu bertakwa dalam mencari keberuntungan
7. (QS.
Surah Yūsuf [012] : 111) Mengimani dan mengambil
pelajaran dari kisah para Nabi dan Rasūl–Nya
8. (QS. Ar Ra`d [013] : 019) Memahami kebenaran mutlak yang datang dari Allāh
SWT
9. (QS. 'Ibrāĥīm [014] : 052) Menyakini
ke–Esa–an Allāh SWT dan memberi peringatan kepada umat manusia dengan dasar Al
Qur’ān
10. (QS. Şād [038] : 029) Mendalami
kandungan Al Qur’ān untuk mengambil nilai kebaikan yang banyak (berkah)
11. (QS. Şād [038] : 043) Mengambil
pelajaran dari kisah Nabi Zakariyyā as dan Nabi Yunūs as (mengkaji sejarah)
12. (QS. Az
Zumar [039] : 009) Mensyukuri
ilmu dengan sujud dan shalat pada waktu malam dalam upaya mendapatkan rahmat Allāh
SWT serta merasa takut terhadap adzab–Nya
13. (QS. Az
Zumar [039] : 018) Menyeleksi
informasi terbaik dengan tolok ukur hidayah dan norma agama Allāh SWT
14. (QS. Az
Zumar [039] : 021) Memiliki
pengetahuan tentang flora dan fauna (zoologi dan botani)
15. (QS. Al Ghāfir [040] : 54) Mengambil
pelajaran dari kitab Taurāt yang dibawa oleh Nabi Mūsā as
yang diwariskan kepada orang Israil (Yahudi)
16. (QS. Aţ
Ţalāq [065] : 10) Beriman dan bertakwa kepada Allāh
SWT, memiliki kesadaran tinggi serta takut terhadap siksaan–Nya yang dahsyat[17]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
QS. 'Āli `Imrān [003] mengandung
dalil–dalil dan alasan–alasan untuk membantah kaum Nashara/Nasrani yang
memper–Tuhankan Nabi ‘Isā as., menerangkan peperangan Badar dan Uhud, agar
kemenangan di peperangan Badar dan kekalahan di peperangan Uhud yang dialami
kaum Muslimin itu, dapat dijadikan pelajaran.
Ayat 190–191 merupakan awal ayat–ayat
penutup QS. 'Āli `Imrān [003], dimana ayat tersebut Allāh SWT memerintahkan
kita untuk melihat, merenung dan mengambil kesimpulan pada tanda–tanda
ke–Esa–an Allāh SWT. Karena tanda–tanda tersebut hanya diciptakan oleh Yang
Maha Pencipta, Yang Maha Suci. Dengan menyakini hal tersebut maka keimanan
mereka berdasarkan atas keyakinan yang benar dan bukan hanya sekedar
ikut–ikutan.
Pada ayat 190, inilah salah satu fungsi
akal yang diberikan kepada seluruh manusia yaitu agar mereka dapat menggunakan
akal tersebut untuk merenungkan tanda–tanda yang telah diberikan oleh Allāh
SWT. Kemudian Allāh SWT menyebut mereka dengan sebutan Ūlul Albāb.
Kemudian di ayat 191, Ūlul Albāb itu ditegaskan
dengan mengingat Allāh SWT dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Sehingga
mereka (Ūlul Albāb)
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, dan berkesimpulan tidak ada yang
sia–sia apa yang diciptakan oleh Allāh SWT dan mensucikan–Nya dan meminta
perlindungan dari azab Neraka. Satu hal yang pasti, bahwa kaum Ūlul Albāb itu senantiasa
mengingat Allāh SWT dalam keadaan apapun. Allāh SWT yang diingatnya, hingga
menggantungkan semua hanya kepada Allāh SWT. Bertasbih, memuji–Nya tanpa kenal
lelah, sungguh beruntung sekali orang–orang yang memuji Allāh SWT.
B. SARAN
Alhamdulillāh, berkat rahmat Allāh SWT
pemakalah telah menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi I ini tepat pada waktunya.
Namun perjuangan untuk menuntut ilmu belum berakhir masih terus berlanjut,
hingga nafas terakhir.
Maka dari itu, pemakalah mengingatkan
kepada para pembaca untuk selalu mengingat dan memikirkan tentang penciptaan
ini sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allāh SWT.
Pemakalah juga mengharapkan adanya
kritik dan saran dalam makalah ini guna memperbaiki kesalahan–kesalahan yang
terdapat dalam makalah ini. Tetaplah ingat Allāh SWT dalam keadaan apapun,
karena dengan begitu kita akan dekat dengan–Nya. Semoga Allāh SWT meridhoi
langkah kita dalam beramal shalih. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’ānul Karīm
As Sunnah
Asy–Syuyuthi, Jalaluddin. 2008. Sebab
Turunnya Ayat Al Qur’ān. Diterjemahkan oleh Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema
Insani Press
Asy–Syuyuthi, Jalaluddin &
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al–Mahalliy. 2009. Tafsir Jalalain berikut
Asbābun Nuzūl Jilid I. Diterjemahkan
oleh Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensido
Isawi,
Muhammad Ahmad. 2009. Tafsir Ibnu Mas’ud (Studi tentang Ibnu Mas’ud dan
Tafsirnya). Diterjemahkan oleh Ali Murthado Syahudi. Jakarta: Pustaka Azzam
Ishaq
Al–Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin. 2003. Lubaabut
Tafsiir Min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 4, Diterjemahkan oleh Tim
Abdul Ghoffar. Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’i
Muhammad,
Su’aib H. 2013. Tafsir Tematik, Konsep, Alat Bantu dan Contoh Penerapannya. Malang:
UIN Maliki Press
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat–Ayat
Pendidikan (Tafsir Al–Ayat Al–Tarbawiy). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Qardhawi, Yusuf. 1996. Al Qur’ān
berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Al–‘Aqlu wal–‘Ilmu fil
Qur’ānil–Karīm).
Cet I. Diterjemahkan oleh Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani Press
Quthb, Syahid Sayyid. 2001. Tafsir Fi
Zhilalil Qur’ān (dibawah Naungan Al Qur’ān) Jilid 2. Cet. 1. Diterjemahkan oleh
Tim As’ad Yasin. Jakarta: Gema Insani Press
Sambas, Syukriadi. 2012. Mantik
(Kaidah Berpikir Islam). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Shihab, M. Quraish. 2012. Al Lubāb,
Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah–Surah Al Qur’ān, Cet. I. Tanggerang:
Lentera Hati
CURICULUM VITAE
A. Biodata Pribadi
Nama Lengkap : Muḥammad Son Ḥaji
Tempat, Tanggal Lahir : Pekalongan,
27 Februari 1995
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islām
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Jlamprang, Krapyak Lor Gg. 2 / 39, Rt.5
Rw.2
Kec.
Pekalongan Utara, Kota Pekalongan
No Hp : +62 857 4255 1179
Email / Facebook : sonhajisayangkamu@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
TK/RA : RA Masyithoh 13 1999 – 2001
SD/MI : MSI 11 Nurul Islam 2001 – 2007
SMP/MTs : MTs Nurul Islam 2007 – 2010
SMA/SMK/MA : Kejar Paket C 2012
– 2015
Perguruan
Tinggi : STAIN/IAIN Pekalongan 2015 – sekarang
[1] QS.
Al Baqarah ini termasuk dalam golongan surah Madaniyah yang terdiri dari 286
ayat dan surah nomor 2 dalam urutan surah di Mushaf Al Qur’ān
[2] QS.
'Āli `Imrān [003] : 019
[3] Pemakalah
hanya menemukan Asbābun Nuzūl yang
terdapat dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190 sedangkan ayat 191, pemakalah
belum menemukannya
[4] Jalaluddin
Asy–Syuyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al Qur’ān, penj., Tim Abdul Hayyie,
Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 148–149
[5] HR. Ibnu Hibban
[6] Syahid
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’ān (dibawah Naungan Al Qur’ān) Jilid 2,
penj. Tim As’ad Yasin, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) hlm. 245
[7] Su’aib H. Muhammad, Tafsir
Tematik, Konsep, Alat Bantu dan Contoh Penerapannya, (Malang: UIN–Maliki
Press, 2013), hlm. 74–75
[8] Abuddin
Nata, Tafsir Ayat–Ayat Pendidikan (Tafsir Al–Ayat Al–Tarbawiy), (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2009) hlm. 131–132
[9] Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir
Ibnu Mas’ud (Studi tentang Ibnu Mas’ud dan Tafsirnya), penj., Ali Murthado
Syahudi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 376
[10] Abdullah bin Muhammad bin
Abdurrahman bin Ishaq Al–Sheikh, Lubaabut Tafsiir Min Ibnu Katsiir (Tafsir
Ibnu Katsir) Juz 4, penj. Tim Abdul Ghoffar, (Bogor: Pustaka Imam Asy
Syafi’i, 2003) hlm.210–211
[11] Imam
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy & Imam Jalaluddin Asy Syuyuthi, Tafsir
Jalalain berikut Asbābun Nuzūl
Jilid I, penj., Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2009) hlm. 286–287
[12] M.
Quraish Shihab, Al Lubāb, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah–Surah Al
Qur’ān, Cet. I, (Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 156
[13] Shahih Bukhari dan Muslim (diriwayatkan
oleh ‘Umar ibn Khaththab ra)
[14] Shahih Muslim, Kitab : Haid,
Bab : Dzikir kepada Allāh
SWT saat junub dan selainnya (Shahih Muslim no. 373
versi Syarh Shahih Muslim)
[15] QS. 'Ibrāĥīm [014] : 7
[16] Yusuf
Qardhawi, Al Qur’ān berbicara dengan Akal dan Ilmu Pengetahuan (Al–‘Aqlu
wal–‘Ilmu fil–Qur’ānil–Karīm, Tim Abdul Hayyie, Cet. I (Jakarta: Gema
Insani Press, 1998), hlm. 42–43
[17] Syukriadi Sambas, Mantik
(Kaidah Berpikir Islam), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 21–22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar